BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri (Kotler, 2002: 83). Kualitas pelayanan yang mendefinisikan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2005 : 110). Mengacu pada pengertian kualitas layanan tersebut maka konsep kualitas layanan adalah suatu daya tanggap dan realitas dari jasa yang diberikan perusahaan. Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Wisnalmawati, 2005: 156). Kotler dan Keller (2007) menyatakan bahwa kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan, dimana persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu pelayanan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa yaitu perusahaan akan tetapi sudut penilaian persepsi pelanggan. Dalam hal ini konsumen adalah pihak yang mengkonsumsi dan
menikmati jasa perusahaan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan nilai menyeluruh atas keunggulan atau jasa. Kualitas layanan mengacu pada penilaian-penialain tentang inti pelayanan, yaitu si pemberi pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi pelayanan, sebagian besar masyarakat sekarang mulai menampakkan tuntutan terhadap pelayanan prima, mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk yang bermutu tetapi mereka lebih senang menikmati kenyamann pelayanan. (Nanang, 2006: 44) 2.1.2 Dimensi Kualitas Layanan Sunarto (2003: 244), mengidentifikasikan tujuh dimensi dasar dari kualitas yaitu: 1. Kinerja Yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang diidentifikasi para pelanggan. 2. Interaksi Pegawai Yaitu seperti keramahan, sikap hormat, dan empati ditunjukkan oleh masyarakat yang memberikan jasa atau barang. 3. Keandalan Yaitu konsistensi kinerja barang, jasa dan toko. 4. Daya Tahan Yaitu rentan kehidupan produk dan kekuatan umum. 5. Ketepatan Waktu dan Kenyaman Yaitu seberapa cepat produk diserahkan atau diperbaiki, seberapa cepat produk infomasi atau jasa diberikan. 6. Estetika
Yaitu lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya tarik penyajian jasa. 7. Kesadaran akan Merek Yaitu dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas evaluasi pelanggan. Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan menurut Lupiyoadi (2006:182), yaitu: 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dan pelayanan yang diberikan. 2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. 3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. 4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun. 5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Sebagai contoh perusahaan harus mengetahui keinginan pelanggan secara spesifik dari bentuk fisik produk atau jasa sampai pendistribusian yang tepat. Menurut Nasution (2004: 47), kualitas pelayanan terdiri dari tiga dimensi atau komponen utama yang terdiri dari :
1. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output yang diterima oleh pelanggan. Bisa diperinci lagi menjadi : a. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya: harga dan barang. b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa atau produk. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kearapihan hasil. c. Credence quality, yaitu sesuatu yang sukar dievaluasi pelanggan, meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. 2. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. 3. Corporate image, yaitu yaitu profit, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan. Dari beberapa pendapat para ahli tentang dimensi kualitas pelayanan, dapat disimpulkan beberapa dimensi yang kredibel yaitu dengan memenuhi syarat agar sebuah pelayanan memungkinkan untuk menimbulkan kepuasan pelanggan. Adapun dimensi-dimensi tersebut yaitu: Tangibles atau bukti fisik, Reliability atau keandalan Responsiveness atau ketanggapan, Assurance atau jaminan/kepastian, Empathy atau kepedulian. Dalam pelayanan di bidang perhotelan, pelayanan yang berkualitas ditandai dengan ciri-ciri : 1) Kepuasan konsumen terhadap kebutuhan menginap 2) Kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pelayanan kepada para tamu 3) Karyawan mengerti akan kebutuhan para tamu 4) Penampilan karyawan yang rapi dan sopan
5) Pelayanan yang ramah 6) Kamar yang nyaman, bersih dan rapi untuk dipakai 7) Fasilitas yang memadai 8) Tempat yang memadai 9) Harga yang sesuai dengan fasilitas 2.1.3 Hubungan Kualitas Pelayanan degan Keputusan Menginap Kualitas pelayanan merupakan tolak ukur dalam menentukan keputusan pembelian atau tidakya seorang pengguna jasa, karena melalui kulaitas pelayanan akan dapat menilai kinerja dan merasakan puas atau tidaknya merkea dengan layanan yang diberikan oleh penyedia jasa. Kualitas pelayanan merupakan hasil penilaian pelanggan atas keunggulan atau keistomewaan layanan secara menyeluruh. Bila penilaian yang dihasilkan merupakan penilaian yang positif maka kualitas pelayanan ini akan berdampak pada terjadinya keputusan pembelian. 2.1.4 Pengertian Fasilitas Fasilitas adalah penyediaan perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para tamu dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya atau kegiatan-kegiatannya, sehingga kebutuhan-kebutuhan tamu dapat terpenuhi selama tinggal dihotel (Sulastiyono, 2006: 98).
Sedangkan menurut Kotler (2005:75), mendefinisikan fasilitas yaitu segala sesuatu yang bersifat peralatan fisik dan disediakan oleh pihak penjual jasa untuk mendukung kenyamanan konsumen. Fasilitas adalah sarana yang disediakan oleh hotel. Pada dasarnya fasilitas ini merupakan faktor yang menentukan pilihan orang untuk tinggal atau menginap di suatu hotel tertentu. (Keputusan Menparpostel Nomor KM 37/PW.340/MPRT-86). 2.1.5 Unsur-unsur dalam Menentukan Fasilitas Menurut Tjiptono (2004:112), ada beberapa unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan fasilitas, yaitu : 1. Pertimbangan atau perencanaan parsial Aspek-aspek seperti proposi, tekstur, warna, dan lain lain perlu dipertimbangkan, dikombinasikan, dan dikembangkan untuk memancing respon intelektual maupun emosional dari pemakai atau orang yang melihatnya. 2. Perancang ruang Unsur ini mencakup perencanaan interior dan arsitektur seperti penempatan perabotan dan perlengkapan dalam ruangan, desain aliran sirkulasi dan lain-lain.seperti penempatan ruang pertemuan perlu diperhatikan selain daya tampungnya, juga perlu diperhatikan penempatan perabotan atau perlengkapan. 3. Perlengkapan atau perabotan Perlengkapan berfungsi sebagai sarana pelindung barang-barang berharga, sebagai tanda penyambutan bagi para konsumen. 4. Tata cahaya
Yang perlu diperhatikan dalam tata cahaya adalah warna jenis dan sifat aktivitas yang dilakukan dalam ruangan serta suasana yang diinginkan. 5. Warna Warna dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi, menimbulkan kesan rileks, serta mengurangi tingkat kecelakaan. Warna yang dipergunakan untuk interior fasilitas jasa diperlu dikaitkan dengan efek emosional dari warna yang dipilih. 6. Pesan-pesan yang disampaikan secara grafis Aspek penting yang terkait dalam unsur ini adalah penampilan visual, penempatan, pemilihan bentuk fisik, pemilihan warna, pencahayaan dan pemilihan bentuk perwajahan lambang atau tanda yang dipergunakan untuk maksud tertentu. 2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fasilitas Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap desain fasilitas adalah sebagai berikut : 1. Sifat dan tujuan organisasi Sifat suatu jasa seringkali menentukan berbagai persyaratan desainnya. Sebagai contoh desain hotel perlu mempertimbangkan ventilasi yang memadai, kamar dengan fasilitas yang baik, ruang tunggu yang nyaman. Desain fasilitas yang baik dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya perusahaan mudah dikenali dan desain interior bisa menjadi ciri khas atau petunjuk mengenai sifat jasa didalamnya. 2. Ketersediaan tanah dan kebutuhan akan ruang atau tempat Setiap perusahaan jasa membutuhkan lokasi fisik untuk mendirikan fasilitas jasanya. Dalam menentukan lokasi fisik diperlukan beberpa faktor yaitu kemampuan finansial, peraturan pemerintah berkaitan dengan kepemilikan tanah dan pembebasan tanah dan lainlain.
3. Fleksibilitas Fleksibilitas desain sangat dibutuhkan apabila volume permintaan sering berfluktuasi dan jika spesifikasi jasa cepat berkembang, sehingga resiko keuangan relatif besar. Kedua kondisi ini menyebabkan fasilitas jasa harus dapat disesuaikan dengan kemungkinan perkembangan di masa datang. 4. Faktor estesis Fasilitas jasa yang tertata rapi, menarik akan dapat meningkatkan sikap positif pelanggan terhadap suatu jasa, selain itu aspek karyawan terhadap pekerjaan dan motivasi kerjanya juga meningkat. Aspek-aspek yang perlu ditata meliputi berbagai aspek. Misalnya tinggi langit-langit bangunan, lokasi jendela dan pintu, bentuk pintu yang beraneka ragam dan dekorasi interior. 5. Masyarakat dan lingkungan sekitar Masyarakat (terutama masalah sosial dan lingkungan hidup) dan lingkungan disekitarnya fasilitas jasa memainkan peranan penting dan berpengaruh besar terhadap perusahaan. Apabila perusahaan tidak mempertimbangkan faktor ini, maka kelangsungan hidup perusahaan bisa terancam. 2.2 Lokasi 2.2.1 Pengertian Lokasi Menentukan lokasi tempat untuk setiap bisnis merupakan suatu tugas penting bagi pemasar, karena keputusan yang salah dapat mengakibatkan kegagalan sebelum dimulai. Memilih lokasi berdagang merupakan keputusan penting untuk bisnis yang harus membujuk pelanggan untuk datang ke tempat bisnis dalam pemenuhan kebutuhannya.
Pemilihan lokasi mempunyai fungsi yang strategis karena dapat ikut menentukan tercapainya tujuan badan usaha. Lokasi adalah letak atau toko pengecer pada daerah yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba (Swasta, 2003: 339). Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001: 61-62), mendefinisikan lokasi adalah tempat di mana perusahaan harus bermarkas melakukan operasi. Dalam hal ini ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu: 1. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan), apabila keadaannya seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen sehingga mudah dijangkau dengan kata lain harus strategis; 2. Pemberi jasa mendatangi konsumen, dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa harus tetap berkualitas; 3. Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu langsung, berarti service provider dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu seperti telepon, komputer, dan surat. Pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam menentukan lokasi menurut Tjiptono (2000: 41-42) meliputi faktor-faktor : 1. Akses, misalnya lokasi yang mudah dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum 2. Visibilitas, misalnya lokasi dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan 3. Tempat parkir yang luas dan aman 4. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha dikemudian hari 5. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lokasi Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan daerah pembelanjaan menurut Swasta (2003:339) adalah : 1. Luas daerah perdagangan, 2. Dapat dicapainya dengan mudah, 3. Potensi pertumbuhannya, 4. lokasi toko-toko saingan. Sedangkan keputusan tentang lokasi toko di dalam pusat pembelanjaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lebih spesifik seperti : 1. Biaya dan lamanya sewa, 2. Pelayanan yang diberikan oleh pengusaha pusat pembelanjaan, 3. Luas ruangan beserta layoutnya, 4. Arus pengunjung, 5. Jarak dari tempat parkir 2.3 Keputusan Menginap 2.3.1 Pengertian Keputusan Keputusan konumen yang dilakukan dalam usaha perhotelan adalah keputusan seseorang untuk menginap di hotel tersebut. Keputusan yang dipilih konsumen dalam memilih hotel adalah kunci kelangsungan siklus sebuah hotel karena konsumen merupakan asset. Keputusan adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasi sikap pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya (Nugroho, 2003: 38).
Pada umumnya manusia bertindak rasional dan mempertimbangan segala jenis informasi yang tersedia dan mempertimbangkan segala sesuatu yang bisa muncul dari tindakannya sebelum melakukan sebuah perilaku tertentu. Para konsumen akan melewati lima tahapan dalam melakukan pembelian yaitu pengenalan masalah pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian (Kotler, 2005) 2.3.2 Jenis-jenis Keputusan 1. Keputusan Terprogram Merupakan keputusan yang berulang dan telah ditentukan sebelumnya, dalam keputusan terprogram prosedur dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami organisasi. Keputusan terprogram memiliki struktur yang baik karena pada umumnya kriteria bagaimana suatu kinerja diukur sudah jelas, informasi mengenai kinerja saat ini tersedia dengan baik, terdapat banyak alternatif keputusan, dan tingkat kepastian relatif yang tinggi. Tingkat kepastian relatif adalah perbandingan tingkat keberberhasilan antara 2 alternatif atau lebih. 2. Keputusan Tidak Terprogram Keputusan ini belum ditetapkan sebelumnya dan pada keputusan tidak terprogram tidak ada prosedur baku yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Keputusan ini dilakukan ketika organisasi menemui masalah yang belum pernah mereka alami sebelumnya, sehingga organisasi tidak dapat memutuskan bagaimana merespon permasalahan tersebut, sehingga terdapat ketidakpastian apakah solusi yang diputuskan dapat menyelesaikan permasalahan atau tidak, akibatnya keputusan tidak terprogram menghasilkan lebih sedikit alternatif keputusan dibandingkan dengan
keputusan terprogram selain itu tingginya kompleksitas dan ketidakpastian keputusan tidak terprogram pada umumnya melibatkan perencanaan strategik.