SUMBANGAN KOTA BANDUNG TERHADAP BANJIR DAN PENDANGKALAN CI TARUM. Oleh : R. Gurniwan Kamil Pasya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

KURANGNYA DAERAH RESAPAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

LAMPIRANSURAT UJI VALIDITAS SD MANGUNSARI 05 SALATIGA

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 ANALISA PENYEBAB BANJIR DAN NORMALISASI SUNGAI UNUS KOTA MATARAM

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan manusia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

kabel perusahaan telekomunikasi dan segala macam (Setiawan, 2014).

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan baik itu untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakkan pada

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua. By. M. Abror, SP, MM

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

Transkripsi:

SUMBANGAN KOTA BANDUNG TERHADAP BANJIR DAN PENDANGKALAN CI TARUM Oleh : R. Gurniwan Kamil Pasya Abstrak Kota Bandung sebagai penyumbang terbesar bagi terjadinya banjir dan pendangkalan Ci Tarum di Dayeuhkolot dan Baleendah, hal ini terjadi sebagai akibat banyaknya warga masyarakat secara sadar atau tidak membuang sampah dan limbah rumahtangga ke sungai atau selokan terdekat. Pendangkalan Ci Tarum selain oleh sampah terjadi pula oleh lumpur hasil erosi di bagian hulu anak-anak sungai Ci Tarum, sebagai akibat dari pertanian lahan kering yang tidak ditangani secara maksimal. Karena itu, untuk mewujudkan kelestarian lingkungan terutama akibatnya terhadap Ci Tarum maka perlu dilakukan pembinaan disetiap jenjang pendidikan agar terbentuk etika lingkungan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan agar menjadi lebih efektif apabila terdapat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur hal itu, tetapi UU dan PP ini hanya kan menjadi hiasan apabila tidak dilaksanakan secara konsekuen. Karena itu, keberadaan UU dan PP pengelolaan lingkungan hidup menjadi sangat diperlukan masyarakat apabila memiliki kekuatan hukum yang jelas, terutama sanksi hukum yang terbukti dilaksanakan bagi pelanggar atau perusak lingkungan. Apalagi UU dan PP ini dikaitkan dengan banjir dan pendangkalan Ci Tarum bahkan akan mengancam usia waduk Saguling. 1. Pengantar Setiap tahun hampir selalu terjadi banjir Ci Tarum di Kecamatan Dayeuhkolot dan Baleendah, terutama wilayah yang berada di sebelah Barat kedua kecamatan tersebut, tepatnya sebelah Barat jembatan Ci Tarum dekat pasar. Di musim penghujan awal tahun 2002 banjir tertinggi mencapai 1,7 meter dengan menggenangi pemukiman penduduk, sedangkan pada musim kemarau tahun 2002 terlihat air Ci Tarum volumenya menjadi kecil dengan endapan sampah dan lumpur berada di tengah dan pinggiran sungai tersebut sehingga mengganggu kelancaran aliran sungai begitupula airnya berwarna hitam. Keadaan ini, memerlukan pengamatan khusus dan memunculkan pertanyaan mengapa di wilayah tersebut sering mengalami banjir di musim penghujan, sedangkan di musim kemarau terlihat endapan sampah dan lumpur? Terjadinya luapan air di musim penghujan dan terlihatnya endapan di musim kemarau merupakan gejala utama yang sulit diatasi, apalagi penanganan terhadap hal itu tidak intensif, sehingga tidak ada sungai yang melalui kota Bandung bebas dari pencemaran, bahkan Ci Tarum di Dayeuhkolot hanya ditangani satu kali yaitu tahun 80-an dengan biaya pengerukan saat itu mencapai Rp 2 milyar, bahkan di akhir bulan 1

Oktober 2002 salah satu media massa terkenal di Jabar menyebutkan bahwa Ci Tarum sebagai tempat penampungan tinja terbesar di dunia sangat ironis sekali!. Ternyata satu kali penanganan tidak seimbang dengan terjadinya pendangkalan yang terus menerus, sehingga pemecahan masalah untuk hal ini tidak dapat ditangani oleh satu pihak saja melainkan oleh segenap lembaga pemerintah atau swasta bersamasama masyarakat yang perduli lingkungan secara berkelanjutan menyelenggarakan program kali bersih, akhirnya di wilayah Bandung memiliki sungai yang bebas dari pencemaran bahkan dapat dijadikan tempat rekreasi air. Dapatkah hal itu terjadi? Fenomena banjir dan pendangkalan Ci Tarum di Bandung berhubungan dengan fenomena lain yang sebelumnya terjadi terutama perilaku masyarakat yang tidak perduli terhadap lingkungan, apalagi pendangkalan oleh adanya endapan di Ci Tarum lambat laun akan mengancam waduk Saguling yang terus mengalami pengendapan, akibatnya waduk tersebut usianya akan semakin berkurang. Fenomena yang merupakan awal terjadinya banjir dan pengendapan di Ci Tarum berhubungan dengan banyaknya sampah dan endapan lumpur di sungai sebagai akibat kurangnya kesadaran masyarakat; erosi di wilayah perbukitan Bandung Utara; dan perkembangan kota Bandung sendiri. 2. Sampah Kota Bandung Kota Bandung memiliki armada angkutan sampah yang besar, hampir semua sampah fisik berupa kertas, pecahan kaca, kaleng bekas, plastik, sisa tebangan pohon, sisa pembungkus dan lain-lain nampaknya diangkut dari bak-bak sampah ke tempat pembuangan akhir. Besarnya armada sampah ini sebagai hasil sumbangan masyarakat kota Bandung dalam membayar iuran yang disatukan pada saat membayar listrik setiap bulan di tempat-tempat pembayaran yang ditunjuk. Walaupun kota Bandung memiliki armada pengangkut sampah yang besar, nampaknya tidak berdaya dalam mengatasi sampah yang dihasilkan penduduk, apalagi mereka yang berada dan bermukin di pinggir sungai atau selokanselokan/saluran, membuang sampahnya setiap hari ke sana. Tidak semua penduduk kota Bandung sadar akan kebersihan lingkungan, banyak di antara mereka bukannya membuang sampah ke bak-bak penampungan, melainkan ke sungai, sadar atau tidak perbuatan tersebut merugikan orang lain, terutama mereka yang bermukim di bagian hilir atau tepatnya di pinggiran Ci Tarum. Dapat kita perkirakan apabila, sampah tersebut dari Bandung setiap hari terus 2

menuju Ci Tarum kemudian menuju Waduk Saguling dan terjadilah pendangkalan yang menyebabkan debit airnya semakin menurun, akibatnya Saguling menjadi tidak berfungsi, maka sia-sialah biaya besar yang dikeluarkan untuk pembangunan kelistrikan. Fenomena yang paling jelas mengenai banyaknya sampah di sungai, dapat di lihat di sepanjang Ci Kapundung yang melalui kota Bandung, seperti di dekat alunalun Bandung atau yang melintasi Jl. ABC, warna airnya kehitaman yang menunjukkan di t empat tersebut dan sebelumnya bahwa sungai dijadikan tempat pembuangan sampah dan air limbah rumah tangga. Semakin ke Selatan warna air semakin hitam dan aliran sungai sudah tidak lancar lagi. Apabila dibandingkan dengan keadaan air di bagian Utara tepatnya yang melalui Jl. Siliwangi, warna air sungai kecoklatan yang menunjukkan bahwa di bagian hulu terjadi erosi yang dihanyutkan dan sampah belum begitu banyak dibuang di sungai. Dengan demikian, bahwa Ci Kapundung selain membawa limbah dan sampah juga membawa hasil erosi dari lahan pertanian yang ada di perbukitan Bandung Utara. Air limbah dan sampah yang di bawa ke Ci Tarum tidak hanya oleh Ci Kapundung saja, melainkan oleh sungai-sungai lainnya yang melalui pemukiman, industri, ataupun perkantoran baik yang dari Utara ataupun dari Selatan kemudian bermuara ke Ci Tarum. Walaupun demikian, bahwa sungai-sungai yang paling banyak membawa sampah dan limbah, terutama yang melalui kota Bandung. Selain terjadinya pendangkalan oleh sampah, Ci Tarum mengalami kerusakan kualitas air, sehingga secara langsung tidak dapat digunakan untuk kepentingan manusia seperti mencuci, kebutuhan air untyuk rumah tangga, apalagi untuk air minum, paling-paling secara terbatas hanya untuk kebutuhan menyiram tanaman. Banyaknya sampah yang ada di sungai menurut Azrul Anwar (1979 : 54) ditentukan oleh : - kebiasaan hidup masyarakat - musim dan waktu - macam masyarakat - cara pengolahan sampah Menanggulangi pencemaran sungai terutama yang disebabkan oleh sampah sebenarnya telah ada mekanisme untuk hal itu dan akan lebih efektif apabila manusia terlibat secara langsung di dalamnya, terutama mereka yang bermukim di sepanjang sungai, yaitu secara alami sampah yang berasal dari tumbuhan akan mengalami daur 3

ulang dan manusia secara sadar membersihkan lingkungannya. Tetapi apabila kepadatan penduduk tinggi, sedangkan kemampuan alam untuk mengolah sampah dan kemampuan manusia untuk membersihkan lingkungan lingkungan tidak seimbang dengan jumlah sampah yang dihasilkan, maka terjadilah penimbunan sampah yang tidak teratur. Pencemaran sungai oleh sampah selain mengakibatkan banjir, Marbun (1979 : 237) menyebutkan dapat mengakibatkan, - bau yang busuk dapat mengganggu warga kota yang berada di sepanjang sungai, - mempercepat atau sebagai sumber penularan penyakit atau hama-hama penyakit, - merusak keindahan kota. Penanganan pencemaran sungai oleh sampah perlu dilakukan kordinasi antara dinas tata-kota, dinas kebersihan, dengan warga masyarakat yang tidak hanya bermukim di sepanjang sungai saja melainkan seluruh warga kota. Di kota Bandung pada dekade 80-an pernah ada gerakan kebersihan yang diberi nama Gerakan Melati kemudian akhir-akhir ini menghilang sama sekali, sehingga pemerintah perlu mengaktifkan kembali gerakan tersebut apalagi sekarang telah ada armada sampah hasil iuran masyarakat di loket-loket pembayaran listrik, hanya saja armada tersebut belum masuk ke pelosok pemukiman penduduk kota, terutama mereka yang berada di sepanjang sungai. Karena itu, diaktifkannya kembali gerakan kebersihan masyarakat kota sangatlah penting, terutama dalam menanamkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. 3. Erosi dari perbukitan Bandung Utara Pegunungan yang mengelilingi kota Bandung dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering, hanya saja pemanfaatan ini tidak sepenuhnya sesuai dengan pengendalian erosi, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa air Ci Kapundung yang melintasi Jl. Siliwangi berwarna kecoklatan, apalagi di saat dan setelah turun hujan. Maka hal ini menunjukkan bahwa di daerah bagian hulu sungai terjadi erosi, tepatnya di lahan pertanian kering, tentu saja apabila dibiarkan terus akan menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan akan menurunkan pula hasil pertanian di daerah tersebut, sehingga untuk memperjelas keadaan tersebut E. Saifudin Sarief (1986 : 7) mengemukakan, 4

Lahan pertanian yang terus menerus ditanami tanpa pengelolaan tanaman, tanah, dan air yang baik dan tepat, terutama di daerah-daerah pertanian dengan curah hujan yang melebihi 1500 mm pertahun akan mengalami penurunan produktivitas tanahnya. Penurunan produktivitas ini secara lambat atau cepat dapat disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah dan terjadinya gejala erosi. Erosi yang terjadi pada lahan pertanian di Bandung Utara keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan, apalagi lahan pertanian memiliki kemiringan lereng yang tinggi, sehingga cukup untuk menentukan besarnya tingkat erosi di wilayah tersebut. Untuk mengetahui erosi yang terjadi secara sederhana dapat dilakukan dengan jalan mengamati banyaknya tanaman pertanian atau tumbuhan di suatu lahan yang dapat dijadikan penyangga air hujan dengan luasnya lahan yang terbuka di tempat tersebut, maka lahan yang terbuka dan air permukaan itulah yang akan membawa butiran tanah sebagai erosi. Pemerintah bersama-sama petani di daerah Bandung Utara telah berusaha mengurangi besarnya erosi di daerah tersebut dengan jalan membuat terrasering, tetapi erosi terus saja berlangsung, terutama di saat hujan. Hal ini berarti di daerah tersebut kurang tanaman keras yang berfungsi menyangga air hujan dan butiran tanah yang dibawa oleh air permukaan (run off). Proses erosi tanah di lahan pertanian seperti di Bandung Utara melalui tiga tahapan, yang meliputi : 1) air hujan yang langsung jatuh ke tanah akan memecahkan/melepaskan ikatan tanah ke dalam bentuk butiran yang lebih kecil atau partikel tanah, butiran tanah yang terbawa oleh air permukaan akan lebih mudah apabila tanah tersebut sebelumnya telah dicangkul; 2) pemindahan atau pengangkutan butiran tanah yang kecil/halus oleh air mengalir di permukaan; dan 3) pengendapan partikel tanah di tempat yang lebih rendah seperti di sungai atau di dasar waduk. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah erosi terutama yang berada di Bandung Utara, tidak ada jalan lain yaitu memperluas kawasan Hutan Raya Ir. Djuanda, sehingga dsengan cara ini akan banyak sekali manfaatnya seperti : 1) sebagai pencegah erosi, karena air hujan yang jatuh tidak langsung menimpa tanah tetapi terlebih dahulu menimpa daun di atas pohon, daun yang jatuh di atas tanah dan akar pohon, maka kecepatannya dan laju air pemukaan dikurangi; 2) hutan sebagai cadangan air tanah bagi sumur penduduk dan mata air di daerah tersebut; dan 3 ) lumpur tahunan hasil erosi tidak menjadi masalah lagi bagi pendangkalan Ci Tarum dan waduk Saguling. Karena itu, kawasan perbukitan Bandung Utara yang dijadikan 5

lahan pertanian harus diselamatkan dari erosi, sehingga banjir dan pendangkalan Ci Tarum dapat diatasi apalagi pendangkalan waduk Saguling yang dapat merugikan negara, sebagaimana Otto Soemarwoto (1988 : 329) kemukakan, Di banyak daerah aliran sungai (DAS) laju erosi telah tinggi. Hal ini membahayakan kelangsungan hidup bendungan seperti di Karangkates dan Selorejo Jawa Timur, laju sedimentasi (pengendapan) diperkirakan 18 dan 15 kali lebih besar daripada yang diperkirakan pada waktu perencanaan. Di Waduk Wonogiri Jawa Tengah hasil pengukuran baru-baru ini menunjukkan umurnya hanya akan 27 tahun, sedangkan semula direncanakan 100 tahun. Dengan demikian, bahwa erosi selain dapat mengakibatkan banjir karena sungai mengalami pendangkalan sehingga di saat hujan, air sungai akan meluap akibat aliran air yang terganggu. Selain itu erosi dapat mengurangi umur suatu bendungan seperti halnya di Wonogiri, bagaimana seandainya terjadi pada waduk Saguling? 4. Pertumbuhan Fisik Kota Bandung Kota Bandung terus berkembang selain memperluas wilayahnya juga mengalami perubahan fisik kota yaitu dengan semakin banyak pemukiman, gedung perkantoran, jaringan jalan, dan lain-lain. Perubahan fisik kota ini dimulai dari berubahnya tata guna lahan dari pertanian menjadi peruntukan lain, akibatnya daerah yang tadinya sebagai daerah resapan air hujan menjadi tidak berfungsi lagi, karena di daerah bersangkutan telah didirikan bangunan, sehingga air hujan yang turun di daerah tersebut akan langsung dialirkan ke parit/selokan yang akhirnya berkumpul ke sungai, akibatnya debit air sungai menjadi meningkat dan tidak sebanding antara kemampuan lembah sungai dalam menampung air dengan banyaknya air yang masuk ke sungai bersangkutan, maka terjadilah banjir. Pembangunan fisik kota sangat besar pengaruhnya terhadap lingkungan hidup, seperti yang dikemukakan Emil Salim (1986 : 199) sebagai berikut : Pembangunan kota mengubah keadaan fisik lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia. Dalam kota keadaan lingkungan lam sulit untuk dipertahankan kelestarian dalam wujud aslinya, sehingga lahirlah lingkungan buatan manusia. Maka menjadi pertanyaan, sampai seberapa jauhkah perubahan lingkungan alam mencapai titik kritis sehingga berpengaruh negatif terhadap perikehidupan manusia? maka lahirlah sampah, pencemaran udaya, sungai, tanah sebagai perwujudan pengaruh negatif dari perubahan lingkunngan alam ini. 6

Jika kita amati pendapat tersebut, maka banjirpun merupakan pengaruh negatif dari pembangunan fisik kota, sebagai akibat berkurang sampai tidak adanya daerah resapan air ke dalam tanah. Untuk mengatasi banyaknya air permukaan yang langsung ke parit, selokan, atau sungai, maka diperlukan kesadaran masyarakat, pemilik bangunan kantor, gedung-gedung, dan lain-lain menyisakan lahan yang dimilikinya untuk peresapan air, atau dengan kata lain tidak membangun semua lahan yang tersedia tetapi terdapat sisa lahan yang sedikitnya dijadikan taman, bahkan akan lebih baik lagi apabila di setiap tempat terdapat sumur-sumur resapan yang berfungsi sebagai penampung air hujan. 5. Penutup Undang-undang Republik Indonesia No. 27 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti dan penyempurnaan dari UURI no. 4 tahun tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sudah lama diberlakukan bahkan pemerintah sebelumnya mengeluarkan pula peraturan yang mengatur analisis mengenai dampak lingkungan yang dituangkan dalam PP no. 29 tahun 1986, tetapi baik UU maupun PP pada kenyataannya hanya sebagai pajangan saja karena masyarakat sendiri secara umum tidak merasa penting untuk melaksanakan UU dan PP tersebut, bahkan kerusakan lingkungan di Bandung bahkan di berbagai wilayah tanah air terus berlanjut tanpa jelas pelaku pengrusakan diseret ke pengadilan, yang berarti hukum mengenai lingkungan ini kurang memiliki kekuatan atau masih lemah keberadaannya. Kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup bagi semua orang harus ditanamkan kepada setiap orang semenjak yang bersangkutan masih kecil berada dalam pendidikan keluarga, kemudian di tanamkan di setiap jenjang pendidikan yang diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran, akhirnya diharapkan terbentuk hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara manusia dan lingkungannya berdasarkan etika lingkungan, sebagaimana Soerjani dkk. (1987 : 15 16) kemukakan sebagai berikut, Merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban lingkungan, tetapi juga membatasi dan upaya untuik mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup kita. 7

Usaha untuk melaksanakan etika lingkungan di antaranya dapat dilakukan dengan jalan : a. perlu adanya kesadaran dari masyarakat dan pemerintah baik secara perorangan maupun secara bersama-sama menjaga lingkungan; b. menanamkan kesadaran pentingnya lingkungan semenjak masih anak-anak atau balita; dan c. pentingnya kelestarian lingkungan hidup dipertegas di setiap jenjang pendidikan, walaupun diintegrasikan di setiap mata pelajaran atau bidang studi, bahkan untuk perguruan tinggi diselenggarakan kembali mata kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup. Adanya muatan kelestarian lingkungan hidup yang diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran, diharapkan setiap warga masyarakan kelak sadar betul bahwa kelestarian lingkungan itu sangat penting sekali, sehingga UU dan PP tentang pengelolaan lingkungan hidup menjadi sangat berarti. d. hukum lingkungan memiliki kekuatan yang tegas, terutama dalam mengadili setiap pelanggar dan perusak lingkungan tanpa pandang bulu, karena nampaknya sampai saat ini kekuatannya sangat ngambang. Etika lingkungan sangat diperlukan dan tertanam dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, apabila hal ini telah dilaksanakan, maka kerusakan lingkungan dapat diatasi sedini mungkin, bahkan banjir Ci Tarum pun barangkali tidak akan terjadi setiap tahun. Karena itu, kelestarian dan kerusakan lingkungan tergantung pada manusia itu sendiri yang melaksanakannya, sehingga UU dan PP pengelolaan lingkungan hidup harus memiliki kekuatan hukum yang tegas agar keberadaannya benar-benar diperlukan. Amsyari, fuad. 1977. Prinsip-Prinsip Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Ghalia Indonesia. Azwar, Azrul. 1979. Pengantar ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara. Marbun. BN. 1979. Kota Masa Depan. Jakarta : Erlangga. Salim, Emil 1986. Pembanguinan Berwawasan Lingkungan. Jakarta : LP3ES. Safief, Saifudin. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Bandung : Pustaka Buana. 8

Soemarwoto, Otto. 1985. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta : Djambatan. Soerjani, dkk. 1987. Lingkungan : Sumberdaya alam dan kependudukan dallam pembangunan. Jakarta : Universitas Indonesia Press. 9