1. Aku Ingin ke Bandung Malam ini terasa berbeda, apa yang aku dengar terasa bagaikan bisikan dari masa lalu yang tak akan pernah mendatangi kehidupanku. Aku ingin ke Bandung hatiku berbisik pelan tapi membuat perhatianku teralihkan. Langit masih jauh dari terang pagi hari, bulan sabit bergantung dan bintang bersinar menambah eloknya malam ini. Hatiku galau, hatiku tak teralihkan darinya. Entah wanita itu apa yang sedang ada dibenaknya. Hampir lebih dari setahun yang lalu, aku telah menaruh perhatian terhadapnya. Seiring waktu berjalan aku merasakan apa yang aku rasakan bukanlah sesaat, sampai kini, meski kedua mataku tak merasakan kehadirannya secara fisik aku masih mencintainya. Kepenatan kota ini telah membuatku semakin merindukan ketenangan. Ketenangan dari ganggu fikiran tentang gadis jelita itu. Ibu kota yang tidak cocok denganku, dan gadis jelita yang telah bersama kekasih barunya yang
juga temanku. Aku tak pernah mempermasalahkan hubungan mereka. Namun, jujur aku masih mencitainya. Berjam-jam aku masih berdiri menatap birunya langit yang indah bertabur sejuta bintang. Aku mencitaimu Kenapa kau mencintaiku? Tuhan telah mentakdirkan itu, apakah kau tidak mau? Jika tidak bagaimana? Aku terdiam, entah aku tak bisa menjawabnya. Kenapa kau diam? Jika tidak, tak perlulah kau repot-repot untuk membalas cintaku. Kataku sambil tersenyum memandangnya. Mata kami bertemu. Kau tak sungguh-sungguh dengan perasaan yang kau punya. Katanya Apakah kau selalu seperti itu? Mencintai tapi tak sungguh-sungguh. Katanya lagi. Aku terdiam sebentar lalu Seperti itulah, tapi jangan pernah kau mengira aku tak pernah sungguh-sungguh mencintai dan menginginkan 2
sesuatu. Aku hanya menjalankan kehidupanku bersama waktu yang terus berjalan maju dan tak ingin kembali pada masalalu. Aku mencintaimu. Suara lembut itu berbisik ditelinga kananku. Sajak tentang cinta mengalir deras diantara kami. Waktu yang berjalan begitu cepat namun, kami tak pernah sadar bahwa suatu saat perpisahan akan terjadi. Aku tak merencanakan perpisahan tidak pula gadisku, itulah takdir. Seperti saat takdir mengambil nyawa setiap penghuni bumi, seperti saat takdir menjadikan setiap orang bahagia ataupun bersedih. Takdir hanya menjalani perintah Tuhan, itulah keyakinan yang kumiliki. Hidup ini tak serta merta terjadi, ada Tuhan yang mengkehendaki. Takdir membawaku ke tanah ini, udara yang segar ini akhirnya aku berada di kota ini. Bandung, aku akan memulai semuanya kehidupanku yang baru jauh dari segala kebisingan kota. Aku tidak berada dikota, hanya disebuah desa terpencil yang sepi ditinggal penghuninya kekota untuk mengadu nasib. Hal yang remeh seperti menyapa tetangga yang dulu di Kota besar telah ditinggalkan didesa ini masih ada. Takdir 3
membawa ini semua kepadaku. Aku ingin membuatku diriku menjadi seseorang yang benar-benar bersyukur dan mencintai apa yang Tuhan berikan. Kesalahan masa laluku harus kuperbaiki. Aku tak ingin kembali pada masa lalu. Pagi ini aku melaksanakan kegiatanku, penerbit kecil ini tertarik dengan pengalamanku di Jakarta sebagai editor di sebuah penerbit besar. Aku kini bekerja untuk penerbit kecil ini. Tak seberapa namun, peranku sangat dibutuhkan ditempat kerja baruku. Pada saat ku baru bergabung, penerbit buku ini baru berdiri. Kesempatanku untuk berperan didalamnya sangat besar. Dalam hitungan bulan akhirnya penerbit ini berhasil memasarkan buku-buku terbitannya hingga ke Jakarta. Badai. panggil seseorang, suara wanita. Aku mengenal suara itu, hatiku berdegup kencang. Suara yang tidak asing bagiku bertahun-tahun lalu. Belakang otakku memutar memori tujuh tahun silam. Ketika aku masih duduk dibangku SMA kelas terakhir. Badai, menurut kamu bunga ini indah tidak? tanya Anita. Ya, sangat cantik. jawabku sekenanya Biarkan ia indah ditangkainya, jangan dipetik. lanjutku 4
Kenapa? tanyanya aku hanya diam. Kok diam? tanyanya lagi. Kamu aneh ya, coba kamu petik. Ditangkainya kan ada durinya. Seandainya telunjukmu itu ketusuk dan berdarah, gimana? tanyaku kepadanya. Perhatian, sekali. jawabnya aku tidak mendengarkannya lagi kemudian ia entah berbicara apa lagi karena aku sedang asyik mengambil gambar sekitar ku. Kamu tahu nggak, mengapa wanita yang anggun diidentikkan dengan bunga mawar yang berduri? tanyaku padanya. Tiba-tiba ia memalingkan wajahnya dan memandangku seketika. Ia hanya menggeleng. Karena ia bisa menjaga dirinya dengan kekuatan yang ia miliki. Maksud kamu dengan mengikuti bela diri gitu? Nggak harus bela diri, mereka memiliki caranya sendiri. Entah dengan keteguhan hatinya, keyakinan ataupun ya dengan kekuatan dalam arti sebenarnya. Adalah hari yang mengesankan bagiku. Itu yang terakhir dari belakang otakku. Dan hari ini ia berada didepanku. 5
Hey, kok bengong? tanya Anita Kamu pangling ya? tanyanya lagi Subhanallah, kamu Anita? Ya, Anita kan?! aku hampir tak mengenalinya, ia kini mengenakan kerudung dan cantik sekali. Terakhir bertemu saat pelepasan di SMA. Lalu ia melanjutkan ke Prancis untuk kuliah. Ya, tentu saja. Aku, Anita Maryam Kamu sudah menyelesaikan studimu di Prancis, bukan? Ya. Lalu, ada keperluankah ke Bandung? Ya, Alhamdulillah. Aku sedang melakukan penelitian disini, Universitas tempatku mengajar mengirimku untuk seminar bersama para pengajar lainnya. Oh ya, kau mengajar di Jakarta? Ya, di dekat SMA kita dulu katanya Kamu sekarang tinggal di Bandung? Ya, sekarang aku tinggal disini. Kami lalu berbincang-bincang sebentar tak lama kemudian Anita pamit ia harus kembali ke Hotel tempatnya menginap. 6
Aku pamit dulu ya. Oh iya, ini kartu namaku, disana juga ada nomor teleponnya. Jangan lupa untuk telepon ya, atau sekedar berkabar. Assalamu'alaikum. katanya sambil melangkah menuju jalan setapak yang lurus menuju jalan raya. Wa'alaikum salam jawabku Kedatangan Anita dengan tiba-tiba membuatku terus merasa sebuah ilusi. Entah apa ini, aku melihatnya Anita telah berubah. Ia kini semakin dewasa dan tentu saja penampilannya berubah ia tidak canggung memperlihatkan identitas kepercayaannya. Mawar berduri yang aku maksud tujuh tahun lalu. Langit mendung, pagi ini seperti biasa diawal musim penghujan gerimis mulai turun. Rintik-rintik mulai membasahi langkahku menuju kantor yang berjarak empat kilometer dari tempat tinggalku. Aku tak pernah memperhatikan hujan dengan detail seperti ini. Dimulai dari awan yang tidak kuat lagi membawa uap panas dari laut dan menumpahkannya didaratan yang memerlukan kesejukkan. 7
Angin yang berhembus selalu membawa awan-awan mendung yang keberatan dengan muatannya. Tiba-tiba handphone ku berdering ada sebuah pesan masuk. Dari nomor yang tidak aku kenal. Assalamua'alaikum Badai, semoga harimu menjadi bersinar. Meskipun matahari nampaknya tak akan menampakkan diri. Mohon maaf, pagi ini aku harus kembali ke Paris. Semoga lain waktu kita kembali bertemu. Anita Maryam Ada hal yang tiba-tiba menghilang dihatiku. Lubang yang kembali terisi terpaksa kehilangan pengisi itu. Dialah orangnya, aku menantinya sejak dahulu, sejak perpisahan yang mengharukan tiadakah dia merasakan apa yang kurasa. Mas Badai, ini ada titipan dari seorang perempuan tadi pagi-pagi sekali. Kata Mang Udin satpam tempatku bekerja. Siapa Mang? Aduh saya nggak tahu. Dia memberikan ini dan langsung pergi. Lalu aku menerima amplop berwarna putih itu. 8
Perempuan itu cantik, pakai kerudung. Dan cantik banget lah, Mas. Kayak bidadari. lanjut Mang Udin. Terima kasih, Mang kataku dan menuju ruanganku dilantai empat. Aku buka perlahan amplop itu. Assalamua'alikum wr. wb. Badai, aku sangat senang bertemu kembali denganmu. Sebelumnya aku minta maaf, karena bukan hadirku tetapi melalui surat ini. Aku sungguh tak memiliki rencana secepat ini untuk kembali ke Paris. Ayahku sakit, saat ini sangat membutuhkanku jadilah aku kembali. Sebenarnya banyak sekali yang ingin aku katakan kepadamu, tapi semoga waktu yang akan memberikanku kesempatan kepadaku untuk bertemu kepadamu. Semoga dinginnya Bandung tidak membekukan hatimu ya. Aku terus berharap bisa kembali ke Indonesia secepatnya. Wassalam. Anita Maryam 9
2. Danau Amel... Amel! Apa Al? Main yuk, katanya di danau itu sekarang ada perahu-perahu milik Mang Ujang. Kita kesana? Ayo Sepasang anak kecil itu melangkah ringan diantara pagar tanaman setinggi badannya. Mereka menuju danau yang ramah dengan hamparan kehijauan pemandangan. Dan mereka ingin naik perahu milik Mang Ujang, seorang pemuda kampung yang baru datang dari kota dan memiliki perahu untuk dinaiki oleh siapapun. 10