BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan tuna di dunia. Negara Indonesia memiliki samudera kunci untuk perikanan tuna yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia menjadi negara penting bagi perikanan tuna global baik dari sisi sumberdaya, habitat dan juga perdagangan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila peningkatan produksi ikan tuna dari tahun ke tahun menunjukkan jumlah yang cukup tajam. Berikut ini adalah data statistik produksi ikan tuna di Indonesia (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2015). Tabel 1.1 Jumlah Produksi Ikan Tuna Indonesia Tahun 2005-2013 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2015. Tabel di atas menunjukkan perkembangan jumlah produksi ikan tuna di Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2013. Peningkatan produksi ikan tuna secara terus menerus terjadi pada tahun 2011 hingga tahun 2013, dari 1.028.906 ton menjadi 1.237.497 ton atau mengalami kenaikan sebesar 208.591 ton bila dibandingkan dengan produksi tahun 2011. 1
2 Peningkatan volume produksi tersebut akan meningkatkan volume limbah hasil industri pengolahan tuna tersebut. Sebab, produk industri perikanan umumnya diolah dalam bentuk produk setengah jadi (fillet daging ikan) dan produk jadi yang sudah dikemas, sisanya menjadi limbah industri perikanan yang jika tidak ditangani dengan baik, dapat mencemari lingkungan. Limbah industri perikanan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku berbagai macam produk olahan yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Limbah yang dimaksudkan adalah tulang ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan fortifikasi kalsium pada bahan makanan (Anugrah, 2010). Berikut ini adalah diagram dari bagian tubuh ikan tuna beserta persentasenya. Sisik (2,5-4%) Kulit (3,5-5%) Sirip (2-4,5%) Isi perut (7-13%) Tulang (7,5-12,5%) Daging (49-60%) Kepala (13-19%) Gambar 1.1 Bagian Tubuh Ikan Tuna Salah satu industri pengolahan ikan tuna yang masih mengalami permasalahan terkait dengan pemanfaatan limbah adalah Kelompok Usaha
3 Bersama (KUB) Fresh Fish yang berada di daerah Bantul, Yogyakarta. KUB Fresh Fish tersebut mengolah ikan menjadi produk steak ikan tuna sebagai produk utamanya dan sisanya menjadi limbah industri. Melihat kuantitas dan jenis limbah yang dihasilkan cukup banyak, hal tersebut mendorong KUB Fresh Fish untuk mengembangkan prinsip zero waste fisheries. Hal tersebut dibuktikan pemanfaatan limbah ikan tuna berupa daging serpih ikan tuna menjadi produk leresan dan tulang ikan tuna menjadi tepung tulang ikan tuna. Produk leresan tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk sampingan seperti siomay dan nugget. Selain itu, untuk meningkatkan nilai tambah leresan, KUB tersebut mengolahnya menjadi tepung ikan. Berikut ini adalah neraca massa dari proses produksi pada Ikan Tuna pada KUB Fresh Fish, Yogyakarta. Gambar 1.2 Neraca Massa Proses Produksi KUB Fresh Fish Tulang ikan merupakan salah satu bentuk limbah dari industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak diantara bagian tubuh ikan,
4 karena unsur utama tulang ikan adalah kalium, fosfor, dan karbonat. Tepung tulang ikan tuna juga mempunyai kandungan kalsium tertinggi dibandingkan ikan lainnya, yaitu sebesar 12,9-39,24 %. Meskipun memiliki kandungan kalsium cukup tinggi bila dibandingkan dengan sumber pangan yang lain, namun tepung tulang ikan tuna ini belumlah dimanfaatkan secara optimal terutama untuk bahan pangan. Seperti yang diketahui, asupan kalsium masyarakat Indonesia masih cukup rendah, berkisar antara 270-300 mg per hari. Rendahnya asupan kalsium menjadikan masyarakat rawan terhadap penyakit defisiensi kalsium yang dapat menyebabkan gangguan pada tulang. World Health Organization merekomendasikan jumlah asupan kalsium per hari yang untuk orang dewasa sekitar 400-500 mg, tetapi bila proteinnya tinggi dianjurkan untuk mengkonsumsi sebanyak 700-800 mg. Untuk anak-anak dan remaja lebih tinggi asupannya dan untuk wanita hamil/menyusui dianjurkan mengkonsumsi 1200 mg. Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari untuk menghindari kondisi hiperkalsium (kadar kalsium di urin melebihi 300 mg/hari) (Whitney and Hamilton, 1987). Berikut ini adalah tabel mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam tepung tulang ikan tuna pada KUB Fresh Fish. Tabel 1.2 Kandungan Proksimat Tepung Tulang Ikan Tuna No. Kandungan Satuan Hasil Analisa U1 U2 Rata-rata 1. Air % WB 5,67 5,66 5,67 2. Abu % WB 54,25 54,29 54,27 3. Lemak % WB 6,44 6,38 6,41 4. Protein % WB 26,23 26,56 26,40 5. Serat kasar % WB 6,01 5,89 5,95 Sumber: KUB Fresh Fish, 2015.
5 Tabel 1.3 Kandungan Kalsium Tepung Tulang Ikan Tuna Hasil Analisa No. Kandungan Satuan U1 U2 Rata-rata 1. Kalsium % WB 23,774 24,053 23,914 Sumber: KUB Fresh Fish, 2015. Dengan masih rendahnya pemanfaatan tepung tulang ikan tuna sebagai bahan pangan, maka perlu dilakukan penelitian mengenai upaya pengembangan produk pangan dengan penambahan tepung tulang ikan tuna untuk meningkatkan ragam produk pangan hasil perikanan. Selain itu, pengembangan produk dari tepung tulang ikan tuna ini dilakukan dalam rangka menyediakan sumber pangan kaya kalsium sekaligus mengurangi dampak buruk pencemaran lingkungan akibat dari pembuangan limbah industri pengolahan tuna. Salah satu produk yang dapat dikembangkan dari tepung tulang ikan tuna adalah fortifikasi kalsium pada mie. Mie merupakan produk pangan populer karena disukai serta cara penyajiannya yang mudah dan cepat. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri karena jenis makanan ini di pasaran telah menjadi bagian penting dalam pola konsumsi masyarakat. Menurut data World Instant Noodles Association (WINA) tahun 2014, konsumsi mie instan masyarakat Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, konsumsi mie instan masyarakat Indonesia sudah mencapai 14,9 miliar bungkus, atau mengalami peningkatan sebesar 1 miliar bungkus bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun 2009. Dengan jumlah penduduk sekitar 249,9 juta jiwa, artinya, secara rata-rata setiap orang Indonesia mengkonsumsi sekitar 59-60 bungkus atau 1,5 dus mie instan pada tahun 2013. Tingginya angka konsumsi mie instan ini menempatkan Indonesia di
6 posisi kedua sebagai negara pengkonsumsi mie instan terbesar di dunia setelah Cina, yang konsumsinya mencapai 46,2 miliar bungkus (Anonim 1, 2014). Meskipun mie menjadi makanan yang populer di masyarakat, akan tetapi mie tersebut kurang didukung dengan nilai gizi yang imbang. Proporsi penggunaan tepung terigu yang kaya akan karbohidrat sangat dominan sedangkan proporsi protein dan kalsiumnya relatif rendah. Hal tersebut didukung data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang menunjukkan bahwa setiap 100 gram bahan mie basah mengandung karbohidrat sebesar 14 gram, protein sebesar 0,6 gram dan kalsium sebesar 14 miligram. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penambahan kalsium pada mie untuk meningkatkan nilai gizi mie tersebut. Selain aspek kandungan gizinya, hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahan baku pembuatan mie itu sendiri yang masih menggunakan tepung terigu, dimana tepung terigu tersebut masih 100% diperoleh dari impor. Indonesia tidak bisa memproduksi sendiri gandum sebagai tumbuhan penghasil tepung terigu, karena iklim yang kurang cocok. Untuk mengurangi ketergantungan tepung terigu, seharusnya kita mulai mencari bahan baku lokal pengganti tepung terigu yang dapat diolah menjadi produk pangan komersial. Bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti tepung terigu adalah tepung mocaf. Mocaf adalah tepung singkong yang proses pembuatannya dilakukan dengan cara fermentasi. Tepung mocaf tidak mengandung gluten seperti hal nya tepung terigu, sehingga dalam pembuatan produk mie tetap harus menggunakan tepung terigu.
7 Berdasarkan hasil survey pendahuluan, didapatkan jenis produk mie yang dikembangkan adalah mie mocaf berkalsium, dimana produk tersebut dibuat dari campuran tepung mocaf, tepung terigu, dan pati tapioka yang ditambahkan tepung tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium. Produk mie yang dikembangkan ditujukan untuk mie segar sebagai bahan baku mie ayam. Pemilihan jenis mie yang dikembangkan didasarkan pada tingginya tingkat konsumsi mie instan dan hasil olahan mie lainnya seperti mie mentah dan matang yang digunakan sebagai mie ayam dan bakso menjadikan bisnis pembuatan mie segar memiliki peluang yang sangat besar untuk dijalankan. Berdasarkan data dari paguyuban pedagang mi ayam dan bakso (PAPMISO) daerah Yogyakarta, terdapat sekitar 1.204 pedagang mie ayam dan bakso (Iwa, 2015). Dengan banyaknya jumlah pedagang mie ayam dan bakso di daerah Yogyakarta, bisnis pembuatan mie segar dengan menggunakan bahan alternatif tepung mocaf memiliki prospek yang sangat baik. Hal tersebut dikarenakan supplier mie segar yang berasal dari tepung terigu masih sedikit sehingga tingkat persaingan bagi usaha bisnis pembuatan mie segar yang masih longgar, maka diperlukan inovasi untuk memenangkan persaingan dengan menggunakan alternatif tepung mocaf sebagai pengganti tepung terigu sehingga memiliki dampak positif untuk memberikan konstribusi dalam mengurangi penggunaan tepung terigu dan bagi petani singkong yang berada di sekitar Yogyakarta dikarenakan tepung mocaf berasal dari olahan tepung singkong. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian mengenai pengembangan produk mie ini dilakukan dengan menggunakan
8 pendekatan value engineering, karena dengan menggunakan pendekatan ini dapat diketahui spesifikasi produk yang diinginkan oleh konsumen sehingga dapat dihasilkan produk mie berkalsium tinggi yang memiliki performansi tinggi dengan biaya yang minimal. B. Perumusan Masalah Mie mocaf berkalsium merupakan produk baru di bidang mie yang dibuat dengan menggunakan campuran tepung mocaf dan tepung terigu yang ditambahkan tepung tulang ikan tuna untuk memperkaya kalsium. Sebagai produk baru yang belum pernah dipasarkan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian terkait pengembangan produk mie berkalsium untuk mengetahui kebutuhan konsumen sehingga didapatkan konsep produk mie mocaf berkalsium yang paling disukai oleh konsumen bila ditinjau dari segi kualitas dan ekonomis melalui pendekatan value engineering. Tahapan penelitian sesuai metode value engineering yang meliputi: 1) Tahap informasi untuk mengetahui kebutuhan konsumen; 2) Tahap kreatif untuk menyusun konsep produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen; 3) Tahap analisa/evaluasi untuk mengetahui konsep produk yang memiliki nilai tertinggi. Dengan menggunakan pendekatan value engineering dapat diketahui spesifikasi produk yang diinginkan konsumen sehingga dapat dikembangkan produk mie mocaf berkalsium yang memiliki performansi yang tinggi dengan biaya yang minimal. Pada akhirnya industri tersebut dapat meningkatkan pemanfaatan tepung tulang ikan tuna untuk memproduksi mie mocaf berkalsium.
9 C. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Jenis mie mocaf berkalsium yang dikembangkan adalah mie segar. 2. Pengembangan produk mie mocaf berkalsium menggunakan bahan baku tepung mocaf, tepung terigu, pati tapioka dan tepung tulang ikan tuna. 3. Penelitian dilakukan di Bantul, Sleman, dan Yogyakarta. 4. Segmentasi pasar yang dituju adalah mie segar untuk mie ayam. 5. Responden dalam pengisian kuesioner adalah konsumen akhir dari produk mie mocaf berkalsium, yaitu konsumen mie ayam. 6. Teknik samping yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik sampling proporsional yang merupakan salah satu teknik nonprobability sampling yang pengambilan sampel memperhatikan pertimbangan unsurunsur atau kategori dalam populasi penelitian. 7. Aspek yang ditinjau dalam pengembangan produk ini adalah aspek kualitas yang ditekankan pada atribut produk mie dan aspek ekonomis yang ditekankan pada biaya produksi. 8. Biaya produksi yang dihitung dalam penelitian ini adalah biaya penggunaan bahan baku. D. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi atribut penting produk mie mocaf berkalsium yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan konsumen.
10 2. Menentukan konsep produk mie mocaf berkalsim terbaik berdasarkan nilai (value) tertinggi. 3. Mengetahui kandungan gizi produk mie terbaik dengan pengujian proksimat bahan dan pengujian kalsium. E. Manfaat Penelitian 1. Menghasilkan produk mie mocaf berkalsium yang sesuai dengan karakteristik pangan yang disukai oleh konsumen. 2. Menjadi data pengetahuan dalam pengembangan produk mie mocaf yang ditambahkan dengan tepung tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium. 3. Meningkatkan nilai ekonomis tepung tulang ikan tuna sebagai produk samping industri ikan.