BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimiliki, terutama dalam era globalisasi yang memunculkan persaingan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. baik agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pembelajaran yang tidak melibatkan peserta didik secara aktif dapat menjadi salah satu penyebab dangkalnya penguasaan konsep pada suatu materi

Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia Universitas Sebelas Maret, 57126, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan berfungsi sebagai pencetak SDM

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

J. Pijar MIPA, Vol. XI No.2, September 2016: ISSN (Cetak) ISSN (Online)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu berubahnya sistem pembelajaran dari teacher centered menjadi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi. Mutu pendidikan yang baik dapat menghasilkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif. Melalui proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, dibutuhkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. dan peluang yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal hal yang di

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era-globalisasi saat ini kita dituntut untuk siap dalam bersaing dalam segala hal khusunya dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini telah melahirkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. diorganisasikan dan diarahkan pada pencapaian lima pilar pengetahuan: belajar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara sangat didukung oleh sumber daya manusia yang dimiliki, terutama dalam era globalisasi yang memunculkan persaingan dalam berbagai bidang kehidupan. Peningkatan sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003). Usaha sadar artinya pendidikan diselenggarakan berdasarkan rencana yang matang, mantap, jelas, lengkap menyeluruh, berdasarkan pemikiran rasional-objektif (Hamalik 2011). Guru sebagai perencana pendidikan diharapkan mampu memberikan ruang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu dengan menerapkan Kurikulum 2004 atau dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Selanjutnya KBK dapat diterapkan di setiap sekolah dengan menyesuaikan kondisi sekolah dan lingkungannya yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut SNP pasal 1 ayat 15 KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanaan oleh masingmasing satuan pendidikan. Meskipun demikian pelaksanaan KTSP tetap 1

2 memperhatikan dan berdasarkan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Mulyasa 2007). Salah salah satu prinsip KTSP dalam Sanjaya (2008) yaitu pembelajaran berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungan. Peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan potensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered learning). Dengan demikian diperlukan model yang inovatif dan bervariasi serta media pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Akan tetapi, realita di beberapa sekolah masih banyak pembelajaran yang masih mengacu pada guru (teacher centered learning), penggunaan model pembelajaran yang kurang bervariasi, serta evaluasi pada ranah kognitif saja. Sedangkan pengembangan sikap dan psikomotor cendrung terabaikan. Selain itu pendidik masih kurang memperhatikan faktor-faktor internal seperti motivasi, kemampuan awal, kreativitas, kemampuan berpikir kritis, kemamuan matematis, dan lain-lain dalam proses pembelajaran. Hal ini merupakan tantangan pemerintah dalam mewujudakn pendidikan yang berkualitas Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru kimia di SMAN 1 Ngemplak Boyolali mengenai sistem pembelajaran kimia bahwa metode pembelajaran kimia di sekolah tersebut belum sepenuhnya menggunakan metode yang inovatif dalam mewujudkan student centered learning. Selain itu guru jarang

3 memperhatikan faktor-faktor internal siswa dalam memilih model pembelajaran yang digunakan. Pembelajaran masih menggunakan ceramah dan diskusi informasi serta jarang menggunakan eksperimen di laboratorium. Alasannya karena keterbatasan bahan, alat, serta waktu untuk menuntaskan materi pembelajaran. Sehingga dalam hal evaluasi, guru masih menekankan pada kognitif dan afektif, sedangkan aspek psikomotor jarang dinilai. Alasan penggunaan teacher centered learning masih banyak diterapkan yaitu karena praktis dan tidak banyak menyita waktu. Guru hanya menyajikan materi secara teoritik dan abstrak sedangkan siswa kurang aktif. Akibat dari kebiasaan tersebut siswa menjadi kurang aktif dalam memecahkan masalah, partisipasi rendah, kerja sama dalam kelompok tidak optimal. Hal yang sama juga diakui oleh para siswa bahwa metode yang digunakan dalam proses pembelajaran masih belum bervariasi. Mereka juga mengaku bahwa ada beberapa materi yang dianggap sulit dalam pembelajaran kimia, terutama dalam stoikiometri larutan dan beberapa materi yang bersifat abstrak. Data yang mendukung bahwa pelajaran kimia masih relatif sulit bagi siswa yaitu nilai ulangan harian kimia materi larutan penyangga tahun pelajaran 2011/2012. Berdasarkan data tersebut masih banyak siswa yang belum mencapai nilai KKM. Hal ini bisa dilihat dari nilai ketuntasan siswa dari XI IPA 1 sampai XI IPA 3 berturut-turut yaitu 67,86%; 64,29%; dan 62,07%. Ketuntasan siswanya belum termasuk tinggi karena belum mencapai 75%. Menurut Towns (2012) salah satu penyebab materi kimia sulit dipelajari adalah adanya sistem penggambaran triangle oleh Johnstone (triangle levels of

4 representation) yang mencakup gambaran makroskopis (macroscopic representation), mikroskopis (submicroscopic representation) dan simbolik (symbolic representation). Oleh karena itu, pemahaman konseptual dalam kimia mencakup kemampuan dalam menggambarkan dan menerjemahkan permasalahan kimia dengan menggunakan makroskopis, mikroskopis, dan simbol-simbol. Permasalahan yang masih ditemukan dalam pembelajaran kimia disekolah diantaranya yaitu: 1) model pembelajaran yang digunakan masih belum bervariasi dan masih mengacu pada teaching centered learning sehingga pembelajaran belum optimal; 2) kurangnya pemahaman diri siswa terhadap apa yang diketahui dan yang tidak diketahuinya, artinya banyak siswa yang sekedar menghapal tanpa memahami apa yang dipelajari; 3) model pembelajaran yang digunakan selama ini masih belum sepenuhnya mengatasi kesulitan siswa; 4) kemampuan pemahaman siswa dalam menerima pendapat perlu dilatih sesuai dengan kemampuan kognitifnya; dan 5) ada beberapa materi kimia yang masih dianggap sulit, terutama yang menyangkut stoikometri larutan, contohnya larutan penyangga. sehingga diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi agar tercapai proses dan hasil belajar yang maksimal. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum KTSP yaitu model problem solving. Model ini melatih siswa dalam menemukan konsep kimia sendiri dengan berlatih memecahkan masalah-masalah yang dihadapai dalam proses pembelajaran. Menurut Suprijono (2011) model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning. Kata

5 problem terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem solving. Dalam hal ini tidak setiap soal dapat disebut problem atau masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut problem dalam perspektif ini paling tidak memuat 2 hal yaitu: 1) soal tersebut menantang pikiran (challenging); 2) soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine). Becker et.al cit McIntosh et al. (2000) menegaskan hal ini dalam pernyataannya sebagai berikut: Genuine problem solving requires a problem that is just beyond the student s skill level so that she will not automatically know which solution method to use. The problem should be nonroutine, in that the student perceives the problem as challenging and unfamiliar, yet not insurmountable. Salah satu materi kimia yang banyak mengandung permasalahan untuk dipecahkan adalah larutan penyangga. Materi Larutan penyangga terdiri dari prinsip kerja larutan penyangga, stoikiometri larutan penyangga, serta aplikasi larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari. Materi Larutan penyangga sejalan dengan teori Piaget cit. Dahar (2011) yang membagi pengetahuan menjadi tiga yaitu pengetahuan fisik, logiko-matematis dan sosial. Pengetahuan fisik bisa didapat dari kemampuan siswa dalam melihat perubahan ph dalam praktikum larutan penyangga. Pengetahuan logika-matematis didapat dari perhitungan stoikiometri yaitu dalam menghitung ph larutan penyangga. Terakhir, pengetahuan sosial diperoleh dari aplikasi larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari serta dalam proses pembelajaran yang menggunakan kerja kelompok. Oleh karena itu, materi larutan penyangga cocok diajarkan menggunakan problem solving karena terdapat masalah yang memenuhi kriteria tersebut baik meliputi

6 pengetahuan fisik, logika-matematis dan sosial, terutama pada materi stoikiometri larutan penyangga yang kompleks Tipe problem solving yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu SSCS (Search, Solve, Create, and Share). Tahapan dari SSCS bisa diketahui dari singkatannya. Dalam implementation handbook oleh Pizzini (1991) dijelaskan pengertian dari empat langkah tersebut yaitu search merupakan proses pencarian fakta dalam menemukan siapa, apa, di mana, dan bagaimana. Kemudian solve memilah alternatif yang akan digunakan dalam memecahkan masalah serta merencanakan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah tersebut. Selanjutnya create artinya aplikasi dari perencanaan dalam proses solve yaitu penggunaan kreatifitas berpikir dan kemampuan analisis. Tahap terakhir yaitu share yaitu mengkomunikasikan solusi pemecahan masalah tersebut kepada teman-temannya. Tipe problem solving yang lain yaitu Cooperative Problem Solving (CPS). CPS menuntut siswa memecahkan masalah dengan kerja sama dalam kelompoknya. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan saling membantu, saling mendiskusi, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok tersebut telah menguasai konsepkonsep yang telah dipikirkan (Slavin 2008). Tujuan pembelajaran kooperatif yaitu selain meningkatkan prestasi belajar siswa juga untuk meningkatkan hubungan antar kelompok, rasa harga diri dan norma-norma pro-akademik sehingga mampu

7 memberikan bekal life skill bagi siswa terutama aspek keterampilan pribadi dan sosial. Selain memperhatikan faktor eksternal berupa model yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, terdapat faktor internal yang berasal dari diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor internal tersebut di antaranya kreativitas siswa, kemampuan memori, penalaran formal, motivasi belajar, sikap ilmiah, kemampuan analisis, logika berpikir, berpikir kritis, kemampuan matematis, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini faktor internal yang diperhatikan adalah kemampuan berpikir kritis dan kemampuan matematis siswa. Berpikir kritis merupakan usaha mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, meliputi kegiatan menginterpretasi, menganalisis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Siswa dituntut untuk memberdayakan kemampuan kognitifnya untuk mencapai tujuan dalam berpikir kritis. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung pada sasaran permasalahn yang akan dipecahkan. Berpikir kritis merupakan aspek yang penting yang harus dimiliki siswa baik dalam pembelajaran maupun kehidupan sosial. Berpikir kritis sangat diperlukan dalam mempelajari larutan penyangga. Contohnya dalam menentukan larutan yang tergolong larutan penyangga, siswa harus mampu menganalisis mana larutan yang termasuk asam kuat dan lemah, basa kuat dan lemah, selanjutnya dapat menuliskan reaksi pencampurannya, menentukan pereaksi pembatas, dan selanjutnya menarik kesimpulan akhir. Selain itu diperlukan juga kemampuan berpikir kritis dalam menentukan rumus ph yang

8 digunakan dalam memecahkan masalah matematis karena banyak jenis rumus ph yang dipelajari. Jika siswa tidak mengetahui konsep dasarnya siswa akan kesulitan dalam menggunkan rumus yang tepat. Faktor internal selanjutnya yaitu kemampuan matematis. Kemampuan matematis dalam pembelajaran kimia dapat dikaitkan dengan kemampuan menyelesaikan perhitungan dan pengoperasian angka (understanding number) yaitu kemampuan dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan, operasi perkalian dan pembagian, operasi hitung aljabar, penyelesaian persamaan matematis, dan kesebandingan. Menurut Kovas (2007) cit. Adam (2007) ada tiga kategori kemampuan matematis (mathematical ability), yaitu: 1) understanding number, kemampuan tentang pengoperasian angka dan proses aljabar untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan hitungan; 2) non-numerical processes, kemampuan dalam memahami proses matematis yang bukan angka dan memahami konsep-konsep seperti perputaran atau pencerminan simetris dan operasi spasial lainnya; 3) computation and knowledge, kemampuan untuk melakukan perhitungan sederhana menggunakan metode kertas-pensil dan mengingat kembali fakta matematis dan istilah-istilahnya. Kaitan kemampuan matematis dengan materi larutan penyangga yaitu seperti yang diketahui bahwa materi larutan penyangga didominasi oleh hitunghitungan, agar siswa mampu menyelesaikan soal larutan penyangga, siswa tidak hanya dituntut untuk memahami konsep, namun harus memiliki kemampuan berhitung yang baik. Oleh karena itu kemampuan matematis sangat diperlukan dalam mempelajari larutan penyangga terutama dalam menyelesaikan masalah-

9 masalah yang bersifat matematis. Siswa yang memiliki kemampuan matematis tinggi mampu menginterpretasikan simbol-simbol atau angka-angka dengan kalimat yang mudah dipahami sehingga mudah bagi siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu adanya penelitian mengenai pengaruh penerapan pembelajaran kimia menggunakan model problem solving tipe SSCS dan CPS pada materi larutan penyangga dengan memperhatikan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan matematis terhadap prestasi belajar siswa. Harapannya dengan menerapan kedua model dan memperhatikan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan matematis mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar siswa baik itu terhadap ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yang timbul sebagai berikut: 1. Model pembelajaran saat ini masih berpusat pada guru (teacher centered learning) sedangkan dalam KBK menuntut agar pembelajaran berpusat pada siswa (student centered learning) 2. Metode diskusi informasi masih dominan dalam kegiatan belajar-mengajar sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa. 3. Guru belum sepenuhnya memperhatikan faktor-faktor internal siswa dalam proses pembelajaran, faktor-faktor internal seperti kreativitas, minat, motivasi, sikap ilmiah, penalaran formal, kemampuan berpikir kritis,

10 kemampuan analisis, logika berpikir, kemampuan matematis, dan lain-lain yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam menguasai materi kimia. 4. Guru belum memperhatikan pentingnya keterampilan berpikir siswa dalam setiap pembelajaran. Keterampilan berpikir siswa sebenarnya dapat dikembangkan dengan mengaktifkan siswa dalam memecahkan masalah. 5. Prestasi kimia siswa SMAN 1 Ngemplak Boyolali masih tergolong rendah dilihat dari banyaknya siswa yang belum mencapai Kriteri Ketuntasan Minimal (KKM). 6. Pemanfaatan laboratorium masih jarang digunakan di SMAN 1 Ngemplak Boyolali karena keterbatasan bahan dan waktu untuk pembelajaran. 7. Penilaian prestasi belajar masih berkisar pada ranah kognitif dan afektif, sedangkan ranah psikomotor jarang dinilai. 8. Perlu adanya penerapan model pembelajaran yang lebih bervariatif dalam pembelajaran kimia. 9. Sebagian siswa menganggap kimia kurang menarik dan sulit dipelajari. C. Pembatasan Masalah 1. Model Pembelajaran Pembelajaran kimia yang digunakan pada penelitian ini dibatasi pada penggunaan model Problem Solving tipe Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dan Cooperative Problem Solving (CPS).

11 2. Kemampuan berpikir kritis Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah kemampuan interpretasi, analisis, sebab akibat, evaluasi, dan kesimpulan. Kemampuan berpikir kritis dibedakan menjadi kategori tinggi dan rendah. 3. Kemampuan matematis Kemampuan matematis yang dimaksud adalah perhitungan dan pengoperasian angka yaitu kemampuan dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan, operasi perkalian dan pembagian, pengubahan bentuk bilangan, operasi logaritma, dan kesebandingan. Kemampuan matematis dibedakan menjadi kategori tinggi dan rendah. 4. Materi Pembelajaran Materi pembelajaran yang disampaikan adalah larutan penyangga dengan pokok bahasan prinsip kerja larutan penyangga, perhitungan ph larutan penyangga, dan aplikasi larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari. D. Perumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh pembelajaran kimia menggunakan model problem solving tipe SSCS dan CPS terhadap prestasi belajar siswa? 2. Apakah ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? 3. Apakah ada pengaruh kemampuan matematis terhadap prestasi belajar siswa? 4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa?

12 5. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS dengan kemampuan matematis terhadap prestasi belajar siswa? 6. Apakah ada interaksi antara kemampuan berpikir kritis dan kemampuan matematis terhadap prestasi belajar siswa? 7. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan matematis siswa terhadap prestasi belajar siswa? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dan batasan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya: 1. Pengaruh pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS terhadap prestasi belajar siswa. 2. Pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 3. Pengaruh kemampuan matematis terhadap prestasi belajar siswa. 4. Interaksi antara model pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 5. Interaksi antara model pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS dengan kemampuan matematis prestasi belajar siswa. 6. Interaksi antara kemampuan berpikir kritis dan kemampuan matematis terhadap prestasi belajar siswa. 7. Interaksi antara model problem solving tipe SSCS dan CPS, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan matematis terhadap prestasi belajar siswa.

13 F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada dunia pendidikan. Adapun manfaat yang dapat diharapkan adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Menambah penelitian mengenai penerapan pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS. b. Menambah penelitian mengenai kemampuan berpikir kritis dan kemampuan matematis siswa sebagai faktor pendukung pencapaian hasil belajar kimia. c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan bagi guru untuk menerapkan pembelajaran problem solving tipe SSCS dan CPS. b. Memberikan informasi bagi guru pentingnya kemampuan berpikir kritis dan kemampuan matematis siswa dalam pencapaian hasil belajar kimia. c. Memberikan masukan bagi siswa bahwa pencapaian hasil belajar yang baik memerlukan peran aktif siswa.