BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) ANGKUTAN PEMADU MODA TRAYEK BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU BANGKINANG

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

2017, No Republik Indonesia Nomor 5229); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lntas dan Angkutan Jalan (Lembaran N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

BAB III LANDASAN TEORI

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

yaitu apabila bangkitan parkir tidak dapat tertampung oleh fasilitas parkir di luar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Menurut Munawar (2005) perangkutan diperlukan karena sumber kebutuhan manusia tidak berada di suatu tempat melainkan di banyak tempat,sehingga terjadi pergerakan yang mengakibatkan perangkutan. Dalam perangkutan terdapat 5 unsur pokok yaitu : 1. Manusia yang membutuhkan perangkutan. 2. Barang yang di butuhkan. 3. Kendaraan sebagai alat angkut. 4. Jalan sebagai sarana perangkutan. 5. Organisasi sebagai pengelola angkutan. 2.2 Angkutan Umum Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan dijelaskan bahwa angkutan umum atau Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk Angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau teratur dan tidak dalam trayek, sedangkan menurut 8

9 Warpani (1990) angkutan umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan perkotaan (bus, minibus), kereta api, angkutan air dan angkutan udara. 2.3 Jenis Angkutan Umum Berdasarkan Undang - Undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek adalah sebagai berikut: 1. Angkutan Lintas Batas Negara. 2. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi. 3. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi. 4. Angkutan Perkotaan. 5. Angkutan Perdesaan. 2.4 Angkutan Umum Antar Kota Dalam Provinsi Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No.35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, Angkutan Umum Antar Kota Dalam Provinsi adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No.35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, pelayanan angkutan antar kota dalam provinsi diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

10 1. Mempunyai jadwal tetap,sebagaimana tercantun dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan. 2. Pelayanan angkutan yang dilakukan bersifat pelayanan cepat atau lambat 3. Dilayani dengan mobil bus besar atau mobil bus sedang,baik untuk pelayanan ekonomi maupun pelayanan non ekonomi. 4. Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persinggahan dan terminal tujuan. 5. Prasana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam provinsi, sebagaimana tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan. Kendaraan yang digunakan untuk angkutan antar kota dalam provinsi harus dilengkapi dengan: 1. Nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan pada sisi kiri,kanan dan belakang kendaraan. 2. Papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih,tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. 3. Jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kenndaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan ANGKUTAN ANTAR KOTA DALAM PROVINSI. 4. Jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard, yang dikeluarkan oleh masing-masing angkutan. 5. Fasilitas bagasi sesuai kebutuhan. 6. Tulisan standar pelayanan.

11 7. Daftar tarif yang berlaku. 2.5 Pola Pelayanan Angkutan Umum Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.687/AJ.206/DRJD/2002 dalam perencanaan jaringan trayek angkutan umum harus memperhatikan faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut: 1. Pola penggerakan penumpang angkutan umum. Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih effesien. Trayek angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan. 2. Kepadatan penduduk. Salah satu faktor menjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu. 3. Daerah pelayanan. Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum.

12 4. Karakteristik jaringan. Kondisi jaringan jalan akan menetukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada. Rencana umum jarngan Trayek sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014, yaitu : 1. Jaringan Trayek lintas batas Negara. Jaringan Trayek lintas batas negara memuat paling sedikit: a. asal dan tujuan Trayek lintas batas negara; b. tempat persinggahan dan/atau istirahat; c. jaringan jalan yang dilalui adalah jalan nasional; d. terminal asal dan tujuan serta Terminal persinggahan yang berupa Terminal tipe A atau Simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api yang dihubungkan sebagai Jaringan Trayek dan/atau wilayah strategis atau wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitandan tarikan perjalanan Angkutan antar kota antar provinsi. e. jumlah kendaraan yang dibutuhkan; f. jenis kelas pelayanan yang disediakan yaitu kelas non-ekonomi; g. tempat pengisian bahan bakar yang disepakati; dan h. analisis keamanan. 2. Jaringan Trayek antar kota antar provinsi. Jaringan Trayek antar kota antar provinsi memuat paling sedikit:

13 a. asal dan tujuan Trayek antarkota antarprovinsi merupakan ibukota provinsi, kota, wilayah strategis nasional, dan wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan Angkutan antarkota antarprovinsi; b. jaringan jalan yang dilalui dapat merupakan jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi, dan/atau jaringan jalan kabupaten/kota; c. perkiraan permintaan jasa Penumpang Angkutan antar kota antar provinsi; d. terminal asal dan tujuan serta Terminal persinggahan yang berupa Terminal tipe A atau Simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api yang dihubungkan sebagai Jaringan Trayek dan/atau wilayah strategis atau wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan Angkutan antarkota antarprovinsi; dan e. jumlah kebutuhan dan jenis Kendaraan Angkutan antarkota antarprovinsi. 3. Jaringan Trayek antar kota dalam provinsi; Jaringan Trayek antar kota dalam provinsi memuat paling sedikit: a. asal dan tujuan Trayek antarkota dalam provinsi merupakan ibukota provinsi, kota, ibukota kabupaten wilayah strategis regional dan wilayah lainnya yang memiliki potensi bangkitan dan tarikan perjalanan Angkutan antarkota dalam provinsi; b. jaringan jalan yang dilalui dapat merupakan jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi, dan/atau jaringan jalan kabupaten/kota;

14 c. perkiraan permintaan jasa Penumpang Angkutan antarkota dalam provinsi; d. Terminal asal dan tujuan serta Terminal persinggahan paling rendah Terminal tipe B atau Simpul transportasi lainnya berupa bandar udara, pelabuhan, dan/atau stasiun kereta api; dan e. jumlah kebutuhan dan jenis Kendaraan Angkutan antarkota dalam provinsi. 4. Jaringan Trayek perkotaan; dan 5. Jaringan Trayek perdesaan. 2.6 Kinerja Berdasarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga ( 2000), kinerja adalah (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. 2.7 Kinerja Operasi Berdasarkan Giannopoulos (1989), Bus Planning and Operation in Urban Area dalam Chrisdianto (2004) faktor yang mempengaruhi kulitas operasi antara lain: 1. Nilai okupansi bus (Load faktor) Nilai okupansi adalah perbandingan antara jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk yang yang tersedia didalam bus. Nilai okupansi 125% artinya jumlah penumpang yang berdiri 25% dari tempat duduk yang tersedia, nilai okupansi 100% berarti tidak ada penumpang yang berdiri dan semua tempat duduk terisi. Nilai ini diperlukan untuk menentukan

15 aksesbilitas yang diberikan dan memberikan gambaran reabilitas dari transportasi perkotaan. Pada jam jam sibuk nilai okupansi dapat melebihi batas batas yang diinginkan, maka frekuensi pelayanan dan kapasitas bus juga harus meningkat. Sesuai dengan peraturan pemerintah No 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan pasal 28 yang menetapkan bahwa faktor muat standard adalah sebesar 70%. 2. Reabilitas Reabilitas atau keandalan adalah faktor utama kepercayaan masyarakat akan pelayanan angkutan umum. Istilah ini digunakan untuk satu ketataan bis bis pada jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Reabilitas ditunjukan dengan prosentase bus akan datang tepat waktu pada suatu tempat henti terhadap total jumlah kedatangan. Sebelum bus tepat waktu jika bus tersebut tiba dalam interval waktu yang telah dijadwalkan, standar waktu terlambat awal datang antara 0 5 menit. 3. Kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Aspek yang harus betul-betul dipertimbangkan adalah kenyamanan yang diterima oleh pengguna, yang diasumsikan dengan pengaturan tempat duduk, kemudahan bergerak dalam bus, diturunkan ditempat henti bus, kenyamanan mengendarai, kemudahan naik turun bus serta kondisi kebersihan bus. 4. Panjang trayek. Trayek sedapat mungkin melalui lintasan yang terpendek dengan kata lain menghindari lintasan yang dibelok-belokan, sehingga menimbulkan kesan

16 pada penumpang bahwa mereka tidak membuang-buang waktu. Panjang trayek angkutan kota agar dibatasi tidak terlalu jauh, maksimal antara 2 2,25 jam perjalanan pulang pergi. 5. Lama perjalanan. Lama perjananan ke dan dari tempat tujuan setiap hari, rata-rata 1 1,5 jam, dan maksimal 2 3 jam. Waktu perjalanan penumpang rata rata pada saat melakukan penyimpangan harus tidak melebihi 25% dari waktu perjalanan kalau tidak melakukan penyimpangan terhadap lintasan pendek. 2.7.1 Headway Waktu antara (headway) dari dua kendaraan didefinisikan sebagai interval waktu antara bagian depan kendaraan melewati suatu titik dengan saat dimana bagian depan kendaraan berikutnya melewati titik yang sama. Waktu antara untuk sepasang kendaraan beriringan, secara umum akan berbeda. Ini akan menimbulkan suatu konsep waktu antara sepasang kendaraan yang berurutan dan diukur pada suatu periode waktu lokasi tertentu.(morlok, 1991) Menurut Hendarto (2001), headway dapat dinyatakan dalam waktu (time headway) dan jarak (distance headway). Time headway adalah waktu antara kedatangan dua kendaraan yang berurutan disatu titik pada ruas jalan. Distance headway adalah waktu antara bemper depan suatu kendaraan berikutnya pada suatu waktu.

17 2.7.2 Kecepatan Menurut Hobbs (1995) kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam km per jam (km/jam). Pada umumnya kecepatan itu sendiri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kecepatan sesaat, kecepatan perjalanan, dan kecepatan bergerak. Kecepatan perjalanan adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak antara dua tempat dibagi lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara dua tempat. 2.8 Penyusunan Jadwal ( Time Table ) Penyusunan jadwal (time table) dapat berupa tabel yang berisi daftar waktu keberangkatan angkutan umum pada lokasi-lokasi pengangkutan padasuat rute selama periode operasional.