BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. metode korelasional, yaitu dengan melihat hubungan antara dua variabel,

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, jumlah anak-anak yang berkebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB 1 PENDAHULUAN. kenyataannya, anak ada yang normal dan anak yang berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. yang didambakan. Berbagai harapan sempurna mengenai anak pun mulai

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya suatu komunikasi yang baik. Salah satunya cara yang digunakan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang normal, bahagia dan memiliki anak-anak yang sehat, lucu berwajah menarik dan pintar.sebagaimanayang diungkapkan olehariestoteles (dalam Rusydi, 2007) bahwa kebahagiaan adalah orang yang mempunyai good birth, good health, good look, good luck, good reputation, good friends, good money and goodness.kebahagiaan juga diartikan sebagai kesatuan karakteristik psikologi yang positif dengan kepuasan yang tinggi dalam hidup, memiliki tingkat afek positif yang tinggi dan tingkat afek negatif yang rendah (Carr, 2004). Salah satu bentuk kebahagiaan yang ingin dicapaioleh orangtua adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun mental.kenyataannyatidak sedikit orangtua yang dikaruniai anak yang tidak normal atau anak berkebutuhan khusus. Orangtua akan merasa sedih dan tidak bahagia apabila anak yang dimilikinya lahir dengan pertumbuhan dan kondisi fisik yang tidak sempurna atau mengalami hambatan dalam perkembangan.anak berkebutuhan khusus merupakan mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuantujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang

tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional dan juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus atau luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional. (Suran & Rizzo, dalam Mangunsong 2009). Menurut Geartheart (dalam Mangunsong, 2009) anak berkebutuhan khusus adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal: ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromuscular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas. Keterbatasan yang ada pada anak berkebutuhan khusus biasanya berdampak pada sikap orangtua. Reaksi pertama orangtua ketika anaknya dikatakan bermasalah menurut Kubler Ross (dalam Phebe &Woelan, 2011) adalahpenyangkalan (orangtua tidak percaya tentang apa yang terjadi padanya), kemarahan (yang ditandai dengan shock, kecewa, merasa bersalah, dan menolak), Depresi (orangtua anak berkebutuhan khusus merasa sedih seringkali tidak nafsu makan). Tidak mudah bagi orangtua yang anaknya mengalami kebutuhan khusus untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan ( acceptance). Ada masa orangtua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orangtua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anaknya tersebut(puspita dalam Sri & Anita, 2007).

Hal ini diperkuat oleh Mahoney dkk (dalam Pujaningsi h, 2006) mengatakan bahwa orangtua anak berkebutuhan khusus mengalami tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan orangtua anak-anak yang tidak mengalami kelainan. Menurut Smith (dalam Pujaningsih, 2006) hal ini dapat disebabkan: (a) Pengalaman terisolasi, orangtua mungkin dapat merasa tidak ada orang lain yang mengerti kondisi, kesedihan mereka. Dukungan dari anggota keluarga lain tidak akan banyak membantu dalam hal ini. (b) Merasa dalam kesendirian. Orangtuaanak dengan berkebutuhan khusus merasa tertinggal dan kesepian ketika keluarga dan teman membicarakan keberhasilan akademis dan prestasi anak-anak mereka. (c) Merasa bingung dan tersisih. Orangtua merasa bingung mengenai penyebab kelainan anak mereka dan bertanya-bertanya tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Seligman (2005) menjelaskan bahwa kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu dalam hidupnya, yang ditandai dengan lebih banyaknya afeksi positif yang dirasakan individu daripada afeksi negatif. Emosi positif seperti kepercayaan diri, harapan, dan kepercayaan sangat membantu individu bukan ketika kehidupan itu terasa mudah, melainkan saat kehidupan menjadi sulit. Ketika individu berada dalam suasana hati positif orang lebih menyukainya, dan pertemanan, cinta, serta persekutuan lebih mungkin terjalin. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang ingin dicapai dan menjadi tujuan hidup manusia (Bradburn, 1969). Kebahagiaan akan dirasakan

oleh individu ketika apa yang dicita-citakan tercapai, sebaliknya akan merasakan kesedihan jika tidak tercapai. Individu mendapatkan kebahagiaan dari kejadian-kejadian yang dianggap menyenangkan (Gunaratama, 2002) Fenomena dilapangan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 3 orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus diperoleh 1 yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang merasa bahagia. Ibu N adalah salah satu individu yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang bahagia, hal ini ditandai dengan beliau merasa bersyukur memiliki anak yang berkebutuhan khusus, ia menyadari bahwa setiap anak ada kelebihan dan kekurangannya dan beliau juga merasa bangga terhadap anaknya yang berkebutuhan khusus karena anaknya penurut, dibandingkan dengan anak normal lain. Ibu N juga merasa semenjak memiliki anak yang berkebutuhan khusus rizkinya jadi semakin lancar, sehingga ini menjadikan ia merasa bahagia dalam hidupnya. Afek positif seperti, bersyukur, menerima, dan bangga ini lah yang menjadikan ibu N merasa bahagia. Selanjutnya ada beberapa orangtua yang merasa tidak bahagia yang memiliki anak yang berkebutuhan khusus.hal ini terlihat dalam wawancara yang dilakukan peneliti terhadap ibu BM dan yang ditandai, ia merasa malu, kecewa dan minder kepada lingkungan tempat tinggal dan keluarga, dan juga lingkungan tempat tinggal yang mempelakukan anaknya yang kurang baik. Situasi ini semakin membuat ibu BM merasa minder. Selanjutnya yaitu pada ibu Ibu Y mengatakan, ketika anaknya bertingkah laku yang aneh didepan orang,kemudian ketika anaknya berkumpul dengan anak yang normal, ada

timbul perasaan malu. Lebih lanjut dikatakan ibu Yanaknya yang bandel yang sulit sekali untuk diatur membuat beliau kuwalahan. Afek-afek negatif yang timbul seperti malu, kecewa, minder, dan tidak menerima ini lah menyebabkan ibu BM dan Ibu Y tidak bahagia. Orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus sangat sulit menerima dirinya dengan baik ketika perasaan bersalah itu sangat kuat, terlebih perasaan bersalah karena anak yang dilahirkan dari rahimnya terlahir dengan kondisi tidak sempurna artinya ketidak sempurnaan itu terjadi atas faktor internal, dimana pada masa-masa kehamilanlah masa itu terjadi. Namun ketika seorang ibu mampu menyadari kondisisnya dengan baik dan mulai beradaptasi dengan lingkungan, maka perlahan rasa penerimaan diri itu akan muncul pada diri ibu (Levianti, 2013) Dampak orangtua yang tidak dapat menerima keterbatasan yang dialami anaknya menjadi permasalahan dan menimbulkan stres, depresi, kecemasan, merasa tertekan, bersalah, masalah dalam penyesuaian sosial, tingkat kebahagiaan pernikahan yang rendah dan kepuasan hidup yang berkurang serta hilangnya harapan. Mereka harus menghadapi tekanan keuangan untuk menyediakan biaya pengobatan anak mereka dan memberi perhatian lebih pada anak (Sabih & Sajid, 2006) Penerimaan diri menjadi salah satu faktor yang berperan terhadap kebahagiaan (happiness) agar seseorang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjusted person) (Hurlock, 1980).Sikap orangtua yang tidak dapat

menerima kenyataan bahwa anaknya berkebutuhan khusus akan sangat buruk dampaknya, bukan saja berdampak buruk pada psikologisnya tetapi juga akan membuat anak berkebutuhan khusus merasa tidak dimengerti dan tidak diterima apa adanya serta dapat menimbulkan penolakan dan termanisfestasi dalam bentuk perilaku yang tidak diinginkan dari anak kepada orangtua (Marijani, dalam Rachmayanti & Zulkaida 2007). Al-Mighwar (2006) menyebutkan bahwa penerimaan adalah faktor yang penting dalam kebahagiaan, baik penerimaan diri sendiri maupun penerimaan sosial, dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam mencapai kebahagiaan, individu harus memiliki penerimaan diri (Self Acceptance) Sheerer (dalam machdan & Hartini, 2012) menjelaskan bahwa penerimaan diri adalah sikap dalam menilai diri dan keadaannya secara objektif, menerima kelebihan dan kelemahanya. Menerima diri berarti telah menyadari, memahami dan memerima apa adanya dengan disertai keinginan dan kemampauan untuk selalu mengembangkan diri sehingga dapat menjalani hidup dengan baik dan penuh tanggung jawab. Individu yang mampu menerima diri sendiri menunjukan perilaku yang percaya diri, gembira, antusias, dapat berkomunikasi dengan baik, menyesuaikan diri dan mampu melakukan interaksi sosial dengan orang lain (Santrock, 2003). Artinya, jika orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang bisa menerima dirinya mereka cendrung lebih terlihat mandiri, percaya diri dan bahagia.

Berdasarkan fenomena diatas dan melihat betapa pentingnya permasalahan ini diangkat, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentanghubungan AntaraPenerimaan Diri Orangtua yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus dengan Kebahagiaan ( Study Korelasi Di SLB Pelita Hati Pekanbaru).Selain itu juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk menunjang kebahagaiaan mereka agar menjadi seseorang yang sehat secara psikologi dan mampu berfungsi dan berperan sesuai yang diharapakan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khsusus dengan kebahagiaan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitianini adalah, untuk mengetahui hubungan antara penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan kebahagian D. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan antara penerimaan diri orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khususdengan kebahagiaan belum ada dilakukan penelitian. Penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif yang difokuskan pada apakah ada hubungan antara penerimaan diri orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan kebahagiaan. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah 1. Penelitian Nurlina Muslimah tahun (2010) dengan judul Hubungan antara Penerimaan DiridenganKebahagiaan Anak Jalanan. Hasil penelitian berdasarkan uji korelasi dengan menggunakan teknik pearson product momentmenujukkan bahwaterdapat hubungan yang segnifikan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan anak jalanan. Persaamaan peneltian ini dengan peneliti adalah: sama-sama memiliki variabel penerimaan diri dan kebahagiaan. Perbedaan penelitian ini dengan peneliti adalah yaitu: penelitian inisubjeknya adalah anak jalanan, sedangkan peneliti subjeknya adalah orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 2. Penelitian (Nurul Azizah Rahmawati, Machmuroch & Arista Adi Nugroho) dengan judul Hubungan Antara Penerimaan Diridan Dukungan Sosial dengan Stress Pada Ibu yang Memiliki Anak Autis di SLB Autis Surakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Penerimaan diri dan Dukungan Sosial dengan Stress pada Ibu yang Memiliki Anak Autis di SLB Autis Surakarta. Persamaan penelitian ini dengan peneliti adalah: sama-sama meneliti variabel Penerimaan Diri, subjeknya sama-sama orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Perbedaannya adalah terletakpada variabel, penelitiannya meneliti

tentang penerimaan diri dan dukungan sosial dengn stress pada ibu yang memiliki anak autis di SLB autis Surakarta.Sedangkan peneliti meneliti variabel tentang penerimaan diri orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus denga kebahagiaan. Subjek pada penelitian ini dengan kriteria yang memiliki anak yang menyandang autis saja, sedangkan peneliti adalah semua orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus seperti: tunagrahita tuna rungu, autis dan tunadaksa serta gangguan perkembangan lainya. 3. PenelitianMarisha Sembiring tahun (2010) dengan judul GambaranKebahagiaan padaibu yang Memiliki Anak Autis. Hasil penelitian dengan menggunakan metodekualitatif bersifat deskriptifmenunjukan bahwa ditinjau dari aspek-aspek kebahagiaan ketiga responden dari penelitian ini menunjukkan adanya keterlibatan penuh, penemuan makna dalam kesaharian, optimisme yang realistis dan resiliensi. Namun hanya ada dua responden yang menujukkanterjalinnya hubungan positif dengan orang lain. Berdasarkan karakteristik orang yang bahagia maka ketiga responden dari penelitian ini dapat dikatakan sebagai pribadi yang menghargai diri sendiri, optimisme dan terbuka. Namun hanya dua responden yang dapat dikatakan sebagai pribadi yang dapat mengendalikan diri. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan bahwa agama dan kehidupan sosial ditemukan berpengaruh terhadap kebahagian yang dirasakan oleh ibu yang

memiliki anak autis. Persamaan penelitian ini dengan peneliti adalah: sama-sama memiliki variabel kebahagiaan. Perbedaanya adalah terletak yaitu: padametode penelitian, penelitian inimenggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan peneliti menggunakan metode kuantitatif. Subjek pada penelitian ini adalah orangtua dengan kriteria yang memiliki anak yang menyandang Autis saja, sedangkan peneliti adalah semua orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus seperti: tunagrahita tuna rungu, autis dan tunadaksa sesuai yang ada ditempat penelitian. Berdasarkan perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti belum pernah diteliti sebelumnya. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi perkembangan dan psikologi agama khususnya yang berkaitan dengan penerimaan diri orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan kebahagiaan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khsusus, maanfaat penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai pentingnya

penerimaan diri agar orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dapat menerima keseluruhan dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya untuk dapat menjalani hidup yang lebih bahagia b. Bagi peneliti selanjutnya,hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk peneliti lain serta dapat digunakan sebagai bahan pengembangan teori bagi peneliti lainya