TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERMOHONAN PAILIT PADA CV. CITRA JAYA (Studi Kasus Putusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN SUAMI/ISTRI TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI-ISTRI TANPA PERJANJIAN KAWIN. Oleh Putu Indi Apriyani I Wayan Parsa

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan dapat terjadi dengan makin pesatnya perkembangan

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

PUTUSAN Nomor: 018 K/N/1999 ================================================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No.05/PAILIT/2012/PN/NIAGA.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi ( financial intermediary) untuk menunjang kelancaran

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I. tidak dipakai. Sangat sedikit kasus-kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN UTANG PIUTANG ANTARA DEBITUR DENGAN KOPERASI SERBA USAHA SARI JAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

TANGGUNG JAWAB SEKUTU TERHADAP COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP ( CV ) YANG MENGALAMI PAILIT

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ABSTRACT

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

I. PENDAHULUAN. membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu sarana

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP PIHAK KETIGA 1 Oleh : Ardy Billy Lumowa 2

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

PUTUSAN Nomor 13/Pailit/2005/PN.Niaga.Jkt.Pst.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

PERJANJIAN PENANAMAN MODAL USAHA PENGOLAHAN LIMBAH KERTAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGARUH KEPAILITAN TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEPAILITAN

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS DALAM PENYELESAIAN HARTA PAILIT DALAM PERADILAN 1 Oleh: Taufiq H.

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan oleh perbankan syari ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN

PUTUSAN Nomor 23 PK/N/1999 ============================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERMOHONAN PAILIT PADA CV. CITRA JAYA (Studi Kasus Putusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg) Oleh: BAYU SIDIQ PAMUNGKAS C100120213 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

i

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERMOHONAN PAILIT PADA CV. CITRA JAYA (Studi Kasus Putusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian putusan hakim ditinjau dari Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap permohonan pailit pada CV. Citra Jaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dengan jenis penelitian bersifat deskriptif. Sumber data terdiri dari data sekunder yang meliputi sumber hokum primer, sekunder dan tersier, sedangkan data primer adalah terkait dengan permasalahan yang diteliti yaitu Kantor Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan studi lapangan yakni wawancara, kemudian dianalisis dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan hakim dengan nomor putusan No.06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg, telah sesuai sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sedangkan pertimbangan hakim dalam menentukan adalah dengan melihat bagaimana proses pembuktian di persidangan yang dilakukan oleh para pihak dan bukti-bukti berdasarkan fakta serta alasanalasan dari para pihak. Kata kunci: permohonan pailit, pertimbangan hakim, putusan hakim ABSTRACT This study aims to determine the suitability of the judge's ruling in terms of Act 37 of 2004 on Bankruptcy and to determine the consideration of the judge in determining the verdict on the petition of bankruptcy on the CV. Citra Jaya. The method used in this research study normative legal or doctrinal legal research with this type of research is descriptive. The data source consists of secondary data including legal source of primary, secondary and tertiary, while primary data is related to the issues studied were the Office of the Commercial Court of Semarang District Court. Data were collected by literature study and field study that interview, then analyzed by qualitative analysis. The results showed that the judge's decision with the decision number No.06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg, in compliance as stipulated in Law No. 37 Year 2004 on Suspension of Payment, while the judge in determining the consideration is to look how the process of evidence in the trial conducted by the parties and the evidence based on the facts and the reasons of the parties. Keywords: bankruptcy petition, consideration of the judge, the judge's decision 1

1. PENDAHULUAN Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UWDP), perusahaan didefinisikan sebagai setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terusmenerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan, dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Ruang lingkup dari Hukum Perusahaan ada pada lapangan Hukum Perdata (khususnya Hukum Dagang) dan sebagian ada pada Hukum Administrasi Negara yang tercermin pada peraturan Perundang-undangan di luar KUHPerdata dan KUHDagang. Namun apabila dilihat dari obyek usaha dan tata perniagaannya, termasuk di dalam lapangan Hukum Perdata khususnya di bidang hukum harta kekayaan yang mana di dalamnya terletak hukum dagang. Dengan demikian, apabila dilihat dari kegiatan usahanya yang bergerak dalam kegiatan ekonomi pada umumnya, maka hukum perusahaan ini termasuk pula dalam cakupan hukum ekonomi. 1 Sumber hukum utama hukum perusahaan adalah Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang merupakan lex specialis dari KUHPerdata. KUHDagang ini merupakan warisan dari Hindia Belanda berupa Wetboek Van Koophandel (Wvk), yang berdasarkan asas konkordansi (asas keselarasan) masih terus berlaku sampai ada peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang menggantikannya. 2 Persekutuan komanditer merupakan salah satu bentuk dari perusahaan. Persekutuan Komanditer atau biasa disebut dengan CV (Commanditaire Vennootschap) adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang di bentuk antara satu orang atau beberapa orang persero yang secara tanggungmenanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab solider) pada 1 R.T. Sutantya, R. Hadhikusuma dan Sumantoro, 1995, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Jakarta: Rajawali Pers, Hal.8. 2 Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, 2012, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Mataram: Erlangga, Hal.13. 2

satu pihak, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (Geldschieter) pada pihak yang lain. 3 Persekutuan Komanditer diatur dalam Pasal 19 KUHDagang. Berdasarkan Pasal 19 KUHDagang, persekutuan komanditer adalah Persekutuan secara melepas uang yang juga dinamakan persekutuan komanditer, didirikan antara satu orang beberapa orang sekutu yang secara tanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain. Selanjutnya, dalam persekutuan komanditer terdapat 2 (dua) macam sekutu, yaitu sekutu komplementer dan sekutu komanditer yang masing-masing berbeda fungsi, tugas dan tanggung jawabnya yaitu sebagai berikut: (1) Sekutu komplementer. Sekutu komplementer adalah sekutu aktif disebut juga sekutu pengurus atau sekutu pemelihara, sekutu ini aktif menjalankan perusahaan dan berhubungan hukum serta bertanggung jawab terhadap pihak ketiga, sehingga tanggung jawab sekutu kerja ini adalah tanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Apabila sekutu kerja ini lebih dari seorang, harus ditegaskan di dalam anggaran dasarnya apakah di antara mereka ada yang dilarang untuk bertindak keluar mengadakan hubungan hukum/transaksi dengan pihak ketiga (Pasal 17 KUHDagang), (2) Sekutu Komanditer. Sekutu komplementer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, benda ataupun tenaga kepada persekutuan, seperti apa yang telah disanggupkannya dan untuk itu berhak menerima keuntungan dari persekutuan. Tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang telah disanggupkan untuk disetor, dan sekutu ini tidak boleh ikut campur di dalam pengurusan atau mencampuri tugas sekutu kerja (Pasal 20 KUHDagang). 4 Sekutu komanditer berhak mengawasi jalannya perusahaan dan untuk melaksanakan sesuatu sekutu komplementer harus mendapat persetujuan dari sekutu komanditer. Apabila larangan untuk mencampuri tugas sekutu komplementer dilanggar, maka akibatnya tanggung jawab sekutu komanditer diperluas oleh Pasal 21 KUHDagang, sama halnya dengan tanggung jawab sekutu kerja (komplementer), yaitu tanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan 3 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2001, Hukum Perusahaan Indonesia Bagian 1, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, Hal.84. 4 R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Op.Cit, Hal.34. 3

(Pasal 18 KUHDagang). Sebagai badan usaha yang menjalankan kegiatannya dalam bidang ekonomi, CV juga dapat mengalami kepailitan. Kepailitan dalam CV dapat terjadi oleh beberapa sebab, misalnya CV yang mempunyai banyak utang sehingga jatuh pailit, dan harta benda CV tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utangnya. Dalam hal CV mengalami kepailitan, terdapat pertanggungjawaban dari para sekutu, baik dari sekutu komplementer maupun sekutu komanditer. Kepailitan persekutuan komanditer berarti kepailitan dari sekutunya, bukan dari persekutuannya. Para sekutu masing-masing bertanggung jawab sepenuhnya terhadap perikatan-perikatan persekutuan komanditernya. Dalam hal persekutuan komanditer mengalami kepailitan, yang bertanggung jawab secara hukum adalah sekutu komplementer, karena sekutu komplementer merupakan sekutu pengurus yang bertanggung jawab atas jalannya persekutuan. Tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang disetorkan saja. Undang-Undang Kepailitan (UUK) mendefinisikan kepailitan sebagai suatu sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang. Undang-undang tidak mendefinisikan secara spesifik melainkan secara umum, sehingga tidak menggambarkan esensi makna kepailitan itu melainkan justru hanya menyebut akibat hukum kepailitan, yaitu terjadinya sita umum atas kekayaan debitur pailit. 5 Kepailitan secara apriori dianggap sebagai kegagalan yang disebabkan karena kesalahan dari debitur dalam menjalankan usahanya sehingga menyebabkan utang tidak mampu dibayar. Oleh karena itu, kepailitan sering diidentikan sebagai pengemplangan utang atau penggelapan terhadap hak-hak yang seharusnya dibayarkan kepada kreditur. 6 Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang-piutang yang menghimpit seorang debitur, di mana debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utang tersebut kepada para krediturnya. Bila keadaan ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitur, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya (voluntary petition for self-bankruptcy) 5 M. Hadi Shubhan, 2008, Hukum Kepailitan, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, Hal.67. 6 Karto,1982, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Jakarta: Pradnya Paramita, Hal.42. 4

menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitur tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (involuntary petition for bankruptcy). 7 Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah dalam suatu penelitian karya ilmiah agar lebih mendalam, terarah dan tepat mengenai sasaran karena itu untuk memudahkan pencapaian tujuan dan pembahasannya, maka dalam penyusunan skripsi ini dapat dirumuskan: (1) Bagaimana kesesuaian putusan hakim ditinjau dari Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan? dan (2) Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan putusan Terhadap Permohonan Pailit Pada CV.Citra Jaya? Berdasarkan uraian di atas untuk mengetahui kesesuaian putusan hakim dalam perusahaan perseorangan pada CV.CITRA JAYA terhadap Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan pertimbangan hakim dalam menentukan putusan dalam perusahaan perseorangan mengalami pailit maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul: Tinjauan Yuridis Putusan Hakim Terhadap Permohonan Pailit Pada CV. Citra Jaya (Studi Kasus Putusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg). Adapun tujuan penulis untuk melakukan penelitian adalah untuk mengetahui kesesuaian putusan hakim ditinjau dari Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan mengetahui pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap Permohonan Pailit Pada CV. Citra Jaya. Selanjutnya, manfaat penelitian yang diharapkan antara lain: (1) Bagi penulis, menambah wawasan dalam memperluas pemahaman akan arti pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktek, khususnya dalam hukum perdata, (2) Bagi masyarakat, penelitian ini supaya dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca atau masyarakat, mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh suatu perusahaan khususnya persekutuan komanditer terutama mengenai kepailitan, dan (3) Bagi ilmu pengetahuan, penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan yang berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum perdata mengenai kepailitan. 7 Ricardo Simanjuntak, 2005, Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, Hal.56. 5

2. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal, di mana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 8 Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan sumber data terdiri dari data sekunder yakni bahan hukum primer, sekunder dan tersier, sedangkan data primernya berdasarkan sumber data yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti yakni wawancara dengan pihak Kantor Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan studi lapangan yakni wawancara. Teknik analisis data menggunakan metode analisis data secara kualitatif. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kesesuaian Putusan Hakim Ditinjau dari Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Putusan No.06/PAILIT/2012/PN.Niaga.Smg Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Kepailitan adalah putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akanada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan pailit dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditur. 9 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diberikan definisi Kepailitan 8 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal.118. 9 M.Hadi Shubhan. 2008. Hukum Kepailitan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, hal. 1 6

adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.37 Tahun 2004, kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.37 Tahun 2004, debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Berdasarkan pada hasil penelitian yang penulis lakukan di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang, dengan melakukan wawancara terhadap Hakim Pengawas yang bernama Bapak Lasito, S.H., M.H. Beliau menyatakan bahwa putusan yang diputuskan oleh hakim ketua majelis telah sesuai dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Termohon terbukti telah memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (4), dan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Atau dalam putusan hakim mengenai perkara kepailitan yaitu putusan No.06/palilit/2012/PN.Niaga.Smg. Hakim menjatuhkan putusan didasarkan pada pertimbangan, kemudian hakim mengkualifikasi persyaratan untuk dinyatakan pailit. Pasal 1 ayat (2) telah dijelaskan secara jelas bahwa orang yang mempunyai piutang karena perjanjian dapat ditagih di muka pengadilan. Adanya permohonan kepailitan yang diajukan di pengadilan niaga, digambarkan Irwanto wijaya sebagai Pemohon, sedangkan yang dipailitkan adalah Thio Ardianto Prasetyo dan Soenartiningsih, di mana Termohon memiliki kreditur lebih dari satu. Pertama, kreditur Irwanto Wijaya sebagai Pemohon, di luar Irwanto Wijaya dia juga mempunyai utang terhadap kreditur-kreditur lain yaitu: (1) Bank Ganesha Semarang; (2) Bank BNI 46; (3) Johnny Surya, dengan demikian Termohon sudah memenuhi syarat bahwa utang-utang ini telah jatuh tempo. 10 10 Lasito, Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang, Wawancara Pribadi, Semarang, Rabu, 11 Oktober 2016, Pukul 13.10 WIB. 7

Pengadilan Niaga dalam menjatuhkan putusan terhadap Termohon pailit mengingat ketentuan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) menyatakan bahwa: Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Berdasarkan rumusan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tersebut diperoleh pemahaman bahwa komponen penting dalam Hukum Kepailitan harus terpenuhinya unsur-unsurnya antara lain debitur, mempunyai dua/lebih kreditur, dan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Apabila dilihat dari Kesesuaian Putusan Hakim Ditinjau dari Undang- Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Mengingat ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (4), Pasal 15 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), telah terpenuhi fakta atau keadaan, terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah tepenuhi di mana Termohon mempunyai utang kepada Pemohon telah jatuh waktu dan dapat ditagih, sehingga Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Semarang telah sesuai dengan amar putusannya berdasarkan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga Termohon dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. 11 Pertimbangan Hakim dalam Menentukan Putusan terhadap Permohonan Pailit pada CV. Citra Jaya terhadap Putusan No.06/Pailit/2012/ PN.Niaga.Smg Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang, dengan melakukan wawancara terhadap Hakim Pengawas yang bernama Bapak Lasito.S.H., M.H. Beliau mengatakan 11 Lasito, Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang, Wawancara Pribadi, Semarang, Rabu, 11 Oktober 2016, Pukul 13.10 WIB. 8

bahwa pada dasarnya apabila dalam suatu pemeriksaan perkara telah selesai, sebelum menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut, maka Majelis Hakim berkewajiban untuk merumuskan terlebih dahulu mengenai pertimbanganpertimbangan hukumnya yang di mana pertimbangan hukum itu akan dijadikan sebagai dasar utama dalam pengambilan atau penjatuhan putusan dari perkara tersebut. Hal pokok yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh Hakim sebelum menjatuhkan putusan adalah terkait pada bagaimana saat proses pembuktian di persidangan yang dilakukan oleh para pihak baik Pemohon maupun Termohon. Terpenuhinya Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, di mana debitur mempunyai dua atau lebih kreditur itu sudah bisa di hukum. Perkara kepailitan merupakan suatu perkara yang sangat sederhana sekali. Saya punya hutang pada kamu dan kamu punya hutang kepada orang lain, sudah selesai kamu bisa saya ajukan, tidak mungkin pengadilan tidak memutuskan. 12 Berdasarkan pada Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg yang telah berkekuatan hukum tetap. Apabila Pemohon mampu membuktikan dalil-dalil dalam permohonannya, maka yang akan dijadikan pertimbangan Majelis Hakim antara lain: Pertama, apakah Termohon mempunyai dua atau lebih kreditur. Kedua, apakah Termohon mempunyai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, tetapi tidak dibayarkan oleh Termohon pailit. Apabila dalam proses pembuktian Pemohon dapat membuktikan dalil permohonannya serta dapat meyakinkan Majelis Hakim dalam pemeriksaan perkara tersebut, maka sudah pasti dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim akan mengabulkan permohonan Pemohon. Begitu juga sebaliknya. Jadi, dasar yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusannya adalah terkait dengan bukti yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan. Sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg, bahwa hakim telah memberikan pertimbangan- 12 Lasito, Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang, Wawancara Pribadi, Semarang, Rabu, 11 Oktober 2016, Pukul 13.10 WIB. 9

pertimbangan hukumnya yang akan dijadikan pedoman dalam menjatuhkan putusan mengenai perkara permohonan pailit pada CV. Citra Jaya. Kesimpulan pembuktian mengenai fakta-fakta hukum di atas, maka adapun pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan adalah sebagai berikut: Setelah Pengadilan Niaga mencermati secara seksama bukti Pemohon maupun Termohon yaitu P-1, P-2, T-1 para Termohon adalah pasangan suami istri yang terikat pada perjanjian perkawinan, di mana Tuan Thio Ardianto Prasetyo CV. Citra Jaya adalah persero pengurus, sedangkan Soenartiningsih Persero Komanditer adalah sebagai subyek hokum, di mana berdasarkan bukti T-1 yaitu Akta Pendirian CV Citra Jaya yang dibuat di hadapan Notaris Andy Mulyono, SH, Termohon adalah selaku Direktur dan selaku Pengurus Persero Komanditair CV. Citra Jaya, karena itu ia dapat bertindak selaku pihak dalam perbuatan hukum tertentu, termasuk dalam pengertian ini untuk membuat suatu perjanjian yang dalam implementasinya diwakili oleh Direksi (bukti P1, P2, P3, P7, P8). 13 Memperhatikan bukti P3, T6 yang berupa tanda terima kwitansi peminjaman uang oleh Termohon tertanggal 6 Juli 2011, ternyata antara Pemohon dan Termohon telah membuat perjanjian peminjaman uang, di mana adanya bukti kwitansi pembayaran, dalam perjanjian tersebut Pemohon telah memberikan pinjaman uang pada Termohon sebesar Rp 181.238.000,- (Seratus Delapan Puluh Satu Juta Dua Ratus Tiga Puluh Delapan Ribu Rupiah). Berdasarkan bukti P-3, T- 6 dapat menunjukkan adanya hubungan hukum antara Pemohon pailit dengan Termohon pailit berupa perjanjian peminjaman uang (bukti P-3, T-6), dan perjanjian peminjaman uang tersebut dibenarkan oleh Termohon. Selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan adanya utang pada Pemohon dan utangnya tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih sebagaimana yang dimakud dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004. Adanya peminjaman uang, dan sebagaimana dalam permohonan Pemohon di mana Termohon mempunyai hutang pada Pemohon di mana sampai dengan jatuh waktu dan dapat ditagih, sesuai dengan perincian sebagai berikut. Hutang 13 Lasito, Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang, Wawancara Pribadi, Semarang, Rabu, 11 Oktober 2016, Pukul 13.10 WIB. 10

Rp 181.238.000,- dan hutang Termohon berupa pengembalian barang dagangan dari Pemohon senilai Rp 23.379.250,- sebagaimana dalam bukti P-3,P-6, T-6, T-7. Pada jatuh waktu yang telah ditentukan dan ternyata pihak Termohon tidak dapat melunasi utangnya dan memperhatikan bukti P-4, P-5, berupa cek/giro bilyet dari Termohon dan adanya penolakan cek/giro bilyet tersebut, hal tersebut tidak disanggah oleh Termohon, maka pengadilan niaga berpendapat pihak Termohon tidak dapat memenuhi kewajibannya yaitu menyelesaikan utang-utang nya kepada Pemohon. Sementara itu, dari pertimbangan tersebut di atas pengadilan niaga berkesimpulan bahwa Termohon mempunyai utang dan Termohon Thio Ardhianto Kurniawan Prasetyo dan Soenartiningsih (CV. Citra jaya) berkewajiban untuk membayar sejumlah utang kepada Pemohon Irwanto Wijaya atas dasar pinjaman uang. Guna membuktikan adanya kreditur lain tersebut, Pemohon mengajukan bukti P-7, P-8, dan sebagaimana bukti Termohon yaitu T-3, T-4, yang semua berupa bukti Surat tagihan dari Bank BNI 46 per 14 s/d 15 Juni 2012 sebesar Rp 4.791.049,- dan Pinjaman kepada Bank Ganesha yang per 1 Mei 2012 sejumlah Rp 9.000.000.000,- dengan pembayaran bunga per bulannya Rp 303.864.515,- adalah surat bukti yang menunjukkan adanya surat berkaitan dengan sejumlah utang Termohon pailit Thio Ardianto Kurniawan Prasetyo dan Soenartiningsih (CV. Citra Jaya) kepada kreditur lain yaitu Bank Ganesha dan Bank BNI 46. Atas dasar rangkaian pertimbangan hukum tersebut pengadilan niaga memperoleh fakta atau keadaan, terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah tepenuhi di mana Termohon mempunyai utang kepada Pemohon telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Oleh karena permohonan pernyataan pailit dikabulkan maka Termohon dibebani untuk membayar biaya perkara; Mengingat ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (4), Pasal 15 ayat (1) dan (3) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) beserta ketentuan lainnya yang bersangkutan dengan permohonan ini. 11

Alasan hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut adalah karena dilihat dari fakta hukumnya utang Termohon telah jatuh waktu dan dapat ditagih sebagaimana yang tersebut dalam perjanjian peminjaman uang dan hal tersebut diakui oleh Termohon, dan sampai dengan Termohon pailit mendapatkan surat somasi (peringatan) dari Pemohon pailit, dan Termohon tidak mengindahkannya dan tidak melaksanakan kewajibannya. 14 Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. mengenai perkara permohonan pailit pada CV. Citra Jaya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum sebagaimana yang telah diuraikan di atas, Majelis Hakim pemeriksa perkara telah memutuskan dan sebagai berikut: (1) Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon, (2) Menyatakan Termohon pailit Thio Ardianto Kurniawan Prasetyo dan Soenartiningsih, beralamat di Jl. Batan Mirotto 473, RT 007, RW 001, Kelurahan Miroto, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Pailit dengan segala akibat hukumnya, (3) Menunjuk: Winarto, SH Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang sebagai Hakim Pengawas, (4) Menunjuk dan Mengangkat: (a) Sdr. Ferry Gustaf Taruli Panggabean, SH, Izin Kurator dan Pengurus No. AHU.AH.04.03-23 tanggal 22 Februari 2011, (b) Sdri Suharti, SH, kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dengan surat bukti pendaftaran Kurator No. AHU.AH.04.03-77 tanggal Maret 2011 Keduanya berkedudukan hukum atau beralamat di Ruko ITC Cempaka mas Blok P no 18 Jl Letjen Soeprapto,Cempaka Putih, Jakarta Pusat sebagai Kurator dalam perkara ini, dan (5) Menghukum, Termohon Pailit membayar biaya perkara ini sejumlah Rp.1.111.000,- (Satu Juta Seratus Sebelas Ribu Rupiah). 4. PENUTUP Kesimpulan Pertama, kesesuaian putusan hakim ditinjau dari Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Putusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. Putusan Hakim pada No. 14 Lasito, Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang, Wawancara Pribadi, Semarang, Rabu, 11 Oktober 2016, Pukul 13.10 WIB. 12

06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg telah sesuai dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, di mana dalam putusan tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) yang pertama adanya CV. Citra Jaya sebagai debitur yang di dalam permohonan berkedudukan sebagai Termohon pailit, kedua dengan terpenuhinya debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur yaitu Irwanto Wijaya yang dalam permohonan berkedudukan sebagai Pemohon pailit (UD. Mawar), dan kreditur yang lain di antaranya: (1) Bank Ganesha Semarang, (2) Bank BNI 46, dan (3) Johnny Surya dan terpenuhinya unsur yang ketiga bahwa hutang-hutang debitur telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebagaimana perjanjian utang piutang antara debitur dengan kreditur. Dengan dikabulkannya permohonan pailit, maka berdasarkan pada Pasal 15 ayat (1) hakim harus menunjuk seorang hakim pengawas dan kurator dalam putusannya. Sebagaimana implementasi dari putusan No.06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg, maka putusan hakim tersebut telah sesuai sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kedua, pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap permohonan pailit pada CV. Citra Jaya terhadap Putusan No.06/Pailit/2012/ PN.Niaga.Smg. dengan melihat bagaimana proses pembuktian di persidangan yang dilakukan oleh para pihak. Selain itu dalam menjatuhkan putusan hakim juga mempertimbangkan bukti-bukti berdasarkan fakta serta alasan-alasan dari para pihak. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan ini juga karena dilihat dari bukti-bukti yang diajukan oleh permohonan (adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih di antaranya P-3, P-6) dan hal tersebut diakui oleh Termohon (diantaranya T-6, T-7). Selain itu Pemohon juga telah mendapatkan surat somasi (peringatan) dari Pemohon pailit, akan tetapi Termohon tidak mengindahkannya dan tidak melaksanakan kewajibannya. Atas dasar rangkaian pertimbangan hukum tersebut pengadilan niaga telah memperoleh fakta atau keadaan dan terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah tepenuhi, sehingga bila dikaitkan dengan Pasal 8 ayat (4), maka hakim harus mengabulkan permohonan pernyataan pailit. 13

Saran Pertama, kepada para pembuat undang-undang, untuk lebih memperhatikan lagi terhadap produk hukum yang diterbitkan, karena jika dilihat pada Putusan Hakim No. 06/Pailit/12/PN.Niaga.Smg, menyatakan debitur pailit yang didasarkan pada ketuntuan Pasal 2 ayat (1) dengan pertimbangan Pasal 8 ayat (4). Menurut penulis dasar dan pertimbangan putusan hakim tersebut sangatlah sederhana, sehingga membuka celah bagi debitur untuk dimanfaatkan dalam mengajukan kepailitan. Sebagai contoh, apabila terdapat debitur yang mempunyai 4 kreditur yang masing-masing kreditur tersebut memberikan pinjaman sebesar 1.000.000.000,- dengan batas pembayaran maksimal satu tahun berdasarkan kesepakatan para pihak baik kreditur dan debitur. Apabila telah jatuh tempo, sedangkan debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap kreditur, maka debitur yang tidak mempunyai itikad baik untuk memenuhi kewajibannya dapat memanfaatkan Pasal 2 ayat (1) tanpa mempertimbangkan jumlah harta yang dimilikinya untuk dijadikan sita jaminan, meskipun jumlah harta tersebut tidak dapat menutup keseluruhan hutang yang dimilikinya. Maka hal ini menyebabkan hak-hak dari para kreditur tidak dapat dipenuhi seluruhnya dengan adanya putusan pailit tersebut. Oleh karena itu perlu diadakannya revisi dari Undang-undang kepailitan mengenai syarat-syarat pailit sehingga hak dari para kreditur dapat terpenuhi secara utuh dan menutup celah bagi debitur nakal untuk memanfaatkan ketentuan syarat pailit guna mehindari pemenuhan kewajibannya. Kedua, kepada kreditur, hendaknya lebih hati-hati dalam memberikan pinjaman, karena undang-undang yang mengatur saat ini mudah memberikan celah bagi debitur nakal dalam mengajukan permohonan pailit tanpa pertanggungjawaban. Persantunan Skripsi ini, penulis persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta atas doa, dukungan yang penuh dan juga penantiannya. Dosen-dosen Fakultas Hukum yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. Seluruh saudara dan kerabat yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, doa dan 14

semangatnya. Sahabat-sahabatku, atas motivasi, dukungan dan doanya selama ini serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih banyak atas segala bantuan baik motivasi, doa dan dukungan selama ini. DAFTAR PUSTAKA Buku Sutantya, R.T., R. Hadhikusuma dan Sumantoro. 1995. Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Jakarta: Rajawali Pers. Asyhadie, Zaeni dan Budi Sutrisno, 2012, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Mataram: Erlangga. Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia Bagian 1, Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Shubhan, M. Hadi. 2008. Hukum Kepailitan, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Karto. 1982. Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Simanjuntak, Ricardo. 2005. Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum. Amiruddin dan Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Aturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Wetboek Burgelijk), terjemahan R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, 2008, Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UWDP) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Keputusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg). 15