SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh RATNA BATARI F

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT. Oleh RATNA BATARI F

SKRIPSI. KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini) Oleh BEATRICE BENNITA LEIMENA F

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Beluntas Ciri-Ciri Tanaman, Serta Khasiat dan Manfaatnya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. sayuran dengan jenis dan jumlah yang banyak. Menurut Ekawati (2009),

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bayam merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA DAUN MANGGA (Mangifera indica L.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus. SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

7 Manfaat Daun Singkong

Oleh : Wardani,S.Sos Disampaikan dalam Pelatihan Pemanfaatan Lahan Pekarangan bagi Pokja IIITim Penggerak PKK Kecamatan dan Pokja III TP.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimanfaatkn untuk pengobatan tradisional (Arief Hariana, 2013).

SENYAWA FENOLIK PADA BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menggali Potensi Komponen Bioaktif Sayuran Indigenos sebagai Zat Pengatur Kesehatan dan Ingridien Pangan Fungsional

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Muhammadiyah Semarang Jl. Wonodri Sendang Raya No. 2A Semarang.

BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus)

PEMANFAATAN JENIS POHON. (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. kondisi alam Indonesia yang kaya akan sumberdaya hayati yaitu memiliki. diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat (Bintang, 2011).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dengan bermacam jenis spesies

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

MANFAAT KULIT MANGGIS. OKTOBER 2013 Abdul Malik

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

Tips kesehatan, berikut ini 7 makanan yang menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh anda :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dunia setelah Brazil, memiliki tumbuhan tropis dan biota laut yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Astawan (2008), jambu biji merupakan buah yang sangat

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

PENGOLAHAN UMBI GADUNG

Obat Diabetes Herbal Ampuh Yang Berasal Dari Daun-Daunan

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok dari Familia Palmae dan disebut juga Cocos nucifera L dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Universitas

tumbuhan, hewan dan mineral. Floranya dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias, untuk rumah tangga, industri bahkan sebagai tanaman obat.

Transkripsi:

SKRIPSI IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT Oleh RATNA BATARI F4030 007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : RATNA BATARI F4030 007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS JAWA BARAT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : RATNA BATARI F4030 Dilahirkan pada tanggal 9 Januari 985 Di Jakarta Tanggal lulus : Agustus 007 Menyetujui: Bogor, Agustus 007 Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. Dosen Pembimbing I Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing II Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc. Ketua Departemen ITP

RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta, 9 Januari 985 dan memiliki nama lengkap Ratna Batari. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikannya di TK Kristen 7 BPK Penabur, SD Kristen 3 BPK Penabur, SLTP Kristen 3 BPK Penabur, dan SMU Kristen 3 BPK Penabur, Jakarta. Melalui jalur masuk SPMB, penulis menempuh pendidikan terakhirnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai sekretaris di Persekutuan PMK dan KEMAKI Fakultas Teknologi Pertanian pada masa jabatan 004-005, dan sebagai bendahara pada masa jabatan 005-006. Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), BAUR 005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 005. Pada tahun 005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOM- RI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Analisis Pangan pada periode Januari-Juni 007. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 007 sampai dengan bulan Juli 007. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan laboratorium Seafast Center, IPB.

Ratna Batari. F4030. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. dan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. (007) RINGKASAN Indonesia memiliki tanaman lokal yang sangat berlimpah. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang belum terjamah untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebutlah yang dikenal dengan sayuran indigenous. Salah satu daerah di Indonesia yang merupakan penghasil sayuran indigenous yang cukup berperan adalah daerah Jawa Barat. Komponen fenolik dalam bahan pangan memiliki peran yang sangat baik, yang salah satunya adalah sebagai antioksidan. Sayur-sayuran banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Oleh karena itu, pemanfaatan sayuran indigenous sebagai sumber flavonoid akan dapat meningkatkan nilai tambah tanaman-tanaman tersebut. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang berupa flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.), beluntas (Pluchea indica Less.), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum Linn.), katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias pinnata), antanan (Centella asiatica), pohpohan (Pilea trinervia), daun ginseng (Talinum paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran dilakukan dengan menggunakan campuran pelarut air dan metanol. Selain itu, dilakukan pula pembuatan kurva standar flavonoid yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan komponen tersebut pada sampel. Standar yang digunakan adalah quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin, dan luteolin. Analisis yang dilakukan yaitu analisis kadar air, analisis total fenol, dan deteksi flavonoid dengan menggunakan HPLC column C-8 phase; Develosil ODS-UG-3. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa kadar air sayuran indigenous berkisar antara 8%-93%. Total fenol (per 00 gram berat kering) yang terbesar terdapat pada daun kenikir (5.88 mg) dan terkecil pada krokot (447.9 mg). Total flavonol dan flavone yang terdapat di dalam sayuran-sayuran yang digunakan sangatlah bervariasi. Jumlah flavonoid (per 00 gram berat kering) yang terbanyak ada pada daun katuk, yaitu sebesar 83.70 mg. Kandungan quercetin yang terbanyak ada pada kenikir (43.57 mg). Krokot merupakan senyawa yang paling sedikit mengandung quercetin (4.05 mg), dan hanya komponen inilah yang terdeteksi dari krokot. Senyawa myricetin hanya terdapat pada sayuran beluntas (. mg) dan antanan (.66 mg), sedangkan senyawa luteolin hanya ada pada daun kemangi (0.49 mg) dan daun pohpohan (3.6 mg). Apigenin hanya terdeteksi pada daun kemangi, yaitu sebanyak 7. mg. Semua sampel, kecuali kecombrang dan krokot, mengandung senyawa kaempferol. Jumlah kaempferol terbesar ditemukan pada daun katuk (805.48 mg), yang jumlahnya sangat jauh lebih banyak dibandingkan sampel lainnya.

i KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-nya lah skripsi ini dapat saya selesaikan. Selama mengerjakan tugas akhir ini, penulis dibantu oleh banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini.. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama saya menyelesaikan tugas akhir saya. 3. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesediaan Ibu sebagai penguji. 4. My family : Mama, Ci Indra, Brian, dan Diana. Terima kasih telah memberikan doa, semangat, dan dukungannya. 5. Ci Ingrid, yang telah sangat banyak mengajariku banyak hal dalam mengerjakan dan menyelesaikan penelitianku. 6. Sahabat-sahabatku : 6 Sense (Albo, CK, Mercon, Dina, Titi), JSMP (Olla, Bebe, Nat, Pau, Indi, Dei, Betsy, Fani), terima kasih atas semangat dan dukungan kalian. 7. Teman-teman satu bimbingan Bu Nuri : Olla, Dion, dan Ade. Semangat yah buat jeruk-jeruknya. Terima kasih atas dukungan dan kesediaan kalian yang selalu mau mendengarkan keluh kesahku. Terima kasih juga buat Papang, atas pemberian sampel-sampelnya. Auu, Lia, Anca, dan temanteman ITP 4, terima kasih atas dukungan dan semangatnya. 8. Teman-teman satu bimbingan Bu Hanny : Bebe, Eko, Dei, Tuti, temanteman ITP 39, 4 dan 4. Terima kasih atas semangat dan dukungannya selama ini. Terima kasih untuk sebuah perkumpulan bimbingan yang menyenangkan. 9. Eko, HanSib, Nene, Prita, terima kasih karena kalian telah sangat banyak membantuku selama waktu-waktu menjelang dan setelah ujian skripsiku.

ii 0. Teman-teman ITP 40 : Jeng (terima kasih atas pinjaman laptopnya), Aji, Rika, Tya, Agnes, Anas, Meiko, Agus, Andal, Steph, Babe, Martin, Wayan, Rina, Tathan, Arie, Adiput, Adie MR, Mardi, Hendy, Nooi, Idham, Lasty, dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semua dukungan, semangat, dan persahabatan selama 4 tahun ini.. Teman-teman ITP 39, ITP 4, dan ITP 4, serta Fajar, Yeye, dan Fiona. Terima kasih untuk semua dukungan dan semangatnya.. Teman-teman di Perwira 5 : Chris, Echie, Ribka, Kezhia, Yola, Lele, dan yang lainnya. Terima kasih atas semangat, dukungan, dan kebersamaan yang indah. 3. Pak Soenar, Mba Nani, Mba Desi, Mba Nia, dan Mba Irin. Terima kasih telah membantu saya dalam mengajari tentang HPLC. 4. Para teknisi di Laboratorium ITP : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Rojak, Mba Darsih, dan teknisi lainnya yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian saya. 5. Para pekerja di Seafast Center : Pak Ijul, Ibu Tri Susilowati, Ibu Tri Haryati, Pak Karna, Pak Denny, Ibu Ani, Pak Taufik, Mba Ari, dan lainnya. Terima kasih telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian saya. 6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satupersatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembacanya. Penulis memohon maaf bila ada kata-kata dan hal-hal yang kurang berkenan. Bogor, Agustus 007 Penulis

iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN... 3 C. MANFAAT... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. SAYURAN INDIGENOUS... 4 B. FLAVONOID... 6 C. IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID... 30 III. BAHAN DAN METODE... 33 A. BAHAN DAN ALAT... 33. Bahan... 33. Alat... 33 B. METODE... 34. Persiapan Sampel... 34. Analisis Kadar Air... 35 3. Analisis Total Fenol... 36 4. Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Sayuran Indigenous... 37 5. Analisis Flavonoid dengan HPLC... 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 44 A. STANDAR FLAVONOID DAN LIMIT DETEKSI... 44. Myricetin... 44. Luteolin... 45 3. Quercetin... 46 4. Apigenin... 58 5. Kaempferol... 50

iv 6. Standar Campuran Senyawa Flavonoid... 5 B. STANDAR ASAM GALAT... 55 C. SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS... 56. Kenikir... 6. Beluntas... 65 3. Mangkokan... 66 4. Kecombrang... 69 5. Kemangi... 70 6. Katuk... 7 7. Kedondong Cina... 78 8. Antanan... 79 9. Pohpohan... 8 0. Daun Ginseng... 85. Krokot... 89 D. SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN INDIGENOUS... 9 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 97 A. KESIMPULAN... 97 B. SARAN... 97 DAFTAR PUSTAKA... 98

v DAFTAR TABEL Tabel. Komposisi kimia daun kemangi per 00 gram bagian yang dapat dimakan... 5 Tabel. Komposisi kimia daun katuk per 00 gram bagian yang dapat dimakan... 8 Tabel 3. Spesifikasi HPLC... 34 Tabel 4. Limit deteksi myricetin... 45 Tabel 5. Limit deteksi luteolin... 48 Tabel 6. Limit deteksi quercetin... 48 Tabel 7. Limit deteksi apigenin... 50 Tabel 8. Limit deteksi kaempferol... 5 Tabel 9. Hasil perhitungan konsentrasi flavonoid pada sampel dengan menggunakan kurva standar... 58 Tabel 0.Hasil perhitungan konsentrasi flavonoid pada sampel dengan menggunakan eksternal standar... 59 Tabel.Rekapitulasi hasil kadar air, total flavonoid, dan total fenol pada sampel... 60 Tabel. Perbandingan hasil analisis flavonol dan flavone dengan perhitungan kurva standar campuran dan eksternal standar campuran... 6 Tabel 3. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kenikir... 65 Tabel 4. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak beluntas... 66 Tabel 5. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak mangkokan... 69 Tabel 6. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kecombrang... 70 Tabel 7. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kemangi... 7 Tabel 8. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak katuk... 78 Tabel 9. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kedondong cina... 79 Tabel 0. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak antanan... 8 Tabel. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak pohpohan... 85 Tabel. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak daun ginseng... 87 Tabel 3. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak krokot... 90 Tabel 4. Rekapitulasi komponen yang terdeteksi pada sampel dengan menggunakan HPLC... 95 Tabel 5. Kuantifikasi area komponen unknown pada waktu retensi tertentu... 96

vi DAFTAR GAMBAR Gambar. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K)... 6 Gambar. Beluntas (Pluchea indica Less.)... 8 Gambar 3. Mangkokan (Notophanax scutellarium)... 0 Gambar 4. Tanaman kecombrang (Nicolaia speciosa Horan)... 3 Gambar 5. Bunga kecombrang... 3 Gambar 6. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.)... 6 Gambar 7. Katuk (Sauropus androgynus)... 8 Gambar 8. Kedondong Cina (Polyscias pinnata)... 9 Gambar 9. Antanan (Centella asiatica)... Gambar 0. Pohpohan (Pilea trinervia)... Gambar. Daun ginseng (Talinum paniculatum)... 4 Gambar. Krokot (Portulaca oleracea)... 6 Gambar 3. Struktur kimia flavonol dan flavone yang diidentifikasi... 7 Gambar 4. Persiapan sampel... 40 Gambar 5. Prosedur analisis total fenol... 4 Gambar 6. Proses pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran indigenous... 4 Gambar 7. Pembuatan larutan standar flavonoid... 43 Gambar 8. Kromatogram standar myricetin... 44 Gambar 9. Kurva standar myricetin... 45 Gambar 0. Kromatogram standar luteolin... 46 Gambar. Kurva standar luteolin... 46 Gambar. Kromatogram standar quercetin... 47 Gambar 3. Kurva standar quercetin... 47 Gambar 4. Kromatogram standar apigenin... 49 Gambar 5. Kurva standar apigenin... 50 Gambar 6. Kromatogram standar kaempferol... 5 Gambar 7. Kurva standar kaempferol... 5 Gambar 8. Kromatogram standar campuran... 53 Gambar 9. Kurva standar campuran myricetin... 54 Gambar 30. Kurva standar campuran luteolin... 54

vii Gambar 3. Kurva standar campuran quercetin... 54 Gambar 3. Kurva standar campuran apigenin... 54 Gambar 33. Kurva standar campuran kaempferol... 55 Gambar 34. Kurva standar asam galat (ulangan )... 55 Gambar 35. Kurva standar asam galat (ulangan )... 56 Gambar 36. Kurva standar asam galat (ulangan 3)... 56 Gambar 37. Kromatogram ekstrak kenikir... 64 Gambar 38. Ko-kromatogram ekstrak kenikir dengan standar campuran... 64 Gambar 39. Kromatogram ekstrak beluntas... 68 Gambar 40. Ko-kromatogram ekstrak beluntas dengan standar campuran... 68 Gambar 4. Kromatogram ekstrak mangkokan... 73 Gambar 4. Ko-kromatogram ekstrak mangkokan dengan standar campuran... 73 Gambar 43. Kromatogram ekstrak kecombrang... 74 Gambar 44. Ko-kromatogram ekstrak kecombrang dengan standar campuran... 74 Gambar 45. Kromatogram ekstrak kemangi... 75 Gambar 46. Ko-kromatogram ekstrak kemangi dengan standar campuran... 75 Gambar 47. Kromatogram ekstrak katuk... 77 Gambar 48. Ko-kromatogram ekstrak katuk dengan standar campuran... 77 Gambar 49. Kromatogram ekstrak kedondong cina... 8 Gambar 50. Ko-kromatogram ekstrak kedondong cina dengan standar campuran... 8 Gambar 5. Kromatogram ekstrak antanan... 83 Gambar 5. Ko-kromatogram ekstrak antanan dengan standar campuran... 83 Gambar 53. Kromatogram ekstrak pohpohan... 86 Gambar 54. Ko-kromatogram ekstrak pohpohan dengan standar campuran... 86 Gambar 55. Kromatogram ekstrak daun ginseng... 88 Gambar 56. Ko-kromatogram ekstrak daun ginseng dengan standar campuran... 88 Gambar 57. Kromatogram ekstrak krokot... 9 Gambar 58. Ko-kromatogram ekstrak krokot dengan standar campuran... 9

viii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran. Total fenol sayuran indigenous... 04 Lampiran. Kadar air sayuran indigenous... 05 Lampiran 3. Hasil perhitungan jumlah flavonol dan flavone pada sayuran indigenous dengan menggunakan kurva standar campuran... 06 Lampiran 4. Hasil perhitungan jumlah flavonol dan flavone pada sayuran indigenous dengan menggunakan eksternal standar campuran... 07

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman-tanaman lokal yang memiliki potensi yang baik. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang belum terjamah untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zatzat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebut sering disebut dan dikenal dengan sayuran indigenous. Sayuran indigenous adalah sejenis sayuran, yang walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari Indonesia, namun tanaman tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah dianggap sebagai tanaman turun-temurun (Anonim, 006j). Sayuran sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa Barat. Oleh karena itulah, Jawa Barat menjadi salah satu daerah di Indonesia penghasil sayuran yang cukup berperan. Berbagai tanaman indigenous telah dikonsumsi dan secara tradisional ditanam oleh nenek moyang secara turun temurun, dengan khasiat yang baik bagi tubuh manusia (Anonim, 006j). Jenis sayuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sayuran yang telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan yang banyak terdapat di daerah Jawa Barat yaitu kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.), beluntas (Pluchea indica Less.), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum Linn.), katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias pinnata), antanan (Centella asiatica), pohpohan (Pilea trinervia), daun ginseng (Talinum paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Bagian yang dikonsumsi dari tanaman kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk, kedondong cina, pohpohan, dan daun ginseng adalah bagian daunnya. Lain halnya dengan krokot, karena selain daunnya, batang tanamannya juga biasa dikonsumsi. Berbeda lagi dengan kecombrang, karena bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah bunganya. Seluruh bagian tanaman dari antanan merupakan bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini.

Seperti telah diketahui, komponen fenolik dalam bahan pangan memiliki peran yang sangat baik, yang salah satunya adalah sebagai antioksidan. Menurut Markham (989) yang dikutip oleh Hertog et al. (a) (99), sayur-sayuran memiliki potensi yang baik dalam kontribusi terhadap kandungan flavonoidnya. Tumbuh-tumbuhan banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid, yang terdistribusi secara luas pada bagianbagiannya. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik (Hertog et al. (b), 99). Oleh karena itu, dengan diketahuinya kandungan flavonoid pada tanaman-tanaman indigenous tersebut, diharapkan dapat tercipta peluang untuk meningkatkan nilai tambah dalam pemanfaatannya. Flavonoid terutama terdiri atas antosianidin, flavonol, flavone, flavanol, flavanone, dan isoflavon (Spencer et al., 003). Komponen flavonoid yang dianalisis pada penelitian kali ini adalah golongan flavonol dan flavone. Senyawa yang dianalisis dari golongan flavonol terdiri atas quercetin, kaempferol, dan myricetin, sedangkan dari golongan flavone terdiri atas apigenin dan luteolin. Pengidentifikasian dibatasi hanya pada kedua golongan ini, dikarenakan kedua golongan senyawa ini merupakan komponen flavonoid yang mayoritas (secara kualitatif) terdapat dalam sayuran (Lee, 000). Selain itu, kedua golongan senyawa ini merupakan flavonoid yang paling banyak diteliti dalam studi antikarsinogenesis (Hertog et al. (b), 99). Analisis komponen fenolik pada bahan pangan dapat menggunakan berbagai macam cara, mulai dari cara yang sederhana; seperti uji kolorimetri, hingga penggunaan instrumen yang canggih dan mutakhir; untuk pemisahan, penghitungan kuantitas, dan pengkarakterisasian masing-masing komponen. Berbagai metode kromatografi cair (kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, dan High Performance Liquid Chromatography) dapat digunakan untuk menganalisis komponen fenolik (Lee, 000). Deteksi komponen-komponen flavonol dan flavone yang terdapat pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode High Performance Liquid

3 Chromatography (HPLC). Dibandingkan dengan metode kromatografi cair lainnya, HPLC merupakan metode yang paling mendekati untuk dapat menyediakan dan memberikan respon yang tepat, baik dalam hal sensitivitas yang tinggi maupun dalam hal efisiensi pemisahan karena menggunakan kolom berpartikel kecil yang terbungkus dengan ketat. Selain itu, deteksi komponen dengan penggunaan metode kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas, bila dibandingkan dengan menggunakan HPLC, membutuhkan konsentrasi yang lebih besar. Pada analisis dengan metode HPLC, tidak ada pembatasan dalam hal volatilitas sampel maupun derivatisasi, seperti yang diperlukan dalam kromatografi gas (Lee, 000). Komponen flavonoid bukan merupakan komponen volatil, oleh karena itu, analisis yang tepat adalah dengan menggunakan metode HPLC. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan mendeteksi kandungan komponen-komponen flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat. C. MANFAAT Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai komposisi komponen flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat sehingga tercipta peluang untuk pemanfaatan lebih lanjut.

4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAYURAN INDIGENOUS Indonesia terkenal dengan keragaman hayatinya. Keragaman hayati yang dimiliki Indonesia, seperti banyaknya jenis sayuran-sayuran lokal yang memiliki khasiat tertentu, sangat potensial untuk pengembangan penganekaragaman pangan yang bernilai tinggi. Sayuran lokal di Indonesia ini memiliki potensi yang cukup baik dalam kontribusi terhadap kandungan flavonoidnya. Jenis sayuran lokal tersebut sering disebut dan dikenal dengan sayuran indigenous. Sayuran indigenous adalah sejenis sayuran, yang walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari Indonesia, namun tanaman tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah dianggap sebagai tanaman turun-temurun (Anonim, 006j). Bagian dari sayuran-sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat berupa batang, daun, bunga, atau seluruh bagian tanaman). Jenis-jenis sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayur-sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat daerah dan banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa Barat. Sayuran tersebut diantaranya adalah kenikir, beluntas, mangkokan, kecombrang, kemangi, katuk, kedondong cina, antanan, pohpohan, daun ginseng, dan krokot.. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) Klasifikasi dari kenikir adalah : Kingdom : Plantae Division : Spermatophyta Sub Division : Angiospermae Class : Dicotyledone Order : Asterales Family : Asteraceae Genus : Cosmos Species : Cosmos caudatus H.B.K

5 Kenikir merupakan tumbuhan tropika asal Amerika Latin, namun telah tumbuh menyebar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat, Malaysia, serta negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Anonim, 007i). Kenikir merupakan tanaman perdu dengan tinggi sekitar 75-00 cm. Tanaman kenikir dapat dilihat seperti pada Gambar. Ciri-ciri daunnya adalah majemuk, bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-5 cm, dan berwarna hijau. Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daun mudanya. Daun sayuran kenikir memiliki kandungan saponin, flavonoid, dan polifenol. Khasiat daunnya adalah sebagai penambah nafsu makan, obat lemah lambung, dan untuk mengusir serangga (Anonim, 006b). Kenikir telah digunakan secara tradisional untuk meningkatkan sirkulasi darah (Shui et al., 005). Hasil penelitian Ragasa et al. (997), menunjukkan bahwa daun kenikir yang diekstrak dengan kloroform memiliki aktivitas antimikroba yang baik terhadap penghambatan Staphylococcus aureus, Saccharomyces cereviseae, dan Candida albicans. Pada penelitian yang dilakukan oleh Shui et al. (005), dengan menggunakan uji free radical spiking (dengan menggunakan instrumen HPLC/MS), diketahui bahwa kenikir memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi, yaitu setara dengan sekitar 400 mg asam askorbat per 00 gram sampel segar. Komponen antioksidan utama yang diidentifikasikan merupakan senyawa polar, yaitu golongan dari proantosianidin yang berbentuk sebagai dimer hingga heksamer, quercetin glikosida, klorogenik, neo-klorogenik, dan asam kriptoklorogenik. Penelitian mengenai kandungan komponen-komponen quercetin dan quercetin glikosida pada ekstrak kenikir dengan metanol, juga dilakukan di Malaysia pada bulan Juli 000. Hasil uji komponenkomponen tersebut menunjukkan adanya aktivitas antioksidan setelah dilakukan pengujian dengan uji feri tiosianat, uji asam tiobarbiturat, dan uji DPPH (Israf et al., 003).

6 Gambar. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.). Beluntas (Pluchea indica Less.) Klasifikasi dari beluntas adalah : Kingdom : Plantae Division : Spermatophyta Sub Division : Angiospermae Class : Dicotyledone Order : Asterales Family : Asteraceae Genus : Pluchea Species : Pluchea indica Less. Beluntas merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak, sering bercabang banyak, dan memiliki tinggi sekitar - meter. Tanaman ini banyak tumbuh di daerah Jawa bagian pantai Utara. Hingga ketinggian kurang lebih 800 meter di atas permukaan laut, tumbuhan ini dapat digunakan sebagai pagar hidup (Heyne, 987). Ciri-ciri daunnya adalah berbentuk bulat telur, tepi runcing, pangkal tumpul, berbulu halus, panjang 3.8-6.4 cm, lebar -4 cm, pertulangan menyirip, dan memiliki warna hijau muda atau hijau (Anonim, 006i). Tanaman beluntas dapat dilihat seperti pada Gambar.

7 Sayuran beluntas memiliki kandungan saponin, flavonoid, polifenol, tanin, asam klorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium, dan fosfor (Anonim, 005a). Anonim (003b) menambahkan bahwa daun dan bunga beluntas mengandung alkali yang bertindak sebagai antiseptik. Asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin), lemak, besi, vitamin A, dan vitamin C, juga terdapat dalam tanaman ini. Bagian tanaman beluntas yang biasa dikonsumsi adalah daun mudanya. Daun dari tanaman ini memiliki khasiat sebagai obat penurun panas, obat batuk, dan penghilang bau keringat (Anonim, 006 i). Daun beluntas juga berguna untuk menambah nafsu makan (stomakik) dan membantu pencernaan (Anonim, 005 b). Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas, daun beluntas juga memiliki kemampuan menghilangkan bau mulut, sebagai obat radang (inflamasi), sebagai obat oles yang baik untuk mengobati rasa lemas akibat diare, dan sebagai bahan ramuan yang berbentuk oles dan bubur. Cairan dari daun yang ditumbuk dan dicampur dengan ramuan lain-lain (adaspulasari, bawang merah, kunyit, temulawak, dan kemenyan) merupakan obat yang baik untuk penderita diare berdarah (Heyne, 987). Khasiat daun beluntas sebagai obat radang (inflamasi) dan obat diare disebabkan karena kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Ardiansyah, 005). Ardiansyah (005), melakukan penelitian terhadap pengujian ekstrak etanol daun beluntas sebagai zat antibakteri dan antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa daun beluntas mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ekstrak yang berfungsi sebagai pengawet makanan, karena kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab keracunan makanan dan bakteri penyebab kerusakan makanan. Disamping itu juga kemampuannya sebagai radical scavenging dapat digunakan sebagai senyawa antioksidan.

8 Beluntas memiliki kemampuan lain, yaitu termasuk dalam salah satu tanaman yang tergolong dalam kelompok obat kontrasepsi. Komponen flavonoid yang terdapat di dalamnya akan menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron. Tingginya konsentrasi testosteron akan berefek umpan balik negatif ke hipofisis, yaitu tidak melepaskan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone), sehingga akan menghambat spermatogenesis. Selain itu, senyawa tanin yang terkandung di dalamnya akan bekerja dalam menggumpalkan sperma (Susetyarini dan Wahyuni, 003). Gambar. Beluntas (Pluchea indica Less.) 3. Mangkokan (Nothopanax scutellarium) Klasifikasi dari mangkokan adalah (Anonim, 007j) : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Apiales Family : Araliaceae Genus : Nothopanax Species : Nothopanax scutellarium

9 Tumbuhan ini sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman pagar, walaupun dapat ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai. Mangkokan menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung, dan dapat tumbuh pada ketinggian - 00 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini merupakan perdu tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi - 3 m. Batang berkayu, bercabang, bentuknya bulat, panjang, dan lurus. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah bagian daunnya, yang memiliki ciri-ciri yaitu berdaun tunggal, bertangkai, agak tebal, bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk jantung, tepi bergerigi, diameter 6- cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua (Anonim, 005d). Gambar 3 menunjukkan gambar daun mangkokan. Batang dan daun mangkokan mengandung kalsium-oksalat, peroksidase, amygdalin, fosfor, besi, lemak, protein, serta vitamin A, B, dan C (Anonim, 005d). Anonim (005e) menambahkan bahwa daun mangkokan mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol. Pada zaman dahulu, daun mangkokan digunakan sebagai tempat darurat pengganti mangkok atau piring untuk makan bubur sagu, sehingga dinamakan daun mangkok (Heyne, 987). Daun muda dari tanaman ini dapat dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau direbus dan dibuat sayur (Anonim, 005d). Di daerah Jawa, bubur daun mangkokan digunakan untuk melumas kulit kepala terhadap kerontokan rambut. Di daerah Ternate, daun mudanya dimakan dengan cara direbus. Sedangkan daun tuanya oleh para wanita Ternate digunakan untuk menyembuhkan payudara yang bernanah (daun diremas dengan minyak kelapa dan sedikit curcuma, dipanaskan diatas api, lalu dioleskan pada payudara yang bernanah untuk menyusutkan pembengkakan dan mengalirkan habis air susu yang membusuk) (Heyne, 987). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triguspita et al. (000), daun mangkokan mengandung tanin, polifenol, dan saponin. Penelitian ini juga menguji efek analgetika ekstrak metanol dari daun

0 mangkokan. Hasil analisis yang diperoleh yaitu pemberian ekstrak dengan dosis 400 dan 800 mg/kg BB mencit, menunjukkan efek yang bermakna terhadap kontrol. Diduga bahwa senyawa tanin, polifenol, dan flavonoid merupakan senyawa aktif analgetika. Gambar 3. Mangkokan (Nothopanax scutellarium) 4. Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Klasifikasi dari kecombrang adalah : Kingdom : Plantae Division : Spermatophyta Sub Division : Angiospermae Class : Monocotyledonae Order : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Nicolaia Species : Nicolaia speciosa Horan Kecombrang merupakan tanaman tahunan, berupa semak, dan tinggi -3 meter. Batangnya semu, tegak, berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daun tanaman ini merupakan daun tunggal, lanset, memiliki ujung dan pangkal runcing, bertepi rata, pertulangan

menyirip, panjang 0-30 cm, lebar 5-5 cm, dan berwarna hijau. Bunga kecombrang berbentuk bongkol, majemuk, mahkota bertaju, berbulu jarang, berwarna merah jambu, dan panjang tangkai bunganya 80-0 cm. Bunga ini sering dipakai sebagai penganti buah asam (tamarin) dan kadang-kadang dibuat sebagai manisan (Anonim, 006h). Gambar 4 menunjukkan tanaman kecombrang, sedangkan Gambar 5 adalah bunga kecombrang. Kecombrang dapat dimanfaatkan dengan memasak daun muda dan bunganya dimakan sebagai teman makan nasi. Di daerah tertentu, kecombrang biasa dimasak sebagai sayur lodeh (Anonim, 003b). Di Jawa, bunga kecombrang digunakan sebagai campuran untuk makan urap dan pecal. Bunga kecombrang juga sering dimanfaatkan sebagai lalapan dan teman sambal (Djuki, 005). Orang-orang Sunda di daerah Bogor, memanfaatkan rimpangnya untuk mendapatkan warna kuning (Heyne, 987). Bagian tanaman kecombrang yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian bunganya. Bunga kecombrang memiliki kadar air sebesar 90.3%, dan nilai ph bunga kecombrang adalah 3.89 (Anggraeni, 007). Khasiat dari bunga kecombrang adalah sebagai obat penghilang bau badan (sebanyak 00 gram bunga segar, dicuci dan dikukus sampai matang, lalu dimakan sebagai sayuran), untuk memperbanyak air susu ibu, dan sebagai pembersih darah (Anonim, 006h). Zat aktif yang terkandung di dalamnya yang dapat menghilangkan bau badan adalah saponin, flavonoid, dan polifenol (Anonim, 003b). Kecombrang juga kaya akan vitamin dan mineral (Djuki, 005). Kecombrang telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri dan antikapang. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Naufalin (005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak bunga kecombrang dengan etil asetat dan etanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan terutama bakteri patogen penyebab penyakit. Sedangkan ekstraksi bunga kecombang dari pelarut heksana tidak mampu menghambat mikroba

makanan. Antibakteri kedua ekstrak ini lebih kuat dibanding anti kapangnya. Bila dibandingkan, aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih tinggi dari ektraksi etanol. Bunga kecombang hasil ektraksi etil asetat dan etanol mampu menekan pertumbuhan Stapyllococcus aures, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Aeromonas hydrophila, dan Pseudomonas aeruginosa. Diantara semua bakteri itu, yang paling sensitif terhadap ekstrak etil asetat dan etanol ialah Pseudomonas aeruginosa. Stapyllococcus aureus merupakan bakteri yang paling resisten terhadap kedua ekstrak tersebut. Aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ph, NaCl (garam), dan pemanasan. Pada ph asam aktivitas anti bakteri ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang lebih tinggi dibanding ph basa (8-9). Penambahan NaCl hingga 4% ekstrak etil asetat menyebabkan peningkatan aktivitas antibakteri. Namun pada konsentrasi NaCl 5% aktivitas antibakteri cenderung menurun. Aktivitas antibakteri ini pun masih bertahan pada pemanasan suhu 80 C dan 00 C selama 0, 0, 30 menit, serta C selama 0 menit (Naufalin, 005). Ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang dapat menghambat pertumbuhan miselia kapang Penicillium funiculosum, Aspergillus flavus, dan Rhizopus oligosporus. Kapang Aspergillus flavus dan Penicillium funiculosum lebih sensitif terhadap ekstrak etil asetat. Sedangkan kapang Rhizopus oligosporus lebih resisten terhadap ekstrak etil asetat (Naufalin, 005). Ekstrak bunga kecombrang dapat berpotensi sebagai pengawet pada mie basah. Penambahan ekstrak kecombrang rebus pada mie mentah mampu meningkatkan umur simpan secara nyata sampei 46 jam dan pada mie matang sampai 4 jam (lebih lama dari kontrol). Penambahan ekstrak kecombrang pada mie matang juga terbukti mampu mengurangi pertumbuhan mikroba. Mie matang kontrol dapat memenuhi SNI sampai jam ke-40, sedangkan mie matang ekstrak segar sampai jam ke-48, dan mie matang ekstrak rebus sampai jam ke-5 (Anggraeni, 007).

3 Gambar 4. Tanaman kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Gambar 5. Bunga kecombrang

4 5. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.) Klasifikasi dari kemangi adalah : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Lamiales Family : Lamiaceae Genus : Ocimum Species : Ocimum sanctum Linn. Kemangi merupakan tumbuhan perdu yang bercabang banyak dan memiliki tinggi 0.3-.5 meter. Tanaman kemangi adalah sejenis tumbuhan tropis yang terdapat di Malaysia dan Asia lainnya. Kemangi merupakan sejenis tanaman herba dan sering ditanam di kawasan sekitar rumah (Anonim, 007f). Tanaman ini tersebar di seluruh Jawa dari dataran rendah hingga kurang lebih 600 meter di atas permukaan laut, terutama di daerah-daerah dengan musim kemarau yang kuat (Heyne, 987). Bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah daunnya. Daun kemangi memiliki ciri-ciri yaitu merupakan daun tunggal, berbentuk bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, panjang 4-6 mm, lebar 3-6 mm, memiliki tangkai daun yang panjang (sekitar cm), dan berwarna hijau (Anonim, 005 f). Bentuk daun kemangi dapat dilihat seperti pada Gambar 6. Daun kemangi memiliki bau yang sangat khas. Menurut Novary (999) yang dikutip oleh Kharisma (00), daun kemangi banyak mengandung vitamin A dan C, serta mineral P, Ca, dan Fe. Komposisi kimia daun kemangi dapat dilihat pada Tabel. Biasanya tanaman ini digunakan untuk lalapan atau sayuran urap, dan merupakan salah satu bahan dan bumbu untuk membuat pepes (Anonim, 007e). Daun kemangi memiliki khasiat sebagai obat penurun panas dan memperbaiki pencernaan (Anonim, 005f). Selain itu, daunnya juga bermanfaat untuk melancarkan keluarnya air susu pada wanita

5 menyusui. Jika daun kemangi diremas dengan cuka dapat pula berkhasiat sebagai obat gosok untuk mengobati encok (Heyne, 987). Daun Ocimum sanctum mengandung saponin, flavonoid, dan tanin. Sedangkan bijinya mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (Anonim, 005f). Zat aktif yang terkandung dalam daun kemangi juga berfungsi sebagai antiseptik. Selain itu, daun kemangi juga dapat berkhasiat untuk menghilangkan bau badan dan dapat meningkatkan selera makan (Anonim, 003b). Tabel. Komposisi kimia daun kemangi per 00 gram bagian yang dapat dimakan Nilai gizi Jumlah Kalori (kal) 43 Protein (g) 3.3 Lemak (g). Karbohidrat (g) 7.0 Kalsium (g) 30 Fosfor (g) 38 Besi (mg) 4.8 β-karoten (μg) 4500 Thiamin (mg) 0.08 Riboflavin (mg) 0.35 Niasin (mg) 0.08 Asam askorbat (mg) 7 Air (%) 86.5 Sumber : Leung et al. (97) yang dikutip oleh Kharisma (00)

6 Gambar 6. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.) 6. Katuk (Sauropus androgynus) Klasifikasi dari katuk adalah : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Malpighiales Family : Phyllanthaceae Tribe : Phyllantheae Sub Tribe : Flueggeinae Genus : Sauropus Species : Sauropus androgynous Katuk merupakan sayuran berdaun yang paling populer di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara (Anonim, 007p). Penyebaran tanaman ini berasal dari pulau Jawa (Anonim, 005i). Tanaman katuk merupakan tanaman perdu yang tingginya dapat mencapai hingga 3.5 meter, dengan cabang-cabang yang agak lemah dan agak terbagi. Tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan dan ladang-ladang. Kondisi tumbuh terbaik untuk tanaman katuk adalah di daerah dengan ketinggian 300 di atas permukaan

7 laut (Anonim, 006f). Di daerah Jawa, tanaman katuk sering ditanam dan terdapat di sepanjang jalan pada pagar-pagar (Heyne, 987). Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daunnya. Ciri-ciri dari daun katuk adalah daunnya majemuk, bulat telut, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, panjang 5-6 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua (Anonim, 007p). Gambar 7 menunjukkan tanaman katuk. Daun katuk memiliki kandungan kimia yaitu zat protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B, dan C (Anonim, 006f). Selain itu, Soedibyo (998) menambahkan bahwa dalam daun katuk juga mengandung senyawa steroid dan polifenol. Komposisi kimia daun katuk dapat dilihat pada Tabel. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa khasiat dari daun katuk salah satunya adalah dapat meningkatkan produksi ASI (Soedibyo, 998). Peningkatan produksi ASI ini diduga karena adanya efek hormonal dari kandungan kimia sterol pada daun katuk yang bersifat estrogenik (Anonim, 004). Anonim (006 f) dan Soedibyo (998) menyebutkan bahwa khasiat daun katuk selain untuk meningkatkan produksi ASI adalah dapat berkhasiat juga sebagai antipiretik atau obat penurun demam. Fungsi lain dari daun katuk adalah sebagai pewarna. Bila daunnya diremas-remas dengan tangan dapat memberikan warna hijau pada beberapa makanan (Heyne, 987). Hasil analisis GC-MS pada ekstrak heksana daun katuk menunjukkan adanya beberapa senyawa alifatik. Pada ekstrak eter terdapat komponen utama yang meliputi : monometil suksinat, asam benzoat dan asam -fenilmalonat; serta komponen minor meliputi : terbutol, - propagiloksan, 4H-piran-4-on, -metoksi-6-metil, 3-peten--on, 3-(-furanil), dan asam palmitat. Pada ekstrak etil asetat terdapat komponen utama yang meliputi: sis--metil-siklopentanol asetat. Kandungan daun katuk meliputi protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C. Pirolidinon, dan metil piroglutamat serta

8 p-dodesilfenol sebagai komponen minor. Pada penelitian terdahulu telah disebutkan bahwa daun katuk juga mengandung efedrin (Anonim, 004). Tabel. Komposisi kimia daun katuk per 00 gram bagian yang dapat dimakan Nilai gizi Jumlah Kalori (kal) 59 Protein (g) 4.8 Lemak (g).0 Karbohidrat (g).0 Kalsium (g) 04 Fosfor (g) 83 Besi (mg).7 β-karoten (μg) 0370 Thiamin (mg) 0.0 Asam askorbat (mg) 39 Air (%) 8.0 Sumber : Departemen Kesehatan RI (98) yang dikutip oleh Muchtadi (000) Gambar 7. Katuk (Sauropus androgynus)

9 7. Kedondong Cina (Polyscias pinnata) Klasifikasi dari kedondong cina adalah (Anonim, 007l): Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Apiales Family : Araliaceae Sub Family : Aralioideae Genus : Polyscias Species : Polyscias pinnata Genus tanaman Polyscias merupakan tanaman semak dan pohon yang merupakan tanaman asli dari kawasan tropis Asia, Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik. Tumbuhan ini banyak digunakan sebagai tanaman hias di rumah pada daerah yang beriklim dingin, dan sebagai tanaman pagar di daerah yang beriklim tropis, seperti Indonesia (Anonim, 007m). Tanaman kedondong cina merupakan tanaman yang tumbuh secara berkelompok. Tinggi tanamannya sekitar 90 cm. Ciri-ciri daunnya (seperti dapat dilihat pada Gambar 8) antara lain, ujung runcing, pangkal tumpul, tepinya bergerigi, dan berwarna hijau muda. Penyebaran tanaman kedondong cina berasal dari pulau Jawa (Anonim, 005i). Gambar 8. Kedondong cina (Polyscias pinnata)

0 8. Antanan (Centella asiatica) Klasifikasi dari antanan adalah : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Apiales Family : Apiaceae Genus : Centella Species : Centella asiatica Antanan adalah tanaman herba tahunan yang kecil dari famili Apiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Australia, kepulauan Pasifik, New Guinea, Malanesia, Malesia, dan Asia. Jenis-jenis antanan yang terdapat di Malaysia adalah antanan Cina atau antanan nyonya yang berdaun kecil, antanan daun lebar, antanan kelantan, antanan renek, antanan salad, antanan gajah, dan antanan Brunei. Di Indonesia, jenis-jenis antanan yang ada adalah antanan, antanan daun kaki kuda, antanan tikusan, dan antanan pani gowang (Anonim, 007k). Antanan adalah tanaman kosmopolit di negara tropis. Di Jawa, terutama di bagian barat dari pulau ini, antanan dapat tumbuh dari dataran rendah hingga kurang lebih 500 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini seringkali tumbuh secara berkelompok dalam jumlah yang besar dan pada tempat-tempat yang agak rindang dan lembab (Heyne, 987). Tanaman antanan dapat dilihat seperti pada Gambar 9. Tanaman antanan kaya akan berbagai zat makanan, seperti protein, zat besi, vitanim A, dan vitamin C. Antanan digunakan sebagai tanaman obat-obatan dalam pengobatan tradisional Cina (Anonim, 007a). Bagian yang dikonsumsi dari tanaman antanan adalah seluruh bagiannya. Daun Centella asiatica mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol (Anonim, 005c). Antanan merupakan herba menjalar, dengan ciri-ciri daun tunggal, tersusun dalam roset akar, dua sampai sepuluh, berbentuk ginjal, tepi bergerigi, dan berwarna hijau. Batang antanan memiliki ciri-

ciri kecil, tipis, berupa stolon, berwarna hijau sampai hijau kemerahmerahan, dan saling terkait antar tanaman (Soedibyo, 998). Antanan jika dikonsumsi sebagai salad, dapat membantu menjaga supaya terlihat lebih awet muda. Jika antanan dibuat jus, dapat mengurangi tekanan darah tinggi dan dapat juga digunakan sebagai minuman tonikum untuk menjaga kesehatan agar tetap prima. Antanan juga memiliki khasiat untuk menyembuhkan luka yang terbuka (Anonim, 007a). Tanaman ini juga mengandung tanin yang kemungkinan dapat membantu mengatasi radang usus dan sakit perut. Selain itu antanan bersifat manis, mendinginkan, membersihkan darah, dan melancarkan peredaran darah (Anonim, 005g). Menurut Heyne (987), seduhan antanan memiliki khasiat sebagai obat pembersih darah, hermoroida, penyakit hati, batuk kering, radang cabang tenggorok, asma, radang usus, batu ginjal, dan sebagai obat kumur pada penyakit seperti sariawan. Antanan yang diremas-remas jika dioleskan pada radang kulit yang basah akan memberikan pengobatan yang cukup baik. Gambar 9. Antanan (Centella asiatica)

9. Pohpohan (Pilea trinervia) Klasifikasi dari pohpohan adalah (Anonim, 007h): Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Rosales Family : Urticaceae Genus : Pilea Species : Pilea trinervia Pohpohan merupakan salah satu tumbuhan yang penyebarannya berasal dari Jawa (Anonim, 005i). Tanaman ini tumbuh secara umum di pegunungan dengan tinggi pohonnya sekitar dua meter. Bagian yang dikonsumsi dari pohpohan adalah daunnya. Daun tanaman pohpohan memiliki tekstur yang sangat lunak, berbau harum, dan dimakan sebagai lalap (Heyne, 987). Gambar 0 menunjukkan tanaman pohpohan. Gambar 0. Pohpohan (Pilea trinervia)

3 0. Daun ginseng (Talinum paniculatum) Klasifikasi dari daun ginseng adalah : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Caryophyllales Family : Portulacaceae Genus : Talinum Species : Talinum paniculatum Daun ginseng (Talinum paniculatum) dikenal juga dengan nama kolesom Jawa. Daun ginseng merupakan tanaman herba menahun yang tumbuhnya semi menjalar dengan tinggi sekitar 30-60 cm, dengan batang bercabang di bagian bawah dan pangkalnya mengeras. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropis. Di Jawa tumbuh pada ketinggian 5-50 meter di atas permukaan laut (Anonim, 003a). Di Jawa Barat, tanaman ini banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias (Heyne, 987). Tanaman ini sangat mudah dikembangbiakan, baik dengan biji maupun setek batang. Kolesom Jawa ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman obat, kadang ditemukan tumbuh liar. Akarnya berdaging tebal, biasa digunakan sebagai pengganti kolesom. Daun dari tanaman ini merupakan daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, ujung dan pangkalnya runcing, panjang 3-0 cm, lebar,5-5 cm, dan berwarna hijau mengkilat. Bunganya majemuk dengan kelopak berwarna pink (Sutomo, 006 dan Anonim, 003a). Daun dan bunga kolesom jawa dapat dilihat seperti pada Gambar. Semua bagian tanaman ini bisa dimakan, mulai dari akar hingga daunnya. Biasanya akarnya yang menggembung menyerupai akar ginseng di keringkan sebagai ramuan obat. Daunnya biasa dijual sebagai sayuran. Daun kolesom/ginseng sangat cocok ditumis, dibuat cah (dimasak dengan sedikit air) atau sebagai campuran sayur bening atau sup. Rasanya lezat

4 dengan tekstur lembut dan sedikit berlendir. Mengolah sayuran ini harus menggunakan api besar dan cepat karena warnanya akan berubah menjadi kehitaman jika terlalu lama dimasak (Sutomo, 006). Belum ada penelitian tentang manfaat kolesom, namun secara turun temurun akar dan daunnya dipercaya dapat meningkatkan stamina tubuh. Sejauh ini baru diketahui bahwa di dalam akar kolesom mengandung zat aktif seperti saponin, flavonoid dan tanin. Bagian daunnya mengandung vitamin A yang cukup tinggi, serat dan beragam mineral penting lainnya (Sutomo, 006). Gambar. Daun ginseng (Talinum paniculatum)

5. Krokot (Portulaca oleracea) Klasifikasi dari krokot adalah : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Caryophyllales Family : Portulacaceae Genus : Portulaca Species : Portulaca oleracea Krokot merupakan tanaman tahunan dari famili Portulacaceae yang tingginya antara 5-50 cm. Batangnya tumbuh tegak atau sebagian/seluruhnya terletak di atas tanah tanpa membentuk akar. Di Jawa, tanaman ini tumbuh mulai dari dataran rendah sampai 800 meter di atas permukaan laut. (Heyne, 987). Daun tanaman krokot memiliki rasa yang agak asam dan asin. Konsumsi daun krokot dapat sebagai salad atau dimasak seperti bayam. Selain itu, karena sifatnya yang seperti pengental, maka cocok pula untuk campuran dalam sup atau masakan rebusan (Anonim, 007n). Di daerah Jawa, krokot merupakan lalap yang sangat digemari (Heyne, 987). Bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah daun dan batangnya. Daun krokot memiliki ciri-ciri yaitu merupakan daun tunggal, berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal tumpul, tepi rata, berdaging, panjang -3 cm, lebar - cm, dan berwarna hijau. Sedangkan batangnya berbentuk bulat, beruas, dan berwarna merah kecoklatan. Herba Portulaca oleracea berkhasiat sebagai obat mencret, obat penurun panas, dan obat radang lambung (Anonim, 005h). Tanaman krokot dapat dilihat seperti pada Gambar. Tanaman krokot mengandung asam lemak omega-3 yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman berdaun lainnya. Hal ini merupakan salah satu kelebihan dari tanaman krokot, karena hanya sangat sedikit tanaman yang mengandung asam lemak omega-3. Krokot juga

6 mengandung vitamin (terutama vitamin C dan beberapa vitamin B, serta karotenoid) dan mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti magnesium, kalsium, kalium, dan besi. Selain itu, di dalam tanaman ini juga terdapat dua tipe pigmen betalain alkaloid, yaitu pigmen betasianin yang kemerahmerahan (dapat terlihat pada warna batangnya) dan pigmen kuning betasantin (terlihat jelas pada bunganya dan tersamar pada daunnya). Kedua pigmen ini memiliki potensi sebagai antioksidan dan antimutagenik (Anonim, 007n). Tanaman krokot juga mengandung saponin dan flavonoid (Anonim, 005h). Gambar. Krokot (Portulaca oleracea) B. FLAVONOID Flavonoid terdistribusi secara luas pada tanaman, yang memiliki berbagai fungsi, termasuk berperan dalam memproduksi pigmen berwarna kuning, merah, atau biru pada bunga, dan sebagai penangkal terhadap mikroba dan insekta (Anonim, 007b). Flavonoid memiliki kontribusi yang penting dalam kesehatan manusia. Menurut Markham (989) yang dikutip oleh Hertog et al. (a) (99), disarankan agar setiap harinya manusia mengkonsumsi beberapa gram flavonoid. Flavonoid memiliki ikatan difenilpropana (C6-C3-C6) yang diketahui sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik. Selain itu, senyawa ini juga memiliki sifat sebagai

7 antioksidan, anti-peradangan, anti-alergi, dan dapat menghambat oksidasi dari LDL (Low Density Lipoprotein) (Anonim, 006d). Berdasarkan tatanama menurut IUPAC, flavonoid dapat diklasifikasikan kedalam (Anonim, 007b):. Flavonoids, merupakan turunan dari struktur -phenylchromen-4-one (-phenyl-,4-benzopyrone);. Isoflavonoids, merupakan turunan dari struktur 3-phenylchromen-4-one (3-phenyl-,4-benzopyrone); 3. Neoflavonoids, merupakan turunan dari struktur 4-phenylcoumarine (4-phenyl-,-benzopyrone). Jenis utama flavonoid adalah antosianidin, flavonol, flavone, flavanol, flavonone, dan isoflavon (Spencer et al., 003). Flavonol dan flavone merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan kuning (Robinson, 995). Flavonol dan flavone yang terdapat dalam tanaman, biasanya dalam bentuk O-glikosida. Perbedaan yang paling utama antara flavonol dan flavone yaitu pada flavonol terdapat gugus hidroksi pada C3. Kedua senyawa ini banyak terdapat pada bagian daun dan bagian luar dari tanaman, dan hanya sedikit sekali yang ditemukan pada bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah (Hertog et al. (a), 99). Perbedaan antara kedua senyawa ini dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 3. Senyawa R R R3 Flavonol yang diidentifikasi Myricetin OH OH OH Quercetin OH OH H Kaempferol OH H H Flavone yang diidentifikasi Luteolin H OH H Apigenin H H H Gambar 3. Struktur kimia flavonol dan flavone yang diidentifikasi