8.1 Temuan Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau

BAB VI IDEOLOGI YANG MEMENGARUHI RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA

Relasi Kuasa Pascareformasi dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

minimal US $ 4,200, minimal US $ 250, minimal US $ 1,500,000.00

BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model

BINTAN PERMATA DI GUGUSAN KEPULAUAN INDONESIA

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6. MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN DAN PERAN PEREMPUAN DI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

BAB VI KEBIJAKAN UMUM

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi manusia saling membentuk pengertian dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Bali, yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan daya tarik yang

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA)

BAHAN KULIAH MANAJEMEN PARIWISATA SEMESTER GAZAL 2012/2013. By deni darmawan

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

PANDUAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Perencanaan kinerja merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan. pengetahuan antisipatif, mengorganisasikan secara sistematis usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat berkisar antara 5-6 persen (Skalanews.com 2014). Hotel sebagai salah satu dari

RESOR KONVENSI DI KAWASAN PUNCAK, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. para investor untuk menanamkan modal di sektor properti.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. sebelumnya, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai

Transkripsi:

BAB VIII PENUTUP Bab Penutup ini berisi tiga hal yaitu Temuan Penelitian, Simpulan, dan Saran. Tiap-tiap bagian diuraikan sebagai berikut. 8.1 Temuan Penelitian Penelitian tentang relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, di Kabupaten Badung, Bali, dengan penggunaan secara eklektik teori hegemoni, diskursus kuasa/pengetahuan dan tindakan komunikatif, menghasilkan temuan sebagai berikut. Pertama, bentuk relasi kuasa antara ketiga pilar dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua ditandai pergeseran dari relasi kuasa hegemonik, ke relasi kuasa negosiasi, dan relasi kuasa oposisional/perlawanan atau dapat disebut pula dengan kontra hegemonik. Pergeseran ini terjadi sejak akhir 1990-an atau awal 2000-an dan dipengaruhi oleh perubahan sistem pemerintahan dan politik di Indonesia dari sistem sentralistik dan semi-otoriter ke sistem desentralistik dan demokratis yang terjadi akibat gerakan reformasi akhir tahun 1998. Pada era Orde Baru yang sentralistik, pembangunan bersifat top down, dan masyarakat sebagai target pembangunan dalam posisi lemah, tidak kuasa menolak, hanya bisa menerima atau pasrah. Itulah yang terjadi dalam proses pembebasan tanah, pembangunan, dan pengelolaan resor wisata Nusa Dua pada dekade-dekade awal, tahun 1970-an 213

214 dan 1980-an. Kekecewaan publik bukannya tidak ada tetapi tidak mendapat penyaluran karena media massa juga tidak banyak membantu. Sesudah era reformasi, sistem pemerintahan dan politik bersifat desentralisasi dan demokratis, masyarakat memperoleh keberanian untuk menyampaikan aspirasinya. Masyarakat lokal di Nusa Dua dan komunitaskomunitas menyampaikan aspirasinya, melakukan negosiasi, bahkan memprotes BTDC dan investor karena kepentingan mereka dihalangi secara tidak adil. Temuan ini menunjukkan bahwa relasi kuasa antara ketiga pilar dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua berkait erat dengan kondisi makro sosial politik nasional. Kedua, selain perubahan sosial dan politik makro nasional, relasi kuasa ketiga pilar juga dipengaruhi oleh ideologi pariwisata global, ideologi pariwisata hijau, dan ideologi pariwisata budaya berbasis kearifan lokal Bali. Ideologi pariwisata global tidak saja berhubungan dengan manajemen hospitality yang bermutu tetapi juga mengutamakan keamanan yaitu safety and security. Teknologi memainkan peranan penting dalam usaha menjaga keamanan seperti sistem pengawasan dengan CCTV ( close circuit television). Ideologi pariwisata hijau tampak dari mekanisme pengelolaan resor yang mengutamakan ruang terbuka hijau, pengelolaan limbah, dan hemat energi merupakan hal yang dipraktikkan di Nusa Dua sejak awal dan ditingkatkan terus. Akreditasi Green Globe dan kemudian Earth Check adalah bukti bahwa resor wisata Nusa Dua konsisten menerapkan ideologi Green Tourism. Hal ini sejalan dengan ideologi pariwisata budaya berbasis kearifan lokal Bali yang dibangun dengan dasar Tri Hita Karana.

215 Selaku badan pengelola, BTDC, dan beberapa hotel di kawasan telah lolos akreditasi THK Award bahkan level tertinggi diamond. Ketiga ideologi ini disambut baik oleh ketiga pilar bukan saja karena berkaitan langsung dengan usaha untuk meningkatkan citra dan kualitas resor wisata dalam konteks promosi dan pemasaran tetapi juga mengakomodasi berbagai kepentingan bersama termasuk kelestarian lingkungan, keamanan, dan nilai-nilai kebudayaan lokal Bali. Ketiga, pemerintah (BTDC), investor, dan masyarakat menunjukkan perbedaan dalam memberikan pemaknaan terhadap keberadaan dan pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Pilar pemerintah atau BTDC melihat resor wisata Nusa Dua sebagai fasilitas wisata untuk menyediakan sarana akomodasi, meeting, menggali devisa untuk negara, membuka lapangan kerja, dan mensejahterakan masyarakat. Bagi investor yang menanamkan uang dan profesionalismenya dalam usaha akomodasi dan hospitality memaknai kehadiran Resor Wisata Nusa Dua untuk berkontribusi dalam membangun industri pariwisata Indonesia dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan ingin memperoleh keuntungan (profit). Bagi masyarakat, Resor Wisata Nusa Dua secara langsung maupun tidak langsung memberikan kesempatan kerja, meningkatnya peluang berusaha baik secara langsung di usaha akomodasi maupun usaha pariwisata terkait lainnya. Ketiga pilar berkepentingan agar kepentingan mereka dapat terpenuhi dan relasi kuasa negosiasi dan bahkan protes akan muncul dari proses pemaknaan yang dirasakan tidak adil oleh salah satu pihak.

216 8.2 Simpulan Berdasarkan analisis atas relasi kuasa antara ketiga pilar (pemerintah/btdc, pengusaha dan masyarakat) yang hadir sebagai pengampu kepentingan dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, dan sebagai jawaban atas rumusan masalah dalam Bab I, dengan ini dapat disimpulkan tiga hal berikut. Pertama, bentuk relasi kuasa dalam pengelolaan resor wista Nusa Dua, tercermin dalam tiga bentuk yaitu, bentuk relasi kuasa hegemonik, bentuk relasi kuasa negosiasi dan bentuk relasi kuasa oposisional. Sejak pascareformasi terjadi pergeseran bentuk relasi kuasa dari hegemonik ke negosiasi, dan akhirnya relasi kuasa oposisional. Perubahan ini terjadi akibat adanya perubahan sistem sosial dan politik di Indonesia. Bentuk relasi kuasa ini tidak bersifat mutlak, artinya tidak ada hegemoni penuh, begitu juga tidak ada relasi kuasa oposisional yang total. Dalam masa proses pembebasan lahan dan masa awal pembangunan dan pengelolaan hotel di resor wisata Nusa Dua, masyarakat secara umum tampak tunduk, tetapi di dalam hati mereka banyak yang kecewa dan harus menerima intimidasi bila menyampaikan gelagat menolak atau tidak setuju akan proyek pemerintah. Begitu juga halnya pada era relasi kuasa oposisional dewasa ini bahwa tidak ada sedikit pun keinginan masyarakat untuk serba menolak gagasan pembangunan, pengelolaan, atau penataan resor wisata Nusa Dua. Masyarakat hanya melakukan protes, demo, dan tindakan oposisional terhadap hal-hal yang merugikan sedangkan pada hal-hal yang lain seperti penciptaan pariwisata hijau, aplikasi ajaran Tri Hita Karana, masyarakat mendukung. Mereka mendukung agar Nusa Dua tetap menjadi kawasan wisata mewah secara berkelanjutan.

217 Kedua, relasi kuasa antara BTDC, investor, dan masyarakat dipengaruhi oleh tiga ideologi yaitu ideologi pariwisata global, ideologi pariwisata hijau, dan ideologi pariwisata budaya berbasis nilai lokal. Pengaruh ideologi pariwisata global terhadap Resor Wisata Nusa Dua bisa dilihat pada tuntutan universal pentingnya keamanan dalam pengelolaan pariwisata. Di seluruh dunia, resor wisata baik yang terbuka, tertutup, baik di sebuah daya tarik wisata maupun di sebuah theme park, keselamatan dan keamanan ( safety and security) merupakan hal yang utama. Dalam ideologi pariwisata global yang berurusan dengan keamanan relasi kuasa berjalan secara kolaboratif. Sejalan dengan ideologi pariwisata global, ketiga pilar juga memiliki kepentingan yang sama dalam menerima ideologi pariwisata hijau atau green tourism dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Menjadikan Nusa Dua sebagai kawasan terpadu yang hijau dan indah adalah kepentingan semua pilar. Pihak BTDC dan hotel sudah menunjukkan dalam cara mereka menata taman dan mengelola limbah hotel, sedangkan masyarakat mendukung melalui penjagaan lingkungan di wilayah masing-masing. Dalam kepentingan kebersihan dan menjaga kehijauan resor, relasi antara ketiga pilar juga berjalan secara kolaboratif, hanya saja beban dan tanggung jawab atas sumber daya lebih berada pada dua pilar utama yaiatu BTDC dan pengelola hotel. Kalau kemudian BTDC tampak lebih dominan dalam hal itu, itu terjadi karena kelebihan mereka dalam memberikan kontribusi pada pembiayaan. Pengaruh ideologi pariwisata budaya dan kearifan lokal juga merupakan kepentingan bersama karena menjadi ciri yang harus dipertahankan ketiga pilar

218 untuk mencapai cita-cita awal pembangunan Resor Wisata Nusa Dua sebagai kawasan pariwisata terpadu yang tidak saja melestarikan keindahan alam tetapi juga kekayaan budaya dan tradisi. Keistimewaan Bali sebagai destinasi wisata adalah karakter budaya dan tradisi yang khas yang menjadi daya tarik sekaligus yang menjadi target prioritas untuk dilestarikan. Pihak BTDC mengambil inisiatif untuk menggelar Festival Nusa Dua sejak tahun 1993 dengan mengajak hotel berpartisipasi dan mengundang masyarakat lokal dan luar Bali untuk mempromosikan seni budaya Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Perlu juga dicatat komitmen BTDC dan beberapa hotel di resor tersebut untuk menerima kehadiran sistem akreditasi untuk penghargaan Tri Hita Karana Award yang berbasis kearifan lokal. Selama ini, akreditasi terhadap jasa pariwisata dilakukan lembaga sertifikasi internasional yang datang dari luar, oleh karena itu perhatian pada ideologi pariwisata budaya dan kearifan lokal merupakan hal yang menarik. Dalam beberapa tahun belakangan ini, sistem akreditasi THK Awards ini menghadapi keterpecahan lembaga, syukurnya akreditasi untuk penghargaan ini masih tetap jalan oleh dua lembaga berbeda dari orang-orang yang dulunya berada dalam satu payung. Ketiga, dalam memberikan makna terhadap relasi kuasa dalam pengelolaan resor wisata Nusa Dua, tiap-tiap pilar memiliki strategi yang berbedabeda dan itu ditentukan oleh posisi dan kepentingan masing-masing. Dalam pemaknaan ini antara BTDC dan pengusaha hotel ada kepentingan yang hampir sama yaitu menjalankan usaha untuk mendapatkan profit tinggi tetapi bisa berusaha secara berkelanjutan, namun dalam praktiknya mereka juga sering

219 terperangkap dalam miskomunikasi yang membuat pemaknaan relasi kuasa mereka berbeda. Hal yang sama juga terjadi antara masyarakat dengan kedua pilar lainnya. Dalam hal ini, masyarakat tidak bisa digeneralisasi sebagai satu kelompok karena di dalamnya terdapat kelompok, asosiasi, persatuan, dan tokoh yang sering dianggap berbicara atas nama komunitas, yang semuanya memiliki cara yang berbeda-beda memaknai relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Misalnya, pihak hotel sudah berusaha memenuhi perjanjian untuk menerima tenaga kerja dari masyarakat dalam jumlah tertentu, dan masyarakat merasa keinginan itu sudah terpenuhi, namun kalau kelompok taksi merasa mereka dipinggirkan dari hak menikmati keuntungan ekonomi pariwisata, mereka melakukan demonstrasi, menduduki halaman hotel. Ini adalah bentuk pemaknaan yang beragam dari lapisan masyarakat. Perbedaan pemaknaan yang berbeda ini akan terus terjadi secara dinamis dan akan menjadi bagian dari perjalanan pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. 8.3 Saran Berdasarkan analisis, temuan, dan simpulan di atas, dapat disarankan dua jenis saran yaitu pertama, saran yang berkaitan dengan objek penelitian relasi kuasa dalam pengelolaan resor wisata; dan kedua, saran yang berkaitan dengan penelitian ke depan. Pertama, derasnya perkembangan pariwisata sehingga menyebabkan tingginya minat investor untuk berinvestasi di Bali khususnya Nusa Dua, maka disarankan kepada BTDC yang menjadi pengelola Resor Wisata Nusa Dua agar;

220 1. Wacana dan implementasi gagasan pariwisata hijau agar dijalankan dengan komitmen yang lebih luas, artinya tidak saja bersifat dari oleh dan untuk BTDC dan resor tetapi juga sampai pada tingkat penanaman kesadaran akan lingkungan hijau pada masyarakat sekitar resor dan masyarakat Bali secara umum. Wilayah di luar BTDC juga perlu ditata secara bersama dengan masyarakat sehingga keindahan Nusa Dua bersifat menyeluruh karena hal itu akan memperkuat citra kelas mewah Resor Wisata Nusa Dua. 2. BTDC perlu menjaga relasi kuasa yang dinamis dan harmonis sehingga keamanan dan kenyamanan wisatawan berlibur di BTDC bisa dijaga. Kondisi ini akan memberikan keuntungan bisnis kepada BTDC dan hotelhotel yang beroperasi di resor tersebut. Sebagai pengelola, BTDC agar memperhatikan keadaan masyarakat sekitar, dan diharapkan melakukan ganti rugi kepada masyarakat yang belum mendapatkan ganti rugi atas tanah yang dibebaskan untuk Resor Wisata Nusa Dua, sehingga tidak terjadi perselisihan antara BTDC sebagai pengelola resor wisata Nusa Dua dengan masyarakat yang menuntut kompensasi hingga sekarang. 3. Demikian juga halnya dengan hotel hendaknya dapat membuka lebih banyak lowongan pekerjaan untuk masyarakat sekitar Nusa Dua agar mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jangan hanya mengutamakan pekerja luar yang memiliki kemampuan yang lebih sehingga masyarakat sekitar terlupakan.

221 Kedua, untuk agenda penelitian ke depan, perlu dikaji bagaimana relasi kuasa antara pilar-pilar di kawasan pariwisata dan resor wisata lainnya di Indonesia. Penelitian seperti itu akan memberikan manfaat praktis untuk mewujudkan pengelolaan kawasan wisata yang dapat menguntungkan semua pengampu kepentingan dan mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan.