Journal Of Judicial Review Vol.XV No.2 2 Desember 2013 PENYELESAIAN HUKUM ATAS PENERBITAN SERTIPIKAT YANG CACAD HUKUM ADMINISTRATIF DI KOTA BATAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAH HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA SERTIFIKAT GANDA HAK ATAS TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

SIFAT PEMBUKTIAN SERTIFIKAT SEBAGAI TANDA BUKTI HAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN (UUPA) adalah hukum agraria penjajahan yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH YANG CACAD HUKUM. ( Studi di Kantor Pertanahan Kota Surakarta ) NASKAH PUBLIKASI

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

AKIBAT HUKUM JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG BELUM DIDAFTARKAN THE LEGAL IMPACTS OF PURCHASING UNREGISTERED LAND RIGHTS

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS SERTIFIKAT YANG HILANG (STUDI DI BPN KOTA MATARAM)

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

PEMBATALAN ATAS SENGKETA SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No.55/Pdt.G/2014/PN.SKH)

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

PELAKSANAAN ASAS CONTRADICTOIRE DELIMITATIE DALAM PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BANGLI

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

KEPASTIAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI BUKTI KEPEMILIKAN BIDANG TANAH

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal juga sebagai sumber penghidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya. ketentuan peraturan perundang-undangan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

JURNAL PEROLEHAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH KARENA PERALIHAN (JUAL BELI) DALAM MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DI KOTA SAMARINDA

KEWENANGAN BADAN PETANAHAN NASIONAL TERHADAP KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG MEMBATALKAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

KEKUATAN SERTIFIKAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH. Abstrak

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. Kata kunci: Analisis Yuridis, Pembuatan Sertifikat Tanah,

ANALISIS HUKUM PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA MATARAM NOMOR 52/G/2010/PTUN.MTR TERHADAP PEMBATALAN SERTIFIKAT PENGGANTI HAK MILIK ATAS TANAH

TINJAUAN YURIDIS. PUTUSAN No. 10/G/TUN/2002/PTUN.SMG. (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ Overlapping di Kelurahan

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK. MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

KEPASTIAN HUKUM PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I PENDAHULUAN. dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

UNIVERSISTAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan isi dalam Pasal 1

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

JURNAL. Diajukan oleh : Lusius Maria Bram Bintang Ferdinanta. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan LingkunganHidup

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG SYARAT ADMINISTRASINYA TIDAK DI TANDA TANGANI OLEH SAKSI BATAS

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN; A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana kita ketahui bersama, tanah merupakan kebutuhan dan

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

LEGALITAS SURAT KETERANGAN TANAH YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI DASAR TRANSAKSI JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH ADAT (KONVERSI) DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM MELALUI PROGRAM LARASITA DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

Transkripsi:

PENYELESAIAN HUKUM ATAS PENERBITAN SERTIPIKAT YANG CACAD HUKUM ADMINISTRATIF DI KOTA BATAM Lu Sudirman Tony Abstract Government Regulation (PP) No. 24 of 1997 on Land Registration, retained the purpose of convening the registration of land as essentially been defined in Article 19 of the BAL, namely that land registration is the task of government was held in order to guarantee legal certainty in the land sector. The problem in this research is how the legal settlement of the issuance of certificates of land rights faulty administrative law in Batam city land office? and How is legal protection for land rights certificate holders who have disabilities administrative law?. The research method in this paper is a normative legal research methods. Results of this study that the legal settlement of the issuance of certificates of land rights faulty administrative law in the land office of Batam city is Cancellation of Land Rights. Cancellation of land rights as stipulated in Article 106 paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Agrarian / Head of National Land Agency 9 1999 on Procedures for Granting and Cancellation Rights and the State Land Management Rights. Legal protection for holders of certificates of land rights who have disabilities administrative law that in case of issuance of certificate of land rights who have disabilities law administrative, then one can take effort cancellation of land rights before it goes to court, if the person feels the publication no disability law administrative. Based on this, the researchers concluded that the cancellation of the certificate of land rights is the impact of the system of negative publicity. Keywords: Certificate of Land, Invalidity Law Administration, Office Land Batam. A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai salah satu sumber daya alam di bumi Indonesia ini dalam wujud konkretnya merupakan salah satu modal dasar bagi Pembangunan Nasional. Dewasa ini masalah tanah tidak hanya berhubungan dengan masalah keagrariaan yang lazimnya diidentikkan dengan kegiatan di bidang pertanian, melainkan telah berkembang demikian pesat hingga kepada masalah yang erat kaitannya dengan masalah budaya, ekonomi, politik, dan pertahanan dan keamanan. Untuk mengatasi dan menanggulangi berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah tersebut diatas, diperlukan adanya jaminan kepastian hukum yang berisi peraturan-peraturan di bidang pertanahan atau lazimnya disebut bidang keagrariaan yang dapat dikategorikan dalam bidang hukum pertanahan. Agraria berasal dari kata ager dan agrarius. Kata ager berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius mempunyai arti sama dengan perladangan, persawahan, 80

pertanian. 1 Menurut Prof. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya, 2 sedangkan menurut Prof. Boedi Harsono, hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, ada yang tertulis ada pula yang tidak tertulis, yang semuanya mempunyai obyek pengaturan yang sama, yaitu hakhak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubunganhubungan hukum konkret, beraspek publik dan perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem. 3 Pada Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, tetap dipertahankan tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah sebagai yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Pasal 19 UUPA, yaitu bahwa pendaftaran tanah merupakan tugas pemerintah yang diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan. 4 Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten, dan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapa pun yang berkepentingan akan dengan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban serta larangan-larangan apa yang ada dalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta halhal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyainya. 5 Ketentuan Pasal 32 PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa: sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Pasal tersebut sebagai konsekuensi dari sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia yang menggunakan sistem negatif, yang berarti bahwa negara tidak menjamin kebenaran data yang ada dalam sertipikat. Berdasarkan tugas dan fungsi dari BPN yang terkait dengan pendaftaran tanah maka sesuai Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka ini dilakukan dengan maksud agar dapat dihasilkan produk persertipikatkan hak yang banyak, sehingga mampu memenuhi pencapaian tertib administrasi di bidang pertanahan. Namun 1 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 12, (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 5. 2 Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm. 12. 3 Boedi Harsono, Op. Cit., hlm. 31. 4 Ibid, hlm. 472. 5 Ibid, hlm. 69. 81

demikian persoalan pendaftaran tanah tidak semata-mata hanya sebatas pada segi kuantitas saja dengan mengabaikan kualitas berupa jaminan kepastian hukum dan fungsinya sebagai alat bukti bagi khususnya pemegang sertipikat. Persoalan hukum yang terjadi penerbitan sertipikat ganda, asli tapi palsu ataupun penerbitan sertipikat atas nama orang lain yang tentu saja merugikan pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum atau akan melakukan perbuatan hukum dengan bidang tanah tersebut. Adanya penerbitan sertipikat ganda, asli tapi palsu ataupun penerbitan sertipikat atas nama orang lain dan lain-lain pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan tanah. Sedikit banyak terkait dengan kinerja birokrasi yang menyelenggarakan pendaftaran tanah dan dipertanyakan penggunaan prinsip kehati-hatian dari penerbit sertipikat, dalam ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP No.24 Tahun 1997 pemilikan sertipikat dengan kurun waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan/gugatan atas penerbitan sertipikat atau dengan kata lain pemilik yang sebenarnya dapat kehilangan hak atas tanahnya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini yaitu pertama, bagaimana penyelesaian hukum atas penerbitan sertipikat hak atas tanah yang cacad hukum administratif di kota batam?, kedua, bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah yang mengalami cacad hukum administratif. B. Metode Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ini Penulis melakukan pengkajian dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder dan data primer. Dimana data sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu pertama, bahan hukum primer, yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Kedua, bahan hukum sekunder, yaitu buku, data yang diperoleh dari website resmi. Ketiga, Bahan hukum tersier, yaitu kamus besar bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan metode deskriptif. C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 82

1. Penyelesaian Hukum Atas Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Cacad Hukum Administratif Di Kantor Pertanahan Kota Batam Pada bab ini, Penulis membahas mengenai hasil penelitian terhadap Penyelesaian hukum terhadap keputusan pemberian hak atas tanah atau penerbitan sertipikat hak atas tanahnya yang cacad hukum administratif adalah Pembatalan Hak atas Tanah. Dalam penelitian ini, salah satu cacad hukum administratif yang dimaksud adalah mengenai terdapat tumpang tindih hak atas tanah. Dalam hal tumpang tindih hak atas tanah, Penulis mengambil suatu contoh kasus yang konkret yang pernah terjadi di kota Batam. Pada awalnya kasus tumpang tindih hak atas tanah ini bermula dari tanah yang dimiliki PT. CT dengan penetapan lokasi pada tahun 1985. Namun, seiring berjalannya waktu, PT. CT tersebut menjual ke PT. HMI pada tahun 1996 dengan pengurusan sertipikat sejak tahun 1993. Selanjutnya, PT. HMI menjual lagi ke PT. LWAE dengan akta jual beli pada tanggal 6 November 2008. Akan tetapi, sebelum dijual tanah tersebut, pihak PT. HMI menyatakan bahwa sertipikatnya telah hilang. Dalam hal ini, dikarenakan adanya akta jual beli PT. HMI dengan PT. LWAE dan pihak PT. LWAE mengurus balik nama atas lahan tersebut, pihak Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan sertipikat tanah tersebut milik PT. LWAE. Kemudian, dalam proses peralihan ini tidak memakan waktu lama, karena bukan pendaftaran normal. Pada tanggal 15 Desember 2012, sudah keluar sertipikat atas nama PT. LWAE. Pengurusan peralihan hak atas tanah tersebut hanya sebentar yaitu paling lama dua minggu, kalau sekarang hanya lima hari karena hanya balik nama. Sehingga, tidak perlu lagi ada pengecekan dan lain sebagainya. Data yang ada sesuai dengan data yang tersimpan sebelumnya, hanya nama pemiliknya saja yang berbeda. Kemudian sertipikat itu dikeluarkan, sertipikat yang dinyatakan hilang sebelumnya tidak berlaku lagi. Setelah itu dinyatakan ditemukan kembali dan harus dikembalikan ke pihak Badan Pertanahan Nasional. Tanah yang diperjual belikan tersebut ada empat bidang, dengan beda-beda sertipikat, hanya satu pemilik. Pihak Badan Pertanahan Nasional, bisa melayani hal tersebut yang penting ada akta jual beli antara dua perusahaan. Terkait lahan tersebut telah diagunkan. Karena sekarang, lahan tersebut sudah didaftarkan sebagai hak tanggungan di Badan Pertanahan Nasional. Pada akhirnya sengketa lahan tersebut di perkarakan oleh PT. LWAE di Pengadilan Negeri Kota Batam. Kemudian pada tanggal 14 Juni 2012, Pengadilan Negeri memenangkan sebagian gugatan sengketa lahan seluas 4.300 meter ke PT. LWAE. Namun pihak PT. HMI langsung menyatakan banding atas putusan tersebut, mengingat banyak fakta persidangan yang diabaikan pengadilan. Setelah putusan pengadilan itu pihak PT. LWAE langsung menguasai lahan PT. HMI dengan menurunkan ratusan orang ke lokasi sengketa lahan tersebut. Tidak puas dengan aksi massa itu, kelompok PT. HMI melakukan serangan balik ke massa kelompok PT. LWAE yang berada di Hotel Planet tersebut. Pernyataan Thamzil dari PT. LWAE berbeda dengan apa yang disampaikan Kuasa Hukum PT. HMI, Roy SH. Ia mengatakan tanah yang dikuasai PT. HMI telah memiliki sertipikat asli dari Badan pertanahan Nasional (BPN) yang dikeluarkan pada 1993. 83

Berdasarkan contoh kasus di atas, bahwa sertipikat hak atas tanah sebagai produk akhir dari pendaftaran tanah yang diatur oleh hukum yakni Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah mengikat bagi para pejabat Badan Pertanahan Nasional untuk menerbitkan sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemilikan tanah. Apabila terjadi kesalahan dalam menerbitkan sertipikat maka, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mewajibkan pejabat Badan Pertanahan Nasional tersebut untuk memperbaikinya. Dalam keadaan yang demikian kepastian hukum sangat diperlukan. jika tidak konsisten menjalankan peraturan dan memperlakukan seseorang dengan masyarakat dengan tidak adil, maka ketentuan hukum akan sangat membantu masyarakat karena hukum yang diterapkan secara pasti dan konsisten, walaupun tidak adil, minimal dapat membantu warga masyarakat untuk belajar melindungi diri sendiri dari segala akibat buruk yang diakibatkan oleh pelakuan tidak adil. Secara umum sertipikat hak atas tanah merupakan bukti hak atas tanah. Kekuatan berlakunya sertipikat hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yakni sertipikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Sertipikat membuktikan bahwa pemegang hak mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu. Data fisik meliputi keterangan mengenai letak, batas, dan luas tanah sedangkan yuridis meliputi keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan hak pihak lain serta bebanbeban lain yang membebaninya. Data fisik dan data yuridis dalam buku tanah diuraikan dalam bentuk Daftar, sedangkan data fisik dalam surat ukur dicantumkan dalam peta dan uraian. Dalam surat ukur dicantumkan keadaan, letak, luas, dan batas tanah yang bersangkutan. Sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat didalam bukti pemilikan, maka sertipikat dapat menjamin kepastian hukum mengenai orang menjadi pemegang hak milik atas tanah, kepastian hukum mengenai lokasi dari tanah, batas serta luas suatu bidang, dan kepastian hukum mengenai hak atas tanah miliknya. Dengan kepastian hukum tersebut dapat diberikan perlindungan kepada orang yang tercantum namanya dalam sertipikat terhadap gangguan pihak lain serta menghindari sengketa dengan pihak lain. Jaminan kepastian hukum tidak hanya ditujukan kepada orang yang tercantum namanya dalam sertipikat sebagai pemilik tanah. Dalam hal ini, tidak sedikit sertipikat yang cacad hukum yang berupa tumpang tindih hak atas tanah yang disebabkan karena peraturan pelaksanaannya tidak dilaksanakan secara konsisten dan bertanggung jawab, disamping itu juga karena adanya orang yang berusaha untuk memperoleh keuntungan pribadi. faktor kecerobohan petugas pendaftaran tanah juga menyertai lahirnya sertipikat cacad hukum yang disebabkan oleh kecerobohan dan atau ketidaktelitian dalam menerbitkan sertipikat tanah, yang artinya petugas tidak meneliti dengan kejelasan, padahal dokumen tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 84

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Pasal tersebut sebagai akibat dari sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia yang menggunakan sistem publikasi negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sistem publikasi yang digunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 maupun penggantinya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah sistem negatif yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kuat tidak berarti mutlak, justru lebih dari yang lemah, sehingga pendaftaran berarti lebih menguatkan pembuktian pemilikan, akan tetapi tidak mutlak yang berarti pemilik terdaftar tidak dilindungi hukum dan dapat digugat. Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris. Sekalipun sesuatu negara menganut salah satu asas hukum/sistem pendaftaran tanah, tetapi yang secara murni berpegang pada salah satu asas hukum/sistem pendaftaran tanah tersebut sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga setiap negara mencari jalan keluar sendiri-sendiri. 6 Kebaikan dari sistem negatif adalah 7 : a) adanya perlindungan pada pemegang hak yang sebenarnya; b) adanya penyelidikan riwayat tanah sebelum sertipikatnya diterbitkan. Dalam sistem pendaftaran negatif, bagi pejabat pendaftaran tanah tidak ada keharusan untuk memeriksa atas nama siapa pendaftaran haknya. Pejabat pendaftaran tanah mendaftarkan hak-hak dalam daftar-daftar umum atas nama pemohonnya tanpa mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap pemohonnya, sehingga pekerjaan pendaftaran peralihan hak dalam sistem negatif dapat dilakukan secara cepat dan lancar, sebagai akibat tidak diadakannya pemeriksaan oleh pejabat pendaftaran tanah. Adapun kelemahan dalam sistem negatif adalah tidak terjaminnya kebenaran dari isi daftar-daftar umum yang disediakan dalam rangka pendaftaran tanah. Orang yang akan membeli sesuatu hak atas tanah dari orang yang terdaftar dalam daftar-daftar umum sebagai pemegang hak harus menangkal sendiri risikonya jika yang terdaftar itu ternyata bukan pemegang hak yang sebenarnya. Jadi, ciri pokok sistem negatif adalah bahwa pendaftaran tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah walaupun ia beritikad baik. Haknya tidak dapat dibantah jika nama yang terdaftar adalah pemilik yang berhak (de 6 Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 117. 7 Bachtiar Effendie, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Cetakan ke-1 (Bandung: Alumi,1993), hlm. 49. 85

eigenlijke ei genaar). Hak dari nama yang terdaftar ditentukan oleh hak dan pembeli hakhak sebelumnya, perolehan hak tersebut merupakan satu mata rantai. Walaupun pendaftaran tanah menganut sistem publikasi, petugas pendaftaran tanah dalam melakukan tugasnya harus melakukan penelitian, pemeriksaan, dan monitoring mengenai batas tanah, letak tanah, luas tanah, status tanah, keadaan tanah apakah dalam keadaan sengketa atau tidak dan sebagainya. Di samping itu, petugas pendaftaran tanah juga diharuskan untuk mengumumkan dalam waktu yang ditentukan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 untuk memberi kesempatan pada semua pihak yang merasa keberatan. Di dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, terdapat perbedaan mana dan hakikat antara pendaftaran peralihan hak dan pendaftaran hak. Kedua sistem pendaftaran tanah mempunyai interprestasi yang berbeda. Di dalam sistem positif jaminan yang diberikan adalah kepada pemegang hak baru terdaftar yang merupakan pemegang hak yang dilindungi oleh hukum, sedangkan di dalam sistem negatif adalah sebaliknya, kecuali hanya sahnya peralihan hak. Jadi, di dalam sistem pendaftaran yang positif hak itu berarti pendaftaran hak, sedangkan di dalam sistem pendaftaran yang negatif berarti pendaftaran peralihan hak. Pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menggunakan sistem Publikasi Negatif. Dalam sistem ini negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran. Oleh karena itu, sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas tanah itu. Pihak yang memperoleh tanah itu dengan itikad baik. Hal ini berarti, dalam sistem publikasi negatif keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya. Selain di Indonesia, sistem negatif juga berlaku di negara Belanda, Prancis, dan Filipina. Secara umum, sistem pendaftaran tanah yang negatif mempunyai karakte\ ristik yakni sebagai berikut: 8 1. Pemindahan sesuatu hak mempunyai kekuatan hukum, akta pemindahan hak harus dibukukan dalam daftar-daftar umum. 2. Hal-hal yang tidak diumumkan tidak diakui. 3. Dengan publikasi tidak berarti bahwa hak itu sudah beralih, dan yang mendapatkan hak sesuai akta belum berarti telah menjadi pemilik yang sebenarnya. 4. Tidak seorang pun dapat mengalihkan sesuatu hak lebih dari yang dimiliki, sehingga seseorang yang bukan pemilik tidak dapat menjadikan orang lain karena perbuatannya menjadi pemilik. 5. Pemegang hak tidak kehilangan hak tanpa perbuatannya sendiri. 6. Pendaftaran hak atas tanah tidak merupakan jaminan pada nama yang terdaftar 8 Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika,2011), hlm. 96. 86

dalam buku tanah. Dengan kata lain, buku tanah bisa saja berubah sepanjang dapat membuktikan bahwa dialah pemilik tanah yang sesungguhnya melalui putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Stelsel negatif memang telah memunculkan dampak terhadap kepastian hukum itu sendiri. Pemegang hak atas tanah yang dapat membuktikan bukti-bukti yang sah akan dilindungi oleh hukum yang berlaku. Jangkauan kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UUPA diberikan dengan syarat selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan, dan orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkan sertipikat itu orang yang merasa memiliki tanah tidak mengajukan gugatan pada pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau oleh badan hukum yang mendapat persetujuannya. Penyelesaian hukum terhadap keputusan pemberian hak atas tanah atau penerbitan sertipikat hak atas tanahnya yang cacad hukum administratif adalah pembatalan hak atas tanah. Seseorang dapat menempuh upaya pembatalan hak atas tanah, apabila orang tersebut merasa dalam penerbitannya ada cacad hukum administratif. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, bahwa alasan-alasan pembatalan hak atas tanah dapat dibagi menjadi dua alasan yaitu sebagai berikut : 1. Pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Inkrah). 2. Pembatalan hak atas tanah karena terdapat cacad hukum administrasi dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 107 Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yaitu : a. Kesalahan prosedur b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undang c. Kesalahan subjek hak d. Kesalahan objek hak e. Kesalahan jenis hak f. Kesalahan perhitungan luas g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah h. Data yuridis atau data fisik benar, atau i. Kesalahan lainnya yang bersifat administratif. Pembatalan hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 106 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak 87

Pengelolaan, menyatakan bahwa keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dimohonkan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pembatalan sertipikat hak atas tanah merupakan dampak dari sistem publikasi negatif, yang artinya sertipikat tanah yang dimiliki seseorang belum menunjukkan orang tersebut sebagai pemegang hak yang sebenarnya, karena sertipikat hak atas tanah setiap waktu dapat di batalkan apabila ternyata ada pihak lain yang dampak membuktikan secara hukum bahwa orang tersebut adalah pemilik yang sesungguhnya. Dengan kata lain negara tidak menjamin kebenaran data yang terdaftar didalam daftar umum pendaftaran tanah. Kebatalan nisbi dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu : 9 1. batas atas kekuatan sendiri (nietig van rechtswege), yakni meminta kepada hakim agar menyatakan batal (nietig verklaard). Misalnya, perbuatan yang mengandung cacat hukum di kemudian hari; 2. dapat dibatalkan (vernietigbaar), di mana hakim akan membatalkan, apabila terbukti mengandung hal-hal yang menyebabkan batal. Misalnya, paksaan, kekeliruan, penipuan dan lain-lain. Menurut Utrecht, ketetapan dibagi menjadi dua macam, yaitu ketetapan yang sah (rechtsgeldigde beschikking). Ketetapan tidak sah dapat berupa ketetapan yang batal karena hukum (nietig van reschtswege) ketetapan yang batal (nietig). Istilah yuridis batal dan dapat dibatalkan perbedaan dalam arti adalah sebagai berikut : 10 a. Batal (nietig), sering disebut juga batal karena hukum (nietig van rechtswege). Berarti bagi hukum perbuatan yang dilakukan tidak ada, demikian juga akibat hukumnya tidak ada, tanpa diperlukan suatu keputusan hakim atau keputusan badan pemerintah lain yang berkompeten untuk menyatakan batalnya sebagian atau seluruh akibatnya. b. Batal mutlak (absoluut nietig), dipakai apabila pembatalan itu dapat dituntut oleh setiap orang. c. Batal nisbi, dipakai apabila pembatalan hanya dapat dituntut oleh orang tertentu. 2. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Mengalami Cacad Hukum Administratif Pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah yang mengalami cacad hukum administratif yaitu apabila terjadi penerbitan sertipikat hak atas tanah yang mengalami cacad hukum administrastif, maka seseorang dapat menempuh upaya pembatalan hak atas tanah sebelum masuk ke pengadilan, jika orang tersebut merasa dalam penerbitannya ada cacad hukum administratif. Berdasarkan ketentuan Pasal 106 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan menyatakan bahwa Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat 9 Ibid., hlm. 243. 10 Ibid., hlm. 245. 88

dimohonkan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Dengan kata lain, barang siapa yang merasa dirugikan dengan adanya penerbitan sertipikat hak atas tanah dapat menempuh upaya pembatalan hak atas tanah. Sertipikat hak atas tanah yang cacad hukum administratif adalah sertipikat hak atas tanah yang mengandung kesalahan prosedur, kesalahan penerapan peraturan perundangundangan, kesalahan subyek hak, kesalahan obyek hak, kesalahan jenis hak, kesalahan perhitungan luas, terdapat tumpang tindih hak atas tanah, data yuridis atau data fisik tidak benar, atau kesalahan lainnya yang bersifat administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 107 Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Terjadinya pembatalan mengenai penerbitan sertipikat hak atas tanah yang disebabkan oleh penerimaan hak tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam surat keputusan pemberian haknya atau terdapat kesalahan dalam pemberian haknya. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia yang menganut Stelsel Negatif dengan tendesi positif yang dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang tertera dalam buku tanah dan sertipikat berlaku sebagai tanda bukti hak yang kuat sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya. Apabila tanah tersebut diperoleh oleh orang lain dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya yang mendapat persetujuannya. Asas itikad baik dapat memberikan perlindungan kepada orang yang dengan itikad baik memperoleh suatu hak dari orang yang disangka sebagai pemegang hak yang sah. Asas itikad baik dipakai untuk memberi kekuatan pembuktian bagi peta daftar umum yang ada dikantor pertanahan Kota Batam. Selain itu, sistem pendaftaran tanah di Indonesia juga terdapat asas hukum nemo plus yuris dengan maksud seseorang tidak dapat melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya dan sebagai akibat dari pelanggaran tersebut batal demi hukum, yang berakibat perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila tindakan hukum tersebut menimbulkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa sepengetahuannya. Oleh karena itu, asas nemo plus yuris selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tertera dalam sertipikat dari orang yang merasa sebagai pemiliknya. Sedangkan pemegang hak atas tanah yang tidak mendapat perlindungan hukum yang dikarenakan sertipikat hak atas tanahnya dibatalkan, maka pemegang hak atas tanah juga diberikan kesempatan untuk mengajukan kembali permohonan hak atas tanah yang secara fisik dikuasai sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku dan atau sesuai dengan administrasi yang benar yakni data fisik dan data yuridis, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat 89

lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyelesaian hukum terhadap keputusan pemberian hak atas tanah atau penerbitan sertipikat hak atas tanahnya yang cacad hukum administratif adalah pembatalan hak atas tanah. Seseorang dapat menempuh upaya pembatalan hak atas tanah, apabila orang tersebut merasa dalam penerbitannya ada cacad hukum administratif. Pembatalan hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 106 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, menyatakan bahwa keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dimohonkan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Terjadinya pembatalan mengenai penerbitan surat keputusan suatu hak (sertipikat), disebabkan oleh penerimaan hak tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam surat keputusan pemberian haknya, atau terdapat kekeliruan/ kesalahan dalam pemberian haknya. 2. Perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah yang mengalami cacad hukum administratif yaitu dalam hal ini, asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa sepengetahuannya. Oleh karena itu, asas nemo plus yuris selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tertera dalam sertipikat dari orang yang merasa sebagai pemiliknya. Sedangkan pemegang hak atas tanah yang tidak mendapat perlindungan hukum yang dikarenakan sertipikat hak atas tanahnya dibatalkan, maka pemegang hak atas tanah juga diberikan kesempatan untuk mengajukan kembali permohonan hak atas tanah yang secara fisik dikuasai sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan atau sesuai dengan administrasi yang benar yakni data fisik dan data yuridis, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. DAFTAR PUSTAKA A. Buku : Effendi, Bachtiar., 1993, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Cetakan ke-i, Bandung: Alumi. 90

Harsono, Boedi., 2008, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 12, Jakarta: Djambatan. Subekti dan R. Tjitrosoedibio., 1983, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita. Sutedi, Adrian., 2010., Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika.., 2011, Sertipikat Hak atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika. B. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Negara dan Hak Pengelolaan. 91