BAB I PENDAHULUAN. 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Usmara, Strategi Baru Manajemen Pemasaran, Amara Books, Jogjakarta, 2003, hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usa

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UPAYA MEREDUKSI PENGECER ILEGAL PADA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK MELALUI PEMBENTUKAN SUB PENYALUR

BAB II EKSPLORASI ISU BIS IS

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

EVALUASI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) TERHADAP PEMBELIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PERTALITE DI KOTA DEPOK THERESIA DAMAYANTI

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembara Negara

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnisnya berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

BAB I PENDAHULUAN. telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS MASALAH BBM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

SPBU No Jl. Tanjung Duren Raya no.1, Jakarta Barat

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah terjadi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2008 NOMOR 03 SERI E-02

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN MASA PERSIDANGAN V TAHUN SIDANG

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

SKRIPSI. Oleh: DIVO DHARMA SILALAHI NIM: J2E

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan terdiri dari lima sub bab. Pada bab ini akan dibahas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Akhir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

2 Koordinator Bidang Perekonomian, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Har

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. dapat bersaing di pasar global. Perluasan produksi yang sangat pesat telah terjadi,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan hilir minyak dan gas di Indonesia memasuki babak baru

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. membaik dibandingkan tahun-tahun saat krisis ekonomi melanda bangsa

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TANGGAL 16 JANUARI 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA?

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang sampai saat ini masih terus dijalankan dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

2 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Ne

2017, No c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tenta

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2008 NOMOR 03 SERI E-02

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2013

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN & IMPLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Berdasarkan Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juli 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia ke dalam 10 negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Besarnya jumlah penduduk Indonesia tersebut diperkuat dengan data dari (Badan Pusat Statistik, 2015) yang menyatakan bahwa dalam kurun waktu tahun 5 tahun, jumlah penduduk Indonesia meningkat 7%. Proyeksi tersebut dihitung dari data jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 238.518.800 jiwa dibandingkan jumlah penduduk tahun 2015 adalah sebesar 255.461.700 jiwa. Ketua Kamar Dagang dan Industri Jepang (Japan Chamber of Commerce and Industry/JCCI) menyatakan bahwa Indonesia merupakan tempat yang menarik untuk investasi dan perdagangan. Daya tarik tersebut terletak pada jumlah penduduk yang mencapai 250 juta orang. (satuharapan.com, 2015). Dengan jumlah penduduk yang besar maka Indonesia mempunyai daya tarik untuk melakukan investasi (Unic-Jakarta, 2015). Peningkatan jumlah penduduk mempunyai korelasi dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Data dari (Gaikindo, 2015) menyebutkan bahwa jumlah kendaraan bermotor roda empat pada tahun 2011 adalah sebanyak 894.164 dan tahun 2015 adalah sebanyak 1.013.291 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 113% seperti tertulis di dalam Tabel 1.1. 1

Tabel 1.1 Data Penjualan Kendaraan Roda 4 Kategori 2011 2012 2013 2014 2015 2015 vs 2011 Penjualan Kendaraan Roda 4 894,164 1,116,230 1,229,901 1,208,028 1,013,291 113% Sumber: www.gaikindo.co.id (2015) Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tersebut maka akan memberi dampak pada naiknya konsumsi bahan bakar minyak. Hal tersebut sesuai dengan data penjualan Pertamax dan Pertamax Plus dari (Pertamina, 2015). Penjualan Pertamax mengalami kenaikan cukup sebesar 426% pada kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dari yang semula realisasinya adalah sebesar 554.341 kilo liter di tahun 2011 naik menjadi 2.361.030 kilo liter pada tahun 2015. Penjualan Pertamax Plus juga mengalami kenaikan secara signifikan sebesar 159% berdasarkan realisasi penjualan tahun 2015 sebesar 161.197 kilo liter dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 101.635 kilo liter seperti dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2 Data Realisasi Penjualan Pertamax Dan Pertamax Plus Produk 2011 2012 2013 2014 2015 2015 vs 2011 Pertamax 554,341 494,386 625,614 841,308 2,361,030 426% Pertamax Plus 101,635 96,426 92,804 91,855 161,197 159% Sumber: Data Internal Pertamina (2015) 2

Kenaikan penjualan tersebut menunjukkan bahwa trend kebutuhan konsumen akan Pertamax dan Pertamax Plus semakin lama semakin meningkat. Dengan kecenderungan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat maka menjadi daya tarik bagi perusahaan niaga minyak untuk melakukan investasi serta niaga BBM di Indonesia. Berdasarkan data dari (BPH Migas, 2015), yang telah mendapatkan izin niaga umum tercatat sebanyak 84 badan usaha. Dari 84 badan usaha tersebut, sebanyak 5 badan usaha telah mendirikan SPBU yaitu Pertamina, Shell, Petronas, AKR dan Total Oil Indonesia. SPBU yang telah mereka dirikan mayoritas berada di kota-kota besar diantaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Tempat pendirian SPBU di kota-kota besar tersebut semuanya berada di lokasi yang strategis yaitu di tengah kota, pusat perekonomian serta di jalan dengan arus kendaraan lewat yang ramai. Dalam mendirikan sebuah SPBU, lokasi yang strategis merupakan syarat utama agar SPBU tersebut mendapatkan omset yang besar. Hal ini sesuai dengan penyataan yang dikemukakan oleh Eri Purnomo Hadi selaku Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas). Menurut Eri bahwa penentuan lokasi bagi SPBU adalah sangat penting. Lokasi yang strategis merupakan jaminan untuk mendapatkan volume penjualan BBM yang besar. Selain itu lokasi strategis sangat bagus dari segi exposure sehingga dapat menarik minat konsumen. (detik.com, 2015). Mendapatkan lokasi strategis di kota besar untuk mendirikan SPBU bukanlah hal yang mudah. Banyak kesulitan yang didapatkan yaitu: lokasi kurang luas, harga 3

tanah/lokasi yang mahal, ijin dari lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipastikan bahwa SPBU yang didirikan di lokasi strategis tersebut memerlukan biaya investasi yang cukup besar khususnya untuk pembelian lahan. Agar investasi yang besar tersebut dapat kembali dengan cepat maka dituntut untuk mendapatkan keuntungan yang besar pula. Keterbatasan lokasi strategis yang tersedia membuat persaingan antar badan usaha semakin ketat. Tidak jarang harga lahan menjadi semakin mahal karena diperebutkan oleh beberapa badan usaha. 1.2 Lingkungan Internal Perusahaan PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Pemegang Ijin Usaha Niaga Umum (BU-PIUNU). Ijin Niaga Umum tersebut dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi di bawah Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam hal operasionalnya, niaga BBM diatur oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Sebagai BUMN pemegang ijin niaga BBM, Pertamina ditugaskan oleh BPH Migas untuk mendistribusikan BBM subsidi ke seluruh wilayah Indonesia. Untuk membantu proses distribusi dan melakukan niaga BBM, Pertamina mendirikan lembaga penyalur di seluruh wilayah Indonesia. Beragamnya karakteristik daerah di Indonesia memerlukan bermacam-macam bentuk lembaga penyalur BBM dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan pendistribusian dan perniagaan. Berdasarkan Buku Pedoman Pengelolaan Lembaga Penyalur BBM Pertamina tahun 2014 bahwa lembaga penyalur Pertamina terdiri atas: SPBU, APMS, SPBB, SPDN, SPBN dan Agen Minyak Tanah(AMT). Lembaga 4

penyalur tersebut digunakan untuk menyalurkan dan memasarkan BBM dan atau produk lain dengan menggunakan merk dagang Pertamina. Selain untuk memasarkan BBM, lembaga penyalur dapat digunakan untuk pengelolaan bisnis NFR (Non Fuel Retail). Perbedaan dari lembaga penyalur tersebut secara lengkap seperti yang terdapat dalam Tabel 1.3. Tabel 1.3 Lembaga Penyalur Pertamina Lembaga Pe nyalur Konsumen Yang Dilayani Produk BBM Yang Dijual Produk Non BBM yang Dijual Jumlah Pompa Dispenser Fasilitas Yang Tersedia SPBU Kendaraan Roda 2, roda 4 dan lebih Premium, Solar, Pertamax, Pertamax Plus, Pertalite dan Pertadex Pelumas, Elpiji, dll Minimal 2 pompa Toilet, Musholla, Minimarket, dll APMS Kendaraan Roda 2, roda 4 dan lebih Premium, Solar dan Pertamax Pelumas Minimal 1 pompa Toilet SPBB Kapal dengan bobot diatas 500 DWT Premium dan Solar Pelumas Minimal 1 pompa Toilet SPDN Kapal Nelayan maks 30 GT atau 90 PK Solar Pelumas Minimal 1 pompa Toilet Agen Minyak Tanah Konsumen rumah tangga untuk keperluan memasak dan penerangan, untuk usaha mikro serta usaha perikanan Minyak Tanah Tidak Ada Tidak Ada Tidak ada Sumber: Buku Pedoman Pengelolaan Lembaga Penyalur BBM (2014) 5

SPBU merupakan lembaga penyalur utama milik Pertamina. Definisi SPBU menurut Buku Pedoman Pengelolaan Lembaga Penyalur BBM Pertamina tahun 2014 adalah lembaga penyalur yang dibangun di atas sebidang tanah dan memiliki fasilitas lengkap. SPBU tersebut dibangun berdasarkan rancangan, desain dan spesifikasi teknis yang telah disetujui oleh Pertamina. SPBU saat ini dengan fasilitas lengkap dapat dilihat tampilannya sesuai dalam Gambar 1.1. Gambar 1.1 Bangunan SPBU Saat Ini. Sumber: Data Internal Pertamina (2015) SPBU yang ada saat ini mayoritas masih menjual BBM subsidi. Penjualan BBM non subsidi (harga keekonomian) pada awalnya hanya terdapat di SPBU yang berada di kota-kota besar. Tetapi saat ini seiring dengan menipisnya selisih harga antara subsidi dan non subsidi serta meningkatnya kesadaran konsumen akan keuntungan menggunakan Pertamax maka SPBU yang menjual BBM non subsidi semakin banyak. SPBU Pertamina saat ini selain menjual BBM juga menjual pelumas, Elpiji, minimarket, serta menyewakan lokasi untuk perkantoran bahkan untuk di lokasi peristirahatan jalan tol terdapat beraneka macam tempat makan. Dengan lengkapnya 6

fasilitas yang ada di SPBU maka SPBU tidak hanya semata sebagai tempat penjualan bahan bakar tetapi SPBU telah menjelma menjadi tempat kegiatan bisnis. Keberadaan SPBU saat ini menjadi sangat vital seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sehingga mengakibatkan antrean di SPBU meningkat. Antrean di lokasi tertentu jadi semakin panjang akibat adanya SPBU yang tutup. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Energi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam (beritajakarta, 2015) bahwa 35 SPBU tidak beroperasi lagi. Penyebab tidak beroperasi lagi karena lokasinya kurang strategis diantaranya adalah akibat terhalang separator jalan sehingga jika mau masuk ke SPBU harus memutar terlebih dahulu. Dengan berkurangnya SPBU yang beroperasi tersebut maka konsumen akan menumpuk di SPBU terdekat dari lokasi SPBU yang telah tutup. Jumlah SPBU Pertamina berdasarkan data yang diperoleh dari Officer Gas Station Development PT Pertamina (Persero) hingga akhir tahun 2015 adalah sebanyak 5.246 yang tersebar di seluruh Indonesia. Walau sudah berjumlah ribuan, tetapi penambahan SPBU masih tetap diperlukan seiring dengan meningkatnya konsumsi bahan bakar. Dalam mendirikan SPBU baru di Pertamina harus ditentukan terlebih dahulu tipe SPBU mana yang akan dipilih. Menurut halaman resmi Pertamina untuk spbu, www.spbu.pertamina.com (2015) bahwa saat ini terdapat 3 (tiga) tipe format SPBU yaitu tipe A, B dan C. Secara lebih detailnya mengenai tipe SPBU dapat dilihat dalam Tabel 1.4. 7

Tabel 1.4 Tipe Tipe SPBU Pertamina No Komponen Tipe A Tipe B Tipe C 1 Luas Minimum (m²) 1,800 1,500 1,500 2 3 Lebar Muka Minimum (m) Lebar Samping Minimum (m) 20 20 20 90 75 65 4 Perkiraan Volume Penjualan > 35 KL > 25 KL dan <= 35 KL >20 KL dan <= 25 KL Sumber: www.spbu.pertamina.com (2015) Berdasarkan Tabel 1.4 diatas bahwa tipe yang paling kecil adalah tipe C, dengan minimum luasnya adalah 1.500 m 2. Walaupun SPBU tipe C merupakan tipe yang paling kecil, tetapi lahan yang diperlukan untuk pendirian SPBU masih cukup luas. Dengan luasnya lahan yang diperlukan, maka lahan tersebut dapat menjadi kendala apabila lokasi pendiriannya di lokasi strategis. Kendala tersebut berupa mahalnya harga tanah di lokasi strategis serta ketersediaan lahan seluas 1.500 m 2. Vice President Retail Fuel Marketing (VP RFM) Pertamina menyatakan bahwa berdasarkan survei yang dilakukan oleh internal Pertamina tahun 2013, konsumen biasanya mengisi BBM di sekitar tempat tinggalnya atau sekitar kantornya. Lokasi tersebut merupakan lokasi terdekat konsumen menjalankan aktifitasnya. Di daerah permukiman sekitar lokasi tempat tinggalnya, lahan masih mudah didapatkan 8

tetapi untuk daerah perkantoran, ketersediaan lahan sangat terbatas dan kalaupun ada dapat dipastikan harganya sangat mahal. Mahalnya harga lahan dapat menjadi kendala bagi proses pendirian SPBU apalagi dengan luas lahan sesuai standar saat ini. Agar dapat mendirikan SPBU di daerah perkantoran sesuai harapan konsumen, maka diperlukan terobosan diluar standar yang sudah ada. Terobosan tersebut berupa membuat format baru SPBU dengan upaya yang dilakukan sebagai berikut: 1. Minimalisasi luas lahan SPBU, hal ini bertujuan untuk menekan biaya investasi sehingga perhitungan bisnisnya menjadi layak. 2. Membuat desain format baru SPBU, desain dibuat lebih ringkas dengan tujuan untuk mensiasati minimnya luas lahan. 3. Mempercepat pelayanan dengan cara menggunakan pompa dispenser yang kecepatan alirnya lebih cepat dibandingkan pompa dispenser di SPBU saat ini. Menurut VP RFM PT Pertamina (Persero) bahwa konsep format baru SPBU tersebut secara prinsip sangat bagus karena dapat menekan biaya investasi menjadi lebih murah dibandingkan dengan SPBU saat ini. Dengan biaya investasi yang lebih murah maka menjadi lebih menarik bagi investor. 1.3 Rumusan Masalah Rencana pendirian SPBU ini didasarkan pada pertimbangan adanya kebutuhan masyarakat untuk dapat melakukan pengisian BBM di lokasi dekat kantor atau tempat tinggalnya. Untuk lokasi daerah perkantoran lahan yang tersedia sangat 9

terbatas, kalaupun ada lahan kosong dapat dipastikan luasnya terbatas dan harganya mahal. Menurut VP RFM PT Pertamina (Persero) bahwa saat ini mendirikan sebuah SPBU Pertamina diperlukan modal yang besar yaitu minimal sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) belum termasuk biaya pembelian lahan. Sedangkan untuk perhitungan finansialnya menurut Asisten Gas Station Development Pertamina adalah sebagai berikut: 1. IRR nya saat ini sebesar 40 % (diatas hurdle rate Pertamina yaitu sebesar 9%). 2. NPV nya positif. 3. Jangka waktu pengembalian investasi selama 7 tahun. Dengan format baru SPBU tersebut maka kesulitan mendirikan SPBU di lokasi strategis khususnya di daerah perkantoran telah mendapatkan solusi. Dengan luas lahan yang diperlukan minimal 375 m 2 maka dapat relatif lebih mudah mendapatkan lahannya dan biaya investasi menjadi lebih murah. Sebelum format baru SPBU tersebut didirikan, maka menurut VP RFM perlu disusun sebuah rencana bisnis untuk mengkaji kelayakan pendiriannya. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah membuat rencana bisnis untuk mendirikan format baru SPBU yang terdiri atas: a. Mendesain format baru SPBU. 10

b. Menghitung aspek finansialnya apakah layak atau tidak investasi tersebut. Penghitungan tersebut meliputi IRR, NPV, dan jangka waktu pengembalian modal. c. Membandingkan antara format baru SPBU dengan format yang saat ini ada. 1.5 Manfaat Penelitian Dalam penulisan tesis ini, terdapat beberapa manfaat utama yang ingin dicapai, yaitu: a. Bagi perusahaan Sebagai usulan dari penulis bagi manajemen Pertamina mengenai format baru SPBU guna mensiasati keterbatasan lahan serta tingginya harga lahan. b. Bagi Investor Sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi investor dalam melakukan investasi atau bekerjasama dengan Pertamina dalam hal mendirikan SPBU. c. Bagi akademisi Sebagai bahan kajian serta perbandingan dalam hal penghitungan rencana bisnis usaha sejenis. 1.6 Sistematika Penulisan Dalam penyusunan rencana bisnis ini, tahapan yang dilakukan dalam melakukan penulisan adalah mencari data, memasukkan data, melakukan proses analisis dan perhitungan data, serta pada akhirnya menghasilkan perhitungan rencana bisnis yang nantinya dapat diwujudkan oleh PT Pertamina (Persero). 11

Sedangkan sumber data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan dari PT Pertamina (Persero), Bank Indonesia, Gaikindo serta instansi lainnya dan data sekunder yang didapatkan dari literatur-literatur terkait dengan penyusunan rencana bisnis format baru SPBU serta hasil wawancara langsung dengan VP RFM PT Pertamina (Persero) pada tanggal 19 Oktober 2015, PT Hanindo selaku penjual peralatan SPBU serta pejabat lainnya. 12