BAB1 PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Tahun-tahun awal pelaksanaan otonomi daerah merupakan masamasa yang berat dan penuh tantangan bagi sebagian besar daerah dalam menyusun dan mengelola anggaran. Gabungan Masyarakat Transparansi Indonesia dan Uni Eropa (2005:43) menyatakan bahwa dampak dari perubahan sistem pemerintahan ke arah desentralisasi menuntut perubahan dalam manajemen keuangan daerah, itu terjadi karena pemerintah daerah bukan lagi perpanjangan tangan pemerintah pusat melainkan telah menjadi institusi otonom yang harus mampu menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan dengan tujuan dan prioritas pembangunan yang ditetapkan secara mandiri. Peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan daerah telah banyak mengalami perubahan sejak tahun 1999, yaitu sejak bergulimya proses reformasi di Indonesia. Reformasi manajemen keuangan daerah sebenamya sudah dimulai sebelum paket UU di bidang Keuangan Negara ditetapkan yaitu dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Reformasi manajemen keuangan daerah berlanjut dengan terbitnya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 1
2 No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang merevisi UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 25 Tahun 1999 dan PP No. 105 Tahun 2000. Sejalan perubahan peraturan perundang-undangan yang mendasari pengelolaan keuangan daerah yakni diamandemennya UU No.22/1999 dengan UU No.32/2004 yang diikuti dengan amandemen atas PP No. 105/2000 dengan PP No. 58/2005 maka Kepmendagri No.29/2002 juga diamandemen dengan Permendagri No.13/2006 (Abdullah dan Halim, 2006). Kepmendagri 29/2002 ini dikeluarkan sebagai amanah Otonomi Daerah sebagai tindak lanjut dan aturan pelaksana dari PP 105/2000 sedangkan Permendagri No. 13/2006 adalah pengganti Kepmendagri No. 29/2002 yang merupakan tindak lanjut dari PP No.58/2005. Peraturanperaturan tersebut memberikan penegasan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya ke dalam belanjabelanja dengan menganut asas kepatutan, kebutuhan, dan kemampuan daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Bersamaan dengan Dana Alokasi Umum (DAU), pemerintah daerah juga memiliki sumber daya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai setiap pengeluaran
3 dalam anggaran. Beberapa penelitian empiris seperti Maimunah (2006) dan Kusumadewi dan Rahman (2007), menujukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki pengaruh lebih besar terhadap Belanja Daerah dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah. Sedikit berbeda dengan penelitian Maimunah (2006) dan Kusumadewi dan Rahman (2007), penelitian Abdullah dan Halim (2006) membuktikan bahwa hanya Dana Perimbangan yang berasosiasi positif terhadap Belanja Modal sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh signifikan. Pemerintah daerah sudah seharusnya lebih memaksimalkan potensi daerahnya sendiri untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan pendapatan anggaran daerah lebih dialokasikan untuk kepentingan publik daripada kepentingan aparatur. Faktanya dalam anggaran pendapatan dan belanja, porsi anggaran aparatur masih jauh lebih besar daripada anggaran untuk rakyat, misalnya untuk Belanja Modal, anggarannya lebih kecil daripada Belanja Pegawai. Setiap tahun besamya Belanja Pegawai terns meningkat dan pengalokasiannya lebih dari 50% daripada belanja lainnya dalam APBD. Porsi anggaran aparatur masih jauh lebih besar daripada anggaran untuk rakyat. Namun belakangan pemerintah pusat mengusahakan dan mendorong agar proporsi belanja langsung hams lebih besar dibandingkan belanja tidak langsung. Dalam draf KUA-PPAS Medan misalnya, tercantum bahwa proporsi belanja langsung dialokasikan berdasarkan prioritas pembangunan kota, antara lain untuk pembangunan
4 pengembangan prasarana dan sarana kota terutama jalan, jembatan, drainase dan perhubungan dengan memperhatikan pengendalian lingkungan hidup dan kawasan bersejarah. Hal ini dilakukan karena masih banyak program pemerintah daerah yang belum menyentuh kepentingan rakyat, anggaran selama ini dibuat semata-mata hanya untuk persoalan pemerintahan dan gaji pegawai saja. Aset yang bersumber dari pelaksanaan APBD merupakan output/outcome dari terealisasinya Belanja Modal dalam satu tahun anggaran. Penafsiran atas Permendagri No.13/2006 menyatakan bahwa besaran pengeluaran panitia pengadaan dan administrasi pembelian guna memperoleh aset tersebut, masuk ke dalam Belanja Pegawai dan/atau Belanja Barang dan Jasa. Hal ini menjelaskan bahwa setiap penambahan aset dalam realisasi Belanja Modal akan diikuti oleh penambahan Belanja Pegawai dan/atau Belanja Barang dan Jasa. Idealnya terdapat hubungan antara Belanja Modal dengan Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa yang merupakan komponen dalam Belanja Langsung. Bila Pemerintah daerah kabupaten/kota ingin menambah aset tetap, maka pemerintah daerah tersebut harus memperhitungkan besamya realisasi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa. Penelitian Sembiring (2009) menunjukkan bahwa Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemeliharaan. Namun Penelitian Sembiring (2009) tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yaitu Bland and Nunn (1992) dalam Abdullah dan Halim (2006) yang
5 membuktikan bahwa Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Belanja Pemeliharaan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada pendahuluan diatas maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.2.1 Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap belanja modal. 1.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positifterhadap belanja modal. 1.2.3 Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Belanja Barang dan Jasa. 1.2.4 Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh tidak langsung positif terhadap Belanja Barang dan Jasa melalui Belanja Modal. 1.2.5 Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh tidak langsung positif terhadap Belanja Barang dan Jasa melalui Belanja Modal. 1.2.6 Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh langsung positif terhadap Belanja Barang dan Jasa. 1.2.7 Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh langsung positif terhadap Belanja Barang dan Jasa. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dalam penelitian ini adalah :
6 1.3.1 Untuk menguji pengaruh sumber Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja modal. 1.3.2 Untuk menguji pengaruh sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja modal. 1.3.3 Untuk menguji pengaruh Belanja Modal terhadap Belanja Barang danjasa. 1.3.4 Untuk menguji pengaruh tidak langsung Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja barang dan jasa melalui belanja modal. 1.3.5 Untuk menguji pengaruh tidak langsung Pendapatan Asli Daerah (PAD)terhadap belanja barang danjasa melalui belanja modal. 1.3.6 Untuk menguji pengaruh Iangsung Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Barang dan Jasa. 1.3.7 Untuk menguji pengaruh langsung Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Barang dan Jasa. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat dijadikan untuk melengkapi literatur-literatur akuntansi sektor publik khususnya yang berkaitan dengan pengaruh komponen Pendapatan terhadap Belanja dalam APBD. Apabila Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori-teori yang ada maka tentu ada argumentasi lain yang mendukung hasil penelitian.
-------- 7 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk memnjau kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah yang dituangkan dalam APBD. 1.4.3 Manfaat Kebijakan Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun anggaran dan kebijakan-kebijakan tentang pengelolaan keuangan pemerintah daerah di masa mendatang agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai tujuan otonomi daerah. 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini menguji pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Barang dan Jasa dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening pada pemerintah daerah di seluruh Indonesia pada tahun 2007. Penelitian ini menggunakan tahun penelitian 1 tahun karena merupakan awal implementasi Kepmendagri No.l3/2006 dan karena keterbatasan data yang tersedia. Data yang digunakan adalah realisasi APBD di 447 kotalkabupaten seluruh Indonesia dengan teknik pengambilan sampel adalah dengan nonprobability sampling. Syarat daerah yang dijadikan sampel adalah daerah yang memiliki data-data yang lengkap yang tersedia di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan ( www. djpk. depkeu.go. id).