BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Sumber Hk.

BAB I PENDAHULUAN. digencarkan Amerika Serikat. Begitupula konflik yang terjadi di Asia

Hak Asasi Manusia (HAM), Implementasi dan. Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI) Oleh : Yulianto Achmad

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

PERBANDINGAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HUKUM HUMANITER ISLAM TERHADAP TAWANAN PERANG. (Studi Kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN PENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

Konvensi Internasional menentang Perekrutan, Penggunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran (1989) Pasal 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

Moral Akhir Hidup Manusia

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

Bagian 2: Mandat Komisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal "Para Pihak";

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

( 1) Hukum HAM: mengatur secara umum perlindungari HAM individu dalam waktu/sittiasi apa pun;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNOFFICIAL TRANSLATION

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

KEMENHAN. Pembina Administrasi. Veteran. Dukungan.

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

Sebagai contoh, anda boleh lihat Piagam Madinah di bawah.

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

No.1086, 2014 KEMENHAN, Pemakaman. Veteran. Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN TANDA-TANDA KEHORMATAN BINTANG SAKTI DAN BINTANG DARMA

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN TANDA-TANDA KEHORMATAN BINTANG SAKTI DAN BINTANG DARMA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

KONVENSI DEN HAAG IV 1907 MENGENAI HUKUM DAN KEBIASAAN PERANG DI DARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AL-QURAN TENTANG PERANG DAN DAMAI

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN MENGENAI PROSES

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional Terhadap Perlakuan Tawanan Yang Dilakukan Kelompok Abu Sayyaf Terhadap perlakuan kelompok Abu Sayyaf pada tawanan mereka telah melanggar aturan-aturan dari hukum humaniter internasional, khususnya terjadi tindakan ancaman pada tawanan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap tawanan, lokasi penawanan yang tidak sesuai menurut aturan hukum humaniter internasional dan akses negara yang warga negaranya ditawan dan palang merah tidak memiliki akses untuk itu. Kelompok separatis Abu-Sayyaf merupakan salah satu kelompok yang menyebabkan terjadinya konflik bersenjata non-internasional, yang pada umumnya konflik ini lahir diakibatkan ketidakpuasan kelompok-kelompok tertentu pada kebijakan pemerintah yang sah atau pemerintah pusat. Adapun dalam konflik bersenjata non internasional, status kedua pihak tidak sama, yaitu antara negara yang merupakan subjek hukum internasional dengan pihak lain yang bukan negara. Konflik bersenjata non intrnasional dapat dilihat sebagai suatu situasi peperangan dimana terjadi pertempuran 131

132 antara angkatan bersenjata resmi dari suatu negara melawan kelompokkelompok bersenjata yang terorganisisr ( organized armed grups). Jadi yang sedang berkonflik adalah antara angkatan bersenjata resmi (organ negara;pemerintah) melawan rakyatnya sendiri yang tergabung dalam kelompok-kelompok bersenjata yang terorganisir. Kelompok bersenjata demikian lebih dikenal dengan istilah pemberontak ( insurgent). Oleh karena itu, peperangan dalam kategori ini lebih sering disebut dengan nama perang pemberontakan. Dalam konflik bersenjata non internasional, pihak bukan negara atau dalam hal ini adalah kelompok bersenjata yang terorganisir atau pasukan pemberontak, memiliki motivasi utama untuk melepaskan diri dari negara induk dan berdiri sendiri sebagai negara yang merdeka. Mereka sebenarnya adalah warga negara dari negara yang sudah merdeka, akan tetapi karena satu dan lain hal, ingin berdiri sendiri sebagai suatu negara yang baru. Hal ini tentu berbeda dengan pihak bukan negara atau peoples yang dimaksud dalam protokol tambahan, yang merupakan suatu bangasa yang masih terjajah, dan ingin meraih kemerdekaan untuk menentukan nasibnya sendiri; lepas dari penjajahan atau pendudukan asing bangsa lain. kelompok Abu-Sayyaf merupakan organisasi kejahatan internasional yang menjadikan tawanan mereka sebagai objek tebusan atau pemerasan dari korban-korban tawanan mereka. karakteristik organisasi kriminal bisa memunculkan 2(dua) pemerasan: sistematis dan sederhana. Pemerasan disebut sistematis ketika berakar dalam dan meluas diseluruh wilayah sehingga pemerasan tersebut menjadi inti dari aktivitas organisasi kriminal. Pemerasan

133 disebut sebagai pemerasan sederhana ketika tidak meluas di seluruh wilayah karena organisasi kejahatan tidak terlibat secara rutin dalam aktivitas kriminal semacam itu. Dalam Hukum Humaniter Internasional, pengaturan perlakuan tawanan perang diatur dalam Bab III Konvensi Jenewa 1949 pasal 4-121, Pasal 1-20 Annex dari Konvensi IV Den Haag 1907, Pasal 11, 43, dan 44 Protokol Tambahan I 1977. 2. Pandangan Hukum Humaniter Islam Terhadap Perlakuan Tawanan Yang Dilakukan Kelompok Abu Sayyaf Pandangan hukum islam terhadap perlakuan tawanan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf telah banyak melenceng serta pemahaman yang salah dari nash itu sendiri. Tindakan yang tidak dibenarkan dalam perlakuan tawanan dalam hukum islam seperti pembunuhan dan penyiksaan yang terjadi yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf. Dapat ditarik 2(dua) kaidah penting dalam hukum humaniter islam Pertama, perang baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, harus terbatas pada sifat darurat saja. Kedua, apapun yang terjadi dalam perang itu, harus bersifat kemanusiaan atau menghormati aspek kemanusiaan pihak-pihak yang terlibat. Kedua kaidah tersebut merupakan prinsip Islam dalam soal perang. Pertama, prinsip darurat, di mana dalam Syari at Islam ditetapkan bahwa darurat diukur secara proposional.

134 Pengertian dan kriteria tawanan tidak djelaskan secara rinci di dalam Al- Quran, Allah berfirman Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu". Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 1. selama masa penawanan dan hingga berakhirnya penawanan telah diatur dalam sumber hukum islam yakni Al- Qur an dan Hadist. dari: Dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip hukum humaniter Islam terdiri 1. Melindungi Anak-anak, Wanita dan Orang yang Lanjut Usia 2. Menghargai Manusia 3. Melarang Berbuat Kerusakan 4. Menjunjung Tinggi Perjanjian 5. Menawarkan Keamanan 1 Al-Quran surat Al-Anfaal, ayat 70.

135 3. Perbandingan Hukum Humaniter Internasional Dengan Hukum Humaniter Islam Terkait Perlakuan Tawanan Perang Penamaan humaniter sendiri pada hukum islam sesungguhnya mengikuti penamaan pada hukum humaniter internasional, tidak dijelaskan secara spesifik nama atau istilah tersebut, akan tetapi aturan dari perang dan sesudah perang termuat dalam nash itu sendiri. Persamaan pengaturan mengenai perlakuan tawanan perang dalam Hukum Humaniter Internasional dengan Hukum Islam yaitu terdapat dalam hal perlindungan umum tawanan perang, mematuhi peraturan negara penahan, sarana dan prasarana yang memadai, penempatan tawanan perang, berbagai kegiatan yang diperlukan tawanan,sanksi, proses peradilan dan berakhirnya penawanan. Perbedaan pengaturan perlakuan tawanan perang dalam Hukum Humaniter Internasional dengan Hukum Islam yaitu terdapat dalam hal pengertian dan kriteria tawanan perang, keputusan untuk melakukan penawanan, pangkat tawanan perang, penerapan peraturan disiplin, tenaga kerja tawanan perang, wakil tawanan perang, proses peradilan, dan berakhirnya penawanan. Di antara perbedaan-perbedaan peraturan tersebut, ternyata Hukum Islam lebih bersifat universal, kemanusiaan, keadilan, memiliki target atau tujuan yang jelas, dan mengedapankan kemaslahatan umat manusia.

136 B. Keterbatasan Penulisan dan penelitian skripsi dengan judul Analisis Hukum Humaniter Internasional Dan Hukum Humaniter Islam Terhadap Tawanan Kelompok Abu Sayyaf memiliki beberapa keterbatasan yakni : 1. Kurangnya sumber berita yang dapat dijadikan rujukan terhadapan penulisan dan penelitian ini. 2. Kurangnya sumber data pada penulisan dan Penelitian ini, dikarenakan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan pada judul ini hanya terbatas bagi kalangan tertentu. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penulis menyarankan : 1. Filipina hendaknya bekerja sama dengan negara-negara yang warga negaranya ditawanan oleh kelompok Abu-Sayyaf dalam bidang militer, sehingga tidak diperlukan waktu yang begitu lama dalam bernegosiasi. 2. Dalam menegakkan mekaniseme penegakan hukum perlindungan tawanan perang hendaknya Filipina menerapkan prinsip pertanggungjawaban komando dengan mengadili semua orang yang terlibat pelanggaran baik perencana maupun pelaksanaan, baik yang mempunyai pangkat militer rendah maupun pangkat militer tinggi.

137 3. Hendaknya anggota Asean bekerjasama dalam perlindungan keamanan maritim, terlebih lagi diwilayah maritim yang dianggap berbahaya untuk dilalui, terhadap Indonesia pendekatan melalui kesamaan agama merupakan kelebihan tersendiri dalam proses negosiasi pembebasan tawanan.