BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank Keberadaan institusi perbankan di Indonesia diatur dengan Undang- Undang tersendiri. Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 pasal 1 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Lukman, 2005 :5, Irsyad Lubis, 2010). Dengan adanya Undang-Undang ini dimaksudkan agar perbankan mempunyai dasar hukum yang pasti dan dapat menjalankan semua aktivitasnya dengan baik sehingga dapat memberi sumbangan kepada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pada masa sekarang, bank semakin berkembang pesat dan keberadaanya juga demikian banyaknya sehingga membantu aktivitas ekonomi masyarakat terutama para pengusaha UKM. Karena kegiatan bank berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah agar lebih maju. 2.2 Fungsi dan Peran Bank Aktivitas perekonomian akan berjalan baik jika diantara para pelaku ekonomi tersebut terbentuk hubungan kerjasama yang terpadu. Misalnya, para pengusaha UKM akan dapat mengembangkan perusahaannya dengan mendirikan perusahaan baru atau membuka cabang baru jika pengusaha tersebut berhasil memperoleh dana yang memungkinkan untuk diinvestasikan. Dana investasi seperti ini sudah pasti berasal dari tabungan masyarakat sebagai unit surplus (Lenders). Dana ini akan dipinjam dan dipakai oleh pengusaha UKM dan
kelompok masyarakat lain sebagai unit defisit (Borrowers) dalam jangka waktu tertentu. Kondisi dan hubungan seperti ini hanya mungkin terjadi melalui kerja sama dan dengan suatu pengorganisasian yang baik dan dalam hal ini dilakukan oleh bank. Bank dimaksudkan sebagai lembaga profesional yang dapat bertindak menghimpun (Funding) keseluruhan surplus dana masyarakat dan kemungkinan menyalurkannya (Lending) kembali kepada masyarakat yang mengalami defisit dana. Rantaian fungsi dan peranan institusi bank ini dikenal dengan istilah financial intermediary. Aktivitas bank sebagai financial intermediary yang melibatkan kepentingan masyarakat luas ini tentunya didasarkan pada kepercayaan dan keyakinan masyarakat. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai Agent of Trust di tengah masyarakat. Masyarakat hanya akan menyimpan uang dan dananya jika mereka percaya dan yakin bahwa uang atau dana yang akan mereka simpan tidak akan disalahgunakan oleh pihak bank. Demikian pula sebaliknya, pihak bank hanya akan menyalurkan dan meminjamkan dana kepada masyarakat jika mereka percaya bahwa dana tersebut akan digunakan oleh peminjam untuk hal-hal yang baik. Pihak bank juga harus percaya bahwa dana tersebut layak dan sesuai diberikan dimana peminjam akan dapat mengembalikannya sesuai dengan tempo perjanjian. Pihak peminjam akan memperoleh keuntungan dengan penggunaan dana tersebut sementara pihak bank akan memperoleh pendapatan bunga / spread. Surplus dana yang dihimpun perbankan akan disalurkan kepada pengusaha dan masyarakat lainnya sehingga dana itu diinvestasikan di tengah masyarakat. Investasi ini akan menghasilkan berbagai barang dan jasa yang diperlukan
disamping membuka peluang pekerjaan yang mendatangkan penghasilan. Pertambahan barang dan jasa pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional. Surplus dana tersebut disalurkan ke sektor rill yang akan memperluas kegiatan ekonomi dan perekonomian akan dinamik. Kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi akan meningkat dan lebih merata sehingga tingkat kesejahteraan dan standar hidup masyarakat akan semakin baik. Dalam hal ini eksistensi perbankan dilihat sebagai Agent of Development yang cukup signifikan membantu keberhasilan pembangunan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan sosial termasuk dikalangan pengusaha UKM. Eksistensi dan aktivitas perbankan semakin mendapat sambutan dikalangan masyarakat. Berbagai produk dan jasa perbankan semakin banyak dan berkembang sehingga membantu dan memperlancar aktivitas masyarakat seperti jasa pengiriman atau transfer uang dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam waktu yang singkat dan aman, simpan pinjam, Safe Deposit Box, L/C, Inkaso dan lain-lain. Dalam hal ini, perbankan berfungsi sebagai Agent of Services. 2.3 Perbankan Konvensional Versus Perbankan Syari ah Perbedaan antara perbankan Konvensional dengan perbankan syari ah tidak hanya terbatas pada unsur bunga saja. Jika dilihat atau dianalisis secara menyeluruh, terdapat banyak perbedaan utama antara kedua sistem perbankan tersebut yang sekaligus merupakan satu gambaran tentang keutamaan dan kelemahan masing-masing sistem. Misalnya, fungsi dan kegiatan bank konvensional terlihat sebagai intermediasi dan penyedia jasa keuangan sedangkan perbankan syari ah disamping sebagai lembaga intermediasi dan penyedia jasa
keuangan ia juga dapat berfungsi sebagai investor dan manager investasi. Prinsip dasar operasi perbankan syari ah sangat menekankan anti riba dan anti masyir sedangkan dalam perbankan konvesional masalah ini dianggap relatif kurang mendapat perhatian. Selain itu, perbankan konvensional lebih berorientasi pada kepentingan pribadi sedangkan perbankan syari ah lebih berorientasi pada kepentingan publik. Lebih jelas, perbedaan perbankan konvensional dengan perbankan syari ah dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Perbedaan Perbankan Konvensional Dengan Perbankan Syari ah Perbankan Konvensional Perbankan Syari ah Berorientasi pada kepentingan Berorientasi pada kepentingan pribadi publik. Senantiasa bersifat bebas nilai Dalam pelayanan,tidak bebas nilai (bersifat materialistis). (berdasarkan prinsip islam). Uang dianggap sebagai barang Uang dianggap sebagai alat ukur komoditi. Investasi yang dilakukan relatif luas saja dan tidak menganggapnya sebagai komoditi. karena termasuk kegiatan yang halal Investasi yang dilakukan relatif dan yang haram. terbatas karena hanya pada Hubungan dengan nasabah kegiatan yang halal saja. berbentuk hubungan kreditordebitor. Hubungan dengan nasabah berbentuk kemitraan. Dalam operasinya, menggunakan Dalam operasinya menggunakan perangkat / sistem bunga. sistem bagi hasil, jual beli atau Aktivitasnya hanya berorientasi sewa. untuk mencapai keuntungan saja. Aktivitasnya tidak hanya Tidak memiliki dewan pengawas berorientasi untuk mencapai Syari ah sehingga penghimpunan keuntungan saja tetapi juga untuk dan penyaluran dana tidak mencapai falah. berdasarkan fatwa. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syari ah. Sumber: Karnaen&Antonio, 1992. Berbagai perbedaan konsep dan prinsip seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.2, mengakibatkan objek dan market share kedua institusi lembaga keuangan ini saling berbeda. Satu hal yang membedakan antara bank konvensional dengan
bank syariah terletak pada pandangan masing-masing bank dalam memaknai keuntungan atas pengelolaan uang nasabah, bila bank konvensional menyebutnya dengan bunga, sedangkan bank syariah menyebutnya dengan bagi hasil. Adapun perbedaan suku bunga dan bagi hasil tertera pada tabel 2.2 berikut ini : Tabel 2.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil No Bunga Bagi Hasil 1 2 3 4 5 Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang atau modal yang dipinjamkan. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek nasabah untung atau rugi. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan yang berlipat atau ekonomi sedang mengalami kondisi tidak menentu. Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak dikecam ) oleh semua agama, termasuk Islam. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek nasabah. Bila usaha rugi, kerugian ditanggung bersama oleh kedua pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. Sumber : Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Syafii Antonio 2.4 Produk-Produk Perbankan Syari ah Berbagai produk dan jasa yang ditawarkan dalam perbankan syari ah dapat digolongkan kepada tiga kelompok produk, yaitu: Produk Penghimpuna Dana, Produk Penyaluran Dana, Produk Jasa (Muhammad Syafii Antonio, 2001, Ascarya, 2007).
A. Produk Penghimpunan Dana Kegiatan menghimpun dana juga dilakukan oleh bank syariah sebagaimana kegiatan dan fungsi bank yang tercantum dalam UU No. 10 tahun 1998. dana masyarakat yang dihimpun perbankan syari ah dapat berbentuk tabungan, deposito dan giro (Kasmir, 2001). Aktivitas penghimpunan dana masyarakat ini dilakukan dengan prinsip Wadi ah dan Mudharabah. Prinsip wadi ah diterapkan untuk produk berbentuk giro sedangkan prinsip mudharabah diterapkan untuk produk berbentuk tabungan dan deposito. Wadi ah adalah akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Jika wadi ah tersebut berbentuk wadi ah amanah, pada prinsipnya simpanan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak bank walaupun ia bertanggung jawab terhadap keutuhan dana simpanan tersebut. Sebaliknya jika wadi ah berbentuk wadi ah dhamanah, maka pihak bank dapat memanfaatkan dana simpanan tersebut. Berbeda dengan prinsip mudharabah. Dalam hal ini pemilik modal dianggap sebagai shahibul maal sementara pihak perbankan dianggap sebahai pihak pengelola atau mudharib (Adiwarman Karim, 2004). Pada prinsip ini, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut misalnya untuk kegiatan jual beli dengan memberitahukan margin keuntungan tertentu (murabahah) atau untuk kegiatan sewa (ijarah). Transaksi dalam prinsip mudharabah memiliki dua jenis kewenangan yang dapat dipilih oleh pemilik modal untuk diberikan kepada pihak bank yaitu mudhrabah mutlaqah dan mudhrabah muqayyadah. Mudharabah mutlaqah atau
unrestricted investment account (URIA) artinya bank dapat menggunakan dana yang dihimpun itu secara bebas atau luas karena tidak ada batasan yang ditetapkan oleh pemilik modal. Namun apabila dipandang perlu shahib al-maal boleh menetapkan batasan-batasan atau syarat-syarat tertentu guna menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian. Syarat yang diajukan oleh shahib al-maal harus dipenuhi oleh mudharib, apabila mudharib melanggar batasan yang telah ditentukan maka mudharib harus bertanggung jawab atas segala bentuk kerugian yang terjadi. Sedangkan mudharabah muqayyadah atau restricted investment account artinya pihak pemilik modal atau penyimpanan menetapkan syarat-syarat tertentu dalam penggunaanya. Jenis mudharabah yang terakhir ini terbagi dua pula yaitu mudharabah muqayyadah on balance sheet dan mudharabah muqayyadah off balance sheet. Dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet, aliran dana terjadi dari satu nasabah investor ke sekolompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor saja. Sedangkan dalam mudharabah muqayyadah off balance sheet, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur). Dalam mudharabah muqayyadah off balance sheet bank syariah bertindak sebagai arranger saja dan pencatatan transaksinya dibank syariah dilakukan secara off balance sheet. B. Poduk Penyaluran Dana Dana yang telah berhasil dihimpun oleh perbankan syari ah kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat atau unit defisit untuk dimanfaatkan secara produktif. Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi menjadi empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu prinsip jual beli, prinsip sewa, prinsip bagi hasil dan akad pelengkap. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Penyaluran dana ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan ketentuan syari ah dan syarat-syarat yang telah disepakati dengan para pemilik modal. Pihak perbankan syari ah dapat menyalurkan dana yang terhimpun melalui salah satu kategori atau konsep penyaluran yang sesuai dengan syari ah. 2.5 Pengusaha Pengusaha awalnya berasal dari bahasa Belanda ONDERNEMER yang biasa dihubungkan dengan istilah badan usaha ONDERNEMING. Pengusaha atau yang biasa disebut sebagai wirausahawan menurut Kasmir (2014 :19) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Menurut profesor Abdul-kadir Muhammad, SH, pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik dengan sendiri atau bantuan pekerjanya. Dalam Pasal 1 ayat (5) UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud pengusaha adalah sebagai berikut. 1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalani perusahaan bukan miliknya. 3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia. Seorang pengusaha pertama-tama bertindak pada sisi permintaan yaitu: merekrut pekerja-pekerja dan memperkerjakan mereka dimana pengusaha tersebut harus membayar sejumlah gaji atau upah. Dalam kinerjanya untuk membayar gaji atau upah para pekerjanya pengusaha menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan tingkat permintaan tertentu berdasarkan harga barang dan tingkat pendapatan masyarakat. Selain itu dengan permintaan yang timbul atas barang dan jasa yang dimiliki pengusaha, pengusaha dapat meningkatkan pendapatannya. Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa barang maupun uang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang atau harga yang berlaku saat itu (Sunardi dan Evers, 982:20). Pendapatan dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Pendapatan pokok Pendapatan pokok yaitu pendapatan yang tiap bulan yang diharapkan diterima, pendapatan ini diperoleh dari pekerjaan utama yang bersifat rutin.
2) Pendapatan sampingan Pendapatan sampingan yaitu pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan di luar pekerjaan pokok, maka tidak semua orang mempunyai pekerjaan sampingan. 3) Pendapatan lain- lain Pendapatan lain-lain yaitu pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain, baik bentuk barang maupun uang, pendapatan bukan dari usaha. Sedangkan bila di cermati lebih dalam, ada perbedaan antara pengusaha dengan pengusaha muslim. Dimana pengusaha muslim dalam menjalankan usahanya berdasarkan prinsip prinsip syariah Islam. Seorang wirausahawan muslim memiliki keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran agamanya sebagai jalan keselamatan, dan bahwa dengan agamanya ia akan menjadi unggul. Keyakinan ini membuatnya melakukan usaha dan kerja keras sebagai dzikir dan bertawakal serta bersyukur terhadap pendapatan atas usaha yang diperolehnya. 2.6 Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Menurut UU No. 20 Tahun 2008, UKM memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Usaha Kecil, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria yakni :
a. Memilik kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 ( lima puluh juta rupiah ) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah ) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha b. Memilik hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 ( tiga ratus juta rupiah ) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 ( dua milyar lima ratus juta rupiah ). 2. Usaha Menengah, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria : a. Memilik kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 ( lima ratus juta rupiah ) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 ( sepuluh milyar rupiah ) tidak termasuk tanah dan bangunan tempah usaha b. Memilik hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 ( dua milyar lima ratus juta rupiah ) sampai paling banyak Rp 50.000.000.000,00 ( lima puluh milyar rupiah). Asas dan Tujuan Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan kekeluargaan, demokrasi ekonomi, kebersamaan, efisiensi berkeadilan dan berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Tulus, 2014:16). UKM bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek ( Tulus, 2012: 19): pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kesempatan berusaha, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan kelembagaan. Dunia usaha dan masyarakat berperan secara aktif membantu menumbuhkan Iklim Usaha yang dikembangkan oleh masyarakat. 2.7 Penelitian Terdahulu Berikut ini terdapat beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan referensi-referensi dan pebanding oleh penulis dalam melaksanakan penelitian ini: 1) Sianturi Aspri (2013) dengan judul Analisis Peranan Bank Perkreditan Rakyat Terhadap Pembiayaan Sektor Usaha Mikro Kecil di Pematang Siantar. Penelitian Ini bertujuan untuk menganalisis peranan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta Modal Usaha Sendiri terhadap pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Pematang Siantar. Metode yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan SPSS 20 for Windows. Berdasarkan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan sementara Modal Usaha Sendiri berpengaruh sangat positif dan signifikan terhadap Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Sementara secara simultan, kedua variable X1 dan X2 berpengaruh terhadap pendapatanusaha Mikro dan Kecil.
2) Irmawani Purba (2013) dengan Judul Analisis Perilaku Konsumen Dalam Memilih Produk Tabungan Perbankan di Kota Pematang Siantar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku yang menyebabkan konsumen dalam memilih produk tabungan perbankan di Kota Pematang Siantar. Produk, Promosi, Rekening Tabungan, Jarak Lokasi, Bonafiditas Bank menjadi faktor yang dipilih untuk mengetahui faktor paling dominan konsumen/nasabah memilih untuk menabung di Bank. 3) Mamanda Puspita Sari (2013) dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Minat Masyarakat Muslim Menabung di Bank Syariah Kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat menabung di Bank Syariah di Kota Medan. Penyebab kurangnya minat menabung dilihat dengan melihat tanggapan responden mengenai alasan yang menyebabkan kurangnya minat menabung di bank Syariah, dapat dilihat dengan menggunakan tabulasi data dengan microsoft word dan tabel frekuensi, dan grafik. 4) Sudirman (2009) dengan judul Analisis Komperatif Pengaruh Perubahan Tingkat Suku Bunga Terhadap Perkembangan Kredit Dan Pembiayaan Pada Bank Konvesional Dan Bank Syariah Di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya perubahan tingkat suku bunga bank terhadap perkembangan kredit pada bank konvensional dan
perkembangan pembiayaan pada bank syariah. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa baik kredit maupun pembiayaan ikut terpengaruh akibat adanya perubahan tingkat suku bunga bank, perubahan yang timbulkan dari perubahan tingkat suku bunga bank terhadap perkembangan kredit perbankan konvensional lebih besar dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan akibat perubahan tingkat suku bunga bank terhadap perkembangan pembiayaan. Hal tersebut dikarenakan perubahan yang ditimbukan akibat perubahan tingkat suku bunga yang meningkat tidak hanya membuat nasabah kreditur menahan diri untuk melakukan pinjaman tapi juga berupa melakukan pelunasan kredit akibat besarnya biaya bunga yang timbul akibat naiknya bunga bank. Berbeda dengan perbankan syariah, dimana para nasabah krediturnya hanya berupa menahan diri dari melakukan pinjaman untuk berjaga-jaga dan tidak berupa untuk melakukan pelunasan karena kewajiban nasabah kreditur pada bank syariah sudah jelas ditetapkan diawal pada saat akad pembiayaan.
2.8 Kerangka Konseptual Pengusaha UKM Muslim Institusi Perbankan Bank Syariah Bank Syariah Penerimaan Gambar 2.1. Kerangka Konseptual