BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Tertahan (gram)

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Keywords: porous concrete, compressive strength, density, porosity. Kata Kunci : beton berpori, kuat tekan, densitas/kepadatan, porositas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

BAB 3 METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA. Sipil Politeknik Negeri Bandung, yang meliputi pengujian agregat, pengujian beton

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TEKNIKA VOL.3 NO.1 APRIL_

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Nilai kuat tekan beton rerata pada umur 28 hari dengan variasi beton SCC

BAB III METODE PENELITIAN

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif

PENGARUH UKURAN MAKSIMUM DAN NILAI KEKERASAN AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

BAB III UJI MATERIAL

BAB IV ANALISIS DATA LABORATORIUM DAN DATA HASIL PENGUJIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN MULAI PERSIAPAN ALAT & BAHAN PENYUSUN BETON ANALISA BAHAN PENYUSUN BETON

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH BAHAN TAMBAHAN PLASTICIZER TERHADAP SLUMP DAN KUAT TEKAN BETON Rika Sylviana

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAB IV METODE PENELITIAN

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

1. SNI Metoda Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi LA. 2. ASTM C Resistance & Degradasi Small-Size Coarse Aggregate.

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Lampiran. Universitas Sumatera Utara

HASIL PENELITIAN AWAL ( VICAT TEST

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

Transkripsi:

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian kandungan lumpur, kandungan zat organik, berat jenis, dan gradasi pasir. Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat pada Tabel 4.1; 4.2 dan Gambar 4.1. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Hasil Jenis Pengujian Pengujian ASTM C33-97 Kesimpulan Kandungan Zat Organik (%) kuning muda Jernih atau kuning muda Memenuhi Syarat Kandungan Lumpur (%) 2% Maksimum 5% Memenuhi Syarat Bulk Spesific Gravity SSD 2,67 2,5-2,7 Memenuhi Syarat Absorbtion (%) 0,60% - - Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus serta persyaratan batas dari ASTM C33-97 dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.1. berikut: 32

33 Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Gradasi Agregat Halus Ukuran Berat Tertahan Ayakan Ayakan (mm) Gram % Kumulatif (%) Berat Lolos Kumulatif (%) ASTM C-33 3/8 in 9,5 0 0,00 0 100,00 100 No.4 4,75 35 1,18 1,18 98,82 95 100 No.8 2,36 405 13,64 14,81 85,19 80 100 No.16 1,18 550 18,52 33,33 66,67 50 85 No.30 0,85 380 12,79 46,13 53,87 25 60 No.50 0,425 940 31,65 77,78 22,22 10 30 No.100 0,15 480 16,16 93,94 6,06 2 10 Pan 0 180 6,06 100,00 0,00 0 Jumlah 2.970,00 100,00 367,17 - - Dari Tabel 4.2 gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-97 sebagai berikut :

34 Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat Halus 4.1.2. Analisis Pengujian Agregat Halus a. Pemeriksaan Kandungan Zat Organik Pengujian kandungan zat organik dengan cara memasukan sebagai berikut : 1. Mengambil contoh pasir kering oven secukupnya. 2. Mengayak pasir dengan ayakan 2 mm hingga hasil ayakan mencapai 130 cc. 3. Memasukkan contoh pasir dalam gelas ukur 250 ml. 4. Menuangkan NaOH 3% ke dalam gelas ukur sehingga mencapai 200 ml. 5. Mengocok pasir dan larutan NaOH selama 10 menit. 6. Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam. 7. Mengamati warna larutan NaOH di atas pasir. 8. Mencocokkan dengan Tabel 4.3.

35 Tabel 4.3. Hubungan Perubahan Warna NaOH dengan Persentase Kandungan Zat Organik Warna campuran air + NaOH Kandungan Zat Organik Jernih Kuning Muda Kuning Tua Kuning Kemerahan Coklat Kemerahan Coklat Tua Sumber : Prof. Ir.Rooseno 0 % 0-10% 10-20% 20-30% 30-50% 50-100% Warna larutan hasil pengamatan adalah kuning muda. Hal ini menunjukkan bahwa pasir mengandung zat organik yang dapat menurunkan kekuatan beton, akan tetapi karena masih dalam batas warna yang diperbolehkan sehingga pasir tidak perlu dicuci bila digunakan. Idealnya bahan agregat halus harus bebas dari kandungan zat organik. Namun demikian bahan agregat halus dapat digunakan, selama kekuatan tekan pada umur 7 hari dan 28 hari sesuai standar Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI NI-2, 1971) tidak kurang dari 95% dari kuat tekan beton rencana. b. Pemeriksaan Kandungan Lumpur Sesuai dengan PBI 1971, agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci. Langkah-langkah pengujian kadar lumpur agregat halus sebagai berikut : 1. Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkan dalam oven. 2. Menimbang pasir kering oven seberat 100 gram. 3. Memasukkan pasir ke dalam gelas ukur dan melakukan proses pencucian sebagai berikut:

36 a. Memasukkan air ke dalam gelas ukur yang telah berisi pasir dengan ketinggian 12 cm dari permukaan pasir. b. Menutup mulut gelas rapat-rapat dengan tangan. c. Gelas dikocok 10 kali (dianggap satu kali pencucian). d. Membuang air dalam gelas (usahakan pasir tidak ikut terbuang). e. Proses pencucian diulang sampai bersih. 4. Menuangkan pasir ke dalam cawan (air yang ikut menetes diambil dengan pipet). 5. Pasir dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 C selama 24 jam. 6. Setelah dikeluarkan dari oven didiamkan hingga mencapai suhu kamar. 7. Menimbang pasir yang sudah dikeringkan. Dari hasil pengujian dan perhitungan diperoleh kandungan lumpur dalam pasir 2%. Sesuai standar Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI NI-2, 1971), kandungan lumpur dalam agregat halus tidak boleh lebih dari 5%, sehingga pasir tidak perlu dicuci bila akan digunakan sebagai agregat halus dalam campuran adukan beton. Gambar 4.2. Pemeriksaan Kandungan Lumpur

37 c. Pengujian Gradasi Agregat Halus Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran pasir, persentase, dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehausan butiran pasir. Gradasi pada pasir sebagai agregat halus menentukan sifat workability dan kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat halus perlu diperhatikan. Distribusi yang diperoleh ditunjukan dalam Tabel 4.3 dan Gambar 4.1. Metode pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar sesuai dengan standar SNI 03-1968-1990. Urutan proses pengujian ini adalah sebagai beikut : 1. Mengeringkan benda uji di dalam oven dengan suhu (110±5)ᵒ C sampai berat tetap. 2. Mengambil benda uji sebanyak 3000gram pasir kering oven. 3. Menyaring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan paling atas. 9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan. Saringan digetarkan dengan mesin penggetar selama 15 menit. 4. Menimbang berat benda uji tertahan masing-masing saringan. Modulus agregat halus berkisar antara 2,3-3,1 (Tjokrodimuljo, 1996). Dari hasil perhitungan modulus halus agregat halus sebesar 2,67 sehingga masih memenuhi syarat sebagai agregat halus. Dari Tabel 4.2. dan Gambar 4.1. tentang hasil pengujian gradasi agregat halus bisa diketahui pula bahwa pasir yang digunakan masih memenuhi syarat sebagai agregat halus untuk beton kedap air menurut SK-SNI S-36-1990-03. 4.1.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar Pengujian terhadap agregat kasar yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi), dan gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.4, sedangkan Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar sehingga

38 dapat diketahui gradasinya. Perhitungan serta data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran A. Tabel 4.4.Hasil Pengujian Agregat Kasar Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan Bulk Spesific Gravity SSD 2,69 2,5-2,7 Memenuhi Syarat Absorbtion (%) 0,83 % - - Abrasi (%) 27,24 % < 50 % Memenuhi Syarat Untuk hasil pengujian gradasi agregat kasar seragam ukuran 1-2 dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat pada Tabel 4.5.; Tabel 4.6. dan Gambar 4.3. Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Gradasi Agregat 1-2 Ukuran Berat Tertahan Ayakan Komulatif Gram % (mm) (%) Berat Lolos Komulatif (%) ASTM C-33 38 0 0,00 0,00 100,00 100 25 0 0,00 0,00 100,00 100 19 0 0,00 0,00 100,00 95-100 12,50 965 32,19 32,19 67,81 65-85 9,50 1.265 42,19 74,38 25,62 22-55 4,75 739 24,65 99,03 0,97 0-10 2,36 7 0,23 99,27 0,73 0-0 1,18 0 0,00 100,00 0,00-0,85 0 0,00 100,00 0,00-0,425 0 0,00 100,00 0,00-0,15 0 0,00 100,00 0,00 - Pan 22 0,73 100,00 0,00 - Jumlah 2.998,00 100,00 804,87 - -

39 Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Gradasi Agregat 2-3 Ukuran Berat Tertahan Berat Lolos Ayakan Komulatif Komulatif Gram % (mm) (%) (%) ASTM C-33 38 0 0,00 0,00 100,00 100 25 23 0,77 0,77 99,23 100 19 189 6,31 7,07 92,93 95-100 12,50 2571 85,79 92,86 7,14 65-85 9,50 169 5,64 98,50 1,50 22-55 4,75 34 1,13 99,63 0,37 0-10 2,36 1 0,03 99,67 0,33 0-0 1,18 0 0,00 100,00 0,00-0,85 0 0,00 100,00 0,00-0,425 0 0,00 100,00 0,00-0,15 0 0,00 100,00 0,00-0 10 0,33 100,00 0,00 Jumlah 2.997,00 100,00 898,50 Spesifikasi gradasi agregat kasar untuk beton biasa menggunakan ASTM C33-1997. Spesifikasi ASTM C33-1997 merupakan contoh gradasi untuk beton biasa, sedangkan beton berpori sejauh ini belum memiliki spesifikasi gradasi. Jadi ASTM C33-1997 hanya sebagai pembanding gradasi agregat kasar antara beton biasa dan beton berpori. Dari tabel hasil gradasi diatas dapat dilihat pada Gambar 4.3. sebagai berikut :

40 Gambar 4.3. Gradasi Agregat Kasar Agregat 1-2, dan Agregat 2-3 4.1.4. Analisis Pengujian Agregat Kasar a. Pengujian Abrasi Agregat Kasar Pengujian abrasi agregat kasar menggunakan cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles SNI 2417:2008 dengan tipe gradasi A. Gradasi A adalah material agregat kasar dari ukuran butir 9,5 mm (3/8 inci) sampai dengan ukuran butir maksimum 37,5 mm (1½ inci). Pengujian abrasi agregat kasar dilaksanakan dengan cara sebagai berikut : 1. Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan dengan salah satu dari 7 (tujuh) cara dalam Tabel 4.7. Dalam pengujian abrasi ini menggunakan gradasi A.

41 Tabel 4.7. Daftar Gradasi dan Berat Benda Uji Pengujian Abrasi Dengan Mesin Los Angles 2. Menimbang agregat kasar yang dibutuhkan sesuai dengan berat pada Tabel 4.4. 3. Memasukan benda uji dan bola baja ke dalam mesin abrasi Los Angles. 4. Memutar mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm dengan jumlah putaran sebanyak 500 kali putaran. 5. Setelah selesai pemutaran, mengeluarkan benda uji dari mesin kemudian menyaring dengan saringan No. 12 (1,70 mm). Butiran yang tertahan di atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven temperatur (110±5)ᵒ C sampai berat tetap. 6. Menimbang butiran yang tertahan saringan No. 12 (1,70 mm). Kemudian menghitung besarnya persentase keausan yang didapat. Kehilangan berat tidak boleh lebih dari 50% (PBI 1971 Pasal 3.4 ayat 5). Dari hasil perhitungan didapat keausan kerikil sebesar 27,24% (kurang dari 50%) sehingga kerikil tersebut memenuhi syarat sebagai agregat kasar.

42 b. Pengujian Gradasi Agregat Kasar Pengujian gradasi agregat kasar dengan cara mengayak. Metode pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar sesuai dengan standar SNI 03-19680-1990. Prosedur pengujian ini adalah sebagai beikut : 1. Mengeringkan benda uji dengan oven dengan suhu (110±5)ᵒ C sampai berat tetap. 2. Menyaring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan paling atas. Saringan digetarkan dengan mesin penggetar selama 15 menit. 3. Menimbang berat benda uji tertahan masing-masing saringan. Modulus halus agregat kasar berkisar antara 5-8 (Tjokrodimuljo, 1996). Dari hasil perhitungan didapat nilai modulus halus agregat kasar untuk agregat 1-2 adalah 7,04 dan untuk agregat 2-3 adalah 7,98. Karena masih berada dalam batasan yang seharusnya sehingga memenuhi syarat sebagai agregat kasar. Dari Tabel 4.5. dan Tabel 4.6. tentang hasil pengujian gradasi agregat kasar dapat diketahui pula bahwa agregat kasar yang digunakan tidak memnuhi syarat sebagai agregat kasar untuk beton kedap air menurut SK SNI S-36-1990-03. Karena gradasi yang digunakan untuk beton berpori digunakan gradasi seragam atau terbuka diharapkan agar terbentuk pori-pori yang saling terhubung sehingga mempunyai permeabilitas yang baik. 4.2. Rencana Campuran Beton Standar perencanaan beton berpori di Indonesia belum ada, maka dari itu sebagai acuan perhitungan rencana campuran adukan beton normal menggunakan Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton SNI T-15-1990-03. Sebelumnya penelitian beton berpori sudah dilakukan oleh Daryanto Ari Prabowo pada tahun 2013 dengan judul Desain Beton Berpori untuk Perkerasan Jalan yang Ramah Lingkungan. Didalam penelitian Daryanto dibuat pengujian porositas dengan variasi komposisi

43 dengan 5 %,10%, dan 30% pasir. Dari hasil pengujian porositas dengan variasi 30% pasir memiliki kuat tekan paling baik, yaitu 4,529 Mpa, kuat lentur 0,167 MPa.. Sehingga didapat campuran beton berpori dengan penggunaan 30% kebutuhan pasir dan semen 300 kg serta faktor air semen 0,45. Berikut adalah kebutuhan tiap m 3 beton berpori: Untuk beton berpori dengan batu 1-2 - Pasir = 173,33 kg - Air = 135 liter - Semen = 300 kg - Batu pecah = 1.666,67 kg Untuk beton berpori dengan batu 2-3 - Pasir = 178,61 kg - Air = 135 liter - Semen = 300 kg - Batu pecah = 1.681,39 kg a. Campuran Beton di Laboratorium Berdasarkan rencana pada hasil rencana rancang campur yang sudah diperoleh sebelumnya, untuk beton berpori dengan batu 1-2 yakni dengan proporsi pasir 173,33kg; semen 300kg; batu pecah 1.666,67kg, maka dibuatlah suatu benda uji di laboraorium. Pembuatan benda uji untuk uji kuat tekan berupa silinder beton dengan ukuran D=0,15m, tinggi 0,3m, masing-masing jenis material 3 benda uji.

44 Tabel 4.8. Komposisi Campuran Beton di Lab Jenis Material Pasir Semen Batu Air Aditif 5% Kode Benda Uji Pecah (kg) (kg) (kg) (liter) (mililiter) A Batu 1-2 2,76 4,77 26,52 2,15 0 B Batu 1-2 + Aditif 2,76 4,77 26,52 2,15 238,66 C Batu 2-3 2,84 4,77 26,75 2,15 0 D Batu 2-3 + Aditif 2,84 4,77 26,75 2,15 238,66 b. Campuran Beton di Lapangan Berdasarkan rencana pada hasil rencana rancang campur yang sudah diperoleh sebelumnya, yakni dengan proporsi pasir 173,33kg; semen 300kg; batu pecah 1.666,67kg, maka dibuatlah rumusan dari ukuran satuan berat menjadi ukuran volume. Sebelum dikonversi dalam bentuk volume, dilakukan pengujian berat volume masing-masing material. Tabel 4.9. Berat Volume Material Bahan Volume Silinder Berat Silinder Berat Silinder + Isi Material (kondisi Berat Material (kondisi Berat Isi (gembur) gembur) gembur) (gram/cm 3 ) (gram) (gram) (gram) (gram/cm 3 ) (1) (2) (3) (4)=(3)-(2) (5)=(4)/(1) Semen 5.298,75 11.800 18.340 6.540 1,23 Air - - - - 1,00 Pasir 5.298,75 11.340 19.940 8.600 1,62 Batu 1-2 5.298,75 11.340 18.450 7.110 1,34 Batu 2-3 5.298,75 11.340 21.330 9.990 1,89

45 1. Campuran Beton Berpori dengan Batu 1-2 a) Komposisi Material Tabel 4.10. Komposisi Material Campuran Beton Berpori dengan Batu Pecah 1-2 Berat Perbandingan Kebutuhan Berat Komposisi Material (kg) (By Weight) (6) (7)=(6)/(W1) (8)=(7)x(100%) Pasir 173,33 0,07 8% Air 135 0,05 6% Semen 300 0,13 13% Batu pecah 1-2 1.666,67 0,73 73% Berat Total (W1) 2.275 100% b) Berat Isi Pasir : 1,62 (gram/cm 3 ) Air : 1,00 (gram/cm 3 ) Semen : 1,23 (gram/cm 3 ) Batu Pecah 1-2 : 1,34 (gram/cm 3 ) c) Komposisi dalam Volume Pasir : Air : Semen : Batu Pecah 1-2 8 : 6 : 13 : 73 1,62 1,00 1,23 1,34 5 : 6 : 11 : 40

46 2. Campuran Beton Berpori dengan Batu 2-3 a) Komposisi Material Tabel 4.11. Komposisi Material Campuran Beton Berpori dengan Batu Pecah 2-3 Berat Kebutuhan Perbandingan Berat Perbandingan Volume (kg) (By Weight) (9) (10)=(9)/(W2) (11)=(12)x(100%) Pasir 178,61 0,07 8% Air 135,00 0,08 9% Semen 300 0,12 13% Batu pecah 2-3 1.681,39 0,71 71% Berat Total(W2) 2.365 100% 3. Berat Isi Pasir : 1,62 (gram/cm 3 ) Air : 1,00 (gram/cm 3 ) Semen : 1,23 (gram/cm 3 ) Batu Pecah 2-3 : 1,89 (gram/cm 3 ) 4. Komposisi dalam Volume Pasir : Air : Semen : Batu Pecah 1-2 8 : 9 : 13 : 71 1,62 1,00 1,23 1,89 8 : 15 : 18 : 65

47 Gambar 4.4. Pencampuran Beton Berpori di Lapangan menggunakan Concrete Mixer 4.2.1. Kandungan Pasir Tiap 1 m 3 Beton Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 tentang ketentuan minimum beton kedap air ditetapkan bahwa minimum kandungan butir halus dalam 1 m 3 beton sebesar 450 kg/m 3 untuk ukuran nominal maksimum butir agregat sebesar 20 mm. dari hasil rancang campur diketahui bahwa pasir yang digunakan untuk beton sebesar 575 kg/m 3, sehingga masih memenuhi syarat sebagai agregat halus untuk beton kedap air. Untuk Beton berpori di ambil 30% dari hasil beton normal K 225, jadi hanya menggunakan pasir sebanyak 173,33 kg untuk campuran beton berpori dengan batu 1-2 dan 178,61 kg untuk campuran batu 2-3. 4.2.2. Kandungan Semen Tiap 1 m 3 Beton Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 tentang ketentuan minimum beton bertulang kedap air telah ditetapkan bahwa kandungan semen minimum dalam 1 m 3 beton untuk ukuran nominal maksimum agregat sebesar 20 mm dan kondisi lingkungan yang berhubungan dengan air tawar adalah sebesar 300 kg.

48 Dari hasil rancang campur diketahui bahwa semen yang digunakan untuk beton rigid pavement dalam penelitian ini adalah 448,83 kg, sehingga masih memenuhi syarat untuk beton kedap air. Untuk beton berporidaplam penelitian ini dipakai semen sebanyak 300 kg. 4.3. Hasil Pengujian 4.3.1. Hasil Pengujian Kuat Tekan Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari dengan menggunakan Compression Testing Machine untuk mendapatkan beban maksimum yaitu beban pada saat beton hancur ketika menerima beban tersebut (Pmax). Gambar 4.5. Benda Uji Beton Berpori

49 Gambar 4.6. Proses Pengujian Kuat Tekan Beton Berpori Dari data pengujian kuat desak dapat diperoleh kuat desak maksimum beton berpori. Sebagai contoh perhitungan kuat tekan diambil data dari benda A1 dengan batu ukuran 1-2 tanpa penambahan aditiv pada umur 14 hari. Dari hasil pengujian didapat: - Pmax = 120 kn = 120.000 N - A = 0.25 x π x D 2 = 0.25 x π x 148 2 mm 2 = 17.210,286 mm 2 - fc 120.000N 7,160MPa 2 17.210,286 mm Hasil pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder pada umur selengkapnya disajikan pada Tabel 4.10. 28 hari

50 Tabel 4.12. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Berpori Pelaksanaan Laboratorium Kode Benda Uji Diameter (mm) Luas Penampang (mm 2 ) P max (kn) fc' (MPa) A1 148 17.210,286 120 7,160 fc' Rata-rata (Mpa) A2 150 17.678,571 120 6,970 A3 150 17.678,571 140 8,132 B1 150 17.678,571 170 9,681 B2 150 17.678,571 190 10,842 B3 150 17.678,571 200 11,229 C1 149 17.443,643 150 8,634 C2 149 17.443,643 110 6,279 C3 150 17.678,571 155 8,906 D1 150 17.678,571 170 9,681 D2 150 17.678,571 180 10,068 D3 149 17.443,643 120 7,064 7,420 10,584 7,940 8,937 Tabel 4.13. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Berpori Pelaksanaan Lapangan Kode Benda Uji Diameter (mm) Luas Penampang (mm 2 ) P max (kn) fc' (MPa) fc' Ratarata (Mpa) A1 150 17.619,692 80 4,662 A2 149 17.443,643 100 5,887 A3 147 17.036,299 95 5,626 B1 149 17.385,156 110 6,300 B2 149 17.502,228 115 6,649 B3 149 17.443,643 140 7,849 C1 149 17.443,643 95 5,494 C2 149 17.385,156 100 5,906 C3 149 17.385,156 115 6,694 D1 150 17.678,571 130 7,357 D2 150 17.619,692 120 6,993 D3 149 17.502,228 120 7,040 5,391 6,933 6,031 7,130

51 4.3.2. Analisis Pengujian Kuat Tekan Analisis kuat tekan dengan membandingkan nilai kuat tekan antara pekerjaan di lab dan pekerjaan di lapangan. Dari Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 maka dapat dibuat grafik sperti berikut ini: Gambar 4.7. Grafik Perbandingan Hasil Kuat Tekan Lab dan Lapangan Penggunaan bahan aditif sebagai bahan tambah memiliki kontribusi terhadap nilai kuat tekan. Campuran beton yang ditambah aditif memiliki kuat tekan lebih tinggi dibanding dengan yang tidak ditambah dengan aditif. Pada Gambar 4.7. terlihat bahwa campuran beton yang ditambah dengan aditif terdapat peningkatan kuat tekan. Dilihat dari komposisi agregat kasar, terlepas dari penambahan aditif, antara batu 1-2 dan batu 2-3, campuran beton berpori dengan agregat 2-3 memiliki kuat tekan relatif lebih tinggi dibanding dengan agregat 1-2. Hal ini bisa dilihat dari hasil kuat tekan di lab maupun di lapangan, agregat 2-3 sama-sama memiliki kuat tekan lebih baik di banding campuran beton berpori dengan komposisi agregat 1-2.

52 Nilai kuat tekan tertinggi dicapai oleh campuran beton dengan agregat 1-2 ditambah aditif yang di lakukan di lab yaitu sebesar 10,584 Mpa. Tetapi hasil dari pelaksanaan dilapangan dicapai oleh campuran beton dengan agregat 2-3 dengan penambahan aditif yaitu sebesar 7,130 Mpa. Tabel 4.14. Selisih dan Persentase Nilai Kuat Tekan Kuat Tekan (Mpa) Selisih Lokasi Pengerjaan Penambahan Kuat % Tanpa Aditif Aditif Tekan Batu 1-2 7,420 10,584 3,164 29,89 Lab Batu 2-3 7,940 8,937 0,998 11,16 Batu 1-2 5,391 6,933 1,541 22,23 Lapangan Batu 2-3 6,031 7,130 1,099 15,41 Melihat hasil selisih kuat tekan pada Tabel 4.13, pembuatan beton berpori mengalami kenaikan setelah dilakukan penambahan aditif. Untuk beton berpori dengan campuran batu 1-2 di lab mengalami kenaikan 3,164Mpa atau sebanyak 29,89%. Sedangkan pelaksanaan di lapangan terjadi kenaikan 1,541Mpa atau sebanyak 22,23%. Demikian juga dengan campuran beton berpori menggunakan batu 2-3, meski relatif lebih sedikit kenaikannya tetapi tetap mengalami kenaikan, yaitu 0,998Mpa atau 11,16% untuk pengujian di labih, dan 1,099Mpa atau 15,41% untuk pelaksanaan di lapangan.

53 Gambar 4.8. Grafik Hubungan Hasil Kuat Tekan Lab dan Lapangan Dilihat dari Gambar 4.8 diatas, dapat diketahui bahwa hasil pengujian di lab mempunyai korelasi positif terhadap hasil pengujian di lapangan. Dapat dilihat pada Gambar 4.8. bahwa semakin tinggi nilai kuat tekan hasil lab, maka semakin tinggi pula kuat tekan dilapangan. Jika kedua nilai kuat tekan dihubungkan dan dibuat trendline hubungan tersebut, maka menghasilkan persamaan y=0,7258x atau bisa di artikan fclapangan = 0,7258fclab. Bisa disimpulkan bahwa hasil perencanaan di lab jika di aplikasikan di lapangan nilainya 0,7258 dari hasil lab. Namun demikian karena koefisien korelasi R 2 = 0,4672 = 46,72%, berarti bahwa pengujian ini tidak signifikan. Sehingga hasilnya tidak dapat digunakan sebagai rujukan. Hal ini menunjukan bahwa hasil pengujian kuat tekan di lab sebagai variable bebas (independen), mempengaruhi variable terikat (dependen) hasil kuat tekan pengujian di lapangan sebesar 46,72%. Sisanya 53,28% dipengaruhi oleh variable lain seperti kurangnya data, jumlah sampel, dan prosedur pelaksanaan yang tidak masuk dalam penelitian ini.

54 Sebagai pembanding bahwa asumsi kurang data adalah penyebab kecilnya nilai R 2, maka dicoba dengan menambahkan data secara acak sebagai berikut. Tabel 4.15. Hasil Pengujian Kuat Tekan Kode Benda Uji Kuat Tekan Hasil Kuat Tekan Hasil Lab (Mpa) Lapangan (Mpa) A (Batu 1-2) 7,420 5,391 B (Batu 1-2+Aditif) 10,584 6,933 Data Asli C (Batu 2-3) 7,940 6,031 D (Batu 2-3+Aditif) 8,937 7,130 Data Tambahan A (Batu 1-2) 7,065 5,274 B (Batu 1-2+Aditif) 11,036 6,475 C (Batu 2-3) 8,770 5,700 D (Batu 2-3+Aditif) 9,874 7,199 Gambar 4.9. Grafik Hubungan Hasil Kuat Tekan Lab dan Lapangan Pada Gambar 4.9. adalah grafik hubungan kuat tekan di lab dan di lapangan dengan penambahan data. Terlihat dengan penambahan data secara acak, nilai koefisien korelasi meningkat. Dari data sebelumnya R 2 = 0,4672, dan ketika ditambah data menjadi R 2 = 0,5595.

55 4.3.3. Hasil Pengujian Densitas/Kepadatan (gr/cm 3 ) dan Porositas Pengujian densitas/kerapatan (gr/cm 3 ) porositas dengan membuat beton berpori dengan benda uji berupa silinder berukuran D =4 dan t= 6,5 cm, benda uji ini nantinya akan dihitung porositasnya berdasarkan perhitungan seperti perhitungan pada porositas campuran aspal. Gambar 4.10. Benda Uji Porositas Tabel 4.16. Komposisi Beton Berpori 3 Benda Uji Silinder Diameter = 4, t = 6,5 cm % Berat (kg) Total W. Agg W. Agg W.semen Pasir Pasir Batu Pecah Semen halus (%) kasar (%) (%) 30 0,274 2,635 0,474 3,383 8,100 77,892 14,008 Contoh Perhitungan untuk sampel A1 dengan menggunakan batu pecah 1-2 tanpa penambahan aditif. SG agregat kasar (SGag.k) = 2,67 SG agregat halus (SGag.h) = 2,66 SG semen (SGs) = 3,06 Diameter specimen ( d ) = 10,16 cm Tebal specimen ( L ) = 6,5 cm

56 Berat kering benda uji (Ma) Berat kering benda uji + plastik di udara Berast SSD (kering permukaan) + plastik Berat benda uji + plastic di dalam air Volume Bulk Berat isi Bulk (g) Densitas Ma VolumeBendaUji 1.191 1,794 664 = 1.191 gram = 1.193 gram = 1.194 gram = 530 gram = 1.194 530 = 664 gram = 1.191/664 = 1,794 gram gr cm SG 100 100 2, mix % Wag. k % Wag. h % Ws 84,638 1,343 14,019 718 SGag. k SGag. h SGs 2,67 2,66 3,06 3 gr cc Porositas (n) = 100 (100 x g / SGmix) = 100 (100 x 1,794 / 2,718) = 34,00 % Selanjutnya hasil perhitungan dapat dilihat pada table berikut: Tabel 4.17. Hasil Pengujian Porositas Lab berdasarkan metode perhitungan VIM Berat Berat Berat Berat Benda SSD Benda Nomor Benda Uji + (kering Densitas Uji + Volume Densitas Porosit Benda Uji Plastik permuk Plastik (cm Uji Kering di aan+pl ) (gr/cm 3 Rata-rata SGmix ) (gr/cm dalam as (%) ) (gram) Udara astik) Air (gr) (gram) (gram) A1 1.191 1.193 1.216 552,00 664,00 1,794 2,718 34,000 A2 1.184 1.187 1.210 553,50 656,50 1,804 1,779 2,718 33,638 A3 1.164 1.166 1.189 520,00 669,00 1,740 2,718 35,978 B1 1.239 1.242 1.266 607,50 658,50 1,882 2,718 30,767 B2 1.195 1.197 1.220 585,50 634,50 1,883 1,870 2,718 30,700 B3 1.200 1.203 1.227 577,00 650,00 1,846 2,718 32,069 C1 1.248 1.250 1.274 613,00 661,00 1,888 2,718 30,527 C2 1.157 1.160 1.182 542,00 640,00 1,808 1,875 2,718 33,480 C3 1.183 1.186 1.209 596,00 613,00 1,930 2,718 28,989 D1 1.180 1.183 1.206 536,00 670,00 1,761 2,718 35,195 D2 1.174 1.177 1.199 552,00 647,00 1,815 1,816 2,718 33,233 D3 1.205 1.208 1.230 586,00 644,00 1,871 2,718 31,150 Porosi tas Ratarata (%) 34,539 31,178 30,999 33,193

57 Tabel 4.18. Hasil Pengujian Porositas Lapangan berdasarkan metode perhitungan VIM Berat Berat Berat Benda SSD Berat Benda Nomor Uji + (kering Benda Densitas Uji Volume Densitas Porosit Benda Plastik permuka Uji Kering (cm Uji di an+plasti Dalam ) (gr/ cm 3 Rata-rata SGmix ) (gr/ cm Udara as (%) ) Udara k) Air (gr) (gram) (gram) (gram) A1 1.163 1.165 1190 527,00 663,00 1,754 2,718 35,454 A2 1.138 1.141 1164 514,00 650,00 1,751 1,732 2,718 35,579 A3 1.121 1.123 1147 484,00 663,00 1,691 2,718 37,785 B1 1.158 1.161 1183 523,00 660,00 1,755 2,718 35,440 B2 1.182 1.184 1209 538,00 671,00 1,762 1,749 2,718 35,182 B3 1.105 1.108 1132 494,00 638,00 1,732 2,718 36,270 C1 1.169 1.171 1194 530,00 664,00 1,761 2,718 35,219 C2 1.096 1.099 1122 487,00 635,00 1,726 1,735 2,718 36,491 C3 1.125 1.128 1152 497,00 655,00 1,718 2,718 36,801 D1 1.135 1.138 1161 506,00 655,00 1,733 2,718 36,239 D2 1.096 1.099 1121 493,00 628,00 1,745 1,741 2,718 35,783 D3 1.174 1.177 1201 528,00 673,00 1,744 2,718 35,812 Porosi tas Ratarata (%) 36,273 35,631 36,170 35,945 4.3.4. Analisis Pengujian Densitas/Kepadatan dan Porositas Dari Tabel 4.15. dan Tabel 4.16. didapatkan nilai densitas dan porositas dari pekerjaan lab dan lapangan. Yang selanjutnya didapat selisih nilai densitas lab dan lapangan yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.19. Selisih dan Persentase Nilai Densitas Kode Benda Uji Densitas Lab (gr/cm 3 ) Densitas Lapangan (gr/cm 3 ) Selisih Densitas A (Batu 1-2) 1,779 1,732 0,047 2,65 B (Batu 1-2+Aditif) 1,870 1,749 0,121 6,47 C (Batu 2-3) 1,875 1,735 0,141 7,49 D (Batu 2-3+Aditif) 1,816 1,741 0,075 4,12 %

58 Gambar 4.11. Hasil Pengujian Densitas Lab dan Lapangan Melihat hasil pengujian densitas seperti pada Gambar 4.10, nilai densitas di lapangan tidak lebih beraturan dibanding dengan nilai densitas lab. Nilai densitas lab lebih baik dibanding nilai densitas lapangan. Melihat hasil selisih pada Tabel 4.17. terjadi penurunan dimasing-masing spesifikasi benda uji. Penurunan densitas tertinggi terjadi pada campuran beton dengan agregat 2-3 tanpa aditif, yaitu sebesar 0,141gr/cm 3 atau sebesar 5,09%. Dan yang paling baik terjadi pada campuran beton dengan agregat 1-2 tanpa bahan tambahan aditif, memiliki nilai selisih 0,047gr/cm 3 atau sebesar 2,65%.

59 Dari hasil pengujian densitas di lab dan di lapangan, dibuat grafik hubungan antara densitas lab dan densitas lapangan sebagai berikut: Gambar 4.12. Grafik Hubungan Antara Densitas Lapangan dan Lab Dilihat dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa hasil pengujian di lab tidak mempunyai korelasi yang tidak signifikan terhadap hasil pengujian di lapangan. Jika kedua nilai densitas dihubungkan dan dibuat trendline hubungan tersebut, maka menghasilkan persamaan y=0,087x+1,5798. Bisa disimpulkan bahwa hasil perencanaan di lab jika di aplikasikan di lapangan tidak terlalu terpaut pada hasil lab, meski demikian tetap terdapat korelasi. Dari kedua hasil memiliki koefisien korelasi R 2 =0,269.

60 Tabel 4.20. Selisih dan Persentase Nilai Porositas Porositas Porositas Kode Benda Uji Lab (%) Lapangan (%) Selisih Porositas % A (Batu 1-2) 34,539 36,273 1,734 5,02 B (Batu 1-2+Aditif) 31,178 35,631 4,452 14,28 C (Batu 2-3) 30,999 36,170 5,171 16,68 D (Batu 2-3+Aditif) 33,193 35,945 2,752 8,29 Gambar 4.13. Perbandingan Pengujian Porositas Lab dan Lapangan berdasarkan metode perhitungan VIM

61 Dari hasil penghitungan porositas di lab dan di lapangan, porositas lapangan memiliki nilai lebih tinggi dibanding dengan nilai porositas di lab. Dari Tabel 4.18. dapat dilihat bahwa selisih yang sangat signifikan terlihat pada campuran beton dengan agregat 2-3 tanpa penambahan aditif, yaitu sebesar 16,68%. Gambar 4.14. Grafik Hubungan Porositas Lab dan Lapangan Pada Gambar 4.13 grafik hubungan porositas, terlihat jika dihubungkan garis secara linier, nilai porositas lab dan porositas lapangan tidak terdapat hubungan. Hal tersebut terlihat pada garis linier dengan persamaan y=-0,087x+33,18 tidak terdapat korelasi antara kedua variabel. Sedangkan koefisien korelasi sangat kecil sekali, yaitu R=0,269 atau tidak signifikan. Dari hasil penelitian kali ini, nilai porositas lapangan lebih besar dari pada porositas di lab. Nilai porositas itu sendiri dipengaruhi oleh nilai densitas. Sedangkan hasil penelitian menunjukan bahwa nilai densitas lapangan lebih kecil dibanding hasil

62 densitas lab. Densitas sendiri dipengaruhi oleh pengerjaan. Pengerjaan di lab dan di lapangan berbeda. Pengerjaan di lab dilakukan dengan skala kecil dan lebih terkontrol, sedangkan di lapangan dengan skala besar kurang bisa terkontrol. Gambar 4.15. Proses Pengecoran dan Pemadatan di Lapangan