BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Target dan Realisasi Pajak Daerah Pengembangan penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta, yaitu mengenai sumber daya keuangan yang dijadikan pendapatan daerah. Dimana Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang merupakan iuran wajib dilakukan oleh pribadi atau badan tanpa mendapat imbalan secara langsung. Maka itu, penulis akan membahas tentang target dan realisasi sumber pendapatan daerah Provinsi DKI Jakarta yang dimasukan dalam penelitian ini adalah pendapatan dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 1. Perkembangan Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Pajak Kendaraan Bermotor Provinsi DKI Jakarta berdasarkan pada Peraturan Daerah No. 8 Tahun Dalam hal Wajib Pajak badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan tersebut. Perkembangan target dan realisasi Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut: 57

2 58 Tabel 4.1 Target dan Realisasi Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Tahun Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) Perkembangan Realiasasi (%) , , ,08 Rata-rata laju pertumbuhan pajak kendaraan bermotor per tahun 14,1 Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor tahun 2009 dengan realisasi sebesar Rp Pada Tahun 2010 terjadi peningkatan realisasi pajak kendaraan bermotor dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 12,31%. Begitu juga pada tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor dari tahun 2010 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 17,91% begitu juga pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar Rp dengan laju bertumbuhan sebesar 12,08%. Peningkatan laju pertumbuhan terbesar adalah di tahun 2011, dimana persentasenya meningkat 5,83%

3 59 Secara keseluruhan rata-rata laju pertumbuhan pajak kendaraan bermotor per tahun adalah sebesar 14,1%. Selaras dengan kenaikan jumlah kendaraan bermotor, tergolong tinggi untuk pemasukan yang terdaftar di wilayah Provinsi DKI Jakarta, keadaan ini memberi dampak pada meningkatnya pemasukan daerah khususnya sektor pajak daerah. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik di bawah ini: Gambar 4.1 Grafik Target dan Realisasi Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Tahun Perkembangan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berdasarkan Peraturan Daerah No 9. Tahun Dalam hal Wajib Pajak badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut. Perkembangan target dan realisasi Pajak Bea

4 60 Balik Nama Kendaraan Bermotor DKI Jakarta di sajikan dalam dalam tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 4.2 Target dan Realisasi Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Tahun Perkembangan Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) Realiasasi (%) , , ,94 20,20 Rata-rata laju pertumbuhan bea balik nama kendaraan bermotor per tahun 30,68 Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor tahun 2009 realisasi sebesar Rp Pada Tahun 2010 terjadi peningkatan realisasi pajak kendaraan bermotor dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 57,22%. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi penerimaan bea balik nama kendaraan bermotor dari tahun 2010 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 14,62% begitu juga

5 61 pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar Rp dengan laju bertumbuhan sebesar 20,21%. Peningkatan laju pertumbuhan terbesar adalah di tahun 2010, dimana persentasenya meningkat 42,59% dari tahun 2009, lalu pada tahun 2012 terjadi peningkatan persentase 5,58% dari tahun Secara keseluruhan rata-rata laju pertumbuhan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor per tahun adalah sebesar 30,68%. Selaras dengan kenaikan jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah Provinsi DKI Jakarta, keadaan ini memberi dampak pada meningkatnya pemasukan daerah khususnya sektor pajak daerah kedua dari pajak kendaraan bermotor. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini: Gambar 4.2 Grafik Target dan Realisasi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun ,000,000,000,000 5,000,000,000,000 4,000,000,000,000 3,000,000,000,000 2,000,000,000,000 1,000,000,000, Target Realisasi

6 62 3. Perkembangan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 10 Tahun Dalam hal ini pemungutan pajak dilakukan oleh penyedia BBKB dan penyedia BBKB adalah produsen dan/atau importir BBKB, baik untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri. Perkembangan target dan realisasi Pajak BBKB Provinsi DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 4.3 Target dan Realisasi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Tahun Perkembangan Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) Realiasasi (%) , , ,01 Rata-rata laju pertumbuhan bahan bakar kendaraan bermotor per tahun 9,67

7 63 Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor tahun 2009 realisasi sebesar tidak sesuai dengan target yang ditetapkan Pemerintah DKI. Pada Tahun 2010 terjadi peningkatan realisasi pajak bahan bakar kendaraan bermotor dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 8,32% Pada tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 16,67% pada tahun 2012 mengalami peningkatan realisasi sebesar Rp dengan laju bertumbuhan sebesar 4,01%. Peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada tahun 2011 dari tahun 2010 dimana persentasenya 8,35%, namun pada tahun 2012 tidak mencapai target yang di ditetapkan pemerintah DKI sebesar Rp hanya tercapai 88,26% atau realisasinya hanya Secara keseluruhan rata-rata laju pertumbuhan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor per tahun adalah sebesar 9,67%. Realisasi pajak bahan kendaraan bermotor tidak selaras dengan jumlah target yang ditentukan oleh Pemerintah DKI Jakarta, ini tidak sesuai dengan realisasi ini terjadi pada tahun 2009 dan Pesatnya pembangunan SPBU di daerah perbatasan jakarta dan terjadinya perubahan pola penggunaan kendaraan dari roda empat ke roda dua, yang berimplikasi pada tidak tercapainya target pajak bahan bakar kendaraan bermotor (

8 64 Berdasarkan hasil analisis efektivitas penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dapat dilihat bahwa target tahun 2009 dan 2012 realisasi penerimaan tidak sesuai dengan target, namun pada tahun 2010 terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini Gambar 4.3 Grafik Target dan Realisasi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Tahun ,200,000,000,000 1,000,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, Target Realisasi 4. Perkembangan Pajak Air Tanah DKI Jakarta Pajak Air Tanah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor. 17 Tahun Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. System pemungutan menggunakan Self Assessment. Dimana wajib wajab diberi kebebasan untuk mengisi sendiri pajak yang dibayarkan kepada Pemerintah. Perkembangan target dan realisasi Pajak Air Tanah DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut:

9 65 Tabel 4.4 Target dan Realisasi Pajak Air Tanah DKI Jakarta Tahun Perkembangan Pencapaian Realiasasi Tahun Target (Rp) Realisasi (%) (%) , (26,96) (10,83) Rata-rata laju pertumbuhan pajak air tanah per tahun (4,63) Berdasarkan pertumbuhan pajak air tanah pada tahun 2009 pendapatan Pajak air tanah sebesar Rp pada tahun 2010 terjadi kenaikan realisasi penerimaan pajak dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhannya sebesar 23,91% namun pada tahun 2011 menurun dan berkurang melebihi target sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar -26,96-%. Begitu juga pada tahun 2012 terjadi penurunan dan berkurang dari target sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar -10,84%.

10 66 Secara keseluruhan, rata-rata laju pertumbuhan pajak air tanah per tahun -4,63%. Dari rata-rata laju pertumbuhan pajak air tanah. Ini disebabkan pemprov mempertahankan situ sebagai tampungan air dan melakukan pengetatan ijin sumur dan pembatasan pengambilan air tanah maksimum, mulai sepetember 2010 pemprov menaikkan pajak air tanah lebih mahal daripada air perpipaan (PAM) sesuai Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009 tentang Nilai Perolehan Air Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah. ( Berdasarkan hasil analisis penerimaan pajak air tanah dapat dilihat bahwa target penerimaan tahun 2009 naik, pada tahun realisasi terus menerus mengalami penurunan dan tidak selaras dengan target yang ditetapkan. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini: Gambar 4.4 Grafik Target dan Realisasi Pajak Air Tanah DKI Jakart Tahun ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000,000 80,000,000,000 60,000,000,000 40,000,000,000 20,000,000, Target Realisasi

11 67 5. Perkembangan Pajak Hotel Provinsi DKI Jakarta Pajak Hotel DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2010, sistem pemungutan Pajak Hotel yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah dengan sistem Self Assessment yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Perkembangan target dan realisasi Pajak Hotel DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 4.5 Target dan Realisasi Pajak Hotel DKI Jakarta Tahun Perkembangan Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) Realiasasi (%) , , ,83 Rata-rata laju pertumbuhan pajak hotel per tahun 19,14

12 68 Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan Pajak Hotel pada tahun 2009 realisasi sebesar Rp tidak sesuai dengan target yang ditetapkan Pemerintah DKI. Pada Tahun 2010 terjadi peningkatan realisasi pajak Hotel dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 22,28%. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 15,33% begitu juga pada tahun 2012 terjadi peningkatan realisasi sebesar Rp dengan laju bertumbuhan sebesar 19,83%. Peningkatan laju pertumbuhan terbesar adalah di tahun 2010 dari tahun 2009, lalu pada tahun 2012 dimana persentasenya meningkat hanya 4,5% dari tahun Secara keseluruhan rata-rata laju pertumbuhan Pajak Hotel per tahun adalah sebesar 19,14%. Turunnya tingkat hunian (occopancy rate) kamar hotel, utamanya bintang lima dari 61% pada tahun 2008 menjadi 57% pada tahun 2009, sehingga berimplikasi pada tidak tercapainya target pajak hotel. Berdasarkan hasil analisis efektivitas penerimaan pajak hotel dapat dilihat bahwa target tahun 2009 sampai dengan 2012 sesuai dengan realisasi penerimaan Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini:

13 69 Gambar 4.5 Grafik Target dan Realisasi Pajak Hotel DKI Jakarta Tahun ,200,000,000,000 1,000,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, Target Realisasi 6. Perkembangan Pajak Restoran Provinsi DKI Jakarta Pajak Restoran DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah No 11 Tahun 2011 sistem pemungutan Pajak Hotel yang ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah dengan sistem Self Assessment. Pajak Restoran merupakan pajak yang memberikan kontribusi yang cukup penting bagi sumber penerimaan daerah bagi provinsi DKI Jakarta. Perkembangan target dan realisasi Pajak Restoran DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut:

14 70 Tabel 4.6 Target dan Realisasi Pajak Restoran DKI Jakarta Tahun Perkembangan Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) Realiasasi (%) , , ,07 Rata-rata laju pertumbuhan pajak restoran per tahun 18,61 Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan pajak restoran tahun 2010 diperoleh dari peningkatan realisasi penerimaan pajak restoran tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu sebesar dibagi realisasi penerimaan pajak restoran tahun 2009 sebesar dikali 100% sehingga didapatkan laju pertumbuhan pajak restoran sebesar 16,61%, pada tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak restoran dari tahun 2010 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 17,15%. Begitu juga pada tahun 2012 terjadi peningkatan

15 71 realisasi dari tahun 2011 Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 22,07. Secara keseluruhan, rata-rata laju pertumbuhan pajak Restoran pertahun adalah 18,61%. Dari rata-rata laju pertumbuhan pajak restoran cukup sinkron. Terkait pajak restoran, minimnya perolehan terjadi akibat lemahnya pengawasan. Banyak restoran menerbitkan tagihan tanpa proforasi terutama restoran non-group. Dengan tagihan tanpa proforasi, pajak restoran yang dilaporkan WP itu tidak sesuai data yang sebenarnya. Padahal pajak restoran ini adalah pajak titipan yang dipungut dari konsumen( Berdasarkan hasil analisis penerimaan pajak restoran, dapat dilihat bahwa target penerimaan tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini: Gambar 4.6 Grafik Target dan Realisasi Pajak Restoran DKI Jakarta Tahun ,400,000,000,000 1,200,000,000,000 1,000,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, Target Realisasi

16 72 7. Perkembangan Pajak Hiburan DKI Jakarta Pajak Hiburan DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2010 sistem pemungutan Pajak Hiburan yang ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah dengan sistem Self Assessment yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Perkembangan target dan realisasi Pajak Hiburan DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 4.7 Target dan Realisasi Pajak Hiburan DKI Jakarta Tahun Perkembangan Realiasasi Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) (%) , , ,50 Rata-rata laju pertumbuhan pajak hiburan per tahun 11,70

17 73 Berdasarkan pertumbuhan pajak hiburan pada tahun 2009 pendapatan Pajak Hiburan sebesar pada tahun 2010 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak meningkat dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhannya sebesar 9,57% namun pada tahun 2011 hanya meningkat sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 1,08%. pada tahun 2012 terjadi peningkatan realisasi yang signifikan dari tahun 2011 sebesar dengan laju pertumbuhan sebesar 24,50%, dimana persentasenya meningkat 23,42%. Secara keseluruhan, rata-rata laju pertumbuhan pajak hiburan pertahun adalah 11,70%. Berkembangnya obyek hiburan alternatif yang dapat dilakukan secara individu seperti game online, tv kabel, dan lain-lain yang berpengaruh terhadap pencapaian target pajak hiburan. Untuk menutup kelemahan hukum WP cenderung menghindari pajak. Modusnya antara lain membuka fasilitas hiburan, tapi izin usaha perhotelan. ( Berdasarkan hasil analisis penerimaan pajak hiburan, tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini:

18 74 Gambar 4.7 Grafik Target dan Realisasi Pajak Hiburan DKI Jakarta Tahun ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, Target Realisasi 8. Perkembangan Pajak Reklame DKI Jakarta Pajak Reklame Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011, sistem pemungutan Pajak Reklame yang ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah dengan system pemungutan pajak Self Assesment. Perkembangan target dan realisasi Pajak Reklame Kota Bogor disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut:

19 75 Tabel 4.8 Target dan Realisasi Pajak Reklame DKI Jakarta Tahun Perkembangan Pencapaian Realiasasi Tahun Target (Rp) Realisasi (%) (%) (4,27) , ,18 Rata-rata laju pertumbuhan pajak reklame per tahun 26,45 Berdasarkan pertumbuhan pajak reklame pada tahun 2009 pendapatan Pajak reklame sebesar Rp pada tahun 2010 terjadi penurunan realisasi penerimaan pajak dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhannya sebesar (4,27)% pada tahun 2011 realisasi pajak reklame tidak sesuai dengan target sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 4,45%. namun pada tahun 2012 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak reklame yang signifikan dari tahun 2011 sebesar dengan laju pertumbuhan sebesar 79,17%.

20 76 Secara keseluruhan, rata-rata laju pertumbuhan pajak reklame per tahun adalah 26,45%. Berkembangnya media iklan melalui media lain seperti internet, televisi dan radio yang berpengaruh terhadap pencapaian target pajak reklame. Menyoroti pajak reklame proses administrasinya seharusnya bisa dilakukan dengan pola manajemen satu atap dan bersifat one stop service. Terkait reklame, belum ada acuan dalam penetapan nilai strategis reklame(nsr) titik reklame yang jelas dan obyektif. NSR ini disebutkan dalam rekomendasi DPRD dinilai sangat rawan dimanfaatkan oknum Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Penerimaan pajak reklame sebenarnya masih bisa ditingkatkan asalkan pengawasan dan proses perizinan dibenahi dan lelang titik reklame harus dilaksanakan.( Hal ini diduga karena adanya peningkatan dari realisasi pajak reklame tahun sebelumnya sehingga target yang diharapkan untuk tahun berikutnya juga dinaikkan. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini: Gambar 4.8 Grafik Target dan Realisasi Pajak Reklame DKI Jakarta Tahun ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, Target Realitas

21 77 9. Perkembangan Pajak Penerangan Jalan DKI Jakarta Pajak Penerangan Jalan Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor. 15 Tahun Penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Listrik yang dihasilkan sendiri meliputi seluruh pembangkit listrik. Perkembangan target dan realisasi Pajak Penerangan Jalan DKI Jakarta dalam tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 4.9 Target dan Realisasi Pajak Penerangan Jalan DKI Jakarta Tahun Perkembangan Realiasasi Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) (%) , , ,97 Rata-rata laju pertumbuhan pajak penerangan jalan per tahun 10,55 Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan Pajak Penerangan Jalan tahun 2009 diperoleh realisasi sebesar Rp Pada Tahun 2010 terjadi

22 78 peningkatan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 10,65%. Begitu juga pada tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan dari tahun 2010 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 12,06%. Begitu juga pada tahun 2012 terjadi peningkatan realisasi dari tahun 2011 Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 8,97% Secara keseluruhan, rata-rata laju pertumbuhan pajak penerangan jalan per tahun adalah 10,55% dari rata-rata laju pertumbuhan pajak penerangan jalan cukup selaras. Berdasarkan hasil analisis penerimaan pajak penerangan jalan dapat dilihat bahwa target penerimaan tahun 2009 naik, pada tahun realisasi terus menerus mengalami kenaikan dan selaras dengan target yang ditetapkan. Diharapkan untuk tahun berikutnya juga dinaikkan. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini: Gambar 4.9 Grafik Target dan Realisasi Pajak Penerangan Jalan DKI Jakarta Tahun ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, Target Realisasi

23 Perkembangan Pajak Parkir DKI Jakarta Pajak Parkir Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor. 16 Tahun Penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Perkembangan target dan realisasi Pajak Parkir DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 4.10 Target dan Realisasi Pajak Parkir DKI Jakarta Tahun Perkembangan Pencapaian Realiasasi Tahun Target (Rp) Realisasi (%) (%) (6,68) , ,58 Rata-rata laju pertumbuhan pajak parkir per tahun 18,39 Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan Pajak Parkir pada tahun 2009 realisasi sebesar Rp tidak sesuai dengan target yang ditetapkan

24 80 Pemerintah DKI. Pada Tahun 2010 terjadi penurunan realisasi pajak parkir dari tahun 2009 sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar (6,68)% Pada tahun 2011 terjadi penurunan realisasi yang tidak sesuai dengan target sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 22,29% namun pada tahun 2012 terjadi peningkatan realisasi yang signifikan sebesar Rp dengan laju bertumbuhan sebesar 39,58%. Secara keseluruhan rata-rata laju pertumbuhan Pajak Parkir per tahun adalah sebesar 18,39%. Diduga banyak yang bocor, pajak parkir dalam gedung (off street) segera diberlakukan secara online. Alasan meng-online-kan pajak parkir itu karena realisasi pencapaian selalu tidak mencapai target. Untuk mendukung langkah tersebut, saat ini dinas Pelayanan Pajak sedang melakukan persiapan pendataan sekitar lokasi parkir dalam gedung dengan begitu, akan diketahui dengan mudah dimana kebocoran pendapatan pajak parkir dan langkah pencegahannya. ( Berdasarkan hasil analisis efektivitas penerimaan pajak parkir dapat dilihat dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini:

25 81 Gambar 4.10 Grafik Target dan Realisasi Pajak Parkir DKI Jakarta Tahun ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000,000 50,000,000,000 Target Realisasi Perkembangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor. 18 Tahun Baru pada tahun 2011 Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan (BPHTB) mulai masuk ke dalam wilayah wewenang pemerintah daerah untuk memungut jenis pajak tersebut. Dan pada tahun 2013 ini Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) mulai aktif berlaku sebagai salah satu pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah daerah. Perkembangan target dan realisasi Pajak Parkir DKI Jakarta disajikan dalam tabel dan grafik sebagai berikut:

26 82 Tabel 4.11 Target dan Realisasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan DKI Jakarta Tahun Perkembangan Tahun Target (Rp) Realisasi Pencapaian (%) Realiasasi (%) % % 11,74% Berdasarkan pertumbuhan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan pada tahun 2011 pendapatan PBHTB sebesar Rp Pada tahun 2012 terjadi kenaikan realisasi sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 11,74% terkait masyarakat masih khawatir akan dampak krisis keuangan global, sehingga mereka lebih memilih investasi jangka pendek yang lebih tinggi likuiditasnya. Hal ini telah berdampak pada menurunnya transaksi jual beli tanah dan bangunan, pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian target Bea Perolehan Hak Atas Bumi dan Bangunan.

27 83 Berdasarkan hasil analisis penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan mengalami kenaikan. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini: Gambar 4.11 Grafik Target dan Realisasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan DKI Jakarta Tahun Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari: a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah

28 84 Dari Tabel 4.12 dijelaskan bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta tahun mengalami peningkatan 27,84% per tahun. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 21,61% pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 38,27% serta pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp dengan laju pertumbuhan sebesar 23,65%. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah paling tinggi terjadi pada tahun 2011 mencapai Rp dengan nilai realisasi PAD sebesar Rp adanya kenaikan pendapatan asli daerah karena BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mulanya merupakan pajak pusat berdasarkan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2010, tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menjadi Pajak Daerah. Dengan adanya ketetapan baru tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah terutama dalam penerimaan Pajak Daerah, komponen Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memberikan penerimaan yang tinggi terhadap PAD hal ini dapat dilihat dari mulainya pembaharuan undang-undang peraturan daerah mengenai pajak daerah berimbas besar pada PAD

29 85 Gambar 4.12 Grafik Realisasi Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta Tahun ,000,000,000,000 18,000,000,000,000 16,000,000,000,000 14,000,000,000,000 12,000,000,000,000 10,000,000,000,000 8,000,000,000,000 6,000,000,000,000 4,000,000,000,000 2,000,000,000, Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Pendapatan Asli Daerah yang sah B. Analisis Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD DKI Jakarta Untuk Menganalisa Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Tanah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terhadap pendapatan asli Pemerintah DKI Jakarta maka penulis akan menyajikan analisa data dan pembahasan berikut ini

30 86 1. Kontirbusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi Pajak Kendaraan bermotor tidaklah sama, setiap tahunnya pada tahun 2009, kontribusi pajak kendaraan bermotor terhadap PAD adalah sebesar 26,10% dengan jumlah penerimaan pajak kendaraan bermotor sebesar Rp dan PAD sebesar Rp Pada tahun 2010, kontribusi pajak kendaraan bermotor mengalami penurunan menjadi 24,10% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 20,56% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 18,63% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Kendaraan bermotor terhadap PAD DKI Jakarta 22,35% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor masih memberi kontribusi yang tinggi pada PAD, dan mencapai target yang di tentukan pemerintah DKI Jakarta, walau setiap tahun terjadi penurunan dalam realisasinya.

31 87 2. Kontribusi Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi bea balik nama kendaraan bermotor tidaklah sama, pada tahun 2009, kontribusi pajak kendaraan bermotor terhadap PAD adalah sebesar 23,98% dengan jumlah penerimaan BBNKB sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, kontribusi pajak kendaraan bermotor mengalami kenaikan menjadi 31,07% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 25,70% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 24,99% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap PAD DKI Jakarta 26,44% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi BBNKB masih memberi kontribusi yang tinggi pada PAD, dan mencapai target yang di tentukan pemerintah DKI Jakarta. 3. Kontribusi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Kontribusi pajak bahan bakar kendaraan bermotor pada tahun 2009, kontribusi pajak kendaraan bermotor terhadap PAD adalah sebesar 6,34% dengan jumlah penerimaan BBKB sebesar Rp dan PAD sebesar Rp

32 pada tahun 2010, kontribusi pajak kendaraan bermotor mengalami penurunan menjadi 5,65% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 4,76% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 4,04% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor terhadap PAD DKI Jakarta 5,2% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi BBKB mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya ini disebabkan pesatnya pembangunan SPBU di daerah perbatasan jakarta dan terjadinya perubahan pola penggunaan kendaraan roda empat ke roda dua, yang berimplikasi pada tidak tercapainya target pajak BBKB ( 4. Kontribusi Pajak Air Tanah terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi pajak air tanah pada tahun 2009, terhadap PAD adalah sebesar 1,19% dengan jumlah penerimaan pajak air tanah sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, kontribusi pajak air tanah memberi kontribusi sebesar 1,21% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami

33 89 penurunan 0,65% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 0,47% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor terhadap PAD DKI Jakarta 0,88% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi pajak air tanah mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya ini disebabkan mulai september 2010 pemrov menaikkan pajak air tanah lebih mahal daripada air perpipaan (PAM) sesuai peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009 tentang nilai Perolehan Air sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pengambilan Air Tanah. ( Dan pembatasan terhadap pemakaian/pemanfaatan Air Bawah Tanah oleh masyarakat sesuai dengan izin pemakai/pemanfaatan Air Bawah Tanah (dalam Laporan Penyelenggara Pemerintahan Daerah DKI Jakarta) 5. Kontribusi Pajak Hotel terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi pajak hotel terhadap PAD adalah sebesar 5,75% dengan jumlah penerimaan pajak hotel sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, kontribusi pajak hotel memberi kontribusi sebesar 5,78% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami

34 90 penurunan 4,81% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 4,64% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Hotel terhadap PAD DKI Jakarta 5,25% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi pajak hotel mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya untuk menutup kelemahan hukum, wajib pajak cenderung menghindari pajak. Modusnya antara lain membuka berbagai fasilitas hiburan, tapi izinnya usaha perhotelan. Pengusaha menggunakan tarif pajak hotel yang lebih rendah dibanding pajak hiburan. Ini perbedaan tarif pajak. Karena itu menilai perlu ada revisi pada perda hotel dan perda terkait lainnya seperti perda pariwisata ( 6. Kontribusi Pajak Restoran terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi pajak restoran terhadap PAD pada tahun 2009 adalah sebesar 7,12% dengan jumlah penerimaan pajak Restoran sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, pajak restoran memberi kontribusi sebesar 6,83% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 5,78% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan

35 91 penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 5,71% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Restoran terhadap PAD DKI Jakarta 6,36% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi pajak restoran mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya terkait pajak restoran, minimnya perolehan terjadi akibat lemahnya pengawasan. Banyak restoran menerbitkan tagihan tanpa proforasi terutama restoran nongroup.( 7. Kontribusi Pajak Hiburan terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi pajak hiburan terhadap PAD pada tahun 2009 adalah sebesar 2,53% dengan jumlah penerimaan pajak hiburan sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, pajak hiburan memberi kontribusi sebesar 2,27% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 1,66% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 1,68% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp

36 92 Rata-rata kontribusi Pajak Hiburan terhadap PAD DKI Jakarta 2,04% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi pajak hiburan mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya terkait berkembangnya obyek hiburan alternatif yang dapat dilakukan secara individu seperti game online, tv kabel, dan lain-lain yang berpengaruh terhadap pencapaian target pajak hiburan (dalam, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pemprov DKI 8. Kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi pajak reklame terhadap PAD pada tahun 2009 adalah sebesar 2,54% dengan jumlah penerimaan pajak hiburan sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, pajak hiburan memberi kontribusi sebesar 2,03% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 1,52% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami ppeningkata sebesar 2,19% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD DKI Jakarta 2,07% pertahun. Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi pajak reklame mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya terkait diberlakukannya kebijakan pembatasan penyelenggaraan reklame pada wilayah

37 93 kendali ketat dan penghentian sementara proses perizinan reklame pada prasarana kota. (dalam, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pemprov DKI) 9. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap PAD pada tahun 2009 adalah sebesar 3,89% dengan jumlah penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, pajak hiburan memberi kontribusi sebesar 3,54% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 2,86% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 2,53% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD DKI Jakarta 3,21% Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi pajak penerangn jalan mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya 10. Kontribusi Pajak Parkir terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi pajak parkir terhadap PAD pada tahun 2009 adalah sebesar 1,30% dengan jumlah penerimaan pajak parkir sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2010, pajak hiburan memberi kontribusi sebesar 1,04% dengan jumlah penerimaan sebesar Rp dan

38 94 penerimaan PAD sebesar Rp di tahun 2011 mengalami penurunan 0,89% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 1,02% dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Rata-rata kontribusi Pajak Parkir terhadap PAD DKI Jakarta 1,07% pertahun Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi pajak parkir mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya terkait masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak parkir. Hal ini dapat terlihat dari kecendrungan untuk memilih parkir di tepi atau bahu jalan (on street) disekitar gedung parkir daripada di dalam gedung(off street) yang tarifnya lebih mahal. (dalam, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pemprov DKI) 11. Kontribusi PBHTB terhadap PAD DKI Jakarta Kontribusi PBHTB terhadap PAD pada tahun 2011 adalah sebesar 16,18% dengan jumlah penerimaan PBHTB sebesar Rp dan PAD sebesar Rp pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 14,63 % dimana jumlah penerimaan sebesar Rp dan penerimaan PAD Rp Berdasarkan hasil analisa kontribusi diatas menunjukan bahwa kontribusi PBHTB mengalami penurunan dalam memberi kontribusi setiap tahunnya terkait masyarakat masih khawatir akan dampak krisis keuangan global, sehingga

39 95 mereka lebih memilih investasi jangka pendek yang lebih tinggi likuiditasnya. Hal ini telah berdampak pada menurunnya transaksi jual beli tanah dan bangunan, pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian target Bea Perolehan Hak Atas Bumi dan Bangunan. Gambar 4.13 Grafik Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta Tahun PKB BBnKB BPKB Pajak Air Tanah Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame PPJ Pajak Parkir BPHTB Sumber: Badan Pengelola Keuangan Daerah, diolah

40 96 C. Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan penerimaan Pajak Daerah 1. Melakukan langkah-langkah percepatan untuk pembangunan infrastruktur yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik 2. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui pelayanan prima dengan jalan penyederhanaan proses adminsitrasi agar masyarakat lebih mudah melakukan pembayaran pajak/retribusi daerah sehingga dapat, mendorong peningkatan pendapatan daerah. 3. Meningkatkan pendataan, pemeriksaan, dan pengawasan kepada masyarakat, objek pajak, maupun aparat yang mengelola pendapatan daerah, agar seluruh penerimaan daerah dapat dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. 4. Intensifikasi pendapatan daerah terhadap penerimaan Pajak Daerah melalui tim Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah. 5. Diverifikasi hiburan melalui pendekatan kolosal atau massal, misalnya evenevent musik tingkat internasional dan nasional yang diminati masyarakat, khususnya generasi muda. 6. Menerapkan on-line system dalam Pajak Parkir, Hotel dan Restoran 7. Optimalisasi Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) di kecamatan untuk meningkatkan potensi penerimaan pajak. ((Laporan Penyelenggaraan Pemerintahanan Daerah akhir masa jabatan Provinsi DKI Jakarta 2012)

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 100 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA INSTANSI PEMUNGUT DAN INSTANSI/PENUNJANG LAINNYA DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 76 ayat (2) Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 76 ayat (2) Peraturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, proses penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya negara adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, meningkatkan harkat dan martabat rakyat untuk menjadi manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan barang dan jasa yang kita konsumsi sehari-haripun dikenai pajak. Hal tersebut dikarenakan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di Provinsi DKI Jakarta Dalam upaya mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dijalankannya otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat, dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kota Bogor, yaitu pada Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA). Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober

Lebih terperinci

PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG MANGUPRAJA MANDALA.

PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG MANGUPRAJA MANDALA. PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG MANGUPRAJA MANDALA www.bapenda.badungkab.go.id info@bapenda.badungkab.go.id KONDISI GEOGRAFIS LUAS 418,52 KM 2 (7,43% LUAS P. BALI) Terdiri dari 6 kecamatan Terbagi atas

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI DAN EFEKTIVITAS PAJAK SERTA RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BEKASI TAHUN

ANALISIS KONTRIBUSI DAN EFEKTIVITAS PAJAK SERTA RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BEKASI TAHUN ANALISIS KONTRIBUSI DAN EFEKTIVITAS PAJAK SERTA RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BEKASI TAHUN 2011-2015 Nama : Mutiara Yuang Triani NPM : 25212189 (Akuntansi) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara hukum yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi rakyatnya sehingga terbentuk suatu masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan pembangunan nasional serta bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Boyolali

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Boyolali BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Analisis Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Boyolali Besarnya tingkat efektivitas penerimaan PBB Kabupaten Boyolali tahun 2013-2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai Pelayanan Pemerintah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dimana dalam melaksanakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara dalam meningkatkan pembangunan nasional di Indonesia adalah dengan cara gotong royong nasional serta adanya kewajiban setiap warga Negara dalam menempatkan

Lebih terperinci

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDAPATAN DAERAH BULAN : JANUARI T.A 2015 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDAPATAN DAERAH BULAN : JANUARI T.A 2015 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDAPATAN DAERAH BULAN : JANUARI T.A 2015 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Kode Rekening U r a i a n / % Sisa 1 2 3 4 5 4 1 PENDAPATAN DAERAH 4,870,554,573,000.00 436,379,514,072.86

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH I. UMUM Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, sebagaimana tercermin dalam Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : 1. Laba Usaha Daerah Adalah keuntungan yang diperoleh oleh daerah yang bergerak dibidang usaha barang maupun

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANJARMASIN

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANJARMASIN Analisa Kontribusi Daerah Terhadap PAD (Trisna dan Phaureula Artha Wulandari) ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANJARMASIN Trisna (1) dan Phaureula Artha Wulandari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memiliki tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

APLIKASI SIMDA PENDAPATAN

APLIKASI SIMDA PENDAPATAN APLIKASI SIMDA PENDAPATAN LANDASAN HUKUM PERATURAN LAMA UU 18/1997 UU 34/2000 PERATURAN BARU UU 28 TAHUN 2009 PP 19 & 20/1997 PP 45 & 64/1998 PP 65 & 66/2001 PP 91 TAHUN 2010 KEPMENDAGRI 170 & 174/1997

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan untuk membiayai pengeluaran atau kebutuhan negara dalam meningkatkan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Khoirul Ifa STIE Widya Gama Lumajang khoirul_ifa@yahoo.co.id Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kota Malang dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal besar yang harus mendapatkan perhatianserius dari Pemerintah Kota Malang.

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat diartikan sebagai kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si PENGANTAR PERPAJAKAN 1 DASAR-DASAR PERPAJAKAN Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan UU (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka memenuhi pembiayaan, pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat pula dari luar

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN. Daerah Kabupaten Boyolali Tahun daerah kabupaten boyolali tahun :

BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN. Daerah Kabupaten Boyolali Tahun daerah kabupaten boyolali tahun : BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2013-2015 Pajak Penerangan Jalan ini termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di Indonesia, 70% pendapatan yang diterima negara berasal dari pajak. Dari pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat berasal dari pungutan pajak maupun bukan pajak, serta sumbangan ataupun bantuan dan pinjaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan sebuah negara memerlukan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hakikat mendasar dari prinsip kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian 3.1.1 Kerangka Berpikir Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Kemudian mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara setelah devisa. Menurut Rochmat Soemitra, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini sebagai negara berkembang Indonesia tengah gencargencarnya melaksanakan pembangunan disegala bidang baik ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Pertumbuhan, Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah pada Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Periode

Analisis Tingkat Pertumbuhan, Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah pada Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Periode Analisis Tingkat Pertumbuhan, Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Daerah pada Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Periode 2009-2015 Nama : : Diva Azizah Alzena NPM : 23214217 Kelas : 3EB02 Pembimbing :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 708 TAHUN : 2005 SERI : D ERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN UPAH PUNGUT PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Repulik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, hal ini terlihat dengan diberikannya keleluasaan kepada kepala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deaerah otonom dibentuk dimaksudkan guna meningkatkan pelaksanaan pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom berwenang untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu kemandirian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Apabila kita berbicara mengenai Otonomi Daerah, maka kita akan teringat dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memerlukan adanya kemampuan yang besar untuk menggali sumber keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat. Pajak memiliki fungsi sebagai sumber penerimaan Negara (Budgeter) yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat. Pajak memiliki fungsi sebagai sumber penerimaan Negara (Budgeter) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan tumpuhan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Penerimaan dari pajak merupakan sumber penerimaan Negara terbesar saat ini yang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2017 TENTANG PEMBEBASAN, KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK DAERAH

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2017 TENTANG PEMBEBASAN, KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK DAERAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2017 TENTANG PEMBEBASAN, KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK DAERAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING, PEJABAT PERWAKILAN NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung adalah salah satu kota dan provinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan pendapatan dan pembangunan daerahnya dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang berusaha mempertahankan perekonomian dari goncangan krisis global. Dalam rangka mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Umum Pajak Secara umum pengertian pajak adalah pemindahan harta atau hak milik kepada pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci