BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BLITAR

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2011 TENT ANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MOJOKERTO

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

KUESOINER KECAMATAN :... NAMA SEKOLAH : SD... ALAMAT SEKOLAH :... WILAYAH PUSKESMAS :... TGL. SURVEY :... PETUGAS :...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. banyak penyakit yang menyerang seperti dengue hemoragic fever.

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANTASAN DAN ELIMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SIAK

BERHARAP, JATIM (INDONESIA) BEBAS DEMAM BERDARAH Oleh : Zaenal Mutakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BUPATI PAKPAK BHARAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

SUMMARY HASNI YUNUS

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 25 TAHUN 2017

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

KUESIONER PENELITIAN

MARI BERANTISIPASI DBD MENGGUNAKAN KELAMBU AIR

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. Acuan Pembangunan kesehatan pada saat ini adalah konsep Paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010).

Transkripsi:

1 BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit menular dengan tingkat penularan yang cepat melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus, sampai saat ini belum ditemukan vaksin dan obatnya; b. bahwa kasus Demam Berdarah Dengue cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa, dan Kabupaten Pakpak Bharat merupakan daerah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue; c. bahwa salah satu cara yang tepat untuk menanggulangi kasus Demam Berdarah Dengue adalah melalui pengendalian perkembangbiakan, memberantas nyamuk dan jentik nyamuk Aedes Aegypti dan nyamuk Aedes Albopictus pada seluruh tatanan kehidupan masyarakat dengan memberantas nyamuk dan jentik nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu membentuk Peraturan Bupati tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

2 3. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4272); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporan dan tata cara penanggulangan seperlunya; 10. Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2014 Nomor 38);

3 11. Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan Publik Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2014 Nomor 39); 12. Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2014 tentang Prosedur dan Mekanisme Penanganan Pengaduan Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2014 Nomor 40); 13. Peraturan Bupati Nomor 41 Tahun 2014 tentang Gugus Kendali Mutu, Pola Pelayanan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Pelayanan Publik di Lingkungan Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2014 Nomor 41). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Pakpak Bharat; 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom; 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas perbantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Bupati adalah Bupati Pakpak Bharat; 5. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pakpak Bharat; 6. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut OPD adalah Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pakpak Bharat; 7. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Pakpak Bharat yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di kecamatan; 8. Demam Berdarah Dengue yang selanjutnya disingkat DBD adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

4 9. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan pencegahan dan penanggulangan untuk memutus mata rantai penularan penyakit Demam Berdarah Dengue dengan cara melakukan pemberantasan nyamuk dan jentik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes aibopictus. 10. Pencegahan DBD adalah serangkaian tindakan yang dilakukan sebelum timbul kasus atau terjadinya kasus DBD. 11. Penanggulangan DBD adalah segala upaya yang ditujukan untuk memperkecil angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain serangkaian tindakan yang dilakukan setelah timbul kasus atau terjadinya kasus DBD. 12. Pengawasan DBD yang selanjutnya disebut pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan pengendalian penyakit DBD, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. 13. Nyamuk Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang memiliki ciri-ciri berbadan kecil berbintik hitam putih yang menggigit pada pagi hari antara jam 06.00 sampai dengan jam 10.00 dan sore hari pada jam 16.00 sampai dengan jam 18.00, dengan radius terbang 100 (seratus) meter. 14. Nyamuk Aedes aibopictus adalah nyamuk yang juga dapat menularkan penyakit DBD yang mempunyai kesamaan ciri dengan nyamuk Aedes aegypti dan hidup di kebun. 15. Endemis DBD adalah suatu keadaan dimana ditemukan kasus DBD secara terus menerus tiap tahun minimal dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun. 16. Kejadian Luar Biasa DBD yang selanjutnya disingkat KLB DBD adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue yang bermakna secara epidemiologis per satuan wilayah di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat sesuai ketentuan yang berlaku. 17. Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik kedalam tempat-tempat penampungan air. 18. Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. 19. Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. 20. Penyelidikan Epidemiologi DBD yang selanjutnya disingkat PE DBD merupakan kegiatan pelacakan penderita atau tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit DBD dirumah penderita/tersangka penderita DBD dan rumah-rumah sekitarnya, dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit;

5 21. Promosi kesehatan/penyuluhan kesehatan adalah proses memberdayakan/memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat. 22. Warga masyarakat adalah setiap individu/perorangan bagian dari masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Pakpak Bharat. 23. Pemberantasan Sarang Nyamuk yang selanjutnya disingkat dengan PSN adalah kegiatan untuk memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular penyakit DBD di tempat-tempat perkembang biakannya. 24. 3 M adalah kegiatan menguras, menutup tempat penampungan air bersih dan mengubur barang yang tidak terpakai/barang bekas. 25. 3 M Plus adalah kegiatan 3 M ditambah pencegahan gigitan nyamuk, pengurangan tempat perkembangbiakan dan tempat peristirahatan nyamuk penular penyakit DBD. 26. Pemantauan jentik adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk dan jentik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau masyarakat. 27. Pemantauan Jentik Berkala yang selanjutnya disebut PJB adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurangkurangnya tiap 1 (satu) bulan. 28. Pemantauan Jentik Rutin yang selanjutnya disebut PJR adalah pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh petugas kesehatan, masyarakat, kader kesehatan, pengurus lingkungan, Siswa Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiah, Guru Sekolah Dasar/Ibtidaiah dan petugas yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa. 29. Barisan Muda Pemantau Jentik yang selanjutnya disebut BAMUPETIK adalah Siswa Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiah Kelas IV,V dan VI, yang ditunjuk dan diberi tugas untuk melakukan PJR dirumah masing-masing dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. 30. Juru Pemantau Jentik yang selanjutnya disebut JUMANTIK adalah Guru-guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiah (SD/MI) ditunjuk dan diberi tugas untuk melakukan PJR, mengumpulkan dan melaporkan data PJR. 31. Jentik Nyamuk adalah stadium perkembangbiakan nyamuk mulai dari telur menetas sampai menjadi pupa/kepompong. 32. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah prosentase rumah dan /atau tempat umum yang tidak ditemukan jentik pada pemeriksaan jentik. 33. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

6 BAB II KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB Bagian kesatu Kewenangan Pasal 2 (1) Dalam pengendalian penyakit DBD, Bupati Pakpak Bharat melalui Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pakpak Bharat berwenang : a. membuat perencanaan pengendalian penyakit DBD; b. menentukan upaya-upaya dan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka pengendalian penyakit DBD; c. memantau pelaksanaan upaya pengendalian penyakit DBD; d. memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang berjasa terhadap upaya pengendalian penyakit DBD; dan e. menetapkan KLB penyakit DBD. (2) Bupati Pakpak Bharat menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) berdasarkan usulan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pakpak Bharat. Bagian kedua Tanggung Jawab Pasal 3 Dalam menjalankan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Daerah bertanggung jawab : a. menyiapkan rumusan kebijakan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengendalian Penyakit DBD; b. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam upaya pengendalian penyakit DBD; c. membentuk Barisan Muda Pemantau Jentik atau disebut BAMUPETIK, membentuk Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) tiap Sekolah Dasar di Kabupaten Pakpak Bharat secara bertahap sesuai kemampuan Pemerintah Daerah; d. memberikan pelayanan bagi masyarakat yang terkena penyakit DBD bersama dengan pemangku kepentingan dan Instansi terkait; e. menindaklanjuti dampak buruk sebagai akibat dari upaya pengendalian penyakit DBD; f. memberdayakan masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit DBD; g. melaksanakan upaya penelitian dan pengembangan tentang pengendalian penyakit DBD; h. mengelola sistem informasi dan memberikan informasi penyakit DBD; i. melaksanakan surveilans epidemiologi, penyelidikan epidemiologi dan upaya penanggulangan kasus DBD; j. menetapkan kriteria KLB DBD; k. pembinaan teknis pengendalian penyakit DBD meliputi upaya untuk meningkatan kemampuan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan sendiri melalui peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif);

7 l. pengawasan dalam pengendalian serta monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pengendalian penyakit DBD; dan m. melakukan koordinasi dan kerjasama dengan kabupaten/kota lain yang berhubungan, serta melakukan konsultasi dengan Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Pusat. BAB III PERAN, HAK DAN KEWAJIBAN Bagian kesatu Barisan Muda Pemantau Jentik dan Juru Pemantau Jentik Pasal 4 (1) Barisan Muda Pemantau Jentik (Bamupetik) mempunyai peran sebagai : a. agen dalam pemantauan dan pemeriksaan jentik; b. pelaku utama dalam kemandirian pencegahan penyakit DBD; dan c. sasaran dalam upaya pengendalian penyakit DBD. (2) Juru Pemantau Jentik (Jumantik) mempunyai peran sebagai : a. pelaku perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam kegiatan pengendalian DBD di wilayahnya; b. pelaku utama dalam kemandirian pencegahan penyakit DBD; dan c. sasaran dalam upaya pengendalian penyakit DBD. Pasal 5 (1) Barisan Muda Pemantau Jentik mempunyai hak : a. memperoleh informasi tentang pengendalian penyakit DBD; b. memperoleh pelatihan tentang pemantau jentik nyamuk penyebab DBD. c. memperoleh peralatan dalam pemantauan jentik nyamuk penyebab DBD. d. mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik apabila terkena penyakit DBD; e. mendapatkan penghargaan bila dinilai berjasa dalam upaya penanggulangan penyakit DBD. (2) Juru Pemantau Jentik mempunyai hak : a. memperoleh informasi tentang pengendalian penyakit DBD; b. memperoleh pelatihan tentang pemantau jentik nyamuk penyebab DBD. c. memperoleh peralatan dalam pemantauan jentik nyamuk penyebab DBD. d. mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik apabila terkena penyakit DBD; e. mendapatkan penghargaan bila dinilai berjasa dalam upaya penanggulangan penyakit DBD.

8 Pasal 6 (1) Barisan Muda Pemantau Jentik mempunyai kewajiban : a. menjaga dan memelihara lingkungan sekitarnya dengan cara berperan aktif melakukan pemberantasan sarang nyamuk sehingga tidak ada jentik nyamuk Aedes di rumah dan pekarangannya; b. melakukan pemeriksaan jentik nyamuk kerumah masing-masing serta lingkungan sekitarnya secara berkala. c. membantu kelancaran pelaksanaan pengendalian penyakit DBD dirumah dan lingkungan masing-masing; dan d. menyampaikan laporan atas pemeriksaan jentik kepada Juru Pemantau Jentik secara berkala (2) Juru Pemantau Jentik mempunyai kewajiban : a. menjaga dan memelihara lingkungan sekitarnya dengan cara berperan aktif melakukan pemberantasan sarang nyamuk sehingga tidak ada jentik nyamuk Aedes di rumah dan pekarangannya; b. mengumpulkan laporan Barisan Muda Pemantau Jentik secara berkala dan melaporkan kepada Pusat Kesehatan Masyarakat atau petugas kesehatan yang ditunjuk. c. membantu kelancaran pelaksanaan pengendalian penyakit DBD dirumah dan lingkungan masing-masing; dan d. menyampaikan laporan adanya kasus penyakit DBD di wilayahnya dengan memperhatikan asas dini, cepat, dapat dipercaya dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa dan/atau unit kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak mengetahui adanya penderita atau terduga penderita, baik secara lisan maupun secara tertulis. Bagian kedua Warga Masyarakat Pasal 7 Warga masyarakat mempunyai peran sebagai : a. pelaku perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam kegiatan pengendalian DBD di wilayahnya; b. pelaku utama dalam kemandirian pencegahan penyakit DBD; dan c. sasaran dalam upaya pengendalian penyakit DBD. Pasal 8 Warga masyarakat mempunyai hak : a. memperoleh informasi tentang pengendalian penyakit DBD; b. memperoleh perlindungan dari serangan penyakit DBD; c. mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik apabila terkena penyakit DBD; d. mendapatkan penghargaan bagi masyarakat yang berjasa dalam upaya penanggulangan penyakit DBD.

9 Pasal 9 Warga masyarakat mempunyai kewajiban : a. berperilaku hidup bersih dan sehat; b. menjaga dan memelihara lingkungan sekitarnya dengan cara berperan aktif melakukan pemberantasan sarang nyamuk sehingga tidak ada jentik nyamuk Aedes di rumah dan pekarangannya; c. membantu kelancaran pelaksanaan pengendalian penyakit DBD dirumah dan lingkungan masing-masing; dan d. menyampaikan laporan adanya kasus penyakit DBD di wilayahnya dengan memperhatikan asas dini, cepat, dapat dipercaya dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa dan/atau unit kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak mengetahui adanya penderita atau terduga penderita, baik secara lisan maupun secara tertulis. BAB IV PENGENDALIAN PENYAKIT DBD Bagian kesatu Pencegahan Pasal 10 Pencegahan penyakit DBD merupakan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan warga masyarakat yang dapat dilakukan melalui upaya : a. PSN 3 M Plus; b. pemantauan dan pemeriksaan jentik; dan c. penyuluhan kesehatan. Pasal 11 (1) PSN 3 M Plus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, bertujuan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. (2) Kegiatan PSN dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan cara membasmi telur, jentik dan kepompong nyamuk di semua tempat penampungan/genangan air yang memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. (3) PSN 3 M Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilakukan oleh warga masyarakat sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu sekali. Pasal 12 (1) Pemantauan dan Pemeriksaan jentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b bertujuan untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk penular DBD secara berkala dan terus-menerus sebagai indikator keberhasilan PSN DBD di masyarakat. (2) Kegiatan pemantauan dan pemeriksaan jentik terdiri dari PJR dan PJB.

10 (3) Kegiatan PJR dilaksanakan dengan cara: a. memeriksa setiap tempat, media atau wadah yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk di rumah dan lingkungannya serta mencatat di kartu jentik; dan b. melaporkan hasil pemeriksaan dan pemantauan kepada Kepala Desa, Petugas Kesehatan, Pusat Kesehatan Masyarakat, Camat, dan kepada Bupati. (4) Kegiatan PJR dilaksanakan oleh BAMUPETIK dan JUMANTIK setiap 1 (satu) minggu sekali. (5) Kegiatan PJB wajib dilaksanakan oleh Petugas Puskesmas setiap 1 (satu) bulan sekali. Pasal 13 (1) Penyuluhan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengendalian penyakit DBD. (2) Kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan secara rutin. (3) Kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan kader kesehatan. Bagian kedua Penanggulangan Pasal 14 Penanggulangan penyakit DBD merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan warga masyarakat, yang dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut: a. Surveilans epidemiologi; b. Penyelidikan epidemiologi; c. Musyawarah masyarakat; d. Penyuluhan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD); e. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN); f. Larvasidasi; g. Fogging fokus; h. Fogging massal; dan i. Tatalaksana penanggulangan kasus. Pasal 15 (1) Surveilans epidemiologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a terdiri dari : a. surveilans berbasis fasilitas kesehatan masyarakat; dan b. surveilans berbasis masyarakat. (2) Surveilans berbasis fasilitas kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penemuan dan pelaporan kasus dari fasilitas kesehatan masyarakat. (3) Surveilans berbasis masyarakat sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah penemuan dan pelaporan kasus oleh BAMUPETIK, JUMANTIK dan masyarakat.

11 (4) Kegiatan surveilans dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan untuk memantau dan menganalisis situasi kasus DBD. (5) Kegiatan surveilans berbasis fasilitas kesehatan masyarakat diwajibkan melaporkan kasus yang ditemukan dalam waktu kurang dari 24 jam ke Dinas Kesehatan. Pasal 16 Dalam upaya kewaspadaan dini dan respon kejadian penyakit DBD tentunya perlu dilakukan Penyelidikan Epidemiologi DBD sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf b yang bertujuan untuk mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan diwilayah sekitar tempat tinggal penderita. Pasal 17 Musyawarah Masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf c merupakan sebuah forum pertemuan perwakilan warga desa untuk membahas hasil Survey Epidemiologi dan atau Penyelidikan Epidemiologi untuk merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang dilaukan oleh masyarakat. Pasal 18 Penyuluhan penyakit DBD sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf d merupakan kegiatan penambahan pengetahuan yang diperuntukkan bagi masyarakat melalui penyebaran informasi tentang Penyakit DBD kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pasal 19 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf e merupakan tindakan yang dilakukan untuk memutus rantai penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dengan langkah-langkah : a. menguras tempat-tempat yang sering dijadikan penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat pemampungan air minum, penampungan air di lemari es, dan dispenser; b. menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum/gentong air, kendi air dan lainnya; c. memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air seperti botol plastik, kaleng, ban bekas karena berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

12 Pasal 20 Larvasidasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf f merupakan tindakan dalam memberantas larva nyamuk dengan menggunakan bahan kimia. Larvasidasi dilakukan pada tempat penampungan air yang tidak dapat dikuras dan jarang dibersihkan yang dilakukan secara berkala dan teratur. Pasal 21 (1) Fogging fokus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf g merupakan kegiatan pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan atau fogging terfokus. (2) Fogging fokus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan 2 (dua) siklus dengan interval waktu 1 (satu) minggu dalam radius 100 (seratus) meter. (3) Fogging fokus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan paling lambat 5 x 24 jam oleh Dinas Kesehatan pada setiap Penyelidikan Epidemiologi DBD positif. Pasal 22 (1) Fogging massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf h merupakan kegiatan fogging fokus secara serentak dan menyeluruh pada saat KLB DBD. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan sebanyak 2 (dua) siklus dengan interval waktu 1(satu) minggu. Pasal 23 (1) Tata laksana penanggulangan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf i merupakan upaya pelayanan dan perawatan penderita DBD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (2) Pelayanan dan perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa rawat jalan dan/atau rawat inap. (3) Fasilitas Pelayanan Kesehatan diwajibkan memberi pelayanan kepada penderita DBD sesuai prosedur yang di tetapkan. BAB V KLB DBD Pasal 24 (1) Bupati menetapkan satuan wilayah KLB DBD. (2) Satuan wilayah dikatakan sebagai wilayah KLB DBD jika memenuhi kriteria adanya peningkatan jumlah penderita DBD dua kali atau lebih dalam kurun waktu satu minggu/bulan dibandingkan dengan minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama pada tahun yang lalu.

13 (3) Bupati mencabut penetapan wilayah KLB DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila KLB DBD sudah selesai. BAB VI KOORDINASI Pasal 25 (1) Dalam hal pengendalian penyakit DBD yang penyebarannya tidak mengenal batas Daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah lainnya. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui: a. koordinasi pencegahan dan penanggulangan; dan b. tukar menukar informasi (cross notification). (3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PENGAWASAN Pasal 26 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit DBD dilakukan secara bertingkat sebagai berikut: a. tingkat Kabupaten oleh Bupati; b. tingkat kecamatan oleh Camat; dan c. tingkat desa oleh Kepala Desa. (2) Pengawasan penegakkan Peraturan Bupati ini dilaksanakan oleh Dinas Satuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Pakpak Bharat. BAB VIII PENDANAAN Pasal 27 (1) Pendanaan untuk menyelenggarakan kegiatan pengendalian DBD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pakpak Bharat, masyarakat dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. (2) Pendanaan untuk menyelenggarakan kegiatan sosialisasi, pembinaan, pengawasan dan penggerakan masyarakat, penganggarannya dapat diusulkan oleh perangkat Daerah terkait melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pakpak Bharat. BAB IX SANKSI Pasal 28 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 sehingga di tempat tinggalnya ditemukan ada jentik nyamuk Aedes Aegypti

14 dan/atau Aedes Albopictus dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis dari Kepala Desa dan diikuti dengan pengurasan Bak Mandi, Bak Penampungan Air, Bak Penampungan Air lainnya oleh Petugas Desa dan Petugas Kesehatan yang ditunjuk; c. teguran tertulis diikuti pemasangan tanda khusus di depan rumah. (2) Setiap orang yang dengan sengaja menghalang-halangi Petugas dalam melaksanakan kegiatan pengendalian DBD dapat dikenakan sanksi administrasi secara bertahap berupa: a. teguran lisan; dan b. teguran tertulis dari Kepala Desa. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pakpak Bharat. Ditetapkan di Salak Pada tanggal 14 Agustus 2017 BUPATI PAKPAK BHARAT, ttd REMIGO YOLANDO BERUTU Diundangkan di Salak pada tanggal 15 Agustus 2017 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT, ttd SAHAT BANUREA BERITA DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN 2017 NOMOR 37