BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di

dokumen-dokumen yang mirip
MAKSIMALISASI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR GUNA MENINGKATKAN PEMASUKAN DAERAH SERTA SEBAGAI FAKTOR PENDORONG PENURUNAN KEMACETAN DI DKI JAKARTA

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 059 TAHUN 2016 TENTANG

Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon (022) Faks (022) BANDUNG 40115

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 096 TAHUN 2017

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 75 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB)

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2006

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan yang terjadi. Dampak perubahan dan perkembangan ini sangat berpengaruh

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun tugas

BAB I PENDAHULUAN. di perlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasiaonal. Tanggung

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 34 TAHUN2017 TENTANG

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 030 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

: PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGHITUNGAN DAN PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2007.

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 056 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

210 TAHUN 2015 PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BE

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 18 TAHUN No. 18, 2016 TENTANG

2017, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang P

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

Redo Adrianto dan Danny Wibowo Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PADA SAMSAT AIRMADIDI)

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

~JaIwJw PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 136 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

Transkripsi:

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di Provinsi DKI Jakarta Dalam upaya mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus merencanakan, mengupayakan dan melaksanakan program kerja - program kerja yang bertujuan menurunkan kemacetan. Mulai dari pembangunan infrastruktur pendukung seperti pembuatan jalan layang, underpass, transportasi umum yang memadai, hingga pembuatan regulasi yang diharapkan mampu menurunkan kemacetan di DKI Jakarta seperti perencanaan plat nomor ganjil-genap, penetapan kenaikan pajak parkir, juga penetapan tarif progresif untuk Pajak Kendaraan Bermotor. Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian melakukan penyesuaian terhadap Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 4 tahun 2003 dengan menetapkan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 8 tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah atau upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memaksimalkan potensi pemasukan daerah juga sebagai salah satu langkah untuk menurunkan kepemilikan kendaraan yang diharapkan mampu menurunkan kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta. Potensi pemasukan daerah yang dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dari jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2009. 49

Tabel 4.1 Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 NO 1 JENIS WILAYAH PUSAT UTARA BARAT SELATAN TIMUR JUMLAH SEDAN DAN SEJENISNYA 57,432 43,757 70,157 124,065 105,820 401,231 2 JEEP SEGALA MERK 19,136 20,801 28,755 35,050 27,280 131,022 3 MINI BUS, MICRO BUS 130,176 127,118 180,385 201,306 185,233 824,218 4 PICK UP, LIGHT TRUCK, TRUCK DAN 22,066 29,484 41,800 27,088 37,069 157,507 SEJENISNYA 5 BT WAGON, WAGON, BOX, DELIVERY VAN 16,683 21,663 27,770 14,069 15,571 95,756 DUM TRUCK, 6 TRUCK TANGKI DAN SEJENISNYA 4,750 7,379 7,236 4,724 5,442 29,531 OTOLET/OPELET, 7 MICROLET 1,295 2,456 2,600 2,029 5,690 14,070 KENDARAAN 8 BERMOTOR RODA TIGA 3,434 1,619 3,612 3,367 3,741 15,773 S E P E D A M O T O 9 R 450,819 620,029 909,404 821,740 1,045,211 3,847,203 10 ALAT-ALAT BERAT 4,090 13,892 6,299 3,472 4,224 31,977 T O T A L 709,881 888,198 1,278,018 1,236,910 1,435,281 5,548,288 Sumber : Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Keadaan ini menjadi salah satu hal yang menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan tarif progresif PKB Provinsi DKI Jakarta seperti yang tertuang pada Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 8 tahun 2010. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 8 tahun 2010 ditetapkan pada tanggal 3 November 2010 oleh gubernur Provinsi DKI Jakarta. Peraturan ini mulai efektif berlaku untuk Pajak Kendaraan Bermotor pada januari 2011. Artinya sejak 50

tahun 2011 seluruh kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah DKI Jakarta menggunakan Peraturan Daerah tersebut dalam penghitungan PKB. Dalam peraturan tersebut mulai diberlakukan tarif PKB secara progresif untuk kendaraan kedua dan seterusnya untuk kepemilikan oleh orang pribadi. Pajak Progresif kendaraan bermotor dikenakan terhadap kendaraan bermotor kedua dan seterusnya yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pribadi berdasarkan nama dan/atau nama yang sama (Peraturan Gubernur provinsi DKI Jakarta no. 168 tahun 2012). Sehingga tarif pajak progresif yang digunakan untuk kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor pertama sebesar 1.5% (satu koma lima persen), untuk kendaraan bermotor kedua sebesar 2% (dua persen), untuk kendaraan bermotor ketiga sebesar 2.5% (dua koma lima persen) dan untuk kendaraan bermotor ke empat dan seterusnya sebesar 4% (empat persen). Kriteria Kendaraan Bermotor yang dikenakan tarif progresif adalah sebagai berikut: 1. Kendaraan Bermotor yang dimiliki oleh orang pribadi atas nama dan/atau alamat yang sama. 2. Kendaraan Bermotor pertama, kedua, ketiga dan seterusnya merupakan jenis Kendaraan Bermotor yang sama. 3. Plat nomor Kendaraan Bermotor dengan warna yang sama. Untuk pelaksanaan kriteria nomor satu belum berlangsung secara efektif. Dalam prakteknya pelaksanaan tarif progresif berlaku pada kendaraan bermotor dengan nama dan alamat yang sama. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 pasal 7 ayat 2 yang menyatakan " Tarif Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas nama 51

dan/atau alamat yang sama". Tarif Pajak Kendaraan Bermotor yang ada pada Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 pasal 7 ayat 1 adalah tarif progresif PKB. Dalam praktek pemberlakuannya saat ini, tarif progresif PKB dikenakan pada kendaraan bermotor yang dimiliki atas nama dan alamat yang sama. Pertama diperiksa nama pemilik kendaraan bermotor setelah itu diperiksa alamat kendaraan bermotor terdaftar (seperti informasi yang tertera di STNK). Jika nama dan alamat diketahui sama, barulah kendaraan kedua dan seterusnya dikenakan tarif progresif PKB. Sementara untuk kepemilikan/penguasaan Kendaraan Bermotor oleh badan dikenakan tarif sebesar 1.5% (satu koma lima persen). Untuk Kendaraan Bermotor yang dikuasai/dimiliki oleh TNI/PORLI, pemerintah pusat, pemerintah daerah, kendaraan umum, ambulans, mobil jenasah, pemadam kebakaran, lembaga sosial, serta lembaga sosial dan keagamaan dikenakan tarif PKB sebesar 0.5% (nol koma lima persen). Dalam penghitungannya, PKB dihitung berdasarkan hasil perkalian antara tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Tarif PKB yang berlakukan merupakan hasil keputusan Pemerintah Provinsi dengan tetap mengacu pada UU no 28 tahun 2009 sebagai dasar penetapan tarifnya. Sementara DPP Pajak Kendaraan Bermotor dibentuk dari perkalian antara Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) dengan bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan/atau pencemaran Iingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. DPP kendaraan bermotor dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Keuangan. 52

PKB = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) x Bobot Bobot = terdiri dari unsur-unsur tekanan gandar, jenis, penggunaan, tahun pebuatan dan lain-lain Hingga akhir tahun 2011, setelah satu tahun tarif PKB progresif diberlakukan, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah Provinsi DKI Jakarta tetap mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun pada tahun 2011 tetap terjadi kenaikan, kendaraan sedan dan sejenisnya mengalami penurunan, bahkan penurunan tersebut lebih besar dibandingkan dengan penurunan pada tahun 2010 seperti yang terlihat pada tabel 4.2 53

Tabel 4.2 Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun 2009-2011 NO JENIS KENDARAAN TAHUN KENAIKAN TAHUN KENAIKAN 2009 2010 (PENURUNAN) 2011 (PENURUNAN) SEDAN DAN 1 SEJENISNYA 401,231 395,108 (6,123) 381,627 (13,481) 2 JEEP SEGALA MERK 131,022 139,279 8,257 146,164 6,885 3 MINI BUS, MICRO BUS 824,218 901,624 77,406 979,604 77,980 4 PICK UP, LIGHT TRUCK, TRUCK DAN 157,507 162,727 5,220 167,565 4,838 SEJENISNYA 5 BT WAGON, WAGON, BOX, DELIVERY VAN 95,756 102,745 6,989 111,579 8,834 6 DUM TRUCK, TRUCK TANGKI DAN 29,531 30,990 1,459 33,470 2,480 SEJENISNYA 7 OTOLET/OPELET, MICROLET 14,070 14,063 (7) 14,046 (17) 8 KENDARAAN BERMOTOR RODA 15,773 15,781 8 15,760 (21) TIGA 9 S E P E D A M O T O R 3,847,203 4,326,266 479,063 4,799,037 472,771 10 ALAT-ALAT BERAT 31,977 35,083 3,106 39,705 4,622 11 T O T A L 5,548,288 6,123,666 575,378 6,688,557 564,891 Sumber : Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, diolah Kendaraan sedan dan sejenisnya umumnya dimiliki oleh orang pribadi yang memiliki kemampuan ekonomi baik. Begitu pula dengan kendaraan mini bus dan micro bus yang umumnya terdiri dari kendaraan keluarga family car ataupun kendaraan umum. Diperkirakan bahwa pengguna kendaraan sedan dan sejenisnya beralih jenis kendaraan dan memilih family car atau jenis kendaraan mini bus. Dari tabel terlihat bahwa kenaikan jenis kendaraan mini bus beserta micro bus mengalami peningkatan yang cukup besar dan terbilang stabil. 54

Selaras dengan kenaikan jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah Provinsi DKI Jakarta, keadaan ini memberi dampak pada meningkatnya Pemasukan Daerah khususnya dari sektor Pajak Daerah. Dalam perencanaan penerimaan PKB, perencanaan penerimaan tahun 2009 hingga 2011 terus mengalami kenaikan. Hal ini didasari oleh potensi penerimaan dari sisi PKB yang terlihat dari jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah DKI Jakarta yang terus meningkat. Peningkatan perencanaan penerimaan PKB dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Perencanaan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 2008-2012 NO TAHUN POTENSI RENCANA REALISASI % 1 2 3 4 5 (5 : 4) 1 2008 2.726.000.000.000 2.560.270.000.000 2.618.745.860.159 102,28 2 2009 3.026.000.000.000 2.687.000.000.000 2.766.961.102.529 102,98 3 2010 3.565.000.000.000 3.100.000.000.000 3.107.744.107.420 100,25 4 2011 3.900.000.000.000 3.500.000.000.000 3.664.400.165.006 104,70 5 2012 4.326.000.000.000 4.150.000.000.000 4.106.845.546.568 98,96 Sumber : Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah DPP Provinsi DKI Jakarta Realisasi penerimaan pada tahun 2012 tidak mencapai target yang direncanakan. Kondisi ini diperkirakan merupakan akibat mutasi kendaraan keluar wilayah Provinsi DKI Jakarta. Jumlah kendaraan bermotor selama tahun 2012 juga terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tentu juga memberi dampak pada peningkatan Pendapatan Daerah. Seperti yang terlihat pada proyeksi perencanaan dan realisasi penerimaan PKB yang meningkat pada tabel 4.3, tentu peningkatan ini merupakan dampak dari kenaikan jumlah kendaraan bermotor yang berbanding lurus dengan Peningkatan penerimaan PKB. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor selama tahun 2012 tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4 55

Tabel 4.4 Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun 2011-2012 NO JENIS KENDARAAN TAHUN KENAIKAN 2011 2012 (PENURUNAN) 1 SEDAN DAN SEJENISNYA 381,627 380,995 (632) 2 JEEP SEGALA MERK 146,164 158,664 12,500 3 MINI BUS, MICRO BUS 979,604 1,087,666 108,062 4 PICK UP, LIGHT TRUCK, TRUCK DAN SEJENISNYA 167,565 182,051 14,486 5 BT WAGON, WAGON, BOX, DELIVERY VAN 111,579 123,390 11,811 6 DUM TRUCK, TRUCK TANGKI DAN SEJENISNYA 33,470 37,852 4,382 7 OTOLET/OPELET, MICROLET 14,046 14,063 17 8 KENDARAAN BERMOTOR RODA TIGA 15,760 16,397 637 9 S E P E D A M O T O R 4,799,037 5,244,224 445,187 10 ALAT-ALAT BERAT 39,705 47,032 7,327 11 T O T A L 6,688,557 7,292,333 603,776 Sumber : Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, diolah Pada tahun 2012, jumlah kendaraan bermotor tetap mengalami kenaikan seperti yang terlihat pada tabel 4.4 di atas. Meski mengalami kenaikan, berbeda dengan keadaan 2011, pada tahun 2012 penurunan jumlah kendaraan tipe sedan dan sejenisnya sangatlah sedikit jika dibandingan dengan penurunan pada tahun 2011. Sementara kendaraan sedan dan sejenisnya mengalami penurunan, kendaraan dengan jenis mini bus dan micro bus terus mengalami peningkatan. Penerapan tarif progresif PKB yang berlaku di wilayah DKI Jakarta juga terbilang lebih murah dibandingkan dengan tarif PKB yang diterapkan oleh Provinsi Jawa Barat sebagai Provinsi yang berbatasan langsung di bagian selatan (Depok) dan timur (Bekasi) dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta. Provinsi Jawa Barat menerapkan tarif progresif PKB sebesar 1.75% (satu koma tujuh lima persen) untuk kendaraan pertama, 2.25% (dua koma dua lima persen) untuk kendaraan kedua, 56

2.75% (dua koma tujuh lima persen) untuk kendaraan ketiga, 3.25% (tiga koma dua lima persen) untuk kendaraan keempat dan 3.75% (tiga koma tujuh lima persen) untuk kendaraan kelima dan seterusnya. Tarif yang diberlakukan Provinsi DKI Jakarta untuk kendaraan keempat dan seterusnya memang lebih tinggi, namun Provinsi Jawa Barat memberlakukan tarif pajak progresif yang lebih tinggi 0.25% (nol koma dua lima persen) untuk kendaraan pertama, kedua dan ketiga. Sedangkan Provinsi Banten yang berbatasan dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta di sebelah barat (Tangerang) menerapkan tarif pajak yang tidak jauh berbeda dengan tarif progresif yang ditetapkan oleh Provinsi DKI Jakarta. Tarif progresif sebesar 1.5% (satu koma lima persen) untuk kendaraan pertama, 2% (dua persen) untuk kendaraan kedua, 2.5% (dua koma lima persen) untuk kendaraan ketiga, 3% (tiga persen) untuk kendaraan keempat dan 3.5% (tiga koma lima persen) untuk kendaraan kelima dan seterusnya. Dalam hal ini tarif progresif yang diberlakukan wilayah Provinsi Banten dan Provinsi DKI Jakarta hanya berbeda pada pengenaan kendaraan ke empat dan seterusnya. Kepemilikan kendaraan yang terus meningkat, berarti semakin banyak kendaraan yang memadati ruas jalan di Provinsi DKI Jakarta. Ruas jalan yang relatif tidak bertambah harus melayani pembengkakan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Dari data ini, bisa dikatakan bahwa penerapan tarif PKB secara progresif belum mampu memberi kontribusi dalam upaya menurunkan kepemilikan kendaraan bermotor secara umum. Jumlah kendaraan terus bertambah meskipun sudah dua tahun tarif progresif PKB sudah diberlakukan. Jika tarif PKB kemudian dinaikan dari keadaan saat ini (katakanlah 0.25%, untuk kembali mencoba menekan laju pertumbuhan kendaraan guna menurunkan 57

kemacetan sehingga menjadi 1.75%; 2.25%; 2.75%; 4.25%,) dalam rangka upaya penurunan kepemilikan kendaraan bermotor guna mengurai kemacetan, akan ada kemungkinan kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah Provinsi DKI Jakarta akan menurun. Tetapi kenaikan tarif PKB tersebut tidak akan memberi dampak pada penurunan kemacetan di Provinsi DKI Jakarta bahkan akan dapat berakibat pada menurunnya penerimaan daerah dari sektor PKB. Salah satu faktor yang menyebabkan gagalnya PKB sebagai faktor pendorong penurunan kemacetan di Provinsi DKI Jakarta karena adanya peluang untuk memindahkan wilayah administrasi kendaraan atau memutasi kendaraan ke Provinsi Jawa Barat ataupun Provinsi Banten sebagai provinsi tetangga namun tetap digunakan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kenaikan tarif PKB yang lebih besar dari tarif yang berlaku sekarang juga akan memberi dampak yang bertentangan dengan tujuan awal pemberlakukan tarif progresif yakni menekan laju petumbuhan kendaraan sebagai salah satu langkah untuk mengurangi kemacetan dengan tetap memaksimalkan penerimaan dari PKB. Karena akibat yang timbul bukan hanya tidak terurainya kemacetan di Provinsi DKI Jakarta, tetapi juga Provinsi DKI Jakarta kehilangan pemasukan dari sektor PKB akibat mutasi kendaraan ke luar wilayah Provinsi DKI Jakarta sehingga pemasukan dari sektor PKB menurun. Penerapan tarif PKB yang terlalu tinggi pernah terjadi di wilayah pemerintahan Surabaya. Penerapan tarif PKB yang terlalu tinggi menyebabkan penerimaan dari segi PKB menurun, sementara lalu lintas kendaraan wilayah Surabaya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Wilayah sekitar Surabaya yang menerapkan PKB yang lebih rendah daripada Surabaya menyebabkan banyak mutasi kendaraan ke wilayah sekitar Surabaya, sementara penggunaan kendaraan 58

tersebut masih di wilayah Surabaya. Tertekan dengan keadaan tersebut akhirnya tarif PKB di wilayah Surabaya kemudian disesuaikan kembali dan diturunkan. Penerapan PKB yang sekarang ini memang belum mampu menekan laju pertumbuhan kendaraan, namun dari segi kontribusi pada pemasukan daerah, PKB merupakan salah satu "primadona" Pendapatan Daerah dari sisi pajak daerah. Bersama dengan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) memberi kontribusi yang sangat besar bagi Pendapatan Asli Daerah. 4.2 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a) Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah 2) hasil retribusi daerah 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan 4) lain-lain PAD yang sah b) dana perimbangan; dan c) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu unsur pembentuk pendapatan daerah. Dilihat dari kontribusinya, PAD memberi kontribusi yang sangat besar. Bahkan dalam 4 tahun terakhir, PAD memberi kontribusi besar terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan. Kondisi kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini. 59

No. URAIAN Tabel 4.5 Pendapatan Daerah Tahun 2009-2012 TAHUN 2009 2010 2011 2012 4 Pendapatan 19,251,893,888,555 23,025,986,993,128 28,297,361,482,869 35,379,180,051,989 4.1 Pendapatan Asli Daerah 10,601,057,958,783 12,891,992,182,041 17,825,987,294,430 22,040,801,447,924 4.1.1 Pajak Daerah 8,560,134,926,182 10,751,745,151,388 15,221,249,152,689 17,721,493,016,509 4.1.2 Retribusi Daerah 416,896,030,531 439,210,908,273 609,349,051,004 1,820,435,447,667 4.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan 181,130,584,183 223,005,615,402 278,789,767,934 351,823,210,568 Daerah Yang Dipisahkan 4.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli 1,442,896,417,886 1,478,030,506,977 1,716,599,322,802 2,147,049,773,179 Daerah 4.2 Dana Perimbangan 8,650,835,929,772 9,537,609,058,087 9,149,708,963,289 11,554,964,807,804 4.3 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 0 596,385,753,000 1,321,665,225,150 1,783,413,796,261 Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta, diolah Nampak bahwa kontribusi atau sumbangsi PAD terhadap pendapatan daerah mencapai lebih besar dari 50% dan terus meningkat setiap tahunnya. Persentase kontribusi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.6 Perbandingan Pendapatan Asli Daerah dengan Pendapatan Tahun 2009-2012 Tahun Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Persentase 2009 19,251,893,888,555 10,601,057,958,783 55.07% 2010 23,025,986,993,128 12,891,992,182,041 55.99% 2011 28,297,361,482,869 17,825,987,294,430 63.00% 2012 35,379,180,051,989 22,040,801,447,924 62.30% Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta, diolah Sebagai perwujudan nyata dari asas desentralisasi atau desentralisasi fiskal, sudah sepantasnya PAD memberi kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah. Dari tahun 2009 lebih dari 50% pendapatan daerah merupakan sumbangsi dari PAD. 60

Hanya pada tahun 2012 kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah mengalami sedikit penurunan sekitar 0.70% (nol koma tujuh persen). Jika melihat pada tiap-tiap aspek pembentuk nilai PAD yang memiliki sumbangsi yang besar terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan, pajak daerah adalah salah satu aspek pembentuk nilai PAD yang menjadi kontributor terbesar. Kontribusi pajak daerah terhadap PAD selama empat tahun terahkir dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut. Tabel 4.7 Perbandingan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Tahun 2009-2012 TAHUN PAD PAJAK DAERAH PERSENTASE 2009 10,601,057,958,783 8,560,134,926,182 80.75% 2010 12,891,992,182,041 10,751,745,151,388 83.40% 2011 17,825,987,294,430 15,221,249,152,689 85.39% 2012 22,040,801,447,924 17,721,493,016,509 80.40% Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta, diolah Pada tahun 2012 terjadi penurunan kontribusi pajak daerah terhadap PAD, seperti halnya dengan yang terjadi pada kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan. Pada tahun 2012, retribusi daerah mengalami kenaikan yang sangat singnifikan, yakni sebesar 298.75% (dua ratus sembilan puluh koma tujuh lima persen) jika dibandingkan dengan retribusi tahun 2011. Bahkan nominal penerimaan dari sektor retribusi daerah yang sebesar Rp1,820,435,447,667 jauh lebih besar dari prediksi yang hanya menganggarkan penerimaan retribusi daerah sebesar Rp901,225,604,600 atau 102% (seratus dua persen) lebih besar. Keadaan ini membuat persentase kontribusi pajak daerah sedikit menurun, namun kontribusi pajak daerah terhadap PAD empat tahun terakhir masih tetap pada kisaran lebih dari 61

80% (delapan puluh persen). Artinya Pajak daerah memiliki peran penting dalam pembentukan PAD. Hingga 2010 pajak daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 10 jenis pajak daerah, yakni : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, pajak air tanah, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak parkir. Baru pada tahun 2011 Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan (BPHTB) mulai masuk ke dalam wilayah wewenang pemerintah daerah untuk memungut jenis pajak tersebut. Dan pada tahun 2013 ini Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) mulai aktif berlaku sebagai salah satu pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah daerah. Bersama Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), PKB menjadi dua kontributor terbesar bagi penerimaan dari sektor pajak daerah. Meskipun semenjak tahun 2011 BPHTB yang memiliki kontribusi yang cukup besar, masuk ke dalam ranah kewenangan pemerintah daerah dalam pemungutannya, BBNKB dan PKB tetap menjadi dua kontributor teratas bagi penerimaan pajak daerah. Meskipun kontribusi BBNKB dan PKB terhadap pajak daerah secara keseluruhan menurun dikarenakan besarnya kontribusi BPHTB. Pada tabel 4.8, dapat dilihat besaran nilai kontribusi masing-masing pajak selama empat tahun terakhir. 62

Tabel 4.8 Jumlah Penerimaan Pajak Daerah Berdasarkan Jenis NO JENIS PAJAK 2009 2010 2011 2012 PAJAK 1 KENDARAAN BERMOTOR 2,766,961,102,529 3,107,744,107,420 3,664,400,165,006 4,106,973,713,880 BEA BALIK 2 NAMA KENDARAAN 2,542,533,323,110 3,997,470,274,150 4,582,084,588,660 5,507,710,354,550 BERMOTOR PAJAK BAHAN BAKAR 3 KENDARAAN BERMOTOR 671,464,087,091 727,327,812,376 848,569,568,929 882,558,921,963 PAJAK AIR 4 TANAH 126,446,931,536 156,690,521,376 114,442,293,835 104,100,432,523 5 PAJAK HOTEL 608,668,370,716 744,252,246,359 858,337,282,673 1,013,222,210,448 6 PAJAK RESTORAN 755,473,014,869 880,920,581,945 1,031,995,530,296 1,259,711,807,394 7 PAJAK HIBURAN 267,735,587,255 293,356,000,260 296,519,831,376 368,695,862,814 8 PAJAK REKLAME 269,697,869,692 258,171,510,385 269,666,970,840 483,162,893,731 PAJAK 9 PENERANGAN JALAN 412,478,855,616 456,404,904,171 511,449,292,512 557,307,626,142 10 PAJAK PARKIR 11 BPHTB 138,675,783,768 129,407,192,946 158,256,146,738 214,299,711,016 - - 2,885,527,481,824 3,224,573,379,083 JUMLAH 8,560,134,926,182 10,751,745,151,388 15,221,249,152,689 17,722,316,913,544 Sumber : Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta, diolah Besaran kontribusi yang disubangkan pajak daerah terhadap PAD berada pada kisaran lebih dari 80% (delapan puluh persen). Hal ini membuat aspek-aspek penerimaan pajak daerah juga mampu memberi kontribusi atau pengaruh yang cukup besar terhadap PAD. Sumbangsi PAD yang juga menjadi andalan dalam penerimaan 63

pendapatan daerah atau pemasukan daerah menempatkan aspek-aspek penerimaan pajak daerah seperti PKB, BBNKB,BPHTB dan seterusnya memiliki andil dalam membentuk pendapatan daerah, baik itu menjadi lebih kecil atau menjadi lebih besar. Pengaruh yang dimiliki oleh PKB terhadap penerimaan pajak daerah dapat ditelusuri dengan melihat dari besarnya kontribusi PKB terhadap penerimaan pajak daerah. Persentase kontribusi PKB terhadap Pajak daerah juga PAD dapat terlihat pada tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Perbandingan Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2009-2012 TAHUN PKB PAJAK DAERAH PERSENTASE PAD PERSENTASE 1 2 1:2 3 1:3 2009 2,766,961,102,529 8,560,134,926,182 32.32% 10,601,057,958,783 26.10% 2010 3,107,744,107,420 10,751,745,151,388 28.90% 12,891,992,182,041 24.11% 2011 3,664,400,165,006 15,221,249,152,689 24.07% 17,825,987,294,430 20.56% 2012 4,106,845,546,568 17,721,493,016,509 23.17% 22,040,801,447,924 18.63% Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta, diolah Asas desentralisasi atau desentralisasi fiskal membuat pendapatan daerah atau pemasukan daerah mengandalkan sumbangsi PAD dalam membentuk pendapatan daerah secara keseluruhan. Berikut kontribusi PKB terhadap pendapatan daerah, terlihat pada tabel 4.10. Tabel 4.10 Perbandingan Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pendapatan Daerah Tahun 2009-2012 TAHUN PKB PENDAPATAN DAERAH PERSENTASE 2009 2,766,961,102,529 19,251,893,888,555 14.37% 2010 3,107,744,107,420 23,025,986,993,128 13.50% 2011 3,664,400,165,006 28,297,361,482,869 12.95% 2012 4,106,845,546,568 35,379,180,051,989 11.61% Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta, diolah Jika melihat pada kontribusi PKB yang mencapai lebih dari 10% sebagai pemasukan daerah atau pendapatan daerah, bisa dikatakan PKB memiliki andil yang 64

besar. Bisa dibilang besar karena dari sekian banyak aspek yang memberi kontribusi terhadap nilai pendapatan daerah atau sekitar 12 Pajak daerah, seluruh nilai sumbangsi retribusi, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD, serta nilai dana perimbangan dan lain - lain PAD yang sah, lebih dari sepersepuluhnya merupakan sumbangan PKB. Bahkan PKB menempati posisi keriga sebagai kontributor terhadap pendapatan daerah. Informasi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11 Persentase Empat Kontributor Terbesar Terhadap Pendapatan Daerah Tahun 2009-2012 2009 2010 2011 2012 Dana Perimbangan 44.93% 41.42% 32.33% 32.66% BBNKB 13.21% 17.36% 16.19% 15.57% PKB 14.37% 13.50% 12.95% 11.61% BPHTB 0.00% 0.00% 10.20% 9.11% Pendapatan daerah yang digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah juga untuk membiayai belanja daerah, namun tidak mampu dimaksimalkan atau gagal memaksimalkan potensi pemasukan daerah, berarti kemampuan pemerintah daerah dalam mengurus daerahnya sangat perlu dipertanyakan. Lebih lanjut keadaan ini bisa membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerahnya makin memburuk. Memburuknya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerahnya bisa membuat semakin sedikitnya kontribusi masyarakat terhadap keberlangsungan pemerintah daerah. Salah satu bentuk minimnya kontribusi atau dukungan masyarakat terhadap pemerintah daerah dapat berupa dengan tidak memenuhi kewajiban retribusi ataupun kewajiban perpajakan termasuk di dalamnya Pajak Kendaraan bermotor. 65

Jadi sangatlah penting bagi pemerintah daerah untuk mampu memaksimalkan potensi pendapatan daerah. PKB yang merupakan salah satu unsur pembentuk pendapatan daerah memiliki andil yang tidak kecil dalam kontribusinya membantu pemerintahan daerah berlangsung dengan lancar. Penerapan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 pasal 7 ayat 2 yang belum efektif juga menimbulkan hilangnya potensi pendapatan daerah. Memiliki dua KTP merupakan salah satu hal yang membuat penerimaan atas tarif progresif PKB tidak maksimal. Untuk pemilik kendaraan yang tinggal di rumah susun atau apartement juga menimbulkan hambatan bagi pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 pasal 7 ayat 2. Penghuni rumah susun atau apartement yang terdiri dari banyak keluarga ataupun individu yang berbeda namun berada pada satu alamat. Keadaan ini merugikan penghuni rumah susun atau apartement, jika pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 pasal 7 ayat 2 diberlakukan secara membabi buta. Jika tarif progresif PKB dinaikan dari keadaan yang sekarang sehingga tarif PKB Provinsi DKI Jakarta sama dengan tarif yang berlaku di Provinsi Jawa Barat, akan bisa dipastikan pemiliki kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta yang memiliki kerabat, kenalan, atau rumah di wilayah Kota Tangerang/Provinsi Banten akan memutasi kendaraan mereka ke Provinsi Banten. Provinsi DKI Jakarta akan kehilangan banyak pemasukan dari sektor PKB. Keadaan ini bisa bertambah buruk jika ternyata ada sebagian kendaraan yang terdaftar di wilayah Provinsi DKI Jakarta dimiliki oleh warga Kota Depok atau Kota Bekasi (Provinsi Jawa Barat), dan kemudian memutasi kendaraan mereka ke Provinsi Jawa Barat. Lost tax yang dialami oleh Provinsi DKI Jakarta akan cukup terasa dan mengakibatkan menurunnya pendapatan daerah juga berpotensi menggangu pendanaan belanja daerah dan pembiayaan pengeluaran daerah. 66