Di Amerika Serikat, 1,36 juta penyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta

dokumen-dokumen yang mirip
dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

Noni Fruits (Morinda citrifolia) as Atherosclerosis Inhibitor. Aditya-Pratama B, Susianti, Windarti I Faculty of Medicine University of Lampung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Hubungan Kadar SGOT dengan Kadar Leukosit pada Pasien NSTEMI di ICCU RSD dr. Soebandi Jember

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et

Peran Sistem Komplemen pada Patogenesis Aterosklerosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang mensuplai miokard. Aterosklerosis merupakan suatu keadaan inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein yang sangat penting, disintesa dihati dan dikumpulkan didalam alfa granul trombosit.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia maupun di negara-negara barat. Kematian akibat penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

Transkripsi:

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 261 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Sindrom koroner akut (SKA) masih tetap merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang.1 Di Amerika Serikat, 1,36 juta penyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta di antaranya adalah kasus infark miokardium, sisanya angina tidak stabil.2,3 Sebelum era fi brinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave. Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan adanya infark transmural. Sedangkan infark non Q-wave menggambarkan infark yang terjadi hanya pada lapisan subendokardium.7 Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina pektoris tidak stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom koroner akut.4,5 Ketiganya mempunyai dasar patofi siologi yang sama, hanya berbeda derajat keparahannya.

Adanya elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung. Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofi siologi serupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di sirkulasi.2,4,6 PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA) Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner.4 Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofi siologi iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium (Gambar 1). Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, tanpa diimbangi kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium.6

Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan).7 Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA dapat dilihat pada gambar 2. Patofi siologi Sindrom Koroner Akut Risalina Myrtha RS Anak Astrini, Wonogiri, Jawa Tengah, Indonesia Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan oksigen miokardium6 Gambar 2 Faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya SKA6 Penurunan suplai oksigen Peningkatan kebutuhan oksigen Berkurangnya aliran darah koroner stenosis vasospasme hipotensi

takikardi bradikardi hipovolemia trombosis koroner Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah anemia hipoksia Peningkatan kecepatan metabolisme jaringan demam hipertiroid Peningkatan denyut jantung takiaritmia atrium takiaritmia ventrikel Peningkatan wall stress hipertensi LVH stenosis aorta SKA Aktivasi, agresi, adhesi trombosit Aktivasi sekunder sistem koagulasi palsma

Vasokonstriksi koroner Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokardium Ruptur plak atherosklerotik CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 261 4/10/2012 2:56:05 PM262 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses infl amasi juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah.3 1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi

melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infl amatorik, dan pembentukan kapsul fi brosis.2,6,8 Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel.6,8 Faktorfaktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses infl amasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.2,6 Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut2 : a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif antarsel, dan molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti Vascular Cell Adhesion Molecules-1 [VCAM-1])2,8 c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif lokal. 2. Perkembangan proses

aterosklerosis: peran proses infl amasi Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami diff erensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fi brosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak (Gambar 4).2,8 Tabel 1 Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi endotel6,8 Peningkatan adhesivitas endotel Peningkatan permeabilitas endotel

(memudahkan migrasi LDL dan monosit ke tunika intima pembuluh darah) Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor pertumbuhan Nekrosis fokal dinding pembuluh darah Perbaikan jaringan dengan fi brosis Gambar 3 Fase awal disfungsi endotel2 Gambar 4 Pembentukan fatty streaks6 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 262 4/10/2012 2:56:06 PMCDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 263 TINJAUAN PUSTAKA 3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur.2 LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons infl amasi oleh makrofag. Respons infl amasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifi kasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fi brosis, merupakan

subjek apoptosis. Jika kapsul fi brosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinfl amatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinfl amatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses infl amasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur8 (Gambar 5). 4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fi brosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur.2,6 Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.2,3,6,8 Trombosit berperan dalam proses hemostasis primer. Selain trombosit,

pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.6 Proses hemostasis primer maupun sekunder bisa dilihat pada gambar 6. Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk2 : a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi sebagian. b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fi brin. Terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total. GAMBARAN KLINIS ISKEMIA SKA merupakan suatu kontinuum. Gejala muncul apabila terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen jantung. Angina stabil ditandai dengan adanya plak ateroskerosis dengan stenosis permanen. Gejala klinis muncul apabila kebutuhan oksigen melebihi suplai oksigen ke jantung (latihan, stres). Jika terjadi dalam jangka waktu lama, biasanya didapatkan aliran darah kolateral yang signifi kan. Angina tak-stabil terjadi

karena menurunnya perfusi ke jantung (disrupsi plak menyebabkan terbentuknya tromgambar 5 Pembentukan lesi aterosklerotik yang semakin kompleks6 Gambar 6 Skema pembentukan trombus dan target farmakologis obat-obat penghambat pembentukan trombus6 Coagulation cascade Platelets Collagen Tissue factor TFPI Antithrombin Antithrombin Factor Xa Thromboxane vwfa2 ADP Prothrombin Thrombin Platelets Activated platelets Fibrinogen crosslinking Platelet aggregation Thrombus Plasmin Thrombolytics Direct thrombin inhibitors LMWH UFH Fondaparinux LMWH

UFH Asprin Fibrin Fibrin degradation Fibrinogen Leukocytes Clopidogrel LMWH GP IIb/IIa inhibitors CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 263 4/10/2012 2:56:07 PM264 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA bus dan penurunan perfusi) atau peningkatan kebutuhan oksigen (oxygen mismatch). Trombus biasanya bersifat labil dengan oklusi tidak menetap. Pada angina tak stabil, miokardium mengalami stres tetapi bisa membaik kembali. NSTEMI terjadi bila perfusi miokardium mengalami disrupsi karena oklusi trombus persisten atau vasospasme. Adanya trombolisis spontan, berhentinya vasokonstriksi, atau adanya sirkulasi kolateral membatasi kerusakan miokardium yang terjadi. Sedangkan STEMI terjadi bila disrupsi plak dan trombosis menyebabkan oklusi total sehingga terjadi iskemia transmural dan nekrosis.8 IMPLIKASI PADA TERAPI SKA Patogenesis SKA melibatkan peranan endotel, sel infl amatorik, dan trombogenisitas darah.2 Dengan memahami patofi siologinya, terapi

SKA mudah dipahami. Pada angina tidak stabil dan NSTEMI, hanya didapatkan trombus putih. Sedangkan pada STEMI, selain trombus putih, juga didapatkan trombus merah. Pada angina tak-stabil maupun NSTEMI, tujuan terapi antitrombotik adalah untuk mencegah terjadinya trombosis lebih lanjut. Revaskularisasi sering digunakan untuk meningkatkan perfusi dan mencegah reoklusi atau iskemia rekuren. Pada STEMI diperlukan reperfusi farmakologi atau dengan kateter secepatnya, supaya dapat mempertahankan perfusi koroner.2 Terapi fi brinolisis hanya dilakukan pada STEMI dan merupakan kontraindikasi pada angina tidak stabil maupun NSTEMI.6 Terapi aterosklerosis juga berkembang berdasarkan korelasi epidemiologi, meliputi statin untuk hiperlipidemia, kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus, kontrol berat badan, diet, dan olahraga. Penelitian membuktikan bahwa terapi tersebut dapat memodifi kasi proses aterotrombotik dengan mengurangi proses infl amasi. Pada subjek sehat yang menjalani progam latihan sedaftar PUSTAKA 1. ACC/AHA. 2004. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. http://circ.ahajournals.org/cgi/reprint/110/9/e82.pdf 2. Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management Part I. Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938. http://www.mayoclinicproceedings.com/content/84/10/917.

full.pdf 3. Kleinschmidt KC. Epidemiology and Patophysiology of Acute Coronary Syndrome. Adv Stud Med. 2006;6(6B):S477-S482. http://www.jhasim.com/fi les/articlefi les/pdf/asim_6_6bp477_482_ R1.pdf 4. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. Dalam: Braunwald E. ed. Braunwald s Heart Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. Pp: 1207-31. 5. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. 2008. Jakarta: FKUI. 6. Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. Dalam: Gelfand Eli V., Cannon Cristopher P. Management of Acute Coronary Syndromes. West Sussex: Wiley Blackwell. 2009. Pp: 1-11; http://media.wiley.com/product_data/excerpt/75/04707255/0470725575-1.pdf 7. Canadian Institute For Health Information. 2007. Acute Coronary Syndromes: Understanding the Spectrum. http://www.smgh.ca/_uploads/pagecontent/documents/acs-spectrum. pdf 8. Char DM. The Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. http://www.emcreg.org/publications/monographs/acep/2004/char.pdf lama 6 bulan, didapatkan penurunan sitokin aterogenik (IL-1, TNF) sebanyak 58% dan kenaikan sitokin ateroprotektif (IL-4, TGF-β) sebanyak 35%. Obesitas juga dianggap bersifat proinfl amatorik. Penurunan berat badan rata-rata 14 kg dalam 14 bulan menurunkan kadar CRP sebanyak 32%. Diet rendah lemak nampaknya meningkatkan fungsi endotel dan mengurangi molekul adhesif, seperti Pselektin.8 Infl amasi memegang peranan sentral dalam patofi siologi SKA. Setelah mengetahui peranan proses infl amasi dalam patofi siologi SKA, terbuka peluang strategi diagnostik maupun

terapi baru. Dengan begitu, semakin terbuka peluang untuk menjadikan penanda infl amasi dalam praktik diagnostik SKA. Pasien dengan kadar CRP tinggi mempunyai risiko tinggi mengalami SKA dan memerlukan terapi antiinfl amasi. Makin terbuka peluang pendekatan diagnostik infl amasi dan iskemia seluler, bukan hanya nekrosis seperti sekarang, makin dini intervensi dapat diberikan. Suatu saat, modalitas terapi mungkin akan ditargetkan pada proses infl amasi yang terjadi, dengan mengintervensi molekul adhesif, sitokin, sel T, makrofag, dan mediator infl amasi lain yang turut berperan.8 Selain itu, dengan memahami peran proses hemostasis dalam patofi siologi SKA, kita bisa memahami dengan baik pula obat-obatan yang dapat menghambat proses tersebut pada tingkat yang berbeda. Aspirin masih merupakan terapi paling efektif sebagai upaya pencegahan primer maupun sekunder penyakit jantung koroner. Aspirin mempunyai daya antiplatelet sedang, dan yang juga penting, mempunyai efek antiinfl amasi.8 Gambar 7 Ruptur plak6 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 264 4/10/2012 2:56:08 PM