BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. wanita yang ikut dalam aktifitas bekerja. Wanita sudah mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu mampu menjalankan segala aktivitas kehidupan dengan baik. Kesehatan juga

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Kota Bandung telah menjadi salah satu dari sekian banyak kota di

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. faktor, salah satu diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga. Hal ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Peran keluarga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Dengan beralihnya peran gender ini, maka seorang wanita tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam detikfinance (2 februari 2008), partisipasi wanita Indonesia di dunia kerja

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB 4 HASIL DAN INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB VIII PERAN ORGANISASI DALAM MENGHADAPI MASALAH WORK FAMILY CONFLICT. organisasi dengan bukti meningkatnya hubungan konflik kerja-keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Puji Hastuti F

Hubungan Work Family Conflict Dengan Quality Of Work Life Pada Karyawan Wanita Perusahaan X

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pada bidang-bidang pekerjaan yang sebelumnya jarang diminati oleh wanita.

Pekerjaan Suami : Bekerja / Tidak Bekerja Pendidikan Anak : SD / SMP Pembantu Rumah Tangga : Punya / Tidak Punya (Lingkari pilihan Anda)

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

#### Selamat Mengerjakan ####

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. dapat bertahan lama. Karena salah satu sumber daya yang sangat penting yang. dimiliki oleh perusahaan adalah sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. segera setelah menyelesaikan pendidikan yang ditempuh. Menurut Anoraga (2009:11, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini permasalahan mengenai kerja dan interaksi keluarga menarik untuk diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

BAB I. Pendahuluan. langsung akan berdampak pada adanya perubahan-perubahan di berbagai aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. buku berjudul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Kartini

BAB I PENDAHULUAN. dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang kredit serta memberikan suatu kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia, di bagian lain di muka bumi ini pun wanita sering kali menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

BAB I PENDAHULUAN. peran sebagai pekerja. Menurut Undang - Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pesat seiring berkembangnya kemajuan teknologi. Persaingan dan tuntutantuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. peran sosial dimana dapat bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan. antara tugasnya sebagai istri, ibu rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB VII CARA MENGHADAPI MASALAH WORK FAMILY CONFLICT. Walaupun berbagai dampak yang muncul akibat dari masalah work family

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses merupakan suatu rangkaian tahap

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan keluarga interdependent satu sama lain sebagaimana keduanya. berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak wanita yang ikut bekerja untuk membantu mencari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

ABSTRAK. viii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalani. Harapan ganda yang tidak tercapai dapat memicu konflik.

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat baik yang bergerak di bidang produksi barang maupun jasa.

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. motif perilaku seseorang (Gibson et al., 1994). Teori atribusi mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB V HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan pilihan bagi individu. Dalam budaya Timur menjalani keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi seorang ibu rumah tangga ketika menikah. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat peran tersebut menjadi berubah. Di era globalisasi ini wanita mulai menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Wanita modern masa kini memiliki lebih banyak pilihan dalam hidupnya. Para wanita berkesempatan untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi hingga ke jenjang perkuliahan yang membuat sebagian besar wanita memiliki ambisi dalam karir dan juga kesejahteraan keluarga (http://lipsus.kompas.com). Hal ini terlihat dari meningkatnya wanita lulusan Universitas. Berdasarkan tingkat pendidikan, wanita lulusan Universitas yang memilih bekerja meningkat pada tahun 2011 dan 2012 dari 380.420 orang menjadi 443.790 orang, sehingga lebih memungkinkan bagi seorang wanita untuk berkarier. (http://jakarta.bps.go.id) 1

2 Peningkatan jumlah wanita yang bekerja ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran wanita untuk menyelesaikan sekolah sampai tingkat pendidikan tinggi, selain adanya keinginan untuk memperoleh kesetaraan dengan pria dalam mendapatkan pekerjaan. Disamping itu adanya tuntutan ekonomi dan keinginan untuk mengaktualisasikan diri serta eksistensi diri yang membuat para wanita memutuskan untuk bekerja. Hal ini terlihat pada Februari 2011 karyawati di DKI Jakarta sebanyak 1.671.010 orang, kemudian Februari 2012 menjadi 1.803.530 orang. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan karyawati di DKI Jakarta pada Februari 2012 sebesar 132.520 orang. (http://jakarta.bps.go.id) Peran wanita dalam keluarga seperti yang kita ketahui pada umumnya adalah mengurus keluarga, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, atau lebih fokus untuk bekerja bagi keluarga di rumah. Sedangkan wanita karir memiliki kewajiban pekerjaan yang harus diselesaikan sebagai tuntutan dari kantor. Inilah risiko peran yang harus dikerjakan oleh wanita ketika berada dalam keluarga dan dalam pekerjaan. Ketika wanita mengetahui apa yang diinginkan dalam hidupnya, termasuk tahu bagaimana menghadapi berbagai risiko dari pilihan yang dibuatkan, ia akan mampu menjalani berbagai peran dan tanggung jawabnya. Setiap peran yang akan dijalankan memiliki harapan atas peran yang dijalaninya dari lingkungan. Harapan ini muncul dari pasangan, anak, keluarga, rekan kerja serta atasan. Harapan yang muncul atas setiap peran yang dijalankan merupakan sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh para

3 wanita. Setiap tuntutan yang mulai untuk dipenuhi akan dievaluasi oleh lingkungannya. Jika harapan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka akan ada sanksi sosial yang akan diberikan oleh lingkungannya. Wanita modern yang memutuskan untuk menikah dan tetap mengejar karirnya mungkin akan menemui beberapa masalah. Masalah yang pertama adalah multi peran istri dalam keluarga, sebagai istri, ibu dan pengurus rumah tangga. Sedangkan sebagai seorang karyawati yang sudah berkeluarga, tugas dan peran mereka bertambah tidak hanya di rumah tetapi juga di kantor. Karyawati harus siap untuk menyelesaikan tugas tugas rumah tangga maupun kantor. Masalah yang kedua adalah ketika jabatan dan gaji istri yang lebih tinggi dibandingkan suaminya. Setiap keputusan yang diambil akan memiliki konsekuensinya yang memungkinkan untuk memicu tumbuhnya masalah.(http://female.kompas.com) Bekerja di sektor perbankan merupakan minat sebagian besar wanita Indonesia khususnya kota Jakarta. Fasilitas yang diberikan pun cukup banyak, terutama di Bank X seperti akses kesehatan, kendaraan dinas, rumah dinas, dan sebagainya. Meskipun demikian, bekerja di sektor perbankan ternyata cukup menyita waktu dan tenaga, namun fasilitas dan reward yang diberikan pun cukup sehingga membuat individu yang bekerja di sektor perbankan merasa sebanding dengan apa yang telah dikerjakan. Satu-satunya perusahaan yang menjadi pusat sektor perbankan di Indonesia adalah Bank X. Bank X merupakan Bank Sentral di Indonesia yang terdiri atas 23 Direktorat, 3 Unit Khusus dan 1 Satuan Kerja setingkat Biro. Bank X di

4 Jakarta memiliki jumlah karyawan sebanyak 3078 orang, dengan komposisi pria sebanyak 2133 orang dan wanita sebanyak 945 orang. Jumlah karyawati Bank X yang sudah menikah hingga tahun 2011 sebanyak 94,4% atau sebanyak 893 orang, diantara karyawati Bank X yang sudah memiliki anak hingga tahun 2011 sebanyak 816 orang. Bank X mempunyai tuntutan yang tinggi pada karyawannya. Hal ini dikarenakan Bank X merupakan Bank Sentral yang mempunyai visi menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, serta menjawab tantangan dari dunia luar. Untuk mencapai visi yang dimilikinya Bank X memiliki misi, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Untuk memenuhi visi dan misinya, maka karyawan Bank X dituntut untuk memiliki SDM yang terus meningkat dalam segi kualitas dan juga fokus akan pekerjaannya. Salah satu bentuk tuntutan yang tinggi ini adalah tuntutan laporan setiap akhir bulan dan laporan akhir tahun dari seluruh kegiatan kantor cabang di seluruh Indonesia untuk menentukan laju perbankan Indonesia yang harus dikerjakan oleh karyawan pada setiap divisinya. Pembuatan laporan seperti ini membuat para pekerja menghabiskan waktu lebih panjang di kantor. Setelah membuat laporan tersebut akan diadakan rapat untuk membicarakan mengenai

5 laporan yang telah dikerjakan. Tuntutan pekerjaan ini menyita waktu dan tenaga yang dimiliki oleh karyawan Bank X khususnya yang sudah berkeluarga. Para karyawan sering mendapatkan tugas untuk pergi ke luar kota dalam jangka waktu minimal empat hari untuk sekali perjalanan. Mereka ditugaskan untuk bekerja di luar kota minimal dua kali dalam sebulan. Hal tersebut membuat para karyawati sering meninggalkan keluarganya untuk menyelesaikan tugasnya di luar kota. Adanya tuntutan untuk bekerja sebaik mungkin dengan kehadiran mereka di rumah bersama keluarganya membuatnya mengalami konflik akan peran yang dijalaninya. Salah satu elemen yang dihadapi dari kehidupan pekerjaan dan diluar pekerjaan adalah pengalaman konflik seseorang antara peran pekerjaan dan peran dalam keluarga. Contoh dari situasi ini adalah ketika karyawati mendapatkan tugas untuk ke luar kota disaat anak anaknya sedang dalam pekan ulangan. Sepanjang perjalanan menyelesaikan pekerjaannya para karyawati terus memikirkan keadaan anaknya. Berdasarkan hasil wawancara kepada sepuluh orang karyawati, sebanyak enam orang dari karyawati ini memiliki anak yang masih balita, sehingga saat berada di kantor para karyawati sering sekali menelepon ke rumahnya untuk memastikan keadaan anaknya. Kekhawatiran yang dirasakan cukup mengganggu para karyawati tersebut untuk fokus pada pekerjaan ataupun sebaliknya. Ketika karyawan tidak dapat menjalani tuntutan yang diberikan oleh Bank X tidak terpenuhi dengan baik, maka akan ada sanksi yang didapatkan oleh karyawati. Sanksi yang berlaku di Bank X yaitu sanksi ringan, sanksi

6 sedang dan sanksi berat. Sanksi ringan diberikan dalam bentuk surat peringatan tertulis dengan jangka waktu tiga sampai sembilan bulan. Sanksi sedang berupa penurunan gaji antara 5% hingga 15% dengan jangka waktu satu sampai tiga tahun. Serta sanksi berat berupa penurunan jabatan sebanyak tiga sampai lima grade atau pemberhentian dengan tidak hormat. Tingginya tuntutan kerja yang dihayati oleh karyawati Bank X membuat mereka merasa kelelahan dalam bekerja. Rasa lelah dalam bekerja ini membuat para karyawati ini merasa lelah ketika sampai rumah ataupun di kantor. Hal ini memunculkan keluhan dari pasangan, anggota keluarga lainnya, rekan kerjanya atau bahkan atasannya. Beberapa keluhan yang muncul dari atasan atau dari rekan kerjanya, seperti menurunnya kinerja, banyaknya kesalahan dalam mengerjakan laporan, kurang fokus dalam bekerja, lambatnya dalam menyelesaikan pekerjaannya, dan seringnya ijjin keluar kantor. Sedangkan keluhan yang muncul dari keluarga adalah jarang ada di rumah, terlambatnya datang ke rumah, serta beberapa harapan yang muncul dari ruang lingkup keluarga yang sulit dipenuhi oleh karyawati. Keluhan yang memunculkan ketegangan bagi karyawati membuatnya mengalami kesulitan dalam mencapai kepuasan kerja dan pernikahan yang karyawati inginkan. Akan tetapi gaji yang besar, bonus setiap tahun yang besar, fasilitas yang diberikan oleh Bank X, tunjangan bagi keluarga, serta pengakuan dari masyarakat yang didapatkan oleh para pegawai Bank X membuat para karyawan memilih untuk bertahan bekerja di Bank X. Para

7 karyawati yang bekerja pun tidak jarang yang memiliki gaji serta tunjangan yang lebih besar dibandingkan dengan suaminya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Direktorat Sumber Daya Manusia, karyawati di Bank X memiliki masalah terlambat datang ke kantor, pulang lebih cepat dan jatah cuti tahunan yang minus. Sebanyak 30 orang dalam setahun melakukan konseling akan kesulitan menjalankan peran ganda, sehingga Direktorat SDM memberikan program baru yang bernama work-life balance. Work-life balance merupakan kegiatan yang dapat berupa pemberian izin kepada pegawai yang ingin berpartispasi dalam kegiatan non-kedinasan di luar Bank X, misalnya pada lembaga sosial, pendidikan atau keagamaan. Pelaksanaan work-life balance menjadi fokus perhatian Bank X selama beberapa tahun terakhir. Kesibukan kerja dan kemacetan lalu lintas dapat berdampak pada berkurangnya waktu untuk keluarga. Implementasi work life balance juga tercermin dari penerapan waktu kerja yang fleksibel, pemberian bantuan biaya perjalanan bagi karyawan kantor Bank X, penyediaan anggaran pelaksanaan gathering karyawan beserta keluarga, dana penyediaan sarana kebugaran serta instruktur beberapa jenis olahraga. Waktu kerja fleksibel bertujuan untuk meningkatkan kualitas kerja dan kualitas kehidupan pribadi karyawati karena memiliki fleksibilitas waktu kehadiran dan waktu kepulangan karyawati. Dengan demikian, karyawan yang memiliki keperluan pribadi pada pagi atau sore hari dapat mengatur jadwal kehadirannya sesuai dengan waktu kerja fleksibel. Saat ini, rentang waktu

8 maksimum yang diizinkan adalah 80 menit. Sedangkan waktu kerja fleksibel untuk unit kerja operasional yang pengaturan kerjanya dibagi berdasarkan shift ditetapkan oleh pemimpin satuan kerja masing-masing dengan maksimum rentang waktu yang sama. Namun ternyata setelah dilaksanakan selama setahun, hasilnya masih kurang efektif, diantaranya waktu kehadiran yang terlambat, waktu kepulangan yang cepat serta waktu istirahat yang telalu lama. Kelelahan dan ketegangan yang muncul di karyawati bisa memunculkan tekanan ke rumah demikian pula sebaliknya, kondisi seperti ini disebut sebagai work family conflict. Khan et al. dalam Greenhaus dan Beutell (1985) menyampaikan bahwa work-family conflict adalah konflik antar peran yang terjadi karena partisipasi individu untuk berperan dalam pekerjaan menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga dan begitu pula sebaliknya. Work Family Conflict memiliki tiga bentuk, yaitu Time Based Conflict, Strain Based Conflict dan Behavior Based Conflict. Work Family Conflict juga memiliki dua arah, yaitu Work Interfering with Family dan Family Interfering with Work. Berdasarkan hasil dari survey awal yang telah peneliti lakukan kepada sepuluh orang karyawati Bank X, delapan orang menyatakan bahwa mereka membawa pekerjaan ke rumah, sehingga pekerjaan rumah tidak dapat terselesaikan dengan baik. Kesibukan dalam bekerja menghabiskan waktu yang cukup banyak membuat mereka sulit untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu. Hal ini menunjukkan bahwa delapan orang karyawati Bank Indonesia mengalami konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi

9 kehidupan keluarga (Work Interfering with Family). Sedangkan dua orang menyatakan bahwa mereka merasa sulit konsentrasi dalam bekerja ketika harus meninggalkan keluarganya berhari hari. Adanya kekhawatiran dari kedua karyawati akan pekerjaan rumah tangga yang ditingalkannya berhari hari. Hal ini menyatakan bahwa dua orang karyawati Bank X mengalami konflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan (Family Interfering with Work). Salah seorang manager wanita yang diwawancara merasa bahwa terkadang sikap tegasnya terbawa ke rumah. Hal ini membuat suami dan anakanaknya merasa seperti bawahan. Dia pun merasa tidak enak kepada suami dan anak-anaknya ketika bersikap seperti itu, tapi hal tersebut muncul tanpa disadarinya, terutama ketika dirinya merasa sangat lelah akan pekerjaan di kantornya. Karyawati lain menyampaikan bahwa tugasnya yang cukup banyak di kantor membuatnya kehilangan waktu bersama keluarganya. Hampir setiap hari pulang sekitar pukul 20.00 karena perjalaan antara rumah dan kantor yang cukup jauh dan ditambah dengan keadaan kota Jakarta yang selalu macet pada saat jam pulang kantor. Saat sampai di rumah, ibu A hanya memiliki waktu satu jam bersama anak-anaknya. Ketika Ibu A diharuskan lembur, maka ia akan sampai rumah lebih malam lagi ditambah tugasnya yang harus ke luar kota dan meninggalkan keluarganya. Hal tersebut membuat dirinya sering merasa bersalah dengan suami dan anak-anaknya karena memiliki waktu yang singkat bersama dengan keluarganya.

10 Seorang karyawati bagian Y menceritakan bahwa dirinya memiliki masalah dengan atasannya. Atasannya kurang bersahabat dengan bawahannya. Hal ini membuat dirinya kurang nyaman berada di kantor. Kekesalan yang dirasakannya tidak bisa diungkapkannya di kantor, sehingga membuatnya membawa kekesalan tersebut ke rumah. Ia terkadang marah-marah terhadap keluarganya. Keesokan harinya barulah ia menyadari perilakunya dan merasa tidak enak dengan anggota keluarganya hingga akhirnya meminta maaf. Hal tersebut sering terjadi, ketika yang bersangkutan merasa stress atau kesal dengan urusan kantor, maka dia akan marah-marah dengan orang yang ada di rumah. Hal ini dirasakannya cukup mengganggu, namun itu terkadang berada di luar konttrol dirinya. Berdasarkan penjelasan yang sudah disampaikan di atas, maka peneliti ingin melihat bagaimana work family conflict yang terjadi pada karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti ingin mengetahui seperti apakah derajat Work Family Conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta.

11 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk menggambarkan fenomena work family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta. 1.3.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk memeroleh gambaran mengenai derajat work family conflict yang terdiri dari enam dimensi, yaitu Time based WIF, Time based FIW, Strain based WIF, Strain based FIW, Behavior based WIF dan Behavior based FIW pada karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis - Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi ilmu bidang psikologi khususnya psikologi keluarga dan psikologi industri organisasi dalam memberikan informasi tentang Work Family Conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga. - Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dalam jenis bidang yang sama.

12 1.4.2 Kegunaan Praktis a. Bagi Lembaga Bank X Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada Bank X mengenai keadaan dari karyawati Bank X khususnya mengenai Work Family Conflict. b. Karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada karyawati Bank X Jakarta akan konflik yang dirasakannya. 1.5 Kerangka Pikir Setiap individu akan menjalani peran dalam kehidupannya. Menjalani dua peran bukanlah hal yang mudah dan memungkinkan terjadinya konflik peran. Khan et al.dalam Greenhaus & Beutell (1985), mendefinisikan konflik peran sebagai dua tekanan yang terjadi secara bersamaan, ketika pemenuhan pada satu sisi akan menyebabkan kesulitan pemenuhan yang lain. Para karyawati Bank X Jakarta hingga saat ini pernah mengalami konlik peran, dimana tuntutan pekerjaan dan keluarga datang secara bersamaan. Hal tersebut membuat salah satu kebutuhan sulit untuk dipenuhi. Interrole conflict adalah sebuah bentuk konflik peran yang muncul dari tekanan yang bertolakbelakang dari keikutsertaannya dalam peran-peran yang berbeda. Konflik terjadi pada orang yang fokus sebagai pekerja dan perannya sebagai istri atau ibu (Khan et al dalam Greenhaus & Beutell; 1985).

13 Berdasarkan Khan et al. dalam Greenhaus dan Beutell (1985), definisi work-family conflict adalah sebuah bentuk interrole conflict dimana tekanan peran yang berasal dari pekerjaan dan keluarga mengalami berbenturan. Dengan demikian, partisipasi untuk berperan dalam pekerjaan (keluarga) menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga (pekerjaan). Bagi seorang istri sekaligus ibu menjalani tuntutan yang muncul dari pekerjaan dan keluarga secara bersamaan akan menemui beberapa masalah. Setiap individu yang menjalani peran ganda pasti akan mengalami konflik. Greenhaus (1985), membedakan dua hal untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi work family conflict yaitu lingkup/area kerja dan keluarga, tetapi keduanya mempunyai kesamaan yaitu saling memberi tekanan. Tekanan yang muncul dari lingkup kerja bagi Karyawati Bank X adalah waktu kerja yang padat, adanya shift kerja, perjalanan kerja yang padat, pekerjaan yang berlebihan, role conflict, role ambiguity, dan harapan untuk bersikap objektif dan mampu menyimpan rahasia. Tekanan tersebut mungkin saja muncul dalam waktu yang bersamaan dan dirasakan oleh para karyawati Bank X Jakarta. Hal ini membuat para karyawati Bank X Jakarta bekerja sama dengan suami untuk membagi waktu antara urusan pekerjaan dan rumah tangga seperti ketika anak sakit maka istri akan meminta izin untuk tidak berangkat kerja ke kantor dan merawat anak yang sedang sakit, perjalanan yang padat dan pekerjaan yang berlebihan membuat karyawati Bank X Jakarta merasakan kelelahan di

14 pekerjaan sehingga istri kurang dapat melaksanakan pekerjaan rumah tangga di rumah, serta atasan atau perusahaan yang tidak mendukung yang membuat karyawati Bank X Jakarta harus bertingkahlaku sesuai dengan yang diharapkan oleh atasan atau perusahaan. Selain tekanan yang berasal dari lingkup kerja, muncul juga tekanan dari lingkup keluarga. Tekanan dari lingkup keluarga yang dirasakan oleh Karyawati Bank X adalah Lingkup/area keluarga: kehadiran anak yang masih balita dan remaja, dukungan dari suami, keluarga besar, konflik dalam keluarga, dukungan yang rendah dari pasangan, dan harapan untuk bersikap tehangat dan terbuka dalam keluarga. Hal ini membuat karyawati Bank X Jakarta masih harus memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak dibandingkan pekerjaan serta keberadaan anggota keluarga yang tidak mendukung membuat karyawati Bank X Jakarta kurang berkonsentrasi dalam pekerjaan karena memikirkan masalah keluarga yang dialami. Karyawati Bank X Jakarta yang tidak dapat memenuhi tanggung jawab dalam keluarga maupun di pekerjaan, dapat dikatakan bahwa karyawati Bank X Jakarta mengalami work family conflict yang tinggi. Sedangkan karyawati Bank X Jakarta yang dapat memenuhi tanggungjawab dalam keluarga maupun di pekerjaan, dapat dikatakan bahwa karyawati Bank X Jakarta mengalami work family conflict yang rendah. Menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) ada tiga bentuk dari Work Family Conflict, yaitu : Time-Based Conflict, Strain-Based Conflict, dan Behavior-Based Conflict. Time-Based Conflict merupakan suatu konflik

15 yang dialami ketika tekanan waktu menuntut pemenuhan suatu peran dan menghambat pemenuhan peran yang lain. Waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas disuatu peran membuat seseorang tidak bisa memenuhi tugas peran yang lain. Karyawati Bank X yang dalam setiap bulannya harus bekerja lembur dan menjalani tugasnya ke luar kota membuat mereka memiliki kesulitan meluangkan waktu untuk keluarganya. Dengan tuntutan tugas yang banyak pula terkadang saat sudah berada di rumah, karyawati masih suka memikirkan pekerjaan kantornya dan kurang fokus saat berada di rumah bersama keluarganya. Strain-Based Conflict muncul karena ketegangan atau kelelahan pada satu peran sehingga memengaruhi kinerja dalam peran yang lain, ataupun ketegangan di satu peran bercampur dengan pemenuhan tanggung jawab di peran yang lain. Karyawati Bank X yang mengalami kelelahan, sehingga saat sampai di rumah menjadi kurang perhatian pada suami dan anak-anaknya. Behavior-Based Conflict merupakan suatu konflik yang pola-pola pikiran dalam satu peran tidak sesuai dengan pola-pola perilaku yang lain. Konflik terjadi saat perilaku pada satu peran tidak mungkin dengan harapanharapan untuk peran lain. Karyawati Bank X yang mengalami peran ganda dan berbeda karakter terkadang salah satu perannya terbawa ke tempat lainnya, contohnya peran di kantor terbawa ke rumah atau sebaliknya. Menurut Gutek et al (dalam Carlson 2000) Work Family Conflict dapat muncul dalam dua arah, yaitu : Work Interfering with Family dan Family Interfering with Work. Work Interfering with Family (WIF) merupakan

16 konflik yang bersumber dari pekerjaan yang akan mempengaruhi kehidupan keluarga, misalnya karyawati Bank X Jakarta memiliki tugas yang banyak, baik itu tugas yang mewajibkan mereka lembur ataupun pergi ke luar kota meninggalkan keluarganya. Hal ini berpengaruh pada perilaku karyawati di rumahnya, seperti kurangnya memiliki waktu bersama dengan anak dan suami. Peran dan tugasnya sebagai ibu rumah tangga tidak dapat terselesaikan dengan baik. Family Interfering with Work (FIW) merupakan konflik yang bersumber dari keluarga yang akan mempengaruhi pekerjaan. Misalnya, karyawati Bank X Jakarta yang memiliki anak, ketika anak sedang sakit sedangkan pekerjaan di kantor tidak bisa ditinggal maka konsentrasi akan terbagi. Fokus perhatian karyawati tersebut lebih pada keadaan rumah dan hasilnya pekerjaan yang dikerjakan pun tidak dapat terselesaikan dengan baik. Menurut Gutek et all (dalam Carlson, 2000) jika ketiga bentuk work family conflict dengan kedua arah work family conflict akan menghasilkan enam dimensi work family conflict, yaitu : time based WIF, time based FIW, strain based WIF, strain based FIW, behavior based WIF dan behavior based FIW. Time based WIF adalah konflik yang berkaitan dengan tuntutan waktu pada peran dalam pekerjaan yang menghambat pemenuhan waktu pada peran dalam keluarga. Karyawati Bank X yang sering diberikan tugas lembur dan berangkat ke luar kota mengalami konflik karena sedikitnya waktu untuk memenuhi perannya sebagai ibu di rumah. Time based FIW merupakan konflik yang berkaitan dengan tuntutan waktu pada peran dalam keluarga

17 yang menghambat pemenuhan waktu pada peran sebagai pekerja. Tuntutan waktu di rumah yang lebih banyak untuk seorang ibu membuat karyawati Bank X datang terlambat dan pulang lebih cepat. Karyawati mengalami konflik karena akan merasa kesulitan dalam pemenuhan tuntutan waktu dalam perannya sebagai seorang karyawati Bank X Jakarta. Strain based WIF adalah konflik yang berkaitan dengan kelelahan dalam peran dalam pekerjaan yang menghambat pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga. Tuntutan yang tinggi sebagai seorang karyawati Bank X membuat wanita merasa kelelahan, sehingga ketika menjalani perannya sebagai ibu di rumah membuatnya marah atau langsung istirahat di dalam kamar. Strain based FIW adalah konflik yang berkaitan dengan kelelahan dalam peran keluarga yang menghambat pemenuhan tuntutan peran dalam pekerjaan. Sebagai seorang ibu yang harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dari mulai bangun tidur hingga akan tidur membuat karyawati Bank Indonesia merasa kelelahan dan pekerjaan di kantornya menjadi terhambat. Behavior based WIF adalah konflik yang berkaitan dengan tuntutan pola perilaku pada peran dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan tuntutan pola perilaku pada peran dalam keluarga. Karyawati Bank X Jakarta yag menjabat sebagai seorang manager dituntut memiliki sikap yang tegas, namun saat menjadi seorang ibu perilakunya lebih lembut. Hal ini membuat karyawati Bank X konflik akan pola perilaku akan kedua peran ganda yang dijalaninya. Behavior based FIW adalah konflik yang berkaitan dengan tuntutan pola perilaku pada peran dalam keluarga yang tidak sesuai dengan

18 tuntutan pola perilaku pada peran dalam pekerjaan. Karyawati Bank X yang menjalani perannya sebagai seorang ibu dalam rumahnya yang sering menasehati anaknya akan mengalami konflik ketika pekerjaannya sering menerima nasehat dari kepala bagianya karena pekerjaannya yang sering salah.

19 Faktor-faktor yang mempengaruhi : - Lingkup/area kerja: waktu kerja yang padat, adanya shift kerja, perjalanan kerja yang padat, pekerjaan yang berlebihan, role conflict, role ambiguity, dan harapan untuk bersikap objektif dan mampu menyimpan rahasia. - Lingkup/area keluarga: kehadiran anak yang masih balita dan remaja, dukungan dari suami, keluarga besar, konflik dalam keluarga, dukungan yang rendah dari pasangan, dan harapan untuk bersikap tehangat dan terbuka dalam keluarga. Karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta Work Family Conflict Tinggi Rendah - Time-based conflict WIF - Strain-based conflict WIF - Behavior-based conflict WIF - Time-based conflict FIW - Strain-based conflict FIW - Behavior-based conflict FIW Bagan 1.1. Bagan Kerangka Pikir

20 1.6 Asumsi 1) Setiap karyawati Bank X Jakarta pernah mengalami Work Family Conflict dalam hidupnya. 2) Karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta yang mengalami work family conflict muncul dalam tiga bentuk, yaitu time-based conflict, strain-based conflict dan behavior-based conflict. 3) Karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta yang mengalami work family conflict muncul dalam dua arah, yaitu work interfering with family (WIF) dan family interfering with work (FIW). 4) Karyawati yang sudah berkeluarga di Bank X Jakarta yang mengalami work family conflict dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor dari area kerja dan area keluarga.