Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah

BAB IV PENUTUP. 1. Bahwa setiap produk makanan dalam kemasan yang beredar di Kota. Bengkulu wajib mencatumkan label Halal, karena setiap orang yang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TANGGUNG JAWAB MUTLAK PADA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Maman Surya Masloman 2

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2

3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat.

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

SISTEM JAMINAN HALAL (S J H)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

BAB I. PENDAHULUAN. tahun Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB IV. A. Legitimasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sebagai bagian dari perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 18

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara yang mendapat perhatian yang lebih besar. Pada saat ini

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, hal ini karena adanya aspek ekonomi yang melekat pada merekmerek

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. 326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

Menimbang : Mengingat :

MAKANAN DAN MINUMAN DALAM ISLAM OLEH : SAEPUL ANWAR

Transkripsi:

SERTIFIKASI JAMINAN PRODUK HALAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 (PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN) 1 Oleh : Witanti Astuti Triyanto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan jaminan produk halal dan hubungannya dengan Hukum Perlindungan Konsumen dan bagaimana prosedur dan akibat hukum sertifikat jaminan produk halal. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat disimpulkan: 1. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah peraturan perundangan yang mengatur dan melindungi konsumen pemeluk agama Islam dari berbagai produk yang beredar dan diperdagangkan yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai produk halal. Produk sebagai bahan kebutuhan pokok manusia pada umumnya yang beredar dan diperdagangkan apabila status kehalalannya dijamin dan dilindungi, dapat memberikan rasa aman dan tentram, rasa tidak bersalah atau tidak berdosa, mengingat makanan atau minuman telah digariskan batasannya mana yang halal maupun yang haram, dan dengan demikian menjadi bagian erat dengan hukum perlindungan konsumen khususnya yang melindungi umat Islam. 2. Berlakunya Undang- Undang No. 33 Tahun 2014, menyebabkan kelembagaan yang memiliki otoritas menerbitkan sertifikasi halal yakni MUI akan bergeser kepada kelembagaan bagi bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), meskipun fungsi dan peran MUI tetap diakui karena merupakan mitra kerja BPJPH. Sertifikasi halal merupakan pengakuan kehalalan suatu produk yang diterbitkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang memberikan kekuatan hukum, jaminan perlindungan hukum dalam hubungan hukum antara pelaku usaha dengan umat Islam sebagai konsumen sesuatu produk yang ditandai dengan labelisasi halal. Kata kunci: Sertifikasi, jaminan produk, halal. 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Abdurrahman Konoras, SH, MH; Josiana E. Londa, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101152 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berlakunya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan hukum sehubungan penggunaan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan, minuman, maupun obat-obatan yang memiliki kualifikasi sebagai produk yang halal. Terminologi halal adalah terminologi yang akrab dengan Hukum Islam yang diartikan sah digunakan atau dipakai. Dalam konteks ini, berbagai jenis makanan, minuman, atau obat-obatan yang sah dikonsumsi oleh umat Islam yang benar-benar menyadari dan meyakini bahwa makanan, minuman, atau obat-obatan yang di konsumsi tersebut tidak dilarang (diharamkan) menurut Hukum Islam. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memiliki keterkaitan erat sekali dengan Undang-Undang No. 33 dalam arti kata, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, lebih memperhatikan perlindungan konsumen pada umumnya, tanpa memandang agama, kesukuan, maupun budaya konsumen masyarakat. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, lebih tertuju pada keyakinan warga masyarakat menyikapi makanan, minuman maupun obat-obatan, apakah halal atau haram. Namun, jika dicermati pada produk makanan berupa makanan berbahan daging seperti daging sapi, daging ayam, daging kambing dan lain-lainnya, terdapat di antara warga masyarakat yang bukan pemeluk agama Islam justru berpantang makan daging dengan alasan kesehatan maupun karena vegetarian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah pertanyaan mendasar apakah urgensi perlunya pengaturan jaminan produk halal, bagaimana proses sertifikasi dan labelisasi produk halal, bagaimana akibat hukum yang timbul manakala pemberi sertifikasi dan labelisasi itu tidak berwenang, atau sertifikasi dan labelisasinya dipalsukan. B. Perumusan Masalah 148

1. Bagaimana pengaturan jaminan produk halal dan hubungannya dengan Hukum Perlindungan Konsumen? 2. Bagaimana prosedur dan akibat hukum sertifikat jaminan produk halal? D. Metode Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji menjelaskan, pada penelitian hukum normatif. Bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 3 Zainuddin Ali menyebutkan, penelitian hukum normatif atau biasa disebut penelitian yuridis normative. PEMBAHASAN A. Pengaturan Jaminan Produk Halal dan Hubungannya dengan Hukum Perlindungan Konsumen Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal merupakan dasar hukum atau sumber hukum yang berlaku dalam negara hukum Republik Indonesia sebagai hukum tertulis. Dikaji dari Undang-Undang No. 33 terminologi halal itu sendiri menjelaskan bahwa ketentuan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 adalah perlindungan hukum bagi pemeluk agama Islam berkenaan dengan menggunakan dan/atau mengkonsumsikan berbagai produk baik makanan, minuman, obat-obatan dan lainnya secara halal. Hal yang demikian, maka kategori Jimly Asshiddiqie sebagai peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus, karena kekhususan daya ikat materinya, yaitu hanya berlaku internal menjadi tempat dari Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 secara kategorial. Untuk mendukung bahwa Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 ditunjuk secara khusus melindungi umat Islam, selain terminologi halal juga dibuktikan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariah Islam. Ketentuan berikutnya ialah Pasal 111 ayatayatnya dari Undang-Undang No. 36 Tahun 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 24. 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa: (1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau pernyataan kesehatan. (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: a. Nama Produk; b. Daftar bahan yang digunakan; c. Berat bersih atau isi bersih; d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan makanan dan minuman ke wilayah Indonesia; dan e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa. (4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara benar dan akurat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4 Pengaturan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, lebih jelas dan terinci bila dihubungkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sebagaimana ruang lingkup dari pangan menurut Undang- Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang pada Pasal 1 angka 1, merumuskan 4 Lihat UU No. 36 Than 2009 tentang Kesehatan (Pasal 111). 149

bahwa, Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, Peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengatur dan memberikan rumusan yang berkaitan dengan kehalalan pangan, sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 angka 4, bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. 6 Frasa tidak bertentangan dengan agama, keyakinan pada ketahanan pangan tersebut, juga ditemukan pada rumusan keamanan pangan, serta pada berbagai ketentuan pasalnya seperti pada Pasal 59 huruf b Undang- Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menyatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penyediaan pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Ketentuan lainnya dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012, ditemukan pada Pasal 67 ayat (1), yang menyatakan Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, hieginis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Ketentuan lainnya secara tegas menyebutkan jaminan produk halal dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ditemukan pada Pasal 95 ayatayatnya sebagai berikut: 5 Lihat UU No. 18 Than 2012 tentang Pangan (Pasal 1 angka 1). 6 Lihat UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 1 angka 4). (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan terhadap pangan. (2) Penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Menurut penulis, pembahasan tentang hubungan atau keterkaitan antara Undang- Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dengan berbagai peraturan perundangan lainnya, semakin jelas ditemukan pada ketentuan Pasal 95 ayat (2) Undang- Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada frasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan itu antara lainnya ialah Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Berbagai produk, baik barang maupun jasa adalah objek transaksi bisnis atau perdagangan, dan berkaitan dengan ketentuan Undang- Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang pada Pasal 3 huruf j, disebutkan bahwa, Pengaturan kegiatan perdagangan bertujuan meningkatkan perlindungan konsumen. 7 Berdasarkan pembahasan tersebut secara implisit maupun secara eksplisit, sejumlah peraturan perundang-undangan mengatur jaminan kehalalan produk tidak hanya dari pemenuhan kehalalan menurut syarat Islam, melainkan juga pemenuhan kesehatan, keamanan, kenyamanan dan objek yang diperdagangkan (transaksi) menurut aspek dan kepentingan perlindungan konsumen. Menurut substansi Undang-Undang No. 33 adalah jawaban terhadap situasi dan kondisi selama ini bahwa dalam realitasnya banyak produk yang beredar di masyarakat belum semuanya terjamin kehalalannya, sehingga jaminan hukum bagi masyarakat beragama Islam kurang mendapatkan tempat dan perhatiannya. Atas dasar itulah, kehadiran Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dimaksudkan memberikan jaminan, bahwa perlindungan 7 Lihat UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Pasal 3 huruf j). 150

hukum terhadap konsumen beragama Islam telah diatur dan ditentukan sebagai kewajiban, sebagaimana pada Pasal 4, menyatakan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, rumah potong hewan, restoran, dan industri jasa), di antaranya: manual SJH, diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen bahan yang digunakan, serta data matriks produk. e) Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alur proses sertifikasi halal seperti di atas, yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen, penerbitan sertifikat halal. Persyaratan sertifikasi halal oleh LPPOM MUI secara garis besar terdiri atas: kriteria sistem jaminan halal, yang meliputi: 9 1. Kebijakan halal; 2. Tim manajemen halal; 3. Pelatihan dan edukasi; 4. Bahan; 5. Produk; 6. Fasilitas produksi; 7. Prosedur tertulis aktivitas kritis; 8. Kemampuan telusur (traceability); 9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria. 10. Audit internal; 11. Kaji ulang manajemen. Setelah berlakunya Undang-Undang No. 33 terdapat kelembagaan baru yang berfungsi mirip dengan LPPOM MUI yang dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, disingkat BPJPM, yang menurut Pasal 1 angka 6, dirumuskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat BPJPH adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan produk halal. Sesuai dengan rumusan ini, BPJPH adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan produk halal. Sesuai dengan rumusan ini, BPJPH adalah kelembagaan baru bentukan pemerintah sehingga berbeda dari kelembagaan yang ada yakni LPPOM MUI yang merupakan bentuk MUI. Dengan demikian, 8 B. Prosedur dan Akibat Hukum Sertifikasi Jaminan Produk Halal Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 33 secara kelembagaan berbagai organisasi kemasyarakatan Islam, memiliki lembaga akreditasi yang menjamin kehalalan berbagai macam barang kebutuhan umat Islam, tetapi Lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendapat pengakuan dalam pemenuhan persyaratan dan prosedur untuk mendapatkan sertifikasi halal. Berbagai produk makanan dan minuman misalnya, produk teh botol dengan merek teh gelas, dan produk mentega merek blueband menggunakan logo dan/atau label lengkap dengan nomornya, yang merupakan pemenuhan persyaratan dan/atau prosedur kehalalan produk-produk tersebut. Kelembagaan pada MUI bernama Lembaga Pengkajian Pangan, obat-obat dan kosmetika (LPPOM) sebagai penguji kehalalan produk, yang secara umum prosedur sertifikasi halal adalah sebagai berikut: 8 a) Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung melalui alamat website:www.elppommui.org. b) Mengisi data pendaftaran: status sertifikasi (baru/pengembangan/ perpanjangan), data sertifikat halal, status sistem jaminan halal (SJH) jika ada dan kelompok produk. c) Membayar biaya pendaftaran dan biaya akad sertifikasi halal. d) Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai dengan Persyaratan Sertifikasi Halal, dimuat pada: http://www.halalmui.org/newmui/index. Php/main/go- _to_section/56/1362/page/1. Diakses tanggal 20 Mei 2016. 9 Prosedur Sertifikasi Halal MUI, dimuat pada: http://www.halalmui.org/mui14/index.php/maih/go_to_s ection/56/1362/ 151

secara kelembagaan terdapat lebih dari satu lembaga dengan kewenangan yang sama. Pada proses RUU jaminan produk halal, Ormas Islam seperti Nahdatul Ulama (NU) menginginkan agar lembaga penerbit sertifikasi tak hanya MUI, karena NU juga memiliki badan yang menguji sertifikasi halal. Sebaliknya, MUI menginginkan agar penerbitan produk halal hanya satu pintu. 10 Keberadaan BPJPM dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, menyebabkan terjadinya dualisme dalam penerbitan sertifikasi halal, oleh karena selama ini LPPOM MUI telah cukup lama berperan dan berfungsi, selain itu di Kementerian Kesehatan diatur dan berfungsi pula kelembagaan bernama Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM), yang dahulunya adalah Direktorat Jenderal POM. Menurut Pasal 6 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, BPJPH berwenang: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; b. Menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria JPH; c. Menerbitkan dan mencabut sertifikasi halal dan label halal pada produk; d. Melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri; e. Melakukan sosialisasi, edukasi dan publikasi produk halal; f. Melakukan akreditasi terhadap lembaga pemeriksa halal (LPH); g. Melakukan registrasi auditor halal; h. Melakukan pengawasan terhadap jaminan produk halal; i. Melakukan pembinaan auditor halal; dan j. Melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggara jaminan produk halal. Ditentukan pula hubungan kerjasama antara BPJPH, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7, bahwa dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BPJPH bekerjasama dengan: a. Kementerian dan/atau lembaga terkait; b. Lembaga Pemeriksa Halal (LPH); dan 10 Lembaga Halal Bertambah, dimuat pada: http://www.republika.co.id/berita/koran/ halaman- 1/14/09/24/nce38c24-lembaga-halal-bertambah. Diakses tanggal 20 Mei 2016 c. Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, ditentukan pada Pasal 10 ayat-ayatnya, bahwa: (1) Kerjasama BPJPH dengan MUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilakukan dalam bentuk: a. Sertifikasi auditor halal; b. Penetapan kehalalan produk; dan c. Akreditasi lembaga pemeriksa halal. (2) Penetapan kehalalan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikeluarkan MUI dalam bentuk keputusan penetapan produk halal. Berdasarkan pembahasan tersebut, eksistensi MUI dengan berlakunya Undang- Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, semakin melemah dan digantikan oleh BPJPH sebagai lembaga resmi yang dibentuk dan diakui oleh pemerintah. Sedangkan prosedur memperoleh sertifikat halal, pada Pasal 29 ayat-ayatnya dari Undang- Undangnya No. 33 Tahun 2014, sebagai berikut: (1) Permohonan sertifikat halal diajukan oleh pelaku usaha secara tertulis kepada BPJPH. (2) Permohonan sertifikat halal harus dilengkapi dengan dokumen: a. Data pelaku usaha; b. Nama dan jenis produk; c. Daftar produk dan bahan yang digunakan; dan d. Proses pengolahan produk. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan sertifikat halal diatur dalam peraturan menteri. Rangkaian prosedur memperoleh sertifikat halal tersebut di atas adalah bagian dari pengajuan permohonan, kemudian penetapan lembaga pemeriksa halal, penetapan kehalalan produk, penerbitan sertifikat halal, serta pemeriksaan dan pengujian. Selain itu, ditentukan pembaruan sertifikat halal, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayatayatnya dari Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, bahwa: (1) Sertifikat halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi bahan. (2) Sertifikasi halal wajib diperpanjang oleh pelaku usaha dengan mengajukan pembaruan sertifikat halal paling lambat 3 152

(tiga) bulan sebelum masa berlaku sertifikat halal berakhir. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan sertifikat halal diatur dalam Peraturan Menteri. Permasalahan berkaitan dengan kelembagaan BPJPH dan eksistensi MUI dalam menerbitkan sertifikasi halal setelah berlakunya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, ialah masa transisi yang mengatur keabsahan kelembagaan lama (MUI) ke kelembagaan baru (BPJPH) yang merupakan suatu proses peralihan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, permasalahan tersebut diatur pada Bab X tentang Ketentuan Peralihan, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 58 bahwa, Sertifikat halal yang ditetapkan oleh MUI sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu sertifikat halal tersebut berakhir. Sementara itu, ditentukan pada Pasal 64 bahwa, BPJPH harus dibentuk paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Bahwa Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 disahkan dan diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014, serta dinyatakan mulai berlaku sejak diundangkan, menyebabkan terjadinya kekosongan hukum sambil menunggu dibentuknya BPJPH. Keberadaan BPJPH dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 memiliki kemiripan dengan keberadaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang pada Pasal 1 angka 12 dirumuskan bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. Tugas dan fungsi Badan Perlindungan Konsumen Nasional menurut Janus Sidabalok, merupakan satu kesatuan di mana tiap-tiap bagian dari tugas tersebut saling melengkapi, yang bermuara pada satu tujuan, yaitu memberi saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam mengembangkan perlindungan konsumen. 11 Permasalahan selain adanya kekosongan hukum karena proses transisi atau peralihan, ialah Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tidak 11 Janus Sidabalok, Op Cit, hlm. 178. mengatur penyelesaian sengketa konsumen, sebagaimana yang diatur di dalam Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 (Bab X), padahal hubungan hukum antara Pemerintah dengan pelaku usaha, Pemerintah dengan masyarakat (konsumen), maupun antara sesama pelaku usaha serta sesama warga masyarakat, rentan menimbulkan akibat-akibat hukum yang bermuara pada timbulnya persengketaan. Di antara pelaku usaha dengan masyarakat selaku konsumen dibebani kewajiban berupa tanggung jawab oleh Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 dengan akibat hukum tertentu apabila tidak melakukan kewajibannya berupa sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal (Pasal 27 ayat (1) hingga pengenaan ketentuan Pidana (Pasal 56), sebagai akibat hukum yang timbul dari hubungan hukum antara Pemerintah dengan pelaku usaha. Suatu peristiwa hukum sekaligus akibat hukum di antara pelaku usaha yakni konsumen produk halal dengan pelaku usaha sebagai produsen, erat kaitannya dengan pertanggungjawaban sebagaimana dikenal di dalam hukum perlindungan konsumen menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Mekanisme pelabelan halal yang diatur dalam Undang- Undang No. 33 Tahun 2014, pada Pasal 37 dinyatakan bahwa BPJPH menetapkan bentuk label halal yang berlaku nasional. Ditentukan pada Pasal 38 bahwa Pelaku usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantumkan label halal pada: a. Kemasan produk; b. Bagian tertentu dari produk; dan/atau c. Tempat tertentu pada produk. Sertifikasi halal dan label halal rentan disalahgunakan, dipalsukan, dan lain sebagainya, seperti pada sejumlah restoran (rumah makan) yang memasang label halal, padahal dalam proses pemasakannya dapat saja tercampur bahan atau komposisi dengan bahan atau komposisi yang haram menurut syariat, misalnya menggunakan minyak kelapa (sawit) yang pernah dipakai menggoreng daging bagi, kemudian dipakai menggoreng daging sapi, atau daging ayam, menggunakan peralatan yang menurut syariat dikualifikasikan sebagai najis, dan lain sebagainya. Akibat hukum seperti ini dapat menimbulkan komplain dari konsumen, namun tidak ada 153

pertanggungjawaban kontraktual maupun pertanggungjawaban produk dalam Undang- Undang No. 33 Tahun 2014. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah peraturan perundangan yang mengatur dan melindungi konsumen pemeluk agama Islam dari berbagai produk yang beredar dan diperdagangkan yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai produk halal. Produk sebagai bahan kebutuhan pokok manusia pada umumnya yang beredar dan diperdagangkan apabila status kehalalannya dijamin dan dilindungi, dapat memberikan rasa aman dan tentram, rasa tidak bersalah atau tidak berdosa, mengingat makanan atau minuman telah digariskan batasannya mana yang halal maupun yang haram, dan dengan demikian menjadi bagian erat dengan hukum perlindungan konsumen khususnya yang melindungi umat Islam. 2. Berlakunya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, menyebabkan kelembagaan yang memiliki otoritas menerbitkan sertifikasi halal yakni MUI akan bergeser kepada kelembagaan bagi bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), meskipun fungsi dan peran MUI tetap diakui karena merupakan mitra kerja BPJPH. Sertifikasi halal merupakan pengakuan kehalalan suatu produk yang diterbitkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang memberikan kekuatan hukum, jaminan perlindungan hukum dalam hubungan hukum antara pelaku usaha dengan umat Islam sebagai konsumen sesuatu produk yang ditandai dengan labelisasi halal. B. Saran 1. Sebagai produk peraturan perundangan baru, maka Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 perlu dilakukan sosialisasinya, diseminasi serta kajian ilmiahnya dari berbagai aspek, sehingga menumbuhkan perhatian dan pemahaman baik bagi pelaku usaha maupun bagi masyarakat pada umumnya. 2. Perlu melengkapi berbagai peraturan pelaksanaannya, baik berupa peraturan pemerintah maupun Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri Agama sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. DAFTAR PUSTAKA Ali Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008., Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014. Astawa Pantja Gde I dan Suprin Na a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008. Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Gunawan Johannes, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia dan Perdagangan Bebas, dalam Ida Susanti dan Bayu Seto (ed.), Aspek Hukum Dari Perdagangan Bebas, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. Marwan M. dan Jimmy P., Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009. Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005. Miru Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014., Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013. Muhammad Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. Rojai dan Risa Maulana Romadon, Panduan Sertifikasi Guru Berdasarkan Undang- Undang Guru dan Dosen, Penerbit Dunia Cerdas, Jakarta, 2011. Shofie Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Citra Aditya, Bakti, Bandung, 2000. Sholahuddin Muhammad, Kamus Istilah Ekonomi, Keuangan dan Bisnis Syariah, Gramedia Pustaka Utara, Jakarta, 2011. 154

Sidabalok Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013. Syahrani Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. x. Php/main/go- _to_section/56/1362/page/1. Diakses tanggal 20 Mei 2016. Prosedur Sertifikasi Halal MUI, dimuat pada: http://www.halalmui.org/mui14/index. php/maih/go_to_section/56/1362 Sertifikasi Profesional, dimuat pada: https://id.wikipedia.org/wiki/sertifikasiprofesional. Diakses tanggal 22 Mei 2016. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang No. 18 Than 2012 tentang Pangan. Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Internet Fatwa MUI tentang Makanan dan Minuman Halal, dimuat pada http://hafiauliya.blogspot.co.id/2011/0 4/-behaviouridefaultvmlo.html. Diakses tanggal 22 Mei 2016. Konsumen, dimuat pada: http://id.wikipedia.org/wiki/konsumen. Diakses tanggal 22 Mei 2016 Halal, dimuat pada: https://id.wikipedia.org/wiki/halal. Diakses tanggal 22 Mei 2016 Lembaga Halal Bertambah, dimuat pada: http://www.republika.co.id/berita/kora n/ halaman-1/14/09/24/nce38c24- lembaga-halal-bertambah. Diakses tanggal 20 Mei 2016 Persyaratan Sertifikasi Halal, dimuat pada: http://www.halalmui.org/newmui/inde 155