BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40% populasi dunia) di daerah tropis dan subtropis berisiko terinfeksi malaria setiap tahun. Diperkirakan terdapat 300-500 juta penduduk yang terinfeksi malaria setiap tahun dan menyebabkan 1,5-2,7 juta kematian (Harijanto et al., 2009). Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia termasuk Indonesia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian negara Eropa (Ristadeli et al., 2013). Kasus kematian karena malaria berat di Indonesia masih cukup tinggi yaitu antara 20,9-50% (Purnawan, 2000). Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang, hampir separuh dari populasi Indonesia (lebih dari 90 juta orang atau 46% dari total populasi orang Indonesia) bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya (Sutanto et al., 2008). Pada tahun 2009, sekitar 45% penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Sementara jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang (Ristadeli et al., 2013). Jumlah kabupaten/kota di Indonesia yang masuk dalam wilayah endemis malaria, baik tinggi, sedang, maupun rendah dapat dilihat pada Gambar 1. 1
2 Endemisitas Rendah Endemisitas Sedang Endemisitas Tinggi 65,90% 71% 71,22% 71% 17,20% 16,90% 17% 15,90% 15% 12% 12,88% 14% Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Gambar 1. Persentase Kabupaten/Kota di Indonesia Menurut Tingkat Endemisitas Tahun 2010-2013 (Kemenkes RI Tahun 2012a, 2013a dan 2014). Pada tahun 2010, dilaporkan jumlah kabupaten/kota yang termasuk daerah endemis malaria tinggi di Indonesia sebanyak 16,90%. Pada tahun 2011 turun menjadi 12% (Kemenkes RI, 2012a). Pada tahun 2012 meningkat menjadi 12,88% dan terus meningkat pada tahun 2013 menjadi sebesar 14% (Kemenkes RI, 2013a dan Kemenkes RI, 2014). Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi penularan malaria. Sebagian besar kabupaten/kota di Maluku masuk kategori endemis malaria, yaitu hampir seluruh Pulau Seram, Pulau Buru, serta pulau-pulau di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat dengan angka temuan kasus malaria mencapai lebih dari 57 kasus per 1.000 jiwa setiap tahunnya (Dinkes Provinsi Maluku, 2009). Jumlah penderita malaria di Provinsi Maluku pada tahun 2011, 2012 dan 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.
3 70 68 66 64 62 60 58 56 54 69.203 62.539 59.431 2011 2012 2013 Gambar 2. Jumlah Penderita Malaria di Provinsi Maluku Tahun 2011-2013 (Dinkes Provinsi Maluku, 2013 dan Kemenkes RI, 2014). Pada tahun 2011 jumlah penderita malaria di Provinsi Maluku mencapai 59.431 orang. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan yaitu sebanyak 69.203 orang. Pada tahun 2013 terjadi penurunan jumlah penderita malaria yaitu sebesar 62.539 orang (Dinkes Provinsi Maluku, 2013 dan Kemenkes RI, 2014). Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku. Wilayah dan jumlah kasus malaria di Kabupaten Maluku Tenggara dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 3. Peta Kabupaten Maluku Tenggara
4 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2950 2428 1878 1263 2011 2012 2013 2014 Gambar 4. Jumlah Penderita Malaria di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2011-2014 (Dinkes Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014). Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu daerah endemis malaria di Provinsi Maluku, selain Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Tengah dan Kabupaten Buru. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara, pada tahun 2011 jumlah total penderita malaria sebanyak 2.950 orang. Pada tahun 2012 dilaporkan terjadi penurunan kasus karena jumlahnya turun menjadi 1.263 orang, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2013 sehingga jumlahnya menjadi 1.878 orang, dan meningkat lagi pada tahun 2014 menjadi 2.428 orang. Puskesmas Ohoijang merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Maluku Tenggara. Jumlah kasus malaria di Puskesmas Ohoijang dapat dilihat pada Gambar 5. 600 500 400 300 200 100 0 517 283 327 108 2011 2012 2013 2014 Gambar 5. Jumlah Penderita Malaria di Puskesmas Ohoijang Tahun 2011-2014 (Dinkes Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014).
5 Puskesmas Ohoijang merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Maluku Tenggara. Puskesmas Ohoijang berada di Kecamatan Kei Kecil, yang terletak diantara tiga desa yaitu Desa Langgur, Desa Kolser dan Desa Kelanit. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara, jumlah penderita malaria klinis di Puskesmas Ohoijang pada tahun 2011 sebanyak 517 orang. Pada tahun 2012 menurun menjadi 108 orang, kemudian meningkat lagi pada tahun 2013 dan Puskesmas Ohoijang merupakan penyumbang terbesar kasus malaria klinis yaitu 283 orang. Pada tahun 2014, kembali terjadi peningkatan kasus menjadi 327 orang. Penurunan kasus malaria pada tahun 2012 dikarenakan adanya upaya pengendalian dan pencegahan yaitu melalui Indoor Residual Spraying (IRS), Pemakaian Larvasida Temefos, Pemakaian Kelambu. Peningkatan kasus malaria pada tahun 2013 disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan jumlah kasus malaria, namun belum ada upaya nyata yang dilakukan untuk pengendalian dan pencegahan terhadap faktor lingkungan tersebut. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, salah satu faktor penting dari naiknya angka morbiditas dan mortalitas malaria adalah makin tersebar luasnya Plasmodium falcipaparum yang resisten terhadap obat anti malaria. Selain itu, adanya resistensi nyamuk terhadap insektisida juga merupakan salah faktor penting dalam peningkatan jumlah kasus malaria. Pemilihan jenis insektisida untuk Indoor Residual Spraying (IRS) harus dilakukan dengan memperhatikan uji kepekaan vektor terhadap insektisida yang digunakan (Soedarto, 2011). Peningkatan kasus malaria antara lain berkaitan dengan keberadaan suatu habitat nyamuk yang dapat mempengaruhi tingkat kepadatan di wilayah sekitarnya dalam radius yang cukup luas, mengingat kemampuan terbang nyamuk Anopheles yang cukup jauh, yaitu 0,5-3 km, atau sekitar 2 km. Apabila dalam radius tersebut terdapat pemukiman, maka habitat nyamuk tersebut merupakan faktor risiko bagi masyarakat di pemukiman tersebut untuk terkena penyakit malaria (Muslimin et al., 2011).
6 Proses penularan malaria di suatu daerah meliputi tiga faktor utama, yaitu penderita dengan atau tanpa gejala klinis, nyamuk atau vektor, dan manusia yang sehat. Faktor lingkungan fisik, kimia, biologis, dan sosial budaya masyarakat setempat sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria (Friaraiyatini et al., 2006). Penyakit malaria sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk berkembang biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia serta menularkan parasit malaria. Faktor lingkungan meliputi hujan, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, serta ketinggian. Air merupakan faktor esensial bagi perkembangbiakan nyamuk. Oleh karena itu dengan adanya hujan mengakibatkan terdapat banyak tempat perkembangbiakan nyamuk akibat genangan air yang tidak dialirkan di sekitar rumah atau tempat tinggal (Nurhadi et al., 2011). Jarak rumah dengan tempat perkembangbiakan nyamuk dan tempat peristirahatan nyamuk merupakan faktor risiko penularan malaria. Keberadaan genangan air, parit/got air, rawa-rawa di sekitar rumah dapat diperkirakan sebagai salah satu sumber perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Dengan demikian orang yang tinggal di rumah yang di sekitarnya terdapat genangan air atau rawarawa atau parit/got air mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita malaria. Nyamuk vektor malaria yang tumbuh dewasa di habitat perkembangbiakan tersebut, akan singgah dan beristirahat di tempat-tempat yang rimbun seperti hutan, perkebunan, semak-semak dan sebagainya. Oleh karena itu orang yang di sekitar rumahnya terdapat tempat peristirahatan nyamuk mempunyai risiko digigit nyamuk malaria lebih tinggi dibandingkan orang yang di sekitar rumahnya tidak terdapat tempat peristirahatan nyamuk (Rubianti et al., 2009). Susanna dan Eryando (2010) menyatakan bahwa di daerah tropik berbagai penyakit menular sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik mikro maupun makro, lingkungan alamiah dan lingkungan buatan manusia sebagai socioenvironmental. Dengan semakin bergesernya wilayah pedesaan menjadi perkotaan karena pembangunan, tentu akan berpengaruh terhadap terjadinya suatu penyakit, termasuk malaria. Pendapat sementara mengatakan bahwa di perkotaan jarang terdapat penyakit malaria, kondisi ini berbeda dengan di pedesaan karena banyak
7 tempat perindukan potensial nyamuk (TPN). Menurut penelitan Diana et al (2013), kondisi rumah penduduk dan lingkungan sekitarnya merupakan faktor yang sangat rentan terhadap penularan malaria. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya rumah yang kondisi atapnya tidak memakai plafon (93,9%), lubang ventilasinya tidak memakai kasa sehingga memungkinkan nyamuk masuk ke rumah (79,6%), serta lingkungan rumah penduduk yang dekat dengan habitat vektor malaria antara lain genangan air (65,3%), dan semak rimbun (67,3%). Kondisi lingkungan Kabupaten Maluku Tenggara sangat memungkinkan sebagai media perkembangbiakan vektor malaria. Sebagai contoh lingkungan kerja Puskesmas Ohoijang banyak ditemukan genangan air, sampah yang tidak terkelola dengan baik, semak-semak dan rawa-rawa di sekitar rumah masyarakat. Sedangkan kondisi lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Watdek lebih banyak ditemukan parit/got-got air yang kotor dan tidak mengalir, genangan air, sampah berserakan, semak-semak serta rawa-rawa di sekitar rumah masyarakat. Semaksemak tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Maluku Tenggara termasuk wilayah kerja Puskesmas Ohoijang maupun Puskesmas Watdek. Rawa-rawa lebih banyak ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Ohoijang dan hanya satu rawa mangrove yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Watdek. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian peran lingkungan dalam kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Ohoijang, Kabupaten Maluku Tenggara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan faktor lingkungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Ohoijang Kabupaten Maluku Tenggara?.
8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yaitu : 1. Tujuan Umum Menganalisis dan membuktikan hubungan faktor lingkungan dengan kejadian malaria dan faktor lingkungan paling berisiko terhadap kejadian malaria. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis dan membuktikan hubungan keberadaan genangan air dengan kejadian malaria b. Menganalisis dan membuktikan hubungan keberadaan sampah yang berserakan yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan vektor dengan kejadian malaria c. Menganalisis dan membuktikan hubungan keberadaan parit/got air dengan kejadian malaria d. Menganalisis dan membuktikan hubungan keberadaan rawa-rawa di sekitar rumah dengan kejadian malaria e. Menganalisis dan membuktikan hubungan keberadaan semak-semak di sekitar rumah dengan kejadian malaria. f. Menganalisis dan membuktikan hubungan ventilasi rumah tanpa kawat kasa dengan kejadian malaria g. Menganalisis dan membuktikan hubungan adanya celah pada dinding rumah dengan kejadian malaria. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu referensi dan perbandingan, serta memperluas pengalaman tentang malaria bagi penelitian malaria masa yang akan datang.
9 2. Secara praktis Bagi instansi (Puskesmas dan Dinas Kesehatan), dapat menjadi masukan dalam upaya penanggulangan selanjutnya terhadap fakor lingkungan yang berisiko meningkatkan kejadian malaria.
10 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama dan No tahun penelitian 1. Nurhadi et al., (2011) Judul penelitian Hasil Persamaan Perbedaan Pengaruh Lingkungan Terhadap Kejadian Malaria di Kabupaten Mimika Genangan air di sekitar rumah (p=0,003 dan OR=0, 011), keberadaan semak di sekitar rumah (p=0,026 dan OR=0,65) dan keberadaan kandang hewan di sekitar rumah (p=0,002 dan OR=256, 272) merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian malaria Jenis dan disain penelitian, variabel terikat Variabel bebas 2. Pardamean (2006) Faktor Risiko Kejadian Malaria di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 Keberadaan rawa-rawa, selokan dan sawah disekitar rumah mempengaruhi kejadian malaria di Desa Wonosari Kecamatan Panai Hilir Jenis dan disain penelitian, variabel terikat Variabel bebas 3. Diana et al., (2013) Faktor Risiko dan Pengetahuan, Sikap, Perilaku (PSP) Masyarakat Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria di Kabupaten Purbalingga Hasil observasi memperlihatkan kondisi rumah penduduk dan sekitarnya sangat rentan terhadap penularan malaria. Masih banyak rumah penduduk yang lingkungannya dekat dengan habitat vektor malaria antara lain genangan air (65,3%), semak rimbun (67,3%), dan jarak rumah dekat dengan sawah (53,1%) Variabel terikat Jenis dan desain penelitian, variabel bebas 4. Rubianti et al., (2009) Faktor-Faktor Risiko Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Paruga Kota Bima Nusa Tenggara Barat Faktor lingkungan meliputi adanya tempat perkembangbiakan nyamuk dan tempat peristirahatan nyamuk di sekitar rumah terbukti sebagai faktor risiko terhadap kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas Paruga Kota Bima. Jenis dan disain penelitian, variabel terikat Variabel bebas