BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat

ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN DAN PERAN NOTARIS DALAM PASAR MODAL Oleh: M. IRFAN ISLAMI RAMBE, S.H., M.Kn.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. OJK berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Otoritas Jasa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan

BAB I PENDAHULUAN. lain melalui perbankan, lembaga pembiayan, dan pasar modal. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

-2- Modal dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menyempurnakan peraturan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang berlandaskan prinsip syariah demi menarik perhatian masyarakat,

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

Peran dan Tanggungjawab Notaris dalam Keputusan Pemegang Saham diluar Rapat Umum...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyerapan dana yang dilakukan bank-bank yang ada di seluruh Indonesia.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KONSULTAN HUKUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Selama ini pengawasan dalam kegiatan keuangan di Indonesia dipegang

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan masyarakat, yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. 1 Yayasan

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.04/2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA KOMITE AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdata maupun putusan yang bersifat erga omnes seperti putusan Mahkamah

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

Piagam. Sekretaris. Perusahaan. PT Prodia Widyahusada Tbk. Revisi: 00

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

Magister Manajemen Univ. Muhammadiyah Yogyakarta

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI. BAB I KETENTUAN

2 Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan mempertimbangkan adanya perkembangan industri Pasar Modal dan tuntutan pemangku kepentingan atas pelak

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Modal mempunyai peran strategis dalam pembangunan Perekonomian Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL OLEH BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA (BAPMI)

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB III METODE PENELITIAN

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu pilar negara yang utama untuk mencapai kesejahteraan umum adalah memperkuat perekonomian negara. Perkembangan ekonomi dalam era globalisasi ini telah menarik perhatian negara. Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan merupakan salah satu komponen yang memberikan dampak luas bagi perekonomian negara. Negara dalam hal menghadapi perkembangan ekonomi harus mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga dalam sektor jasa keuangan dibagi menjadi dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Lembaga Keuangan Bank hanya meliputi bank saja, sedangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank meliputi pasar modal, pengasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan lainnya. 1 1 Berdasarkan materi perkuliahan Hukum Perbankan yang disampaikan Dr. Th. Anita Cristiani S.H., M.Hum., pada tanggal 2 Mei 2016, di Kampus 1 Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 1

2 Pengaturan dan pengawasan terhadap LKB baik yang berupa makroprudensial maupun mikroprudensial dilakukan oleh Bank Indonesia, sedangkan untuk LKBB dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. 2 Akan tetapi, setelah terbentuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) memberikan perubahan yang besar terhadap kewenangan lembaga yang berwenang dalam pengaturan dan pengawasan LKB dan LKBB. Pembentukan UU OJK didasari dengan adanya perlimpahan kewenangan dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia berisi ketentuan: (1) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen dan di bentuk dengan Undang-Undang (2) Pembentukan lembaga pengawas sebagaimana di maksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 OJK kini menjadi lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen. Pembentukan OJK berdampak pada peralihan fungsi, tugas, dan kewenangan pengaturan dan pengawasan dari Menteri Keuangan, Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bank Indonesia ke OJK. Pengaturan dan pengawasan terhadap LKB secara 2 Ibid. makroprudensial dilakukan oleh Bank Indonesia sedangkan untuk mikroprudensial dilakukan oleh OJK. Peralihan kewenangan pengaturan dan

3 pengawasan ini juga terjadi pada LKBB dimana yang sebelumnya LKBB diatur dan diawasi oleh Menteri Keuangan sekarang beralih ke OJK. Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia berisi ketentuan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pasal 23A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia diatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasannya memerlukan pembiayaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pungutan dari pihak. Pungutan oleh OJK dikenakan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Dalam Pasal 37 ayat (6) UU OJK diatur bahwa ketentuan mengenai pungutan OJK akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK yang selanjutnya di singkat dengan PP OJK Pihak yang dikenakan pungutan oleh OJK meliputi Lembaga Jasa Keuangan dan/atau orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Dalam sektor jasa keuangan pasar modal tidak hanya diberlakukan terhadap pelaku yang berhubungan langsung dengan kegiatan pasar modal, akan tetapi juga diterapkan terhadap profesi penunjang pasar modal. Profesi penunjang pasar meliputi notaris, konsultan hukum, akuntan,

4 penilai dan profesi lainnya 3. Dalam fakta sosial terjadi penolakan pelaksanaan pungutan OJK dari beberapa profesi penunjang pasar modal yaitu Notaris, Akuntan Publik, dan Konsultan Hukum. Penolakan oleh profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK direalisasikan dengan adanya upaya pengajuan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA) yang dilakukan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Himpunan Notaris Indonesia (HNI). Pengajuan uji materiil diajukan bahwa pasal-pasal PP OJK dengan lampirannya adalah bertentangan dengan pasal-pasal dalam UU OJK perihal pengenaan pungutan oleh OJK kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pengajuan uji materril ini dilandasi pemikiran bahwa profesi penunjang pasar modal bukan merupakan pihak yang melakukan kegiatan sektor jasa keuangan sehingga OJK tidak mempunyai wewenang pengaturan dan pengawasan serta melakukan pungutan terhadap profesi penunjang pasar modal. Pengajuan uji materiil diajukan oleh profesi penunjang pasar modal sebanyak tiga kali dan telah di putus dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 68P/HUM/2014, Putusan MA Nomor 69P/HUM/2014 dan Putusan MA Nomor 68P/HUM/2015. Putusan MA Nomor 68P/HUM/2014 alasan hukum penolakan PP OJK pertama diputus Niet Ontvankelijk (NO). Alasan hukum pengajuan uji materiil PP OJK oleh profesi penunjang pasar modal kedua ditolak oleh Majelis Hakim MA dengan Putusan MA Nomor 69P/HUM/2014. Alasan hukum pengajuan uji materiil PP 3 Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, 2009, Hukum Pasar Modal di Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 32.

5 OJK oleh profesi penunjang pasar modal ketiga juga ditolak dengan Putusan MA Nomor 68P/HUM/2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dirumuskan masalah tentang adanya penolakan profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK yaitu : Apakah Putusan Mahkamah Agung sudah sesuai dengan perlindungan hukum terhadap profesi penunjang pasar modal? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap profesi penunjang pasar modal dalam Putusan Mahkamah Agung. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan bidang hukum perdata khususnya reaksi profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK.

6 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: a. Bagi Pemerintah bermanfaat memberikan masukan pada pemerintah dalam menilai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku saat ini agar tidak tumpang tindih sehingga dapat diterapkan kepastian hukum. Saran dan penilaian terhadap isi Peraturan Perundang-undangan tersebut selanjutnya dapat dijadikan masukan apabila akan dilakukan revisi Peraturan Perundang-undangan. b. Bagi OJK memberikan masukan dalam pelaksanaan pungutan terhadap pihak yang dikenakan pungutan, yaitu Lembaga Jasa Keuangan dan/atau orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Khususnya terhadap pihak yang berprofesi sebagai penunjang pasar modal. c. Bagi Notaris Pasar Modal memberikan masukan wawasan ilmu pengetahuan, pemahaman mengenai kewajiban Notaris sebagai penunjang pasar modal khususnya dalam hal pungutan oleh OJK. d. Bagi Konsultan Hukum Pasar Modal memberikan masukan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal pungutan oleh OJK. e. Bagi Akuntan Publik Pasar Modal memberikan masukan wawasan ilmu pengetahuan, pemahaman mengenai kewajiban sebagai profesi penunjang khususnya dalam hal pungutan oleh OJK.

7 f. Bagi Penulis, penelitian ini untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal pungutan oleh OJK terhadap profesi penunjang pasar modal. Penelitian ini juga menjadi sarana penulis untuk memperluas jaringan relasi yang akan sangat bermanfaat ketika penulis bekerja di kemudian hari. Selain itu, penelitian ini juga merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh penulis untuk mendapatkan gelar sarjana hukum. E. Keaslian Penelitian Judul penulisan hukum ini mengenai Penolakan Profesi Penunjang Pasar Modal terhadap Pungutan OJK ( Analisis Putusan Mahkamah Agung). Pembedaan dari penulisan hukum lain adalah pada judul dan tujuan penulisan. Tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu untuk mengetahui kewenangan dan tindakan pelaksanaan fungsi pengawasan OJK terkait penolakan profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK. Adapun penulisan hukum lain yang terkait dengan penulisan hukum ini yaitu : 1. Penulisan hukum dengan judul Problematika Peralihan Kewenangan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan yang ditulis oleh Livi Winardi Wendy (100510312), mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Rumusan Masalah penulisan tersebut adalah Bagaimana penyelesaian aspek juridis tugas dan kewenangan pengawasan perbankan dan kedudukan Dewan Komisioner Ex-Officio dalam peralihan kewenangan pengawasan dari Bank Indonesia ke OJK. Tujuan penelian tersebut adalah penyelesaian aspek juridis tugas

8 dan kewenangan pengawasan perbankan dan kedudukan Dewan Komisioner Ex-Officio dalam peralihan kewenangan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke OJK. Dari perbedaan dari segi judul, rumusan masalah, serta tujuan penelitian, penulis lebih fokus terhadap pungutan yang dilakukan oleh OJK, sedangkan penulisan hukum Livi Winardi Wendy lebih fokus terhadap penyelesaian aspek juridis tugas dan kewenangan pengawasan perbankan dan kedudukan Dewan Komisioner Ex-Officio dalam peralihan kewenangan pengawasan dari Bank Indonesia ke OJK. 2. Gerry Smith Hutapea, Nomor Induk Mahasiswa 100510475, Program Studi Ilmu Hukum, Program Kekhususan Hukum Ekonomi dan Bisnis di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menulis skripsi dengan judul Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Melaksanakan Mediasi. Letak kekhususan yaitu tujuan penelitian untuk mengetahui Independensasi OJK dalam penyelesaian sengketa terkait masalah Perbankan melaui jalur mediasi dan mengetahui Upaya-Upaya dalam pelaksanaan mediasi terhadap masalah perbankan. Hasil dari penelitian penulisan adalah dalam perwujudan Independensasi OJK mengeluarkan peraturan khusus dalam mengatur lembaga alternatif yang menjadi wadah penyelesaian antara Nasabah dengan Bank. Tetapi dalam proses mediasi yang dijalankan oleh OJK tidak bersifat Independen, dikarenakan dalam penyelesaian masalah melalui mediasi, penunjukan Mediator masih dipegang oleh OJK.

9 3. Depris Rolan Sirait, Nomor Pokok Mahasiswa 080509863, program studi Ilmu Hukum, program kekhususan Hukum Ekonomi dan Bisnis di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menulis skripsi yang berjudul Perlindungan Konsumen Asuransi Pasca Terbentuknya UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Letak kekhususan penulisan ini terdapat pada rumusan masalah, yaitu Bagaimana perlindungan konsumen asuransi pasca terbentuknya UU OJK dan tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk mengetahui kondisi perlindungan terhadap konsumen asuransi sebelum dan pasca terbentuknya UU OJK. Hasil penelitian dalam skripsi Depris Rolan Sirait adalah perlindungan terhadap konsumen asuransi semakin berkembang dan diperluas pengetahuannya akan hak-hak konsumen pasca terbentuknya OJK. F. Batasan Konsep 1. Penolakan Penolakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti proses, cara, perbuatan menolak. 4 Meliputi penolakan profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK melalui permohonan keberatan hak uji materiil ke Mahkamah Agung yang telah diputus dengan Putusan Nomor 68P/HUM/2014, Putusan Nomor 69P/HUM/2014 dan Putusan Nomor 68P/HUM/2015. Pasal-pasal yang di tolak profesi penunjang pasar modal adalah Pasal-Pasal dalam PP OJK dan Lampiran PP OJK yang mengatur 4 http://www.artikata.com/arti-382113-penolakan.html, diakses pada tanggal 4 Juni 2016, pukul 00.49 WIB.

10 pihak yang dikenakan pungutan OJK, penggunaan pungutan OJK, jenis pungutan OJK, dan besaran pungutan OJK. 2. Profesi Penunjang Pasar Modal Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Undang-Undang Pasar Modal), berisi ketentuan bahwa Profesi Penunjang Pasar Modal terdiri atas Akuntan, Konsultan Hukum, Penilai, Notaris, dan Profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 5 Profesi penunjang pasar modal yang dibahas dalam penelitian hukum ini terdiri atas: a. Akuntan Akuntan memperoleh izin dan terdaftar di OJK. Tugas akuntan adalah memeriksa dan melaporkan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah keuangan dari emiten. Atas hasil pemeriksaan ini akuntan akan memberikan pendapatnya. 6 b. Konsultan Hukum Konsultan Hukum adalah pihak independen yang dipercaya karena keahlian dan integritasnya. Hal-hal yang perlu mendapat penelitian dan pernyataan konsultan hukum sekurang-kurangnya meliputi hal berikut : 1) akta pendirian/anggaran dasar perusahaan beserta perubahanperubahan; 2) penyetoran modal oleh pemegang saham sebelum go public; 5 http://www.tatanusa.co.id/nonkuhp/1995uu08.pdf, diakses pada tanggal 1 September 2016, pukul 23.14 WIB. 6 Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, 2013, Op. Cit. hlm. 32.

11 c. Notaris 3) pemilikan izin usaha; 4) status kepemilikan atas aktiva perusahaan terutama harta tetap perlu diketahui status kepemilikannya; 5) perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak ketiga; 6) gugatan atau tuntutan. 7 Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta otentik dan terdaftar di OJK. Jasa notaris diperlukan dalam hal-hal lain seperti: Membuat berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan menyusun pernyataan keputusan-keputusan RUPS, baik untuk persiapan go public maupun RUPS setelah Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana, meneliti keabsahan hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan RUPS, seperti kesesuaian dengan anggaran dasar perusahaan, tata cara pemanggilan untuk RUPS dan keabsahan dari pemegang saham atau kuasanya untuk menghadiri RUPS. Notaris juga meneliti perubahan Anggaran Dasar (AD) agar tidak terdapat materi pasalpasal dalam AD, yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bahkan diperlukan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian pasal- pasal dalam AD, agar sejalan dan memenuhi ketentuan menurut peraturan di bidang pasar modal dalam rangka melindungi investor dan masyarakat. 8 3. Pungutan OJK 7 Ibid, hlm. 33. 8 http://medianotaris.com/notaris_pasar_modal_berita142.html, diakses pada tanggal 20 November 2016, pukul 16.41 WIB.

12 Penjelasan Pasal 37 ayat (1) UU OJK yang dimaksud dengan pungutan antara lain pungutan untuk biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan, biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penelitian dan transaksi perdagangan efek. Pungutan OJK dalam penelitian hukum ini adalah pungutan OJK terhadap profesi penunjang pasar modal dan diatur dalam UU OJK dan PP OJK. Pungutan digunakan untuk membiayai anggaran OJK yang tidak dibiayai APBN. Pungutan OJK digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administrasi, dan pengadaan aset serta kegiatan pendukung lainnya untuk penyesuian. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan caracara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. 9 Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan atau berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundangundangan. Peraturan perundang-undangan yang digunakan berkaitan dengan penolakan profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK. 9 Johnny Ibrahim, 2012, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, hlm. 57.

13 Penelitian hukum ini menitikberatkan pada penelitian kepustakaan bahan hukum primer berupa peraturan peundang-undangan dan bahan hukum sekunder yang berupa buku, jurnal, internet, narasumber, Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Mahkamah Konstitusi. 2. Bahan Hukum a. Bahan hukum primer terdiri atas: 1) Undang-Undang Dasar 1945 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608). 3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357). 4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 51 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5215). 5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253). 6) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, (Lembaran Negara Republik

14 Indonesia Tahun 2014 Nomor 33 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5504). 7) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.02/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 66 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5521). b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder merupakan inti dari pendapat hukum yang diperoleh melalui buku, jurnal, internet, fakta hukum dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 68 P/HUM/2014, Putusan Mahkamah Agung Nomor 69 P/HUM/2014, Putusan Mahkamah Agung Nomor 68 P/HUM/2015, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU- XII/2014. Bahan hukum sekunder juga dari narasumber yaitu Notaris Pasar Modal, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan Staff di Kantor OJK Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, internet, fakta hukum, dokumen berupa putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

15 b. Wawancara Wawancara dilakukan dengan narasumber menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebagai pedoman untuk wawancara yang dilakukan pada obyek penelitian. Narasumber terdiri atas dosen Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Prof Dr. Y. Sukmawati Sukamulja M.M., Notaris Pasar Modal Yogyakarta, Dr. H. Budi Untung, S.H., C.N., M.M., Anggota Pengawas Pasar Modal Kantor Perwakilan OJK di Yogyakarta. 4. Analisis Bahan Hukum Penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran terhadap bahan-bahan hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap kasus-kasus hukum yang konkrit. 10 Seluruh bahan hukum yang diperoleh dikumpulkan secara lengkap, selanjutnya disistematisasikan untuk dilakukan analisis. Analisis bahan hukum dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 11 Pendekatan perundangundangan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari dan meneliti kesesuaian antar peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum. Hasil telaah tersebut merupakan suatu 10 Ibid, hlm. 299. 11 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, hlm. 133.

16 argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi 12, yaitu penolakan profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK. 5. Proses Berpikir Proses berpikir atau prosedur bernalar digunakan secara deduktif, yaitu bertolak dari preposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada simpulan yang bersifat khusus. Dalam hal ini berkaitan dengan peraturan perundang-undangan dalam putusan-putusan Mahkamah Agung mengenai penolakan profesi penunjang pasar modal terhadap pungutan OJK. H. Sistematika Penulisan Hukum/Skripsi BAB I: PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum/skripsi. BAB II: PEMBAHASAN, bab ini berisi Otoritas Jasa Keuangan, meliputi pengertian dan latar belakang adanya OJK, kewenangan OJK dalam sektor pasar modal, baik dari beralihnya kewenangan Bapepam, maupun perluasan kewenangan OJK dan pungutan OJK. Bab ini juga berisi tentang pasar modal secara garis umum dan uraian terkait posisi penting profesi penunjang pasar modal. Disamping itu, bab pembahasan ini berisikan penolakan pungutan OJK yang dilakukan oleh profesi penunjang pasar modal melalui pengajuan hak uji materiil PP OJK. Bagian terakhir bab ini adalah hasil penelitian yang berupa 12 Ibid, hlm132.

17 perlindungan hukum terhadap profesi penunjang pasar modal dalam Putusan Mahkamah Agung. BAB III: SIMPULAN DAN SARAN, bab ini meliputi simpulan yang berisi jawaban atas rumusan masalah. Bab ini juga berisi beberapa saran berdasarkan persoalan hukum yang ditemukan dalam penelitian hukum ini, dengan harapan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum.