BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya hukum di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dimulai dari zaman sebelum penjajahan sampai dengan zaman di mana Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan bahkan sampai pada saat ini. Setiap hukum yang dibuat tentunya bertujuan untuk menciptakan keteraturan hidup dan keadilan dalam mengambil setiap keputusan. Sebelum berlakunya hukum-hukum yang dibawa oleh para penjajah ke tanah Indonesia, masyarakat Indonesia sudah memiliki hukum-hukum yang mengikat setiap orangnya dimana hukum itu didapat dari nenek moyang mereka. Hukum tersebut tentunya sudah mendarah daging pada setiap orang yang menganut dan mematuhinya karena pada umumnya orang zaman dulu begitu menghormati setiap perkataan orang tua atau nenek moyangnya. Hukum yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada saat itu bersifat mengikat, mengatur bagaimana mereka harus bertingkah laku terhadap sesamanya dan juga terhadap alam. Meskipun tidak berwujud dalam tulisan, akan tetapi hukum tersebut terus dilaksanakan sebagai suatu kebiasaan. Itulah yang kemudian diartikan sebagai hukum adat. Prof. Mr. C. Van Vollenhoven dalam Hadikusumah (1980:26) menyatakan bahwa hukum adat di masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia adalah hukum yang berlaku bagi golongan penduduk yang terdiri dari orang-orang Eropa, pribumi, dan timur asing. Perlu diketahui bahwa Prof. Mr. C. Van Vollenhoven merupakan orang pertama yang menimbulkan hukum adat sebagai ilmu pengetahuan dan menempatkan hukum adat berkedudukan sejajar dengan hukum lainnya. Hukum adat adalah hukum tak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan. Dengan demikian hukum adat dapat pula commit diartikan to user sebagai kebiasaan-kebiasaan yang 1
2 terdapat dalam masyarakat dimana setiap kebiasaan itu dilakukan dan ditaati secara turun temurun oleh setiap generasinya. Seiring perkembangan zaman keberadaan hukum adat ini mulai terlupakan padahal hukum adat merupakan warisan budaya yang harus tetap dihormati oleh setiap orang dan juga dijalankan oleh setiap lembaga adat dan masyarakat yang bertanggung jawab berdasarkan tempat hukum tersebut berada dan hukum tersebut dijalankan. Namun banyaknya pergeseran nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat seakan-akan hukum adat ini tidak diperhatikan lagi, terutama oleh kalangan anak muda zaman sekarang yang mudah sekali melupakan hal-hal yang bersifat adat dan kebudayaan asalnya. Melihat perkembangan dan perubahan masyarakat yang hidup pada zaman modern ini cenderung meninggalkan sesuatu yang telah menjadi pegangan luhur dalam budayanya. Nilai-nilai yang dibawa melalui globalisasi dan modernitas diambil dan digunakan begitu saja tanpa adanya filterisasi. Pergeseran nilai-nilai juga terlihat pada sistem yang mulai luntur. Meskipun globalisasi dan modernitas melanda seluruh negeri, tetapi tetap ada beberapa wilayah di Indonesia yang masih mempertahankan budaya lokalnya. Salah satu wilayah di Indonesia yang masih memegang teguh keberadaan hukum adatnya ialah Jambi yang mana kehidupan masyarakatnya masih memegang teguh asas-asas yang terdapat dalam hukum adat. Masyarakat Jambi yang sebagian besar ialah keturunan melayu Islam memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarat di Jambi. Dengan demikian setiap aturan adat yang berlaku di Jambi didasari dengan syariat Islam yang mana aturan itu bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Aturan yang mengikat setiap masyarakat adat Jambi disebut Seloko. Seloko adat tersebut berisi ungkapan yang mengandung pesan, amanat petuah, atau nasihat yang bernilai etik dan moral, serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Isi ungkapan seloko adat Jambi meliputi peraturan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaidah-kaidah hukum atau norma-norma, senantiasa ditaati
3 dan dihormati oleh masyarakatnya karena mempunyai sanksi. Ungkapanungkapan Seloko adat Jambi dapat berupa peribahasa, pantun atau pepatah petitih. Hukum adat Jambi mempunyai dasar yang sangat kuat, hal ini terbukti walaupun telah melalui rentang waktu yang panjang dan masyarakatnya telah hidup dalam kekuasaan pemerintahan yang silih berganti dengan corak yang berbeda-beda, namun keberadaan Seloko sebagai dasar hukum adat tetap diakui dan tetap hidup ditengah-tengah masyarakat. (Lembaga Adat Propinsi Jambi, 2001). Berikut ini adalah sebagian dari Seloko Adat Jambi dalam pergaulan hidup sehari-hari sebagai pedoman untuk melaksanakan adat dan hukum adat yang memiliki arti bahwa: Dalam bermasyarakat harus memelihara kebersamaan, persatuan dan kesatuan serta menegakkan hukum, baik hukum adat maupun hukum nasional, Alim sekitab cerdik secendikio, betino semalu jantan basopan. Seibat bak nasi, setuntum bak gulai. Salah hukum penghulu pecat, tidak dihukum penghulu pecat. Perkembangan seloko adat sendiri sudah menyebar ke seluruh wilayah Jambi, seperti di Daerah Bungo, Tebo, Merangin, Sarolangun, Batanghari, Muaro Jambi dan daerah lainnya yang masih masuk dalam daerah Jambi. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di Desa Muaro Jambi Kecamatan Maro Sebo. Seloko adat yang berkembang di Desa Muaro Jambi ini memiliki nilai-nilai pengajaran yang cukup berperan di dalam masyarakat terutama dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Masyarakat adat Jambi mengakui adanya tingkatan hukum yang lebih tinggi yang berlaku disamping hukum adat. Dari seloko tersebut tersirat, bahwa segala permasalahan yang ada terlebih dahulu diselesaikan secara adat baru mengacu kepada hukum yang lebih tinggi. Masyarakat Jambi juga merupakan masyarakat yang relijius, sehingga hukum adat Jambi senantiasa berpedoman pada ketentuan agama. Walaupun hukum adat Jambi sudah berlaku di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah jauh sebelum Negeri commit to Kesultanan user Jambi dijajah oleh bangsa
4 Belanda, namun tak dapat dipungkiri bahwa saat ini hukum adat Jambi mulai terkikis dan nyaris pudar akibat kurangnya pemahaman masyarakat pada seloko adat. Begitupula dengan sopan santun dan etika, baik yang tersirat maupun yang melekat pada seloko adat itu sendiri. Contohnya jika pada zaman dahulu adat butandang merupakan kebiasaan muda-mudi mengekspresikan cintanya pada kekasih dengan cara datang, berbalas pantun dan tukar menukar tanda cinta dengan pujaan hatinya, lain halnya dengan zaman sekarang yang sudah mengenal istilah nge-date seperti muda-mudi di Eropa dan Amerika yang mereka lihat di televisi atau membaca majalah, walaupun itu bisa berimplikasi pada sex bebas dan kelakuan tidak pantas lainnya. Provinsi Jambi memiliki peraturan sendiri yang fungsinya untuk menjaga keberadaan dan mempertahankan nilai adat budaya asli daerah, serta agama islam yang menjadi dasar hukum adatnya. Orang tua terdahulu masih mempertahankan nilai-nilai adat budaya sesuai dengan yang disebutkan dalam seloko adat. Permasalahannya, sejauh mana efektifitas implemetasi seloko adat dalam kehidupan masyarakat Jambi pada saat sekarang ini terutama pada generasi muda. Seloko Adat Jambi bukan sekedar peribahasa, pepatah-petitih atau pantunpantun, lebih dalam lagi Seloko Adat Jambi merupakan pandangan hidup atau pandangan dunia yang mendasari seluruh kebudayaan yang berkembang dan berjalan di daerah Jambi. Seloko Adat Jambi sebagai suatu filsafat yang dirumuskan secara eksplisit dalam peribahasa, pepatah-petitih atau pantun-pantun tetapi masih bersifat implisit yang tersembunyi dalam fenomena kehidupan masyarakat Jambi. Seloko Adat Jambi adalah sarana masyarakatnya untuk merefleksikan diri akan hakikat kebudayaan, pemahaman mendasar dari pesan dan tujuan dari sebuah kebudayaan. Ungkapan dalam seloko adat Jambi yang menggunakan Bahasa Melayu Jambi merupakan transmisi pesan melalui bahasa yang menjadi serangkaian simbol untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pola kehidupan masyarakat. Oleh karena itu seloko adat Jambi sebagai sarana sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dalam tata pergaulan masyarakat secara penuh.
5 Propinsi Jambi dengan budaya lokalnya yang berupa seloko adat Jambi merupakan salah satu contoh dari berbagai budaya yang banyak ragamnya di Indonesia. Norma dan kebiasaan yang ada di Jambi yang salah satunya adalah seloko adat harus diketahui oleh masyarakat luas pada umumnya dan khususnya bagi masyarakat Jambi dan lebih lanjut harus dipertahankan keberadaannya. Usaha mempertahankan hukum adat Melayu Jambi tersebut dianggap penting karena hukum adat merupakan hukum asli Bangsa Indonesia, yang sarat dengat kebudayaan-kebudayaan asli bangsa Indonesia. Hukum adat juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial di masyarakat dan berperan dalam pembangunan hukum nasional Indonesia. Dalam pengendalian sosial, hukum adat diharapkan mampu menjadi pengendali tingkah laku masyarakat sebagai usaha untuk menciptakan suatu tata nilai atau kaidah-kaidah agar tercipta suatu kedamaian dan ketentraman di dalam masyarakat. Dewasa ini, pemahaman tentang budaya lokal telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan yang dapat pula meningkakan rasa nasionalisme kita terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah. Dalam pembelajarannya ada materi yang sesuai dengan pentinganya mempertahankan serta mewariskan nilainilai budaya lokal kepada generasi penerus, yaitu tentang norma dan kebiasaan antar daerah di Indonesia. Oleh karena itu penulis merasa penelitian tentang Seloko Adat Jambi yang merupakan salah satu bentuk adat istiadat yang berfungsi untuk menjaga pola kehidupan masyarakat adat Jambi perlu dilakukan, dengan judul penelitian REVITALISASI SELOKO ADAT JAMBI GUNA PEWARISAN NILAI BUDAYA LOKAL DAN RELEVANSINYA TERHADAP MATERI NORMA KEBIASAAN ANTAR DAERAH DI INDONESIA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian sebagai berikut:
6 1. Bagaimana eksistensi Seloko Adat Jambi di Desa Muaro Jambi sebagai budaya lokal? 2. Bagaimana revitalisasi Seloko Adat Jambi guna pewarisan nilai budaya lokal? 3. Bagaimana relevansi seloko adat Jambi terhadap pengembangan materi norma dan kebiasaan antar daerah di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahanpermasalahan yang telah dirumuskan sebagai bahan penelitian, yaitu: 1. Mendeskrpsikan eksistensi Seloko Adat Jambi sebagai budaya lokal di Jambi. 2. Mendeskripsikan revitalisasi pewarisan nilai-nilai budaya lokal melalui seloko adat Jambi. 3. Mendeskripsikan relevansi seloko adat Jambi terhadap pengembangan materi norma dan kebiasaan antar daerah di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini berguna sebagai studi kasus eksistensi seloko adat jambi bagi generasi muda Muaro Jambi yang dihubungkan dengan usaha revitalisasi kebudayaan tersebut untuk generasi yang akan datang. 1. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Sebagai tambahan literatur untuk perpustakaan Universitas Negeri Sebelas Maret Surakatra (UNS Surakarta). b. Memberikan wawasan baru kepada peneliti dan melatih keaktifan peneliti dalam hal berpikir secara ilmiah, berlatih mandiri dan berpengalaman bagi kehidupannya di masa yang akan datang terutama mengenai revitalisasi seloko adat jambi bagi generasi yang akan datang.
7 2. Manfaat Teoritis a. Diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan evaluasi untuk menjadikan budaya setempat agar selalu tejaga keberadaannya bagi untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Terciptanya usaha-usaha baru dalam upaya menjaga budaya-budaya para leluhur daerah setempat. b. Sebagai bahan informasi untuk turut ikut serta dalam membantu dan berpartisipasai dalam mensukseskan revitalisasi nilai-nilai adat yang terkandung dalam Seloko Adat Jambi untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang agar terus terjaga keberadaaannya. Dan juga untuk member kesadaran lebih guna menjaga nilai-nilai budaya asli setempat. c. Menjadi bahan pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terutama pada materi norma dan kebiasaan antar daerah di Indonesia. d. Menjadi bahan masukan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.