BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan tentang tanaman obat di Indonesia berawal dari pengetahuan tentang adanya tumbuhan asli Indonesia yang sudah sejak dahulu digunakan untuk obat di wilayah atau suku tertentu dan kemudian dikenal sebagai tanaman obat tradisional Indonesia ( Siswanto, 1997). Masyarakat Indonesia sejak dahulu sudah mengenal berbagai tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional, dan telah menggunakan tanaman obat tradisional secara turun temurun dikarenakan lebih ekonomis, efek samping minimal, dan dapat diracik sendiri dirumah. Selain itu, tanaman obat mudah didapat karena bisa ditanam di pekarangan rumah atau di kebun dan cara penanaman, perawatan tanaman obat tergolong sangat mudah. Tanaman obat dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan obat-obatan tradisional, tetapi justru dapat berdampingan dan saling melengkapi. Hal ini 1
2 dibuktikan dengan banyaknya minat menggunakan obat tradisional (Wijayakusuma,2008). Sediaan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat pada saat ini disebut dengan herbal medicine. Hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan peranan obat tradisional, khususnya tanaman berkhasiat obat dalam pelayanan kesehatan adalah dengan upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tanaman obat (Wijayakusuma et al,1992). Pengalaman empiris di masyarakat tentang tanaman obat memiliki manfaat untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan sudah banyak, namun bukti ilmiah tentang pengaruh volume edema inflamasi kronis pada daun kitolod belum memadai. Oleh sebab itu, diperlukan upaya riset medis serta melakukan uji pra klinis dan klinis. Hal tersebut didukung adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 706/MENKES /PER/IX/1992 mengenai fitofarmaka yang menyebutkan bahwa obat tradisional perlu dikembangkan dalam rangka pembangunan di bidang kesehatan. Sebuah tanaman obat dapat dikatakan sebagai obat tradisional harus melalui tahap-tahap pengujian secara sistematis. Tahap-tahap
3 pengujian tersebut meliputi uji toksisitas, uji klinik, uji kualitas, dan uji lainnya yang dipersyaratkan. Hal tersebut dilakukan agar obat tradisional dapat dipertanggungjawabkan keamanan dan khasiatnya secara medis (Anonim,1995). Inflamasi atau peradangan adalah suatu respon jaringan yang sering menyertai suatu cedera atau penyakit. Infeksi/kerusakan jaringan tidak akan sembuh tanpa adanya proses inflamasi. Meskipun inflamasi dapat membantu proses penyembuhan kerusakan jaringan, namun reaksi inflamasi dan proses yang terlibat didalamnya dapat membahayakan tubuh karena proses inflamasi dapat menghancurkan dan menghilangkan/membuang mikroba dan jaringan mati, sehingga akan melukai jaringan normal (Stephenson, 2004). Menurut waktu terjadinya, inflamasi dibagi menjadi inflamasi akut dan kronik. Inflamasi akut terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa hari, sedangkan inflamasi kronis waktu terjadinya lebih lama yaitu berhari-hari sampai bertahun-tahun (Kumar et al,2007). Inflamasi kronis berperan penting terhadap terjadinya proses artritis reumatoid. Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang ditandai
4 dengan inflamasi sistemik kronis dan progresif dan target utamanya adalah sendi (Sudoyo et al,2009). Untuk mengobati artritis reumatoid, obat pilihan yang dapat digunakan adalah golongan NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) dan DMARDs (Disease Modifying Arthritis Rheumatoid Drugs). Golongan obat NSAID sudah diketahui memiliki efek samping pada gastrointestinal berupa perforasi, perdarahan, ulkus. Methotreksate banyak dijadikan pilihan untuk mengobati rheumatoid arthritis, namun methotreksat memiliki efek samping berupa pneumonitis, toksisitas hati dan sumsum tulang (O Dell,2005). Walaupun terbukti dapat mengobati artritis reumatoid, obat-obatan golongan tersebut tidak bisa lepas dari efek negatif yang ditimbulkannya sehingga dapat membahayakan tubuh. Penderita artritis reumatoid tidak semuanya dapat membeli/menggunakan obat-obatan tersebut, karena harganya yang relatif mahal (Furst dan Ulrich, 2007). Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa obatobatan kimia sangat banyak efek sampingnya, sehingga perlu dicari obat alternatif lain yang lebih aman atau
5 memiliki efek samping yang sangat minim untuk mengobati penyakit reumatoid artritis. Kitolod (Isotoma longiflora) merupakan salah satu jenis tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Tanaman ini berasal dari Hindia Barat, merupakan tanaman liar dan tumbuh di pinggir-pinggir selokan, disela-sela bebatuan yang lembab, bahkan di areal tanaman hias dan sering dianggap sebagai gulma (Wijayakusuma,1996). Berdasarkan pengalaman empiris yang beredar di masyarakat, tanaman kitolod memang terbukti dapat digunakan sebagai obat tradisional, antara lain untuk asma, bronkhitis, radang tenggorokan, luka, obat anti kanker,obat mata, antineoplastik, antiinflamasi, hemostasis, analgesik (Hariana,2008). Daun kitolod memiliki khasiat sebagai obat luka (Hutapea dkk,1991). Beberapa bahan kimia yang terdapat dalam tanaman kitolod adalah senyawa alkaloid yaitu lobelin, lobelamin, isotomin(hariana,2011), dan untuk daun kitolod memiliki kandungan alkaloid, saponin, flavonoida, dan polifenol(hutapea dkk,1991). Berdasar latar belakang diatas, dapat dilakukan penelitian tentang efek daun kitolod terhadap reaksi inflamasi kronis, dalam hal ini adalah artritis
6 reumatoid. Kitolod dibuat dalam bentuk sediaan ekstrak. Proses menjadikan artritis reumatoid dengan cara diinduksi dengan Complete Freund s Adjuvant (CFA) sehingga akan terjadi proses inflamasi. Salah satu gejala yang muncul pada saat terjadi inflamasi adalah pembengkakan, sehingga pada penelitian ini yang digunakan sebagai parameter reaksi inflamasi adalah Pembengkakan/edema. Penelitian ini menggunakan etanol sebagai pelarutnya karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar. Etanol digunakan sebagai penyari kandungan senyawa dalam daun kitolod yang akan menyari senyawa polar dalam tanaman. Saponin, flavonoid, polifenol merupakan senyawa polar yang dapat ditemukan ketika menggunakan pelarut etanol. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa flavonoid merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan pembengkakan. Senyawa kimia yang terdapat pada I longiflora salah satunya adalah flavonoid, sehingga diharapkan penggunaan etanol dapat menurunkan pembengkakan(mustarichie,2011).
7 B. Perumusan Masalah Apakah ekstrak etanol daun kitolod mempunyai efek untuk menurunkan volume edema inflamasi kronis pada kaki tikus putih model artritis reumatoid yang diinjeksi dengan complete freund s adjuvant? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah studi pustaka, penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol daun kitolod terhadap penurunan volume edema inflamasi kronis kaki tikus putih sebagai model Artritis Reumatoid yang diinduksi dengan complete freund s adjuvant belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan adalah pengujian efek ekstrak air daun kitolod, ekstrak air bunga kitolod, dan ekstrak etanol bunga kitolod terhadap volume edema kaki tikus putih sebagai model artritis reumatoid yang diinduksi complete freund s adjuvant. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan ekstrak etanol daun kitolod sedangkan yang sebelumnya menggunakan ekstrak air daun,bunga kitolod dan ekstrak etanol bunga kitolod.
8 D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana dan memberikan bukti ilmiah tentang daun kitolod yang mempunyai efek menurunkan volume edema inflamasi kronis (obat anti inflamasi) kepada masyarakat. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol dari daun kitolod terhadap penurunan volume edema kaki tikus putih model artritis reumatoid yang diinduksi dengan complete freund s adjuvant.