TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Fungsinya Hutan memiliki fungsi sebagai pelindung, dalam hal ini berfungsi sebagai pengaturan tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah. Rahmawaty (2004a) menyimpulkan bahwa hal tersebut merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu, kawasan hutan dengan ciri khas tertentu mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pohon yang tajuk-tajuknya saling menaungi akan mampu menahan jatuhnya titik air hujan pada permukaan tanah. Dengan bantuan tumbuhan lantai hutan (forest floor), serasah dan humus memiliki peranan yang sangat penting bahkan lebih penting daripada tegakan pohon itu sendiri. Sebab tumbuhan bawah, serasah, dan humus sangat menentukan permeabilitas tanah dalam menyerap air yang jatuh dari pohon serta akan mencegah laju aliran air permukaan (surface run-off), sehingga terserap oleh tanah (infiltrasi) (Arief, 2001). Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan, berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun, 1999). Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat
semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Pada hutan ini dilakukan penanaman dengan mengkombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman pangan/palawija yang biasa dikenal dengan istilah agroforestry. Pola pemanfaatan lahan seperti ini banyak manfaatnya, antara lain : Pendapatan per satuan lahan bertambah, Erosi dapat ditekan, Hama dan penyakit lebih dapat dikendalikan, Biaya perawatan tanaman dapat dihemat, Waktu petani di lahan lebih lama (Rahmawaty, 2004c). Hutan yang demikian mampu mempertahankan tanah dari proses kerusakan akibat erosi. Penggunaan lahan untuk pepohonan yang sejenis seringkali juga disebut hutan, misalnya hutan tanaman industri, hutan pinus, hutan jati, hutan mahoni, dll. Namun penggunaan lahan untuk pepohonan tanaman industri seperti kopi, karet, teh, kakao, dan sawit, tidak disebut hutan melainkan kebun. Kebun tanaman industri yang komposisinya lebih dari satu species dan dibiarkan sehingga tumbuh semak dan aneka tanaman bawah (understorey) kelihatannya mirip hutan dinamakan sistem agroforestri (Widianto dkk., 2004). Komunitas vegetasi hutan alam tua yang tidak terganggu merupakan pelindung sempurna terhadap jatuhan air hujan, lebihan aliran air hujan diatas permukaan tanah (overland flow), limpasan air permukaan (surface runoff), dan ancaman bahaya erosi. Bertolak dari prinsip hutan sebagai pengendali limpasan permukaan dan erosi, maka penggunaan vegetasi hutan sebagai upaya universal dalam tindakan konservasi tanah banyak dilakukan, seperti penggunaan tanaman
mahoni (Swietenia macrophylla) untuk hutan tanaman dan hutan rakyat. Dalam seluruh fase pertumbuhannya, hutan tanaman tidak bisa dikatakan tanpa terganggu. Gangguan terbesar terjadi pada fase penebangan, penyiapan lahan dan masa tanaman berumur muda (Paimin dkk., 2003). Erosi Erosi tanah merupakan salah satu proses geomorfologi yang terdiri dari dua fase, yaitu : fase penguraian dan fase pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi seperti air dan angin (Arsyad, 2006). Menurut bentuknya, erosi dapat dibedakan menjadi erosi percik, erosi lembar, erosi alur, erosi parit dan erosi tebing sungai. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Hardiyatmo (2006) menyimpulkan bahwa erosi percik adalah erosi hasil dari percikan/ benturan air hujan secara langsung pada partikel tanah dalam keadaan basah. Erosi lembar merupakan erosi akibat terlepasnya tanah dari lereng dengan tebal lapisan yang tipis. Erosi alur adalah erosi akibat pengikisan tanah oleh aliran air yang membentuk parit atau saluran kecil, dimana pada bagian tersebut telah terjadi konsentrasi aliran air hujan di permukaan tanah. Erosi parit adalah kelanjutan dari erosi alur, yaitu terjadi bila alur-alur semakin lebar dan dalam yang dapat mencapai 1 sampai 2,5 m atau lebih. Erosi tebing sungai adalah erosi yang terjadi akibat dari terkikisnya permukaan tanggul sungai dan gerusan sedimen di sepanjang dasar saluran. Suripin (2004) mengemukakan bahwa, erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi
dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan. Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel yanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa centimeter ke udara. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala arah, tapi untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi/aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin, 2004). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Erosi Faktor iklim Faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan, suhu udara, dan angin. Di daerah tropika, faktor iklim yang terpenting yang menetukan besarnya tanah tererosi adalah hujan. Hujan merupakan salah satu faktor penentu yang berada di luar jangkauan manusia untuk mengubahnya. Karakteristik hujan yang mempengaruhi erosi adalah intensitas hujan, lama hujan, total curah hujan, energi
kinetik hujan, ukuran butir, kecepatan, dan bentuk jatuhnya hujan serta distribusi hujan (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008). Faktor tanah Sifat - sifat fisik tanah yang penting yang berpengaruh terhadap erosi adalah kepekaan tanah terhadap erosi yang dikenal sebagai erodibilitas tanah. Makin besar nilai erodibilitas suatu tanahmakin peka tanah tersebut terhadap erosi (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008). Arsyad (2006) menyatakan bahwa sifat - sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur, (c) bahan organik, (d) kedalaman, (e) sifat lapisan tanah, dan (f) tingkat kesuburan tanah. Tekstur adalah ukuran butir dan proporsi kelompok ukuran butir - butir primer bagian mineral tanah. Tanah - tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir kerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut memiliki profil yang dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga memiliki kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir - butir halus akan mudah terangkut (Arsyad, 2006). Sementara itu, tanah - tanah yang mempunyai struktur mantap terhadap pengaruh air, memiliki permeabilitas, dan drainase yang sempurna tidak mudah didispersikan oleh air hujan. Permeabilitas tanah dapat menghilangkan daya air untuk mengerosi permukaan tanah, sedangkan drainase mempengaruhi baik buruknya pertukaran udara dan selanjutnya akan mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam tanah, juga perakaran tanaman (Suripin, 2004). Bahan organik berupa daun, ranting, dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan
perusak butiran hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut juga menghambat kecepatan aliran permukaan sehingga mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak. Selain itu, bahan organik juga meningkatkan infiltrasi dan memantapkan agregat tanah (Arsyad, 2006). Tanah - tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi daripada tanah yang permeabel tetapi dangkal. Kedalaman tanah sampai lapisan kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah, yang dengan demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Sedangkan, sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan tersebut. Sementara itu, kesuburan tanah berhubungan dengan bahan organik, semakin subur tanah maka tumbuhan semakin banyak dan lebih baik menutup tanah dari erosivitas yang terjadi (Arsyad, 2006). Faktor vegetasi Vegetasi mempengaruhi erosi karena melindungi tanah terhadap kerusakan oleh butir - butir hujan. Pada dasarnya vegetasi mampu mempengaruhi erosi karena adanya (1) intersepsi air hujan oleh tajuk dan absorpsi energi air hujan, sehingga memperkecil erosivitasnya, (2) pengaruh terhadap limpasan permukaan, (3) peningkatan aktivitas biologi dalam tanah, dan (4) peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi. Pengaruh vegetasi berbeda - beda, bergantung pada jenis tanaman, perakaran, tinggi tanaman, tajuk, dan tingkat pertumbuhan dan musim. Pengaruh musim sebetulnya erat hubungannya dengan pengelolaan tanaman (Rahim, 2003). Adanya vegetasi penutup tanaman yang baik, seperti rumput yang tebal dan hutan yang lebat dapat menghilangkan pengaruh topografi terhadap erosi.
Tanaman yang menutup permukaan tanah secara rapat tidak saja memperlambat limpasan, tetapi juga menghambat pengangkutan partikel tanah. Perakaran tanaman berperan sebagai pemantap agregat dan memeperbesar porositas tanah. Akar juga berfungsi menggenggam massa tanah sehingga mempengaruhi nilai daya geser tanah. Dengan demikian, tanah yang memiliki perakaran tanaman baik, di satu sisi memiliki kemampuan meneruskan air ke dalam lapisan bawah tinggi, di sisi lain ketahanan tanah terhadap perusakan oleh air menjadi tinggi pula (Rahim, 2003). Faktor topografi Pada daerah yang datar kehilangan tanah umumnya tidak merupakan masalah. Dua unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah kemiringan lereng dan panjang lereng. Kenaikan kecepatan aliran permukaan akibat kemiringan lereng menjadikan air tersebut sebagai pengangkut yang lebih baik. Selain itu tetesan - tetesan hujan akan memukul permukaan tanah secara langsung karena lapisan air pada tanah berlereng menjadi tipis. Pukulan tetesan - tetesan hujan tersebut akan mengakibatkan terlepasnya butir - butir tanah, yang selanjutnya akan dihanyutkan oleh aliran permukaan. Secara teoritis apabila kecepatan meningkat dua kali, daya erosivitas akan meningkat menjadi empat kali dan banyaknya material dengan ukuran tertentu yang terbwa sama dengan dua pangkat lima kali (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008). Faktor manusia Peranan manusia merupakan yang utama di dalam proses yang utama di dalam proses erosi. Perbuatan manusia mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya,
pembukaan hutan, pembukaan areal lain untuk tempat tanaman, perladangan, dan lain sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi manusia tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana semestinya, demi mencegah atau menekan laju erosi. Oleh karena itu, faktor kegiatan manusia memegang peranan penting terutama dalam usaha - usaha pencegahan erosi, sebab manusia dapat mempengaruhi faktor - faktor penyebab erosi lainnya, kecuali iklim (Rahim, 2003). Dampak Erosi Pada kawasan hutan bila terjadi erosi tanah akan menyebabkan kerugian besar karena akibat yang ditimbulkan pada lapisan tanah tempat terjadi erosi (onsite) ataupun pada tempat tujuan kikisan tanah yang terangkut tersebut diendapkan (off site) menjadi rusak. Kerusakan tersebut terjadi pada sifat-sifat tanah seperti fisik, kimia, dan biologi tanah yang mengalami kemunduran. Kerusakan lapisan atas permukaan tanah (top soil) terjadi pada kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah untuk menahan air, meningkatnya kepadatan tanah, ketahanan penetrasi tanah air, dan berkurangnya kemantapan struktur tanah. Akibat terjadinya erosi adalah pendangkalan sungai, danau, dan waduk sehingga menimbulkan banjir (Arief, 2001). Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktivitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi, peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya mengakibatkan timbulnya tanah kritis. Erosi sangat merugikan petani, investasi yang dibenamkan melalui pupuk
dan input lainnya sebagian akan terbawa erosi atau aliran permukaan dipindahkan ke tempat-tempat yang tidak diharapkan (Sutono, 2008). Dampak erosi tanah di luar lahan pertanian (off site) merupakan dampak yang sangat besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Bentuk dampak off site antara lain adalah : (i) pelumpuran dan pendangkalan waduk; (ii) tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan; (iii) memburuknya kualitas air dan (iv) kerugian ekosistem perairan (Arsyad, 2006). Selain itu menurut Masjud (2000), dampak yg ditimbulkan erosi dan sedimentasi dapat berupa dampak lingkungan maupun dampak ekonomi. Dampak lingkungan seperti penyebab terjadinya ledakan alga yang akan mengurangi kejernihan air, mengurangi ketersediaan oksigen di air dan mengakibatkan kematian ikan, gerakan sedimen di air akan mengganggu kegiatan fotosintesis tumbuhan air. Dampak ekonominya seperti berkurangnya umur pakai waduk karena terjadinya pendangkalan dan berkurangnya kemampuan tanah mendukung pertumbuhan tanaman sehingga produksi menurun. Prediksi Erosi Asdak (2007) mengemukakan bahwa prediksi erosi merupakan salah satu hal penting untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu bidang lahan. Model prediksi erosi yang umum digunakan di Indonesia adalah metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Metode USLE adalah model prediksi erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar dan alur pada keadaan tertentu denganmenggunakan rumus :
A = R K LS C P Dimana : A : besarnya kehilangan tanah (ton/ ha/ tahun) R : Indeks erosivitas hujan K : indeks erodibilitas tanah. LS : indeks topografi C : indeks penutup tanah dan cara bercocok tanam P : indeks tindakan konservasi tanah Pengendalian Erosi Usaha pengendalian erosi yang dikemukakan oleh (Hardiyatmo, 2006), dapat dilaksanakan dengan cara ; mekanis, vegetatif, serta kimiawi, metode kimiawi merupakan metode dengan memanfaatkan bahan-bahan pemantap. Metode mekanis adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dengan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan lahan. Tujuan konservasi tanah secara mekanik adalah : (a) memperkecil aliran permukaan sehingga mengalir dengan kekuatan yang tidak merusak, (b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan pada bangunan tertentu yang telah dipersiapkan termasuk dalam metode mekanik adalah pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur tanah (contour cultivation), guludan dan penterasan (Asdak, 2007). Cara vegetatif yaitu dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk pengendalian erosi. Hal ini dilakukan dengan cara penghutanan kembali (reboisasi) dan penghijauan, penanaman tumbuhan penutup tanah, penanaman tumbuhan mengikuti garis kontur penanaman tumbuhan dalam bentuk larikan-
larikan, penanaman tumbuhan secara bergilir, penanaman yang digilir pemanfaatan serasah (sisa-sisa tanaman), penanaman gebalan rumput. penanaman rumput akar wangi, penanaman rumput vetiver (vetiver grass) (Hardiyatmo, 2006). Hasil penelitian di Desa Glapansari, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung menunjukkan bahwa, penerapan teknik konservasi pada lahan tembakau yang meliputi penanaman rumput setaria pada bibir saluran pemotong lahan dan tanaman flemingia pada bidang vertikal saluran pemotong, serta pembuatan rorak di dasar saluran pemotong lahan, serta pengolahan tanah minimal dapat menekan besarnya erosi sebesar 44,84% dan mengurangi kadar unsur hara yang tererosi, serta memperbaiki sifat-sifat fisik tanah (Djajadi dkk., 2008). Menurut Suripin (2004), bahan-bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengendalikan erosi adalah polynyl acetate (PVa), polyacrilamide (PAM), asphalt, dan latex. Penggunaan bahan pemantap tanah pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu : a. Pemakaian di permukaan tanah (surface treatment). Pada cara ini larutan atau emulsi bahan pemantap tanah yang telah diencerkan dengan air (dengan perbandingan tertentu) disemprotkan langsung ke atas permukaan tanah dengan sprayer. Cara ini dapat dilakukan baik untuk penelitian di lapangan maupun di laboratorium. b. Pemakaian secara dicampur (incorporation treatment). Pada cara ini larutan atau emulsi bahan pemantap tanah yang telah diencerkan dengan air (dengan perbandingan tertentu) disemprotkan langsung ke atas permukaan tanah
dengan sprayer, kemudian tanah diaduk-aduk sampai campuran merata sampai kedalaman antara 0-25 cm. c. Pemakaian setempat/lobang (local/pit treatment). Pada cara ini pemakaian bahan pemantap tanah hanya terbatas pada lobang-lobang (dengan ukuran misalnya 60 x 60 x 60 cm 3 ) yang dipersiapkan untuk ditanami tanaman (biasanya tanaman tahunan) saja.