ANALISA PERILAKU DINAMIS STRUKTUR FLOATING WIND TURBINE (FWT) DENGAN KONDISI LINGKUNGAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Rofi uddin 1, Paulus Indiyono, Afian Kasharjanto 3, Yeyes Mulyadi 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS 3 Staf Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika Sumber-sumber angin potensial yang signifikan, kebanyakan berada di daerah perairan cukup dalam sehingga menyebabkan munculnya berbagai konsep pengembangan ladang turbin angin terapung untuk area lepas-pantai. Salah satu konsep penopangnya yaitu spar-buoy yang diadopsi dari konsep teknologi anjungan lepas-pantai yang sudah lebih dulu diaplikasikan dalam bidang migas. Spar-buoy untuk floating wind turbine (FWT) ini berupa struktur silinder yang simetris dengan tinggi 9. m dan sarat 7.7 m dengan 4 (empat) konfigurasi tali penambatan. Pada laporan ini akan dibahas tentang respon dinamis dari FWT dengan 3 variasi diameter hull dan 3 variasi diameter bilga dengan menggunakan data lingkungan perairan Kepulauan Seribu. Struktur FWT akan ditinjau untuk 6 arah gerak surge, sway, heave, roll, pitch, dan yaw. Permodelan struktur FWT menggunakan software MOSES 7.0 (MultiOperational Structural Engineering Simulator). Proses analisa respon dinamis menggunakan software MOSES 6.0 dengan metode frequency domain. Dari hasil analisa dengan berbagai variasi diameter bilga dan hull dapat diketahui bahwa struktur FWT dengan diameter hull dan bilga masingmasing 4m dan 1.5x diameter geladak memiliki respon struktur gerakan heave terkecil. Struktur tersebut dipilih karena konfigurasi bilga sangat berpengaruh signifikan terhadap gerakan heave struktur. Besarnya respon struktur untuk gerakan heave pada struktur tersebut adalah 0.748m. Kata kunci: FWT, diameter hull, diameter bilga, frequency domain, amplitude heave. DASAR TEORI.1. Analisa Dinamis Analisa dinamis pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan respon struktur berupa RAO dan motion statistics terhadap pembebanan dinamis yaitu beban gelombang dan arus. Struktur FWT sendiri juga memiliki mode gerakan 6 degree of freedom antara lain surge, sway, heave, roll, pitch, dan yaw. Penelitian ini menggunakan teknik domain frekuensi dengan tujuan untuk memudahkan penyelesaian masalah dinamis. Analisa domain frekuensi telah banyak digunakan untuk permasalahan dinamika struktur terapung dan dapat diaplikasikan untuk menghitung respon struktur dengan memasukkan gelombang acak yang menggunakan formulasi spektrum. Persamaan gerak dari surface paltform pada 6 derajat kebebasan dapat ditulis sebagai berikut: dimana: X.. = percepatan gerak. X = kecepatan gerak.. 1 X = displacement gerak. M = massa struktur. M = massa tambah. A B V = drag induced viscous damping. Bp = potential damping struktur. K = kekakuan hidrostatik. = kekakuan dari connector. K m F (t) = Gaya eksitasi... Gaya Gelombang Beban gelombang merupakan beban terbesar yang ditimbulkan oleh beban lingkungan pada bangunan lepas pantai (Indiyono,003). Perhitungan beban gelombang dapat direpresentasikan dengan perhitungan gaya gelombang. Dua pendekatan yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan teori difraksi dan teori Morison. Dalam tugas akhir ini, teori yang tepat untuk menghitung gaya gelombang pada struktur FWT menggunakan teori difraksi. Dalam teori ini bilamana suatu struktur mempunyai ukuran yang relatif besar (D/λ > 0.) maka keberadaan struktur ini akan mempengaruhi timbulnya perubahan arah pada
medan gelombang disekitarnya. Dalam hal ini difraksi gelombang dari permukaan struktur harus diperhitungkan dalam evaluasi gaya gelombang. Persamaan kontinyuitas dapat ditulis dalam bentuk kecepatan potensial yaitu : φ φ φ φ = + + = 0 x y z dimana : Φ = Φ(x,y,z,t) Kondisi batas yang digunakan dalam teori difraksi : η = d Fixed Gambar.1 Kondisi batas untuk teori difraksi (Chakrabarti, 004) Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa ada 4 kondisi batas yang digunakan dalam teori difraksi, yaitu : Kondisi batas dinamis 1 = gη + + + = 0 di t x y z mana : η = elevasi gelombang g = percepatan gravitasi Kondisi batas kinematis = 0 y η η η + + = 0 t x x z z y diasumsikan permukaan dasar laut adalah rata sehingga kecepatan partikel sama dengan kecepatan pada permukaan. Kondisi batas permukaan dasar laut y x H η = cos θ = 0 n = 0 y diasumsikan bahwa permukaan dasar laut bersifat impermiabel sehingga air tidak menembus sea bed. Kondisi batas permukaan benda = 0 n apabila benda dianggap impermiabel maka tidak ada normal flux dari fluida yang menembus permukaannya. Untuk gaya gelombang time series dapat dibangkitkan dari spektrum gelombang sebagai first order dan second order. First order adalah gelombang x dengan periode kecil yang daerah pembangkitannya di daerah itu sendiri dan berpengaruh dominan pada motion bangunan apung. Berikut adalah persamaan gaya gelombang first order: F wv N () 1 () 1 () t F ( ω ) cos [ ωi + ε i ] ai dimana : ( 1 ) F wv ( t) = i= 1 wv i = gaya gelombang first order tergantung waktu ( 1 ) F wv ( ω) = gaya exciting gelombang first order per unit amplitudo gelombang ε i = sudut fase komponen gelombang first order a i = amplitudo komponen gelombang first order ( S( ω) dω ) S ( ω) = fungsi spektra gelombang.3. Respon Struktur Response Amplitude Operator (RAO) atau disebut juga dengan Transfer Function merupakan fungsi respon gerakan dinamis struktur yang disebabkan akibat gelombang dengan rentang frekuensi tertentu. Persamaan RAO dapat dicari dengan rumus sebagai berikut (Chakrabarti, 1987) :...
p ( ω ) ( ω ) X RAO ( ω ) = η dimana : X ω = amplitudo struktur p ( ) η ( ω) = amplitudo gelombang Spektrum gelombang yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah spektrum JONSWAP yang merupakan modifikasi dari persamaan spektrum Pierson-Morkowitz yang disesuaikan dengan kondisi laut yang ada. Persamaan spektrum JONSWAP dapat ditulis sebagai berikut : 5 ω S( ω) = α g ω EXP 1,5 ω0 dimana : τ = parameter bentuk untuk ω0 4 γ ( ω ω ) 0 EXP τ ω0 ω = 0,07 dan ω ω0 = 0,09 α = 0,0076 (X 0 ) -0,, untuk X 0 tidak diketahui maka α = 0,0081 g ω 0 = π X Uω g X X 0 = U ω 0, 33 ( ) γ = parameter puncak 0 Pemodelan dilakukan dengan software MOSES, yaitu pemodelan struktur dan pemodelan beban dinamis yang bekerja pada hull. Tahapan pemodelan dengan software MOSES adalah sebagai berikut: 1. Memodelkan hull FWT pada MOSES 7.. Model FWT divariasikan dengan dimensi diameter hull sebesar 3.3m, 3.6m, 4m. 3. Model FWT yang telah divariasikan dengan diameter hull kemudian diberikan variasi diameter bilga sebesar 1x geladak, 1.15x geladak, dan 1.5x geladak. 4. Memasukkan konfigurasi connector, kondisi lingkungan dan arah pembebanan. 5. Melakukan analisa dalam frequency domain, sehingga diperoleh Motion Response Operator (RAO Motion), Motion Response Spectra, dan Motion Statistics. Spektrum respons didefinisikan sebagai respons kerapatan energi pada struktur akibat gelombang. Spektrum respons merupakan perkalian antara spektrum gelombang dengan RAO kuadrat, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : [ RAO( ω) ] S( ω) S R = dimana : S R = spektrum respons (m -sec) S ( ω) = spektrum gelombang (m -sec) RAO ( ω) = transfer function ω = ferkuensi gelombang (rad/sec) 3. PEMODELAN STRUKTUR 3.1. Pemodelan dengan MOSES Gambar 3.1. Model FWT tampak isometri 3.. Analisa Model Validasi model struktur dilakukan dengan membandingkan motion response operator struktur free floating yang dibebani dari 3
beberapa arah antara lain 0 o, 45 o dengan beban lingkungan yang sama. dan 90 o Gambar 3.6. RAO pitch free floating Gambar 3.. RAO surge free floating Gambar 3.7. RAO yaw free floating Gambar 3.3. RAO sway free floating Gambar 3.4. RAO heave free floating Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai RAO gerakan surge pada arah pembebanan 0 0 dan 45 0 sama dengan nilai RAO gerakan sway pada arah pembebanan 45 0 dan 90 0, dan nilai RAO gerakan pitch pada arah pembebanan 0 0 dan 45 0 sama dengan nilai RAO gerakan roll pada arah pembebanan 45 0 dan 90 0. Untuk nilai RAO gerakan heave dan yaw memiliki nilai yang sama pada semua arah pembebanan. 4. ANALISA HASIL 4.1. Pengaruh variasi dimensi hull FWT. 4.1.1. Dimensi hull FWT 3.3m Untuk arah pembebanan 0 o diperoleh nilai surge, heave dan pitch maksimum. Motion statistics ketiga gerakan adalah sebagai berikut: Gambar 3.5. RAO roll free floating Gambar 4.1. Motion statistic surge untuk heading 0 0 dengan diameter hull 3.3m 4
Dari grafik surge diatas dapat dilihat bahwa amplitude terkecil diperoleh pada kondisi jarijari bilga.4 meter yang nilainya 0,464 m untuk Average 1/3 of Height dan 0,864 m untuk Maximum amplitude. Gambar 4.4. Motion statistic sway untuk heading 90 0 dengan diameter hull 3.3m Gambar 4.. Motion statistic sway untuk heading 0 0 dengan diameter hull 3.3m Dari grafik sway diatas dapat dilihat bahwa amplitude terkecil diperoleh pada kondisi jarijari bilga.4 meter yang nilainya 0,464 m untuk Average 1/3 of Height dan 0,864 m untuk Maximum amplitude. Gerakan heave, amplitude terkecil diperoleh pada kondisi jari-jari bilga 3 meter yang nilainya 0,444 m untuk Average 1/3 of Height dan 0.85 m untuk Maximum amplitude. Gambar 4.5. Motion statistic roll untuk heading 90 0 dengan diameter hull 3.3m Gambar 4.3. Motion statistic pitch untuk heading 0 0 dengan diameter hull 3.3m Gerakan pitch, amplitude terkecil diperoleh pada kondisi jari-jari bilga.4 meter yang nilainya 0.13 derajat untuk Average 1/3 of Height dan 0,397 derajat untuk Maximum amplitude. Untuk arah pembebanan 90 o diperoleh nilai sway dan roll maksimum dari motion statistics sebagai berikut : Untuk gerakan roll, amplitude terkecil diperoleh pada kondisi jari-jari bilga.4 meter yang nilainya 0.13 derajat untuk Average 1/3 of Height dan 0.397 derajat untuk Maximum amplitude. 4.. Pengaruh Variasi Dimensi Bilga FWT 4..1. Dimensi bilga FWT 1x dimensi geladak. Untuk arah pembebanan 0 o diperoleh nilai surge, heave dan pitch maksimum. Motion statistics ketiga gerakan adalah sebagai berikut: 5
Pada gerakan pitch, amplitude terkecil diperoleh pada FWT dengan jari-jari hull 1.65 meter yang nilainya 0.13 derajat untuk Average 1/3 of Height dan 0.397 derajat untuk Maximum amplitude. Gambar 4.6. Motion statistic surge untuk heading 0 0 dengan diameter bilga.4m Dari grafik surge diatas dapat dilihat bahwa amplitude pada jari-jari hull 1.65m, 1.8m, dan m memiliki selisih perbedaan amplitude yang kecil. Amplitude terkecil diperoleh pada FWT dengan jari-jari hull 1.8 meter yang nilainya 0.463 m untuk Average 1/3 of Height dan 0.86 m untuk Maximum amplitude. Untuk arah pembebanan 90 o diperoleh nilai sway dan roll maksimum dari motion statistics sebagai berikut : Gambar 4.9. Motion statistic sway untuk heading 90 0 dengan diameter bilga.4m Dari grafik sway diatas dapat dilihat bahwa amplitude terkecil diperoleh pada FWT dengan jari-jari hull 1.8 meter yang nilainya 0.463 m untuk Average 1/3 of Height dan 0.86 m untuk Maximum amplitude. Gambar 4.7. Motion statistic surge untuk heading 0 0 dengan diameter bilga.4m Untuk gerakan heave, amplitude pada jari-jari hull 1.65m, 1.8m, dan m memiliki perbedaan amplitude yang kecil pula. Amplitude terkecil diperoleh pada FWT dengan jari-jari hull meter yang nilainya 0.484 m untuk Average 1/3 of Height dan 0.9 m untuk Maximum amplitude. Gambar 4.10. Motion statistic roll untuk heading 90 0 dengan diameter bilga.4m Untuk gerakan roll, amplitude terkecil diperoleh pada FWT dengan jari-jari hull 1.65 meter yang nilainya 0.13 derajat untuk Average 1/3 of Height dan 0.397 derajat untuk Maximum amplitude. Gambar 4.8. Motion statistic surge untuk heading 0 0 dengan diameter bilga.4m 4.3. Pemilihan Model Dari hasil analisa dinamis yang telah diuraikan sebelumnya, respon gerak struktur FWT akibat pengaruh variasi diameter hull dan variasi diameter bilga dapat ditabulasikan sebagai berikut : 6
Diameter Bilga Diameter Hull Maximum Amplitude (meter) (meter) Surge Sway Heave Roll Pitch (m) (m) (m) (deg) (deg) 1x geladak 1.15x geladak 1.5x geladak 3.3 0.864 0.864 0.909 0.397 0.397 3.6 0.86 0.86 0.953 0.414 0.414 4 0.869 0.869 0.9 0.514 0.514 3.3 0.88 0.88 0.873 0.443 0.443 3.6 0.901 0.901 0.866 0.5 0.5 4 1.018 1.017 0.751 0.903 0.907 3.3 0.936 0.936 0.85 0.585 0.585 3.6 1.096 1.095 0.748 1.071 1.071 4 0.97 0.336 1.3 1.44 1.3 Dari tabel amplitude maksimum tiap variasi bilga dan diameter hull diatas, dapat diketahui nilai amplitude maksimum untuk heave terkecil diperoleh pada FWT diameter hull 4 meter dengan diameter bilga 1.15x geladak. Sedangkan untuk FWT diameter hull 3.6 meter nilai heave terkecil diperoleh pada FWT dengan diameter bilga 1.5x geladak. 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian tugas akhir ini antara lain : 1. Perilaku gerak struktur FWT terdiri dari gerakan translasi surge, sway dan heave serta gerakan rotasional roll dan pitch, sedangkan untuk gerakan rotasional yaw sangat kecil. Gerakan yaw yang kecil adalah akibat dari bentuk struktur yang silinder dan simetris, sehingga resultan gaya pada struktur yang mengakibatkan gerakan yaw sama dengan atau mendekati nol.. Hasil pengujian variasi diameter hull dan variasi diameter bilga menunjukkan bahwa penambahan diameter hull dan diameter bilga pada struktur FWT secara umum akan memperkecil respon gerakan heave dan memperbesar respon gerakan surge, sway, roll dan pitch. 3. Dari hasil analisa dengan berbagai variasi diameter bilga dan hull dapat diketahui bahwa struktur FWT dengan diameter hull dan bilga masing-masing 4m dan 1.5x geladak memiliki respon struktur gerakan heave terkecil. Struktur tersebut dipilih karena konfigurasi bilga sangat berpengaruh signifikan terhadap gerakan heave struktur. Besarnya respon struktur untuk gerakan heave pada struktur tersebut adalah 0.748m. Dari Tugas Akhir yang telah dilakukan, ada beberapa saran untuk pengembangan penelitian ini selanjutnya : 1. Dapat dilakukan studi tentang stress pada sambungan pada tiap-tiap tiang penyangga turbine sampai dengan geladak floater terhadap getaran yang diakibatkan oleh beban angin yang mengenai turbine.. Dapat diadakan studi tentang stress pada sambungan bilga dengan hull akibat gerakan heave FWT. 3. Dapat diadakan analisa dinamis terhadap sarat struktur FWT dan analisa tegangan pada wire connector terhadap gerakan FWT akibat beban lingkungan. DAFTAR PUSTAKA API RP T., 1987, Recommended Practice for Planning, Designing, and Constructing Tension Leg Platforms, American Petroleum Institute. Chakrabarti, S.K., 1986, Hydrodynamics of Offshore Structure, Computational Mechanics Publ, Berlin. Henderson, A.R., 001, Prospects For Floating Offshore Wind Energy, Section Wind Energy, Civil Engineering & Geosciences, Delft University of Technology. Indiyono, P., 004, Hidrodinamika Bangunan Lepas Pantai, Penerbit SIC, Surabaya. Kogaki, T., Matsumiya, H. and Nagai, M., 003, Technical and Economic Aspects of Offshore Wind Energy Development in Japan, ISOPE-003, pp.89-93, USA. 7
Patel, M. H., dan Witch, A. J. 1991, Compliant Offshore Structures, London : University College London. Prastianto, Rudi Walujo, 10 April 008, Pembangkit Listrik Bertenaga Angin : Sebuah Alternatif Cerdas bagi Negeri Kepulauan, http://beritaiptek.istecs.org. Sutomo, J., 1999, Handout Hidrodinamika II, Surabaya : FTK ITS. 8
9