BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini

PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA LEAFLET EFEKTIF DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau tubercel bacillus dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ( Lippincott, 2011). 39 per penduduk atau 250 orang per hari. Secara Global Report

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDHULUAN. dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan mengawasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014), merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Rab T, 1999). Bakteri ini merupakan basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya, terkadang pasien merasa bosan karena harus menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang jenisnya lebih dari satu setiap hari dalam waktu yang lama. Selain peran Pengawas Menelan Obat (PMO), motivasi diri juga berperan penting dalam mencapai tujuan pengobatan khususnya menelan obat. Kendala dalam pengobatan TB paru adalah motivasi yang kurang dari penderita, rasa bosan menelan obat karena pengobatan yang memerlukan waktu lama, jumlah dosis lebih dari satu sekali menelan mempengaruhi kepatuhan, keteraturan dan keinginan untuk menelan obat sebelum masa pengobatan selesai (Prasetya, 2009). Pengobatan tuberkulosis paru memerlukan jangka waktu yang lama antara enam sampai sembilan bulan, hal ini yang menjadikan penderita mempunyai motivasi atau keinginan yang kurang karena putus asa, serta resiko tinggi tidak patuh bila menelan obat. 1

2 WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2011 ada 8,7 juta kasus baru tuberkulosis (13% merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena tuberkulosis (WHO, 2012). Laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah penderita TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari Penderita tersebut berada di wilayah Afrika (Kemenkes RI, 2014). Di Indonesia sendiri penyakit TB paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Berdasarkan perhitungan ekonomi kesehatan yang menggunakan indikator DALY (Disability Adjusted Life Year) yang diperkenalkan oleh Word Bank, TB merupakan 7,7% dari total disease burden di Indonesia, angka ini lebih tinggi dari berbagai negara di Asia lain yang hanya 4% (Andarmoyo, 2015). Hasil survei prevalensi pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, diperkirakan prevalensi penyakit TB Paru berdasarkan pemeriksaan mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) positif sebesar 104 per100.000 penduduk. Tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB Paru, 262 basil tahan asam (BTA) positif, dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru BTA positif (SKRT 2004 dalam Palinggi, dkk, 2013). Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif sebanyak 176.677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA positif yang ditemukan tahun 2013

3 yang sebesar 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA positif di tiga provinsi tersebut sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Kemenkes RI, 2015). Jawa Timur menjadi provinsi dengan kasus TB paru terbanyak ke dua di Indonesia pada tahun 2014, dengan jumlah 22.244 kasus setelah Jawa Barat 31.469 kasus (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2015). Laporan Dinkes Jatim 2013, pada tahun 2012 jumlah suspek TB di Kabupaten Ponorogo mencapai 4,449 orang sedangkan BTA positif mencapai 392 orang (42,72%), 233 laki-laki dan 159 perempuan (Dinkes Jatim, 2013). Laporan Dinkes Ponorogo pada bulan Januari-September 2015 didapatkan bahwa penemuan suspek TB sejumlah 539 orang, 324 laki-laki dan 215 perempuan (Dinkes Ponorogo, 2015). Pada bulan Januari-Agustus 2016 ditemukan pasien TB paru BTA positif di Puskesmas Kunti sebanyak 14 orang, 9 lakilaki dan 5 perempuan dengan klasifikasi penyakit TB Paru (Puskesmas Kunti, 2016) sedangkan di Puskesmas Kauman ditemukan suspek TB sebanyak 28 orang dengan klasifikasi penyakit TB paru 23 orang dan TB Ekstra Paru 5 orang (Puskesmas Kauman, 2016). Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok mycobacterium yaitu mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014). Bakteri mycobacterium tuberculosis, merupakan basil tahan asam yang tumbuh dengan lambat

4 dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um dan sifatnya aerob. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Kemenkes RI, 2014). Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes RI, 2014). Tahap pengobatan TB paru sebagai berikut : a) Tahap intensif, klien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat bila pengobatan tahap

5 intensif tersebut diberikan secara tetap, biasanya klien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar klien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan, b) Tahap Lanjutan, klien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka panjang waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Kemenkes RI, 2014). Menurut Spencer bahwa perilaku yang baik didukung dari motivasi yang tinggi, tanpa motivasi orang tidak akan dapat berbuat apa-apa dan tidak akan bergerak. Motivasi merupakan tenaga penggerak, dengan adanya motivasi manusia akan lebih cepat melakukan kegiatan, hal ini penting dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Motivasi merupakan kunci menuju keberhasilan semakin tinggi motivasi maka semakin patuh, dalam hal ini adalah kepatuhan menelan obat dalam program pengobatan (Prasetya, 2009). Motivasi mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin movere yang berarti mendorong atau menggerakkan (Widayatun, 1999). Pengobatan TB Paru memerlukan jangka waktu yang lama antara 6 sampai 9 bulan, hal ini yang menjadikan penderita mempunyai motivasi atau keinginan yang kurang karena putus asa, serta resiko tinggi tidak patuh bila dalam berobat dan memenelan obat (Prasetya, 2009). Solusi untuk menjamin keteraturan, keinginan dalam memenelan obat diperlukan cara untuk meningkatkan motivasi sebagai berikut : 1) Dengan teknik verbal : a. Berbicara untuk

6 membangkitkan semangat, b. Pendekatan pribadi, c. Diskusi dan sebaginya, 2) Teknik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan), 3) Teknik intensif dengan cara mengambil kaidah yang ada, 4) Supertisi (kepercayaan akan sesuatu secara logis, nemun membawa keberuntungan), 5) Citra atau image yaitu dengan imajinasi atau daya khayal yang tinggi maka individu termotivasi (Widayatun, 1999). Selain itu untuk meningkatkan motivasi maka perlu adanya penyuluhan tentang penyakit dan bahayanya penyakit tersebut terhadap ancaman kehidupan manusia Berdasarkan latar belakang diatas, menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Motivasi Menelan Obat pada Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kunti dan Kauman Kabupaten Ponorogo. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana motivasi menelan obat pada penderita tuberkulosis paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kunti Dan Kauman Kabupaten Ponorogo? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui motivasi menelan obat pada penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kunti Dan Kauman Kabupaten Ponorogo.

7 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menjelaskan motivasi menelan obat pada penderita TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kunti Kabupaten Ponorogo. 2. Menjelaskan motivasi menelan obat pada penderita TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kauman Kabupaten Ponorogo. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Bagi IPTEK Sebagai literasi dalam memotivasi pasien tuberkulosis paru untuk patuh menelan obat. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi pasien TB paru Sebagai wawasan sekaligus motivasi pasien TB paru supaya menelan obat sampai selesai pengobatan. 2. Bagi PMO (Pengawas Menelan Obat) Sebagai wawasan tentang cara meningkatkan motivasi pasien TB paru dalam menelan obat sesuai jadwal. 3. Bagi petugas Puskesmas Sebagai literasi dalam memberikan penyuluhan kesehatan sekaligus memotivasi pasien agar patuh menelan obat. 1.5 Penelitian Terkait 1. Sutarno, Utama. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berobat Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekalongan. Data yang digunakan adalah data primer dan penarikan sampelnya

8 menggunakan single stage cluster sampling dimana penentuan unit klasternya (puskesmas) dilakukan dengan linear systematic. Metode analisis yang digunakan adalah analis deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial, pengetahuan, dan persepsi tentang TB memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap motivasi berobat. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga dan petugas TB merupakan variabel yang memberikan pengaruh terbesar terhadap motivasi berobat. Oleh karena itu, bagi keluarga penderita harus menjalin kerjasama dengan petugas TB untuk terus memberikan pertolongan pada penderita selama periode pengobatan secara intensif. Persamaan dengan peneliti adalah sama-sama meneliti tentang motivasi. Sedangkan perbedaannya adalah peneliti diatas menggunakan metode deskriptif dan inferensia, sedangkan peneliti hanya menggunakan metode deskriptif. 2. Palinggi, Abd. Kadir dkk. (2013). Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Kepatuhan Berobat Pada Penderita TB Paru Rawat Jalan Di RSUA Makkasau Pare-Pare. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan metode penelitian Cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dan didapatkan 30 responden sesuai dengan kriteria inklusi. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden sebagian besar mempunyai motivasi keluarga yang tinggi yaitu sebanyak 20

9 responden (66,7%) yang menimbulkan kepatuhan berobat pada pasien TB paru. Berdasarkan uji korelasi statistik SPSS didapatkan = 0,029 < 0,05. Artinya ada hubungan antara Motivasi Keluarga Dengan Kepatuhan Berobat Pada Pasien TB Paru Rawat Jalan di RSU A. Makkasau Parepare (p=0,029). Persamaan dengan peneliti adalah sama-sama menggunakan instrumen kuesioner. Sedangkan perbedaannya adalah peneliti diatas menggunakan metode deskriptif korelasional dan pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling, sedangkan peneliti menggunakan metode deskriptif dan pengambilan sampel menggunakan total sampling. 3. Jaka Prasetya. (2009). Hubungan Motivasi Penderita TB Paru Dengan Kepatuhan Dalam Mengikuti Program Pengobatan Sistem Dots Di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang. Pada Penelitian ini digunakan desain Non Eksperimen dengan studi korelasional yaitu suatu desain yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variable. adanya hubugan yang bermakna antara motivasi pasien TB Paru dengan kepatuhan dalam mengikuti program pengobatan system DOTS di Wilayah Puskesmas Genuk Semarang, yang dihubungkan dengan (pvalue) = 0.0001 lebih kecil daripada alpha =0,05 sehingga hipotesis nol ditolak, berarti ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan. Persamaan dengan peneliti adalah sama-sama meneliti motivasi dan populasi yang sama yaitu penderita TB Paru. Sedangkan perbedaannya adalah peneliti diatas

10 menggunakan metode desain Non Eksperimen dengan studi korelasional, sedangkan peneliti menggunakan metode deskriptif. 4. Aditama & Arifal. (2013). Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Pasien TBC (Tuberkulosis) Dengan Kepatuhan Berobat Pasien TBC Yang Berobat Di UPT Puskesmas Mantup Kabupaten Lamongan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik dengan pendekatan cross sectional. Hasilnya Ho ditolak dan Ha diterima artinya variabel pengetahuan dan motivasi pasien TBC berpengaruh nyata (significant) terhadap kepatuhan berobat pasien TBC yang berobat di UPT Puskesmas Mantup Lamongan. Persamaan dengan peneliti adalah populasi yang sama yaitu penderita TB Paru. Sedangkan perbedaannya adalah peneliti diatas menggunakan metode desain Analitik dengan pendekatan cross sectional, sedangkan peneliti menggunakan metode deskriptif. 5. Fitriani, E. (2013). Hubungan Pengetahuan dengan Motivasi Berobat Pasien TB Paru di RSUD. Harjono Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi. Teknik pengambilan sampel yaitu total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan pertanyaan closed ended. Teknik analisa menggunakan test Uji Chi Square dengan taraf signifikasi 0,05. Dari peneltitan terhadap 49 responden didapatkan hasil jumlah responden dengan pengetahuan baik memiliki mootivasi menjalani pengobatan yang tinggal 13 responden (26,5%), sebanyak 13 responden dengan pengetahuan baik memiliki

11 motivasi yang rendah, sebanyak 13 responden (26,5%) dengan pengetahuan buruk memiliki motivasi tinggi menjalani pengobatan yang tinggi, sedangkan 10 responden (20,4%) dengan pengetahuan buruk memiliki motivasi rendah. Berdasarkan Uji Chi Square didapatkan hasil X 2 hitung yaitu 0,32 < X 2 tabel 3,84 dengan taraf signifikan (α=0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Persamaan dengan peneliti adalah populasi yang sama dan instrumen penelitian yaitu kuesioner. Sedangkan Perbedaannya adalah pada tempat penelitian di RSUD. Harjono Ponorogo, sedangkan peneliti di Puskesmas Kunti dan Kauman Ponorogo, serta menggunakan metode korelasional, sedangkan peneliti menggunakan metode deskriptif.