HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam faeces (Ngastiah, 1999). Menurut Suriadi (2001) yang encer atau cair. Sedangkan menurut Arief Mansjoer (2008) diare

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu, pembangunan kesehatan di arahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) 9) terjadinya komplikasi pada mukosa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Herlina 1, *Klemens 2 1,2 STIKes Prima Jambi * Korespondensi penulis:

BAB I PENDAHULUAN. dunia melalui WHO (World Health Organitation) pada tahun 1984 menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di

PENGARUH KONSTRUKSI SUMUR TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI ESCHERCIA COLI PADA AIR SUMUR GALI DI DESA DOPALAK KECAMATAN PALELEH KABUPATEN BUOL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara berkembang dari pada negara maju. Di antara banyak bentuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan anak. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare % dari semua penyebab kematian (Zubir, 2006).

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di negara

BAB I PENDAHULUAN. terjadi karena adanya hubungan interaktif antara manusia, perilaku serta

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

Identitas Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur : 5. Pendidikan Terakhir : 6. Pekerjaan :

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

Anwar Hadi *, Umi Hanik Fetriyah 1, Yunina Elasari 1. *Korespondensi penulis: No. Hp : ABSTRAK

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNA AIR SUMUR DENGAN KELUHAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN KUALITAS AIR SUMUR PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA DUMAI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

KETERSEDIAAN SUMBER AIR BERSIH DAN PERILAKU MENCUCI TANGAN PADA KELUARGA BAYI YANG MENGALAMI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan tolak ukur yang digunakan. dalam pencapaian keberhasilan program dengan berbagai upaya

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir. Diare dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu diare akut dan

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. intoleran. Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menekankan pada praktik-praktik kesehatan (Wong, 2009). Di dalam

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013 Marinawati¹,Marta²* ¹STIKes Prima Prodi Kebidanan ²STIKes Prima Prodi Kesehatan Masyarakat *Korespondensi penulis : ciek_marta@yahoo.com ABSTRAK Diantara penyakit menular yang tiap tahun menjadi masalah adalah penyakit diare. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi tahun 2002 sampai dengan tahun 2009, jumlah penderita diare cukup banyak, bila dilihat insident rate per 1000 penduduk sebagai berikut : tahun 2002 adalah 13,59 per 1000 penduduk, tahun 2003 terjadi peningkatan kasus yang cukup tinggi yaitu 38,22 per 1000 penduduk, namun tahun 2007 meningkat menjadi 17,63 per 1000 penduduk. Begitu juga tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan menjadi 19,08 dan 20,93 per 1000 penduduk. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini merupakan penelitian Analitik Deskriptif dengan metode Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1.631 balita, pengambilnya secara simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Hasil penelitian Ada hubungan sumber air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan p value 0,014 (p = 0,05). Ada hubungan penggunaan air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan p value 0,040 (p = 0,05). Ada hubungan jamban dengan kejadian diare pada balita dengan p value 0,008 (p = 0,05). Ada hubungan jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita dengan p value 0,004 (p = 0,05). Simpulan penelitian ada hubungan penggunaan air bersih, jamban, jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita wilayah kerja puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo Tahun 2013. Kata Kunci : SAB,PAB, Jamban, Jenis lantai rumah.kejadian diare PENDAHULUAN Upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat dimulai pada usia balita. Kesehatan balita ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yaitu sehat, cerdas, berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian balita. Kesehatan pada anak balita sangat penting artinya karena kesehatan pada usia balita akan menentukan keadaan kesehatan pada masa dewasa. Pada usia terdapat kecenderungan rawan penyakit dan penyakit yang sering menyerang balita salah satunya yaitu penyakit saluran pencernaan atau sering disebut diare (Depkes RI, 2003 ). Kemudian Angka kesakitan diare di Indonesia mulai dari Tahun 1996 angka kesakitan diare 280 per 1000 penduduk; Tahun 2000 angka kesakitan diare 310 per-1000 penduduk; Tahun 2003 angka kesakitan diare 374 per-1000 penduduk; Tahun 2006 angka kesakitan diare 423 per-1000 penduduk; Tahun 2010 angka kesakitan diare 411 per-1000 penduduk. Kemudian dengan tingginya kematian diare yang diakibatkan oleh kejadian KLB dapat dilihat dengan rincian pada data berikut ini yakni CFR diare dihitung berdasarkan jumlah penderita diare yang meninggal dunia pada saat terjadinya KLB diare adalah pada Tahun 2005 jumlah Penderita saat KLB diare 5,746 penderita jumlah kematian 140 orang CFR 2,44%; Tahun 2006 jumlah Penderita saat KLB diare 13451 penderita jumlah kematian 291 orang CFR 2,16% ; Tahun 2007 jumlah Penderita saat KLB diare 3659 6

penderita jumlah kematian 69 orang CFR 1,89%; Tahun 2008 jumlah Penderita saat KLB diare 5,746 penderita jumlah kematian 140 orang CFR 2,44%; Tahun 2009 jumlah Penderita saat KLB diare 5,756 penderita jumlah kematian 100 orang CFR 1,74%; Tahun 2010 jumlah Penderita saat KLB diare 4204 penderita jumlah kematian 73 orang CFR 1,74% (Kemenkes, Riset Kesehatan Dasar, 2007, Profil Kesehatan Indonesia 2010). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi tahun 2002 sampai dengan tahun 2009, jumlah penderita diare cukup banyak, bila dilihat insident rate per 1000 penduduk sebagai berikut : tahun 2002 adalah 13,59 per 1000 penduduk, tahun 2003 terjadi peningkatan kasus yang cukup tinggi yaitu 38,22 per 1000 penduduk dan pada tahun 2004 terjadi peningkatan lagi yaitu 41,68 per 1000 penduduk, namun pada tahun 2005 terjadi penurunan kasus menjadi 30,97 per 1000 penduduk, tahun 2006 menurun lagi menjadi 12,15 per 1000 penduduk, namun tahun 2007 meningkat menjadi 17,63 per 1000 penduduk. Begitu juga tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan menjadi 19,08 dan 20,93 per 1000 penduduk (Dinkes Propinsi Jambi, 2010) Diare merupakan buang air besar lembek/cair bahkan berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari). Secara klinis penyebab diare ada 6 golongan besar yaitu infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan penyebab lainnya. Adapun penyebab penyebab tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku, sanitasi lingkungan, dan sebagainya. Penyakit diare hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, oleh karena itu perlu di waspadai karena cenderung meningkat dan menimbulkan KLB. Pada tahun 2008 s/d 2012 penderita penyakit diare di Kabupaten Bungo.Tingginya jumlah diare dipengaruhi oleh perilaku hidup bersih dan sehat yang belum membudaya seperti penggunaan air bersih, penggunaan jamban keluarga. Penyebab lain adalah kebiasaan membersihan lingkungan serta sikap keluarga yang belum memahami tentang perawatan dan pencegahan diare pada balita (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo, 2012). Keluarga memiliki peranan penting dalam mewujudkan kesehatan bagi anggotanya seperti halnya melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit diare. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tiaptiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan akan mempengaruhi tingkat kesehatan keluarga dan individu. Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, perilaku masyarakat (Menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban sehat), pelayanan kesehatan, gizi, kependudukan, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi. Tingkat pengetahuan keluarga terkait sehat dan sakit akan mempengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga, misalnya sering ditemukannya keluarga yang menganggap diare sebagai tanda perkembangan. Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dati tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Menurut Widoyono (2002) beberapa faktor yang menyebabkan diare yaitu keadaan lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan, gizi, kependudukan, pendidikan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor lingkungan yang sering dikaitkan dengan penyakit diare antara lain yaitu kurangnya penyediaan air bersih, 7

kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang kurang sehat, sanitasi makanan minuman yang tidak sehat, kurangnya pengawasan dan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan pembuangan limbah didaerah permukiman yang kurang baik. Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang di praktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kesehatan masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta meningkatkan peran aktif masyarakat swasta dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2000) Hasil laporan dari Puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo tahun 2012 diketahui bahwa pencapaian PHBS tatanan rumah tangga masih di bawah target yang diinginkan, karena indikator pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga harus masuk dalam klasifikasi IV sebesar 45 % sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM), sedangkan perilaku hidup bersih dan sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo hanya 31, 43% target yang di harapkan. Hasil survei awal yang dilakukan pada bulan Juni 2013 dengan melakukan wawancara terhadap 10 responden (ibu pada balita dengan diare) diketahui bahwa ada 7 orang yang mengatakan sumber air yang digunakan untuk sehari-hari adalah berasal dari sumur dan sungai yang mana sumber airnya keruh dan sedikit berbau seperti bau lumpur, dimana sumber air tersebut memiliki jarak kurang dari 10 meter dari septi tank, dan 3 orang ibu pada balita dengan diare mengatakan sumber air yang digunakan tidak berbau dan jarak sumber air dari septi tank 10 M. Dengan demikian memperbaiki penyebab resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian akibat diare pada balita. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo Tahun 2013. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan Cross Sectional yaitu penelitian yang dialukan dengan tujuan untuk mempelajari adanya suatu dinamika korelasi (hubungan) antara factor risiko dan efek, dilakukan menggunaka pendekatan observasi dan pengumpulan data sekaligus satu saat (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo Tahun 2013. Dengan menggunakan data primer melalui wawancara dan pengisian kuesioner dengan menggunakan instrumen kuesioner. Populasi pada penelitian ini adalah sebanyak 1.631 ibu balita di wilayah Kerja Puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo. Sampel yang diambil adalah sebanyak 81 ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling, dimana subyek penelitian diambil sampel dari populasi dengan dilakukan secara acak selama waktu penelitian dilaksanakan dan menemui responden. (Notoatmodjo,2012). 8

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 1, didapatkan hasil uji statistik chi-square diperoleh p-value 0,014 (p< 0,05) dengan demikian ada hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita. Tabel 1. Sumber Air Bersih. Kejadian Diare Sumber Air Bersih Diare Tidak Diare n % n % N % p- value Air Tidak Terlindungi Air Terlindungi 23 3 41,8 11,5 32 23 58,2 88,5 55 26 0,014 Jumlah 26 100 55 100 81 100 Tabel 2 Penggunaan Air Bersih Kejadian Diare Penggunaan Air Bersih Diare Tidak Diare n % n % N % p- value Beresiko Tidak Beresiko 25 1 37,3 7,1 42 13 62,7 92,9 67 14 0,040 Jumlah 26 100 55 100 81 100 Tabel 3 Penggunaan Jamban Penggunaan Jamban Kejadian Diare Diare Tidak Diare n % N % N % p- value Beresiko Tidak Beresiko 22 4 44,0 12,9 28 27 56,0 87,1 50 31 0,008 Jumlah 26 100 55 100 81 100 9

Tabel 4 Jenis Lantai Rumah Kejadian Diare Jenis Lantai Rumah Diare Tidak Diare n % n % N % p- value Tidak Kedap Kedap 17 9 51,5 18,8 16 39 48,5 81,3 33 48 0,004 Jumlah 26 100 55 100 81 100 Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan bahwa responden di wilayah kerja Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo lebih banyak menggunakan sumber air yang berisiko seperti sumur, penampungan mata air dan sungai sehingga air yang digunakan masih potensial untuk tercemarnya oleh bakteri dan mikroorganisme dikarenakan sumber air yang digunakan tidak terlindung seperti sumur yang digunakan masih banyak ditemukan sumur yang tidak memenuhi syarat seperti dinding sumurnya tidak kedap dan bibir sumurnya banyak yang belum terpasang dengan ketinggian 80 cm dari permukaan tanah. Adapun sumber air bersih tersebut adalah sumber air bersih yang ibu gunakan untuk keperluan sehari-hari berasal dari sumur, air hujan dan PDAM, sumber air bersih dari sumber pencemar seperti jamban dan tempat pembuangan sampah berjarak lebih dari 10 meter Adapun dari hasil observasi didapatkan 51,0 % responden menggunakan air yang tidak memenuhi syarat secara fisik, sedangkan yang memenuhi syarat sebesar 49,0 %. Sumber air bersih dalam kehidupan sehari-hari seperti mandi, minum (cara mengolah air minum) dan mencuci, memenuhi syarat-syarat air bersih antara lain: air tidak berwarna, tidak keruh, tidak berasa, dan tidak berbau (Depkes, 2008). Air di pergunakan sehari hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian dan sebagainya, syarat air bersih yaitu air tidak berwarna harus bening/ jernih, air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu dan lumpur, air tidak berasa asin, asam tidak payau dan tidak pahit (Depkes RI, 2008). Berdasarkan tabel 2, didapatkan hasil uji statistik chi-square diperoleh p- value 0,040 (p<0,05) dengan demikian ada hubungan antara penggunaan air bersih dengan kejadian diare pada balita. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara penggunaan air bersih dengan kejadian diare pada balita. Hal ini diperkuat dengan hasil observasi terhadap kualitas air bersih dimana kualitas air bersih yang digunakan oleh responden sebagian besar 51% belum memenuhi syarat. Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut : faktor infeksi seperti infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral dengan penyebab bakteri, virus dan parasit, infeksi parental: infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut, tonsilitis, ensepalitis dan sebagainya. Faktor malabsorsi seperti malabsorbsi karbohidrat disakarida dan monosakarida, pada bayi dan anak yang terpentin dan tersering, malabsosrbsi 10

lemak, malabsorbsi protein. Faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan, psikologis seperti rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar). Penyebab terjadinya diare karena peradangan usus yang disebabkan oleh agen penyebab yaitu : bakteri, virus, parasit (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh bakteri dan bahan kimia, kurang gizi, alergi terhadap susu, dan immuno defisiensi. Faktor penyebab terjadinya diare lain pada bayi dan balita juga merupakan infeksi, malabsorbsi, alergi keracunan, immuno difisiensi dan sebab-sebab lain, tetapi sering terjadi atau ditemukan dilapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes R.I, 2000). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukandi (2006), di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan, mendapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan air bersih dengan terjadinya diare pada anak balita. Menurut notoatmodjo (2003), penggunaan air bersih adalah suatu kebutuhan untuk perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih baik untuk kelompok atau masyarakat. penggunaan air bersih secara kebutuhannya. Secara luas penggunaan air bersih adalah usaha sadar untuk mengembangkan pengelolaannya dan kemampuan didalam dan diluar rumah yang berlangsung seumur hidup. Penyebab tingginya angka kematian diare adalah karena masyarakat tidak tahu dalam penanggulangan atau pencegahan. Semakin banyak pra sarana air bersih masyarakat semakin mudah untuk memperolehnya sehingga memungkinkan mereka menentukan kesehatan yang positif, dan semakin susah mendapatkan air bersih masyarakat semakin sulit pula untuk menentukan kesehatan yang positif dan menjalankan perilaku hidup sehat dan bersih. Dengan demikian peneliti berpendapat bahwa penggunaan air bersih adalah salah satu faktor penyebab dari terjadinya diare dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa jumlah penderita diare lebih banyak ditemukan pada responden yang penggunaan air bersih yang berisiko untuk itu diharapkan walaupun tidak secara langsung mengelola air bersih setidaknya keingintahuan untuk bisa mencegah dan mengenali berbagai dampak buruk dari diare tersebut dan mengetahui bahwa air itu bisa juga sebagai pengantar kuman penyakit yakni apabila airnya tidak memenuhi syarat. Sehingga upaya upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pencegahan diare pada balita yang berada di wilayah kerja puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang dengan cara pembelajaran melalui penyuluhan mengenai definisi diare, penyebab diare, perjalanan penyakit diare, tanda dan gejala diare, klasifikasi diare, dan pencegahan diare, agar penyuluhan bisa efektif maka penyuluhan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dipuskesmas, selain itu juga diharapkan agar masyarakat aktif mendengar informasi tentang kesehatan terutama yang berhubungan dengan diare. Berdasarkan tabel 3, didapatkan hasil uji statistik Chi-square diperoleh p- value 0,008 (p< 0,05) dengan demikian ada hubungan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita. Menurut (Depkes RI, 2008) Jamban sehat adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkan. cara memelihara jamban sehat: Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air, didalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat, tersedia alat 11

pembersih (sabun, air bersih, sikat). Bila ada kerusakan segera diperbaiki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiawan (2002), tentang pengaruh penggunaan jamban keluarga dengan kejadian penyakit diare yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan jamban keluarga dengan kejadian penyakit diare. Manfaat menggunakan jamban antara lain yaitu menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat serta tidak bau, tidak mencemari air di sekitarnya dan tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera disentri, tyipus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan (Depkes RI, 2008). Pembuangan tinja merupakan bagian yang sangat penting dari kesehatan lingkungan. Sistem pembuangan tinja yang tidak sesuai dengan ketentuan akan memudahkan terjadinya suatu penyakit serta penyebarannya,yang salah satunya adalah diare (Notoadmodjo,2011) Saran kepada masyarakat yaitu agar membuat sarana pembuangan tinja dengan baik sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan yaitu salah satunya kontruksi harus kedap air, mudah dibersihkan, selalu ada cairan untuk membersihkan. Berdasarkan hasil analisa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat didapatkan hasil yaitu penggunaan jamban sehat p-value = 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai hubungan sangat kuat terhadap kejadian diare pada balita adalah variabel mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dan penggunaan jamban sehat dengan nilai p-value sebesar 0,001. Hasil penelitian ini sejalan dengan Yance Tahun 2006 di Kabupaten Indragiri Hilir, mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan jamban dengan terjadinya diare. Ini dilihat dari hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,000 lebih kecil dari = 0,05 praktis hasilnya 0. Selain dari penggunaan jamban yang menyebabkan terjadinya diare adalah perlu diimbangi bahwa faktor perilaku ibu juga bisa menyebabkan terjadinya diare. Hal ini terjadi karena penggunaan jamban bukanlah satu-satunya faktor resiko dari terjadinya diare pada anak balita tersebut. Keadaan sehat merupakan hasil interaksi antara manusia dan lingkungannya yang serasi dan dinamis. Lingkungan yang tidak memenuhi standar kesehatan diketahui merupakan faktor resiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat. Diare merupakan salah satu penyakit yang erat hubungannya dengan hygiene dan sanitasi lingkungan seperti penggunaan air minum yang tidak bersih, tidak memadainya sarana pembuangan kotoran, limbah, sampah, dan perumahan yang tidak memenuhi standar kesehatan. Kurangnya kebersihan lingkungan ini menyebabkan angka kejadian diare semakin meningkat. Berarti semakin baik kondisi lingkungan seseorang maka semakin kecil kemungkinan terjadinya diare akut pada anak balita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Joko (2000) dan Sunanti (2004), yang menyatakan bahwa sebanyak lebih dari 50% penggunaan jamban berhubungan erat dan merupakan faktor resiko terhadap kejadian diare akut pada anak balita. Masalah Kesehatan Lingkungan di Negara Negara sedang berkembang adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan (housing), pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor) (Notoatmodjo, 2011). Syarat-syarat air bersih yang sehat yaitu harus mempunyai syarat fisik yaitu tidak berasa, bening, tidak berwarna, dan suhunya dibawah suhu udara diluarnya, kemudian syarat bakteriologis yaitu apakah air ini terkontaminasi bakteri patogen, kemudian syarat kimia yaitu air bersih yang sehat harus mengandung zat 12

tertentu dalam jumlah tertentu pula. Sumber air bersih adalah sumber air yang dipergunanakan keluarga untuk keperluan sehari-hari, sumber air bersih memenuhi syarat kesehatan apabila berasal dari sumur gali, sumur pompa, ledeng. Tidak mempunyai sumber air bersih apabila keluarga menggunakan air bersih diluar rincian tersebut (Notoatmodjo, 2007) Dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Karena kotoran manusia (feces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Kemudian dari jenis jamban yang digunakan harusnya memenuhi persyaratan seperti sebaiknya jamban tersebut harus tertutup, artinya terlindungi dari panas dan hujan dan jarak jamban dengan sumur harus lebih dari 10m, bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak kuat. (Notoatmodjo,2007) Dari analisis pengamatan selama penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memiliki jamban yang baik, penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan overhung latrine, pit latrine, yakni jamban-jamban yang dibuat di atas sungai, yang mana jika musim hujan tiba jamban akan penuh oleh air, feses dapat mengotori air permukaan. Dari tabel 4, di dapat hasil uji statistik Chi-square diperoleh p-value 0,004 (p < 0,05) dengan demikian ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh oleh peneliti bahwa terdapatnya sebagian besar jenis lantai rumah yang kurang baik dan tidak kedap air sehingga lebih besar resiko untuk terjadinya diare pada balita. Pada hal di harapkan pada masyarakat setempat yang masih mempunyai lantai rumah yang tidak memenuhi syarat seperti ada nya lantai yang tidak kedap air, agar dapat lebih memperhatikan kebersihan baik di rumah maupun di luar rumah sehingga dapat menekan angka kejadian diare pada balita. Untuk memenuhi syarat-syarat rumah sehat salah satunya harus memiliki jenis lantai rumah yang baik dan kedap air dimana lantai harus bersih dan terbebas dari air yang tergenang pada saat pembersihan lantai rumah, kemudian diharapkan dapat selalu menjaga kebersihan lantai sehingga dapat menekan angka kejadian diare pada balita, dan dengan menjaga kebersihan sekitar rumah dan lingkungan. SIMPULAN Sebagian besar tidak diare yakni 55 (67,9%), sebagian besar sumber air bersih tidak terlindungi sebanyak 55 (67,9%) pada balita, sebagian besar penggunaan air bersih yang berisiko sebanyak 67 (82,7%), sebagian besar penggunaan jamban berisiko sebanyak 50 (61,7%) dan sebagian besar jenis lantai rumah menggunakan kedap air sebanyak 48 (59,3%). Ada hubungan sumber air bersih p value 0,014 (p =0,05), penggunaan air bersih p value 0,040 (p =0,05), jamban p value 0,008 (p =0,05), jenis lantai rumah p value 0,004 (p =0,05) dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Limbur Lubuk Mengkuang Kabupaten Bungo Tahun 2013 DAFTAR PUSTAKA Arikunto.S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI. 13

Joko, dkk. 2004. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kejadian Diare. Jakarta : Depkes RI. Notoatmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmodjo S, 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta.Jakarta Notoatmodjo S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo S, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta.Jakarta Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.Surabaya: Erlangga. Yance, 2006. Faktor risiko terjadinya diare pada balita di Kabupaten Indragiri Hilir. 14