PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 6. Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate dengan Konsentrasi Maltodekstrin (a) 0%, (b) 10%, (c) 15%, (d) 20%, dan (e) 25%

4. PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina 4.2. Sifat Higroskopis Bumbu Penyedap Blok Spirulina

Gambar 5. Penampakan Fisik dan Struktur Granul Bumbu Penyedap Rasa Spirulina pada berbagai Konsentrasi Natrium Alginat

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 5. Tekstur dan Struktur Bumbu Penyedap Blok Spirulina Perlakuan Kontrol (A) dan Maltodekstrin 10% (B).

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

Natrium Alginat 4% Natrium Alginat 0% Natrium Alginat 2% Natrium Alginat 1% Natrium Alginat 3%

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

NATRIUM ALGINAT SEBAGAI ENKAPSULAN SPIRULINA DALAM FORMULASI BUMBU PENYEDAP GRANUL NON-MONOSODIUM GLUTAMATE

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya.

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

4 Hasil dan Pembahasan

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PADA PRODUK PENGERINGAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

AMONIUM NITRAT (NH4NO3)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

I PENDAHULUAN. produk pangan. Pewarna merupakan ingridient penting dalam beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KAROTENOID PADA DAUN TEH

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

Transkripsi:

4. PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin Hasil penelitian secara visual (Gambar 6) menunjukkan bahwa bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate berwarna hijau kebiruan. Hal ini dikarenakan Spirulina mengandung fikosianin. Menurut Moraes et al. (2011), fikosianin diperoleh dari hasil ekstraksi cyanobacteria, seperti Spirulina platensis. Fikosianin telah digunakan secara luas dalam industri makanan dan kosmetik sebagai pewarna biru alami. Pada hasil penelitian, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan pada bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate, warna granul yang dihasilkan semakin memudar. Hal ini didukung oleh Muzaffar et al. (2016), bahwa semakin banyak konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan, maka lightness produk akan semakin turun. Hal ini disebabkan karena maltodekstrin berwujud serbuk berwarna putih. Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan penampakan granul bumbu penyedap yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan pada bumbu penyedap granul, teksturnya menjadi lebih berpori. Hal ini didukung oleh pendapat Ekpong et al. (2016), bahwa penambahan konsentrasi maltodekstrin mampu meningkatkan kestabilan foam (emulsi) selama pengeringan sehingga menghasilkan produk dengan struktur berpori yang lebih baik. Bag et al. (2011) menambahkan bahwa struktur foam, pengembangan, dan kestabilannya berperan penting dalam proses pengeringan. Foam yang stabil terhadap panas akan memiliki struktur yang berpori, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan rekonstitusi dari foam mat dried product. Produk dengan foam yang tidak stabil akan susah untuk dikeringkan, memiliki warna, tekstur, flavor yang buruk. 4.2. Karakteristik Fisik Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin Kadar air bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate berada dalam range 1.25 3.57% wb. Semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang digunakan dalam bumbu 19

20 penyedap granul non-monosodium glutamate, maka kadar air produk akan semakin meningkat pula. Menurut Sarabandi et al. (2014), penambahan konsentrasi maltodekstrin akan memperlambat kecepatan pengeringan produk. Hal ini dikarenakan molekul air sulit berdifusi dengan molekul maltodekstrin yang lebih besar sehingga kadar air yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan maltodekstrin. Goula & Adamopoulos (2010) menambahkan bahwa sekalipun penambahan konsentrasi maltodekstrin meningkatkan kadar air dari produk, namun tidak mempengaruhi kemampuan rehidrasinya karena maltodekstrin memiliki sifat larut air yang baik. Hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa higroskopisitas bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate berada dalam range 24.50-34.87%. Hal ini mengindikasikan bahwa granul yang dihasilkan extremely hygroscopic hingga sangat hygroscopic. Semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang digunakan dalam bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate, maka persentase higroskopisitas akan semakin rendah. Penambahan maltodekstrin sebesar 25% memberikan persentase higroskopisitas terkecil dan berbeda nyata dibandingkan konsentrasi lainnya. Menurut Sarabandi et al. (2014), maltodekstrin merupakan agen pembawa yang efektif dalam menurunkan higroskopisitas produk kering. Menurut Phisut (2012), partikel yang dienkapsulasi dengan maltodekstrin DE 10 memiliki laju penyerapan kelembaban yang rendah karena maltodekstrin DE 10 tidak mudah terhidrolisis. Maltodekstrin DE 10 hanya memiliki sedikit gugus hidrofilik sehingga tidak mudah menyerap air. Semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan, semakin rendah pula higroskopisitas produk. Hal ini didukung oleh Wang & Zhou (2011), semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang digunakan, maka semakin kuat pula kemampuan anti higroskopiknya. Penambahan konsentrasi maltodekstrin dapat menurunkan keseimbangan kadar air produk sehingga mampu meningkatkan nilai glass transition temperature (Tg) dari produk sehingga tidak mudah menggumpal. Menurut Tonon et al. (2009), glass transition temperature merupakan temperatur bahan amorphous pada saat terjadinya transisi dari keadaan keras/ kaku menjadi cair/plastis.

21 Hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa nilai higroskopisitas berbanding terbalik dengan kadar air bahan pangan. Menurut Ferrari et al. (2012), kadar air yang rendah mengindikasikan nilai higroskopisitas yang tinggi. Produk dengan kadar air yang rendah memiliki kemampuan menyerap kelembaban lingkungan yang lebih besar, hal ini terkait dengan tingginya gradien konsentrasi air yang tinggi antara produk dengan lingkungan sehingga produk dengan kadar air yang rendah memiliki higroskopisitas yang tinggi. Hashib et al. (2015) menambahkan bahwa penambahan konsentrasi maltodekstrin mampu meningkatkan yield produk dan menurunkan stickiness dari produk, yang dapat dikaitkan dengan glass transition temperature. Pencampuran maltodekstrin, bahan yang memiliki berat molekul tinggi dapat meningkatkan glass transition temperature produk. Semakin tinngi penambahan konsentrasi maltodekstrin, semakin tinggi pula penambahan bahan dengan berat molekul tinggi dalam pembuatan bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate. Menurut Valenzuela & Aguilera (2015), maltodekstrin dapat meningkatkan kualitas dari produk dehidrasi, mengurangi stickiness, dan meningkatkan kestabilan produk. Hal ini terkait dengan tingginya berat molekul, kemampuan meningkatkan Tg, dan kemampuan maltodekstrin dalam menyerap air dan membentuk lapisan pelindung terhadap uap air pada permukaan partikel higroskopis sehingga proses plasticization terhambat. Semakin tinggi konsentrasi penambahan maltodekstrin maka lapisan pelindung terhadap uap air akan semakin tebal sehingga higroskopisitas produk menurun. Pada parameter flowability (Tabel 2), sudut flowability bumbu penyedap granul nonmonosodium glutamate berada dalam range 32.04 o - 37.31 o mengindikasikan bahwa granul mengalir bebas hingga cukup kohesif. Semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin dalam bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate, sudut flowability yang dihasilkan akan semakin kecil. Menurut Lumay et al. (2012), semakin kecil sudut yang dihasilkan, semakin baik pula flowability dari produk tersebut. Sudut flowability pada bumbu penyedap granul memberikan perbedaan yang nyata disetiap tingkatan konsentrasi, kecuali pada konsentrasi maltodekstrin 15% yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi maltodekstrin 10% dan 20%. Flowability terbaik dihasilkan oleh pada konsentrasi maltodekstrin 25%. Menurut A-Sun et al. (2016), kandungan gula

22 dalam bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate menyebabkan produk menyerap uap air secara cepat, sehingga flowability produk pun menjadi buruk. Penambahan maltodekstrin, bahan yang memiliki higroskopisitas yang rendah, mampu mengubah permukaan yang lengket dari produk dengan kandungan berat molekul rendah. Penambahan maltodekstrin mampu memperkecil kohesifitas dari produk sehingga dapat mengalir secara bebas. Produk dengan flowability yang baik mudah larut dalam air karena mengalami tidak mudah mengalami penggumpalan. Maltodekstrin merupakan agen penyalut yang sengaja ditambahkan dalam pembuatan bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate sehingga membuat produk menjadi mudah larut. Hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang diberikan, maka persentase kelarutan bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate akan semakin meningkat pula. Penambahan maltodekstrin pada kelarutan bumbu penyedap granul dalam range 95.87-96.40% memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan tanpa penambahan maltodekstrin (maltodekstrin 0%) sebesar 79.47%, namun penambahan tingkat konsentrasi maltodekstrin lebih dari 10% tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap persentase kelarutan bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate. Maltodekstrin mampu meningkatkan kelarutan dari bumbu penyedap granul karena menurut Avila et al. (2015), kelarutan instan yang dimiliki oleh produk serbuk terkait dengan microstructure yang dimilikinya. Semakin luas permukaan amorphous, maka kemampuan larut dalam air akan meningkat pula, sebaliknya keberadaan partikel dalam bentuk crystalline menghasilkan kelarutan yang buruk. Goula & Adamopoulos (2010) menambahkan bahwa sekalipun penambahan konsentrasi maltodekstrin meningkatkan kadar air dari produk, namun tidak mempengaruhi kemampuan rehidrasinya karena maltodekstrin memiliki sifat larut air yang baik. 4.3. Kandungan Asam Glutamat Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin Hasil penelitian (Gambar 10) menunjukkan kromatogram asam glutamat bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate memiliki 2 atau lebih peak yang menjadi 1. Menurut Henderson et al. (2000), terdapat beberapa pasang asam amino yang sulit

23 mengalami pemisahan peak kromatogram, yaitu aspartat/glutamat, histidin/glisin, alanin/arginin, valin/metionin, dan fenilalanin/isoleusin. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan Zorbax Eclipse-AAA column. Penggunaan kolom ini akan meningkatkan pemisahan dari pasangan asam amino, khususnya aspartat/ glutamat. Chorilli (2012) menambahkan bahwa dalam menggunakan kromatografi, terdapat keterbatasan melakukan analisis asam amino yang sensitif atau selektif. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya chromophore, fluorophore, atau electrophore yang sesuai untuk deteksi menggunakan UV-absorption. Permasalahan kromatografi di atas dapat diselesaikan dengan melakukan proses derivatisasi. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa proses derivatisasi dapat meningkatkan kemampuan pendeteksian protein. Kromatogram dengan puncak ganda dalam penelitian ini juga dapat disebabkan oleh penggunaan suhu kolom yang kurang optimal, yaitu 27 o C (suhu ruang). Hasil penelitian Woldegiorgis et al. (2015) menunjukkan optimasi suhu kolom pada 40 o C menghasilkan kromatogram asam glutamat dengan puncak tunggal. Hal ini didukung pula pada penelitian Rakhmawatie & Rahmani (2014) bahwa optimasi suhu 42 o C menghasilkan kromatogram yang utuh dengan puncak tunggal, tinggi, dan sempit karena penggunaan suhu 42 o C lebih sensitif dibandingkan menggunakan suhu 30 o C. Glutamat secara alami ditemukan pada bahan pangan yang mengandung protein, seperti Spirulina. Menurut Kaufman (2006), proses pemanasan dapat menurunkan kualitas asam glutamat. Asam glutamat mengalami penurunan sebanyak 0.2% selama pengeringan pada suhu 80 o C selama 3 jam. Kadar asam glutamat bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate berbahan dasar Spirulina berada dalam range 0.12-0.26 g/ 100 g. Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa penambahan maltodekstrin mampu mencegah kerusakan glutamat dalam bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate. Hal ini didukung oleh pernyataan Hartiati & Mulyani (2015) bahwa kerusakan senyawa-senyawa yang peka terhadap panas dapat diminimalkan dengan penggunaan bahan pelapis komponen, seperti maltodekstrin. Seiring dengan meningkatnya konsentrasi maltodekstrin, perlindungan terhadap kandungan asam glutamat bumbu penyedap granul non-monosodium glutamate semakin tinggi. Penambahan konsentrasi maltodekstrin sebesar 25% pada bumbu penyedap

24 granul mampu mempertahankan kandungan asam glutamat tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi maltodekstrin 20%. Menurut Murtala (1999) cit. Wiyono (2011) dan Grabowski et al. (2006), maltodekstrin memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan luar partikel sehingga penambahan maltodekstrin sebagai bahan pengisi berfungsi mencegah terjadinya kerusakan senyawa tertentu akibat panas. Maltodekstrin mampu meningkatkan perlindungan asam glutamat pada produk bumbu penyedap granul karena menurut Chronakis (1998) maltodekstrin memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya reaksi Maillard dan dapat digunakan sebagai non-browning carriers untuk produk yang sensitif terhadap panas. Maltodekstrin juga berperan sebagai stabilizer karena mampu mencegah terjadinya proses oksidasi produk. Senyawa yang dienkapsulasi (core) akan dilindungi oleh bahan pelapis film (dinding) sehingga produk akan lebih stabil terhadap panas. Penambahan maltodekstrin dapat meningkatkan kestabilan produk terhadap panas dibandingkan tanpa penambahan maltodekstrin. Hal ini didukung pula oleh Sansone et al. (2011) bahwa proses enkapsulasi pada dinding polimer memberikan perlindungan terhadap oksigen dan mencegah terjadinya degradasi kimia maupun enzimatik.