BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita patah tulang yang mengalami kematian, 45% mengalami kecacatan fisik, 15% mengalami stress psikologis, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI, 2009). Trauma kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan trauma kepala yang 20% di antaranya terpaksa memerlukan rawat inap. Meskipun dalam kenyataannya sebagian besar trauma kepala bersifat ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus, pada kelompok trauma kepala berat tidak jarang berakhir dengan kematian atau kecacatan. (Thornhill et al., 2000) Perbaikan dan regenerasi tulang memang masalah yang kompleks di bidang bedah orthopedi. Tiap tahun, jutaan orang menderita akibat penyakit pada tulang, trauma patah tulang maupun tumor pada tulang (Murugan, 2004). Implan logam telah digunakan secara luas pada banyak kasus bedah tulang dan 1
dinyatakan berhasil. Akan tetapi keberhasilan penanganan ini kurang optimal dikarenakan adanya tegangan pasca penyembuhan, inflamasi kronik karena korosi, dan mengendurnya implan jangka lama (Hu, 2004). Kerusakan jaringan dan tulang yang terjadi pada manusia secara alami akan mengalami angiogenesis dan osteogenesis sebagai respon yang timbul proses penyembuhan luka. Akan tetapi kerusakan berat pada jaringan dan tulang kadang membutuhkan penanganan klinis secara khusus karena sel tidak dapat berregenerasi sendiri secara total (Arnold, 2001). Perbaikan tulang menggunakan biomaterial mendapatkan perhatian cukup besar semenjak keberadaan implan logam yang ditemukan mulai mengalami permasalahan seperti korosi. Logam titanium yang digunakan sebagai implan tulang panggul telah diketahui menekan diferensiasi osteogenik pada sumsum tulang dan sel mesenkimal serta menghalangi mineralisasi matriks ekstraselular (Wang et al., 2003). Material yang dapat digunakan sebagai implan saat ini juga diharapkan dapat mengurangi masalah penolakan dari tubuh dan besarnya biaya terapi terkait dengan pemberian obat-obatan immunosuppresan setelah dilakukan implan pada tulang (Kaihara et al., 2002). Perbaikan tulang saat ini juga telah diupayakan melalui transplantasi tulang secara autograft, allograft, dan xenograft. Akan tetapi teknik ini memiliki kekurangan yakni tidak tersedianya bahan cangkok dan tingkat morbiditas yang tinggi, terkait dengan meningkatnya jumlah dan waktu operasi serta kesakitan pada pendonor atau bagian tubuh yang ditransplantasikan (Uemura et al., 2003). 2
Bahan ceramic hidroksiapatit saat ini cukup mendapat perhatian sebagai alternatif implan tulang. Hidroksiapatit merupakan salah satu komponen mineral utama tulang. Komposisi kimia hidroksiapatit adalah Ca 10 (PO 4 )6(OH) 2. (Ratner et al., 2004). Biokompatibel berarti tidak hanya aman bagi tubuh, akan tetapi bahan tersebut juga dapat berinteraksi dengan jaringan tubuh secara timbal balik. Hal ini dikarenakan sangat penting efek timbal balik dari bahan maupun jaringan tubuh yang dapat timbul di kemudian hari (Hench, 1991). Hidroksiapatit telah banyak digunakan sebagai implan biomedik dan regenerasi tulang karena mempunyai sifat bioaktif dan biodegradable (Yuson et al., 2007). Namun mempunyai kelemahan yaitu bersifat rapuh, tidak bersifat osteoinduktif, sifat mekanik rendah dan ketidakstabilan struktur pada saat bercampur dengan cairan tubuh atau darah pasien. Penyembuhan tulang pada kasus kerusakan tulang (bone defect) merupakan suatu proses yang komplek dimana diperlukan adanya proses osteosis yaitu osteokonduksi dan osteoinduksi (Wanpen et al., 2002). Osteokonduksi adalah kapasitas untuk mengirimkan aliran ion dan molekul dalam proses osteogenesis dan osteoinduksi adalah suatu tindakan atau proses yang merangsang osteogenesis (Anderson, 1994). Jaringan tulang manusia terdiri atas sel pendukung berupa osteoblast dan osteosit, matriks kolagen dan glikosaminoglikan, garam mineral anorganik dalam matriks, dan sel remodeling yakni osteoclast. Osteosit merupakan sel akhir dari diferensiasi osteoblas (Kogianni dan Noble, 2007). Beberapa studi menunjukkan 3
bahwa ukuran osteosit berbeda-beda tergantung pada tipe tulang dan aktivitas serta ukuran dari osteoblas. (Dallas dan Bonewald, 2010). Beberapa peneliti menyebutkan adanya ikatan antara hidroksiapatit buatan dengan tulang penerima HAp tersebut (Ratner et al., 2004). Sementara, bentuk fisik dan kimia dari biomaterial dapat mempengaruhi adhesi, proliferasi, dan morfologi serta penyebaran dari osteoblast (Marquest et al., 2005). Evaluasi mengenai keamanan biomaterial dan efektivitasnya memerlukan banyak penelitian preklinik untuk memperkirakan potensi biologis bahan tersebut. Bahan-bahan pengganti tulang atau implan seharusnya dapat diserap oleh jaringan tubuh. Hidroksiapatit dari gipsum, kalsit, dan bovine bone diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengganti tulang dan diharapkan membantu remodeling tulang yang sempurna, khususnya pada tulang cranium atau tulang kepala yang sering mengalami trauma. Bahan hidroksiapatit diharapkan dapat memacu pertumbuhan jumlah osteosit dalam rangka perbaikan tulang yang mengalami kerusakan. Pemilihan sumber bahan implan serbuk hidroksiapatit dari gipsum, kalsit, dan bovine bone juga dapat menjadi pertimbangan sesuai tingkat keberhasilan dan ketersediaan di alam khususnya di Indonesia. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan penelitian yang diajukan pada penelitian ini yaitu: 4
1. Bagaimana pengaruh pemberian implan serbuk hidroksiapatit (HAp) dari gipsum, kalsit, dan bovine bone terhadap jumlah osteosit cranium pasca perlukaan? 2. Bagaimana profil jumlah osteosit pada cranium setelah pemberian implan serbuk hidroksiapatit? C. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji pengaruh pemberian implan serbuk hidroksiapatit (HAp) dari gipsum, kalsit, dan bovine bone terhadap jumlah osteosit cranium pasca perlukaan. 2. Mengetahui profil jumlah osteosit pada cranium setelah pemberian implan serbuk hidroksiapatit. D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis 1. Akan diperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian implan serbuk hidroksiapatit (HAp) dari gipsum, kalsit, dan bovine bone terhadap jumlah osteosit pada proses remodeling tulang pasca perlukaan. 2. Sebagai dasar informasi ilmiah untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penggunaan hidroksiapatit sebagai implan tulang. 5
Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan pertimbangan penggunaan bahan dasar hidroksiapatit dari sumber yang ada di Indonesia sebagai alternatif implan. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai hidroksiapatit memang telah banyak dilakukan, diantaranya telah dilakukan uji sitotoksisitas dan didapatkan hasil bahwa hidroksiapatit tidak bersifat toksik pada sel, dan hanya dapat bersifat toksik pada konsentrasi tertinggi yakni 100% (Theiszova et al., 2005). Penelitian tentang hidroksiapatit antara lain dilakukan oleh Rovira et al. (1996) meneliti secara invitro efek hidroksiapatit pada sel osteoblas dari tulang trabekular selama 15 hari penelitian. Penelitian secara invivo juga pernah dilakukan oleh Sotome et al. (2004) yang meneliti implantasi hidroksiapatit pada tulang femur tikus selama 14 hari. Hal serupa pernah dilakukan oleh Kikuchi et al. (2001) yang meneliti implantasi hidroksiapatit pada tulang tibia selama 54 hari. Penelitian ini berkembang dari penelitian yang sudah ada, dengan modifikasi asal bahan uji, tempat implantasi, dan bentuk bahan hidroksiapatit yang digunakan. Penelitian ini menggunakan hidroksiapatit yang didapat dari bahan lokal di Indonesia yang berupa serbuk dan diimplankan pada tulang cranium tikus. Penelitian ini juga lebih memfokuskan pada satu sel yang berperan dalam proses penulangan yaitu osteosit. 6