BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit mungkin campur tangan dari pemerintah pusat. Otonomi daerah menciptakan kemandirian untuk membangun daerah secara optimal dan tidak lagi terkonsentrasi di pusat sehingga meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah serta memberikan porsi belanja daerah yang lebih besar untuk sektor-sektor yang produktif di daerah. Diberlakukannya otonomi daerah diharapkan memberikan kesempatan pemerintah daerah untuk lebih mengembangkan potensi daerah, kewenangan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki daerah secara efisien dan efektif, dan meningkatkan kinerja keuangan daerah (Yuwanto dkk, 2007: 328). Pengelolaan keuangan daerah menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan value for money. Transparansi merupakan wujud adanya keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan anggaran daerah. Sementara itu prinsip akuntabilitas terkait dengan pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, hingga pelaksanaan harus benar-benar dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada 1

2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masyarakat. Kemudian, prinsip value for money menerapkan prinsip ekonomi, efisiensi, dan efektifitas dalam proses penganggaran. Prinsip-prinsip lainnya juga diatur dalam pengelolaan keuangan daerah yang tercantum dalam Pasal 67 No. 33/2004. Sesuai Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pemendagri) No. 13/2006, kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan dalam menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD yang disetujui oleh DPRD. Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Nomor 2, belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau inventaris yang menambah manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

3 Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lainlain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah, sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik tetapi yang terjadi adalah peningkatan pendapatan asli daerah tidak diikuti dengan kenaikan anggaran belanja. Setiap daerah tidak mempunyai kemampuan keuangan yang sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini,pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana Perimbangan merupakan dana yang berasal dari APBN yang diberikan pusat ke daerah yang membutuhkan untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan tugas dan tanggungjawabnya untuk dapat memberikan pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga diharapkan pula dapat meningkatkan belanja modal daerah tersebut. Dana perimbangan tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi hasil (DBH). Dana Alokasi Umum adalah komponen terbesar dalam dana perimbangan. Menurut Halim (2002: 160), DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

4 Dana perimbangan tersebut, khususnya DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggungjawabnya. Penggunaan DAU diserahkan kepada daerah sesuai perioritas daerah yang idealnya dialokasikan untuk belanja yang berimplikasi meningkatkan efisiensi, efektifitas pelayanan kepada masyarakat serta dapat meningkatkan belanja modal daerah. Dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah selain DAU adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (UU No.33 Tahun 2004). DAK ini penggunaannya diatur oleh pemerintah pusat, dan hanya digunakan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, insfrastruktur jalan dan jembatan, insfrastruktur irigasi, infrastruktur air minum dan sanitasi, prasarana pemerintah daerah, lingkungan hidup, kehutanan, sarana prasaran pedesaan, perdagangan, pertanian serta perikanan dan kelautan yang semuanya itu termasuk dalam belanja modal dan pemerintah daerah. Sehingga semakin besar presentasi dana yang dikeluaran pemerintah melalui DAK maka akan berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. Selanjutnya, berdasarkan PP N0. 55 tahun 2005 tentang perimbangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka

5 presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Pada dasarnya, selain dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan pendapatan daerah, DBH juga bertujuan untuk memberikan keadilan bagi daerah atas potensi yang dimiliki. Oleh sebab itu, bila angka persentase anggaran yang yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah tersebut besar, pemerintah daerah dapat lebih banyak mengalokasikan dana yang ada untuk memajukan potensi daerah sehingga akan berpengaruh terhadap belanja modal daerah tersebut. Dengan diberikannya dana perimbangan oleh pemerintah kepada daerah, maka diharapkan dapat meningkatkan output dari waktu ke waktu sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu perekonomian. Menurut Sukirno (2008: 445), faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah kekayaan sumber daya alam dan tanahnya, jumlah dan mutu tenaga kerja, barang-barang modal yang tersedia, tingkat teknologi yang digunakan serta sistem sosial dan sikap masyarakat. Sehingga, apabila terjadi peningkatan output dari waktu ke waktu, maka anggaran belanja modal daerah tersebut juga akan meningkat disetiap tahunnya. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang ditulis oleh Nuarisa tahun 2013, tentang pengaruh, pendapatan asli daerah, dana alokasi umumdan dana alokasi khusus terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, di pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2011. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabeldana bagi hasil dan pertumbuhan

6 ekonomi dalam menentukan alokasi belanja modal APBD dengan obyek penelitian pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2012-2014. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DANA BAGI HASIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL (Studi Empiris Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2014). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang disampaikan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal? 2. Apakah Dana Alokasi Umum(DAU) berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal? 3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal? 4. Apakah Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal? 5. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh PAD terhadap pengalokasian belanja modal.

7 2. Untuk menganalisis pengaruh DAU terhadap anggaran belanja modal. 3. Untuk menganalisis pengaruh DAU terhadap pengalokasian belanja modal. 4. Untuk menganalisis pengaruh DBH terhadap pengalokasian belanja modal. 5. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengalokasian belanja modal. D. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian ini dapat dipenuhi, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi para akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur Akuntansi Sektor Publik (ASP) untuk dijadikan bahan pembelajaran, serta referensi, dan data tambahan bagi penelitian-penelitian lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini. 2. Bagi pemerintah daerah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi masukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bahan penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan PAD, DAU, DAK, DBH, dan pertumbuhan ekonomi terhadap anggaran belanja modal. 3. Bagi peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca maupun sebagai salah satu bahan referensi atau bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya dan sebagai penambah wacana keilmuan.

8 E. Sistematika Pembahasan bab, yaitu: Secara garis besar, pembahasan penelitian ini akan dituangkan dalam lima BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan landasan teori meliputi: belanja modal, pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang dilengkapi dengan penelitian terdahulu, kerangka penelitian dan perumusan hipotesis yang digunakan untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan ruang lingkup penelitian, populasi dan sampel penelitian, data, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, teknik pengujian data serta metode analisis data. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum penelitian, hasil analisis data dan pembahasan atas hasil analisis data.

9 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, sehingga akan diperoleh kesimpulan akhir dari penelitian, keterbatasan penelitian serta saran-saran yang perlu dikemukakan untuk penelitian selanjutnya.