IV. GAMBARAN WILAYAH

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN

BAB III METODE PERECANAAN. 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. 3.2 Lokasi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 2006

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

III. METODOLOGI PENELITIAN

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

WALIKOTA PROBOLINGGO

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

EVALUASI METODE PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK UMUR LAYAN DI TPA PUTRI CEMPO

BAB III STUDI LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

BAB III METODE PERENCANAAN

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BUPATI POLEWALI MANDAR

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DI KABUPATEN BEKASI JAWA BARAT

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OLEH : SIGIT NUGROHO H.P

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA SEGAWE KABUPATEN TULUNGAGUNG MENUJU SANITARY LANDFILL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DINAS KEBERSIHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012

KATA PENGANTAR. Mohd. Gempur Adnan

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR

Penyehatan Lingkungan Permukiman bertujuan untuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni, sehat, aman, produktif dan berkelanjutan melalui

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

PEMANFAATAN SAMPAH MENJADI TENAGA LISTRIK

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Perencanaan Material Recovery Facility Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Batasan Masalah...

IDENTIFIKASI PREFERENSI MASYARAKAT DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

Transkripsi:

IV. GAMBARAN WILAYAH 4.1 Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantargebang Kawasan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Terletak 13 Km sebelah Selatan Kota bekasi atau berkisar 2 km dari jalan raya Bekasi-Bogor. TPA Bantargebang menempati lahan seluas Kurang Lebih 108 Ha yang tersebar di wilayah tiga desa, yakni: 1. Desa Ciketing Udik ( Bagian selatan lahan ) dengan Luas Total 343.340 ha, 2. Desa Cikiwul ( Bagian barat dan utara lahan ) dengan luas total 343.700 ha, 3. Desa Cikiwul Sumur batu ( Bagian Timur dan utara lahan ), dengan luas total 68.955 ha Tata guna lahan lokasi TPA Bantargebang pada awalnya merupakan areal perumahan yang terpisah, tanah garapan/persawahan, jalan-jalan kecil, perkuburan, ladang-ladang tanaman serta daerah genangan air. 4.1.1. Kondisi Klimatologi Kecamatan Bantargebang terletak di daerah tropis yang mengalami musim hujan dan musim kemarau dengan jumlah bulan yang bervariasi setiap tahun. Kecamatan ini mempunyai pola curah hujan yang mendekati Kota Jakarta, karena jarak keduanya yang relatif cukup dekat. Berdasarkan data curah hujan, maka pada kecamatan bantargebang akan terdapat: 1. Empat bulan musim kering, yaitu Juni sampai dengan September, 2. Empat bulan normal, yaitu bulan Oktober, November, April dan Mei, 3. Empat bulan musim basah, yaitu bulan Desember, Januari sampai dengan Maret. Kondisi iklim, kecamatan bantargebang, seperti juga pola curah hujannya, dianggap memiliki kesamaan dengan Kota Jakarta. Tekanan barometer mempunyai nilai rata-rata 1.012,5 mmhg. Angin sebagian bertiup dari arah timur dan barat laut, dimana bulan Desember, Januari sampai dengan Maret mempunyai arah dari barat laut, bulan April sampai dengan Agustus arah angin dari timur dan September sampai dengan November dari arah utara. Kelembaban mempunyai

variasi rata-rata bulanan antara 60 % sampai dengan 80 % dengan kelembaban rata-rata tiap tahun sebesar 70 %. Karateristik temperatur mempunyai variasi rata-rata bulanan yang relatif kecil, yaitu berkisar antara 24 o C sampai dengan 33 o C. Nilai rata-rata temperatur yang terjadi dalam satu tahun adalah 27,1 o C. 4.1.2. Kondisi Geologi dan Hidrologi Berdasarkan metode USDA (United State Depertemen of Agriculture), Tanah di lokasi lahan ini terdapat bebrapa jenis yaitu : a) Lempung kelanauan (silty clays) b) Lanau kelempungan (clayey silts) c) Lanau kelanauan (silty sands) Pada kedalaman 10 mt (bagian barat lahan) atau kedalaman 15 mt (bagian timur lahan) terdapat suatu lapisan keras atau lapisan lempung padat. Perbedaan kedalaman ini menunjukan terjadinya proses perusakan alamiah yang berlangsung lebih cepat di bagian lahan sebelah timur. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penggalian tanah yang tidak merata. Sedangkan berdasarkan beberapa test yang dilakukan untuk mengetahui ketanahan tanah, dapat disimpulkan bahwa kondisi tanah cukup baik sebagai dasar pondasi. 4.1.3. Kondisi Tata Guna Lahan Tata guna lahan daerah berupa area perumahan yang terpisah, bidang persawahan, jalan-jalan kecil, perkuburan, juga ladang-ladang tanaman serta tanah terbuka bekas penggalian dan secara keseluruhan seperti tertera pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Peruntukan Ruang Desa Cikiwul, Ciketing Udik dan Sumur Batu. Tata Guna Lahan Cikiwul (Ha) Ciketing (Ha) Sumur Batu (Ha) a. Luas areal desa 343,340 343,700 68,955 b. Luas areal desa menurut pemanfaatan - perumahan - sawah - kuburan - tegalan - pengangonan - wakaf - kolam/empang -perkebunan/ladang 88,110 2,000 12,849 12,849 0,600 0,541 2,560 84,600 121,060 175,340 91,450 25,000 1,200 14,677 1,381 2,472 6,112 26,112 35,000 16,245 3,000 2,585 1,372 1,732 1,500 4,590 2,931 Jumlah (b) 343,340 343,700 68,955 Sumber: Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta Daerah terbangun pada daerah sanitary landfill hanya terdiri dari perumahan yang sifatnya non permanen, tetapi di sekitar jalan masuk banyak terdapat bangunan-bangunan yang sifatnya permanen, seperti pergudangan, pabrik industri makanan ternak, dan pabrik industri pakaian jadi (garment). 4.2 Kondisi TPA Bantargebang 4.2.1 Pembagian Zona TPA Bantargebang Seperti telah disebutkan sebelumnya, seluruhnya, seluruh area TPA Bantargebang dibagi dalam lima Zone. Pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. ditunjukan luas area efektif masing-masing zone dan kapasitasnya. Lahan efektif digunakan untuk timbunan sampah, sedangkan lahan lainya digunakan untuk: 1. Pintu masuk dan jembatan timbang 2. Kantor, garasi dan bengkel 3. Prasarana Jalan 4. Sistem drainase 5. Bangunan pengolahan leachate 6. Daerah hijau (Green area) 7. Dan lain-lain.

TPA Bantargebang Bekasi ini direncanakan untuk menampung beban sampah dari Jakarta belahan timur, sedangkan TPA Tangerang menampung sampah dari belahan barat dapat dilihat pada Tabel 4.2 : Tabel 4.2. Pembagian zone TPA Bantargebang. Zone Luas Total (Ha) Luas Efektif (Ha) I 23 20, 74 II 25 22,01 III 32 27,72 IV 13 12,43 V 15 13,75 Total 108 96,65 Sumber : Unit TPA Bantargebang, Bekasi 2008 Tabel 4.3. Estimasi Area dan Kapasitas Landfill Zone Area (Ha) Kapasitas (M3) Tahap I Tahap I Tahap II I 22 2.438.700 1.800.700 II 23 2.512.400 1.646.700 III 30 2.984.000 2.192.000 IV 11 1.570.000 954.000 V 13 1.676.000 1.459.000 Sumber : Unit TPA Bantargebang Bekasi, 2008 4.2.2 Infrastruktur TPA Bantargebang a. Jalan Jalan yang ada I Lokasi pemusnahan Akhir (TPA) sampah Bantargebang terbagi menjadi 2 Bagian yaitu : b. Jalan Permanen Semua jalan penghubung antar zone serta jalan masuk dan keluar TPA merupakan jalan permanen dengan konstruksi beton. Lebar jalan tersebut adalah 8 m dengan bahu jalan (kiri dan kanan jalan) selebar 1 m dengan konstruksi fleksible pavement (compacted crushed stone).

Jalan permanen dirancang untuk beban kendaraan dengan ban rangkap sebesar 4 ton. Kondisi fisik jalan permanen masih baik, tetapi pada beberapa tikungan masih kurang lebar sehingga apabila ada kendaraan truk pengangkut sampah berpaspasan, laju kendaraan menjadi sedikit lambat, kemacetan sering terjadi disebabkan oleh banyak mobil yang sedang beroperasi parkir di pinggir jalan. Sementara ini jalan masuk dan keluar yang menghubungkan lokasi TPA dengan jaringan jalan kota (Jalan Utama) hanya 1 (satu) jalan yaitu dari Pengkalan 5 ( Jalan Raya Narogong). c. Jalan Kerja Jalan kerja adalah jalan operasional yang berada di dalam lokasi TPA dan berfungsi sebagai lintasan kendaraan angkutan truk sampah untuk dapat sedekat mungkin dengan sel timbunan sampah. Lebar bada jalan kerja adalah 6 m dan lebar bahu jalan masing-masing 1,5 m. Pada tempat-tempat tertentu ( tiap jarak minimum 50 m) bahu jalan diperlebar menjadi 6 m untuk dimanfaatkan sebagai lokasi kerja penurunan sampah (tipping ramp). Pada umumnya kondisi jalan kerja, yang dikonstruksi dengan Mac-Adam dan dilapisi Asphalt, sebagai besar masih dalam keadaan baik jalan kerja yang rusak terdapat I lahan Zone III B dan Zone I. 1. Drainase Saluran drainase di TPA Bantargebang dibagi menjadi dua bagian yaitu: a. Drainase Jalan Berada di sisi sepanjang jalan penghubung yang berfungsi untuk mengalirkan limpasan air dari badan jalan. Drainase jalan hanya terdapat di zone III dengan kondisi masih baik. b. Drainase Lahan Saluran Drainase ini berfungsi untuk mengalirkan limpasan air permukaan dari lahan TPA agar mengalir ke bangunan pengolahan Leachate (BPL) sehingga dapat diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke badan air penerima. Drainase lahan merupakan saluran permanen dari konstruksi beton dan dibuat mengelilingi lahan. Dinding saluran dibuat kedap sehingga tidak terjadi infiltrasi ke arah samping. Drainase lahan baru dibanguan di zone I dengan kondisi masih baik tetapi dibeberapa tempat tersumbat oleh sampah sehingga aliran sedikit terganggu.

Drainase lahan di zone I tidak dialirkan ke BPL terdekat tapi langsung di alirkan ke badan air penerima terdekat yaitu S. Ciketing. 2. Pipa Ventilasi Gas Dekomposisi sampah (dalam hal ini senyawa organik) dalam kondisi anaerobik dapat menimbulkan gas terutama gas methan, CH4, CO2, dan karbondioksida. Dalam usaha pengendalian gas tersebut maka disetiap zone di TPA Bantargebang dilengkapi dengan pipa ventilasi. Pipa ventilasi terbuat dari bahan PVC diameter 10 cm yang dilubangi dan dipasang pada dinding-dinding bukit lapisan tanah penutup. Sedangkan setelah mencapai bukit akhir pipa dipasang vertikal 2 m diatas bukit akhir. Pipa ventilasi gas pada beberapa tempat ada yang hilang sedangkan yang masih ada berfungsi dengan baik. 3. Bangunan pengolahan leachate Lahan pembuangan akhir sampah Bantargebang mempunyai empat bangunan pengolahan Leachate (BPL) yaitu di zone I, II, III, IV dan zone V. Permasalahan pada BPL di ketiga zone itu adalah hasil akhir (effluent) proses tidak mencapai suatu hasil seperti distandarkan pada perencanaan. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dari proses pengolahan leachate yaitu : a. Perencanaan. b. Pelaksanaan. c. Pengoperasian. 4. Bangunan Penunjang Bangunan Penunjang yang ada di TPA Bantargebang Bekasi terdiri dari empat bagian yaitu: 1. Jembatan Timbang Jembatan timbang yang dipergunakan adalah secara digital berfungsi untuk menimbang volume atau berat sampah ke TPA per truk, sehingga dapat diketahui jumlah volume atau berat sampah perhari yang dilayani TPA Bantargebang bekasi. Kondisi Jembatan Timbang ini saat ini masih dapat dioperasikan dengan baik.

2. Kantor Pengelola TPA Kantor Pengelola ini memantau segala kegiatan yang terjadi di TPA dikantor ini dicatat: a. Jumlah kendaraan yang masuk perhari b. Volume sampah yang masuk perhari c. Jumlah kendaraan pengangkut sampah yang beroperasi d. Jumlah alat berat yang beroperasi 3. Garasi Garasi ini berfungsi untuk parkir alat berat agar terlindung dari panas dan hujan, saat ini garasi berfungsi pula sebagai bengkel alat berat yang rusak. Kapasitas garasi adalah untuk 4 kendaraan 4. Sarana cuci mobil/kendaraan alat berat Kapasitas sarana cuci mobil adalah untuk 2 kendaraan. Sarana ini dilengkapi dengan pompa air sumur dangkal. 4.2.3 Pelaksanaan Operasional Penimbunan Sampah Sistem pemusnahan sampah yang dilaksanakan di lokasi pemusnahan Akhir Sampah (TPA) Bantargebang Bekasi adalah controled landfill. Kegiatan penutup tanah harian tidak dilakukan setiap hari bahkan mungkin tidak dilakukan sama sekali. Kendala yang ada adalah : a) Ketersediaannya tanah penutup yang kurang karena kesulitan memperoleh sumber tanah penutup b) Kurangnya peralatan untuk pekerjaan tanah penutup. Kondisi alat berat yang ada sekarang ini hanya cukup untuk membantu pembuangan/pemindahan sampah dari truk pengangkut ke lahan, itupun dengan kondisi mesin yang meragukan. 4.3 Kondisi Saat Ini Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta Pada tahun 1988 dengan jumlah penduduk 5 juta jiwa diperkirakan produksi sampah per hari di Jakarta sebesar 600 ton sampah per hari atau rata-rata 2,67 liter per orang perhari, delapan tahun kemudian, pada tahun 1996 dengan penduduk 7,9 juta jiwa diperkirakan produksi sampah itu meningkat menjadi 25.800 m3

perhari atau rata-rata 2,92 liter perhari (dinas kebersihan 1988, 1997). Pada tahun 1988 sampah yang dapat di angkut rata-rata per hari 16.452 m3 atau 83% dari jumlah yang produksi, ini berarti selama kurun waktu sepuluh tahun upaya yang telah dilakukan hanya dapat meningkatkan daya angkut sampah sebanyak 3% dan ini terjadi terutama karena proses urbanisasi dan industrialisasi yang amat pesat yang terjadi di Jakarta yang disertai dengan peningkatan pendapatan penduduk Jakarta. Dengan jumlah penduduk DKI Jakarta 8,4 juta Jiwa (Tahun 2001). Produksi sampah Kota Jakarta mencapai 25.600 m3/hari dengan laju timbulan sampah 2,67 liter/orang/hari. Kompisisi sampah di DKI Jakarta terdiri 65% sampah organik dan 35% sampah non organik, dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Prosentase Komposisi Sampah di Propinsi DKI Jakarta. NO. JENIS SAMPAH PROSENTASE 1. Sampah organic 65.05% 2. Sampah non organik - Kertas 10.11% - Kayu 3.12% - Kain/tekstil 2,45% - Karet/kulit tiruan 0,55% - Plastik 11,08% - Logam/metal 1,90% - Kaca/gelas 1,63% - Baterai 0,28% - Tulang & kulit telur 1,09% - Lain-lain 2,74% Total 100,00% Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta Dengan kandungan organik sebesar 65%, metode pengomposan merupakan salah satu alternatif yang cocok diterapkan pada pengolahan akhir sampah DKI Jakarta, karena kandungan organiknya yang tinggi. Pada sampah non organik sampah plastik dan kertas adalah bagian terbesar, hal ini merupakan potensi besar untuk melakukan usaha daur ulang, baik berupa bahan-bahan yang dapat digunakan langsung, dikembalikan kepada produsen atau bahan yang diproses terlebih dahulu sebelum dapat digunakan.

4.4 Cara Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah di wilayah DKI Jakarta dan Dinas Kebersihan Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibedakan atas empat tahap yaitu pewadahan, pengumpulan sampah, pengangkutan, sampah dan pemusnahan sampah padat. Dalam pelaksanaannya, dinas kebersihan terutama mengelola sampah dari rumah tangga dan pertokoan sedangkan sampah di saluran dan kali ditanggulangi dengan kerjasama Dinas Pekerjaan Umum, penanganan kebersihan jalur hijau dan taman dilaksanakan dengan kerjasama dinas pertamanan, penanggulangan kebersihan pasar dilaksanakan bersama dengan PD Pasar Jaya. Ke empat cara penanganan sampah tersebut yakni : 4.4.1 Pewadahan Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan sampah sebelum diangkut ke tempat penampungan dan pewadahan sampah ini dilakukan sebelum dilasanakan kegiatan pengumpulan. Umumnya tempat pewadahan sampah berupa tong sampah, bak pasangan batah atau kantong plastik. Sarana pewadahan umumnya disediakan oleh masing-masing penghasil sampah. Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah sampah berserakan yang akan memberikan kesan kotor serta untuk menpermudah proses kegiatan pengumpulan. 4.4.2. Sistem Pengumpulan sampah Tahapan pengumpulan sampah dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu : a) Kegiatan penyapuan sampah di jalan-jalan protokol termasuk pelataran/trotoarnya. Operasional penyapuan jalan dilaksanakan dengan menggunakan cara konvensional dan cara mekanik. Cara konvensional menggunakan tenaga manusia dengan peralatan tradisional (sapu lidi) dan kegiatannya dilakukan secara beregu/kelompok. Setiap regu berjumlah 8 orang tukang sapu (Pesada) dan 2 orang penarik gerobak. Jumlah Tukang sapu (Pesada) jalan saat ini adalah 651 orang pegawai Dinas Kebersihan dan 2.427 orang petugas harian lepas (PHL) yang berasal dari petugas harian lepas Eks Pengatur lalu lintas, sehingga jumlah seluruhnya 3.078 orang. Panjang jalan yang di sapu 752,98 Km.

Panjang yang disapu dengan tenaga manusia 750 Km. rasio petugas penyapuan terhadap panjang jalan yang disapu adalah 1:1,9 atau setiap tukang sapu setiap hari menyapu jalan 1,9 Km, sedangkan beban kerja penyapuan yang telah ditetapkan untuk setiap tukang sapu adalah 2 Km. kegiatan penyapuan jalan yang dilakukan oleh petugas Dinas Kebersihan DKI Jakarta dilaksanakan secara bergilir dalam 2 (dua) periode, yaitu : 1. Pagi hari antara pukul 00.00 s/d 07.00 WIB 2. Siang hari antara pukul 09.00 s.d 16.00 WIB 3. Malam hari antara pukul 18.00 s.d 24.00 WIB Volume sampah hasil sapuan setiap hari rata-rata 750 m3. b) Pengumpulan sampah langsung dari sumbernya. Pengumpulan sampah dilakukan oleh masyarakat secara terpadu dimana masyarakat bertanggung jawab pengumpulan sampai masingmasing ke tempat sampah yang disediakan oleh setiap warga; untuk selanjutnya diangkut dan dibuang oleh petugas kebersihan swadaya masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW setempat dengan menggunakan gerobak sampah ke tempat penampungan sementara (TPS) yang telah dibangun oleh Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta. Volume sampah yang dapat dikumpulkan melalui TPS rata-rata setiap harinya 20.153 m3/hari. TPS saat ini berjumlah 2.144 lokasi, terdiri dari TPS Dipo 90 unit, Transito 278 unit, TPS terbuka 176 unit, pool gerobak sampah 282 unit, bak beton 520 unit, kontainer 6 m3 sebanyak 263 unit, dan kontainer 10 m3 sebanyak 409 unit yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Tabel 4.5 Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) di DKI Jakarta Tahun 2005 N o 1 2 3 4 5 Seksi Kebersihan Kecamatan Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Dipo (Unit) Container (10 m3/unit Container (6 m3/unit Jumlah dan Jenis LPS Pool Gerobak (Lokasi) Transito (Lokasi) Pool Container (Lokasi) Bak Beton (Unit) terjadwal TPS Terbuka tidak terjadwal 12 49 35 49 73 38 63 12 1 14 69 28 69 25 0 27 149 94 149 94 0 20 20 0 26 51 30 51 32 85 75 95 37 31 91 76 91 74 0 319 140 0 Jumlah 110 409 263 276 282 278 126 341 38

Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005 c) Stasiun Peralihan Antara (SPA) Saat ini telah dioprasikan Stasiun Peralihan Antara (SPA) sampah yang dipakai sejak tahun 1992 berlokasi di jalan Cakung-Cilincing, Jakarta Timur, berkapasitas 900 ton/hari dan SPA Sunter yang dipakai sejak Juni 2000 dengan kapasitas 1000 m3/hari. Areal pelayanan meliputi Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Timur, sebagai Jakarta Utara dan sebagaian Jakarta Barat. 1. Sistem Pengangkutan (transportasi) ada dua pola pengangkutan sampah, yaitu : a) pengangkutan tidak langsung dari TPS/SPA ke TPA pada tahap ini pengangkutan sampah dari lokasi penampungan sementara ke lokasi penampungan akhir atau langsung ke Cakung. b) Pengangkutan langsung dari sumber sampah ke TPA Pada tahap ini pengangkutan langsung dari sumber sampah yakni rumah tangga, pasar, dan taman. Pengangkutan yang dapat dilayani oleh truk dinas kebersihan dan di beberapa lokasi yang dilayani oleh swasta dapat dilihat pada Tabel 4.6, serta menjelaskan tentang timbulan sampah dan sampah yang terangkut ke TPA. No Tabel 4.6 Produksi Timbulan Sampah, Sampah Terangkut, dan Sisa Sampah di Wilayah DKI Jakarta pada Lokasi TPA Tahun 2005 Wilayah Timbulan Sampah (m3/hari) Terangkut (m3/hari) Sisa Sampah (m3/hari) 1 Jakarta Pusat 5.102 4.578 524 2 Jakarta Utara 4.580 3.837 743 3 Jakarta Barat 5.366 4.511 855 4 Jakarta Selatan 4.708 4.125 583 5 Jakarta Timur 5.442 4.743 583 6 Dinas 402 402 0.00 Jumlah 25.600 22.196 3.404 Sumber : Dinas kebersihan DKI Jakarta, 2005

4.5 Kondisi Tempat Pembuangan Akhir Saat ini Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang yang mulai beroperasi pada bulan Agustus 1989 direncanakan untuk menampung sampah dari belahan timur kota Jakarta, namun dengan ditutupnya TPA Kapuk Kamal pada tahun 1993 dan belum beroperasinya TPA Tangerang, maka praktis seluruh sampah dari wilayah Provinsi DKI Jakarta dibuang ke TPA Bantargebang. TPA Bantargebang saat ini berada di bawah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tempat Pemusnahan Akhir yang merupakan unsur pelaksana operasional Dinas Kebersihan di lapangan, dan dalam pelaksanaannya dipimpin oleh seorang Kepala Unit yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. Kepala Unit / Kepala TPA mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan dan pengaturan teknis pembuangan akhir sampah di daerah. Sejak awal pengoperasiannya, TPA Bantargebang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan Pemerintah Kota Bekasi yang terikat dalam sebuah perjanjian kerjasama pengelolaan sampah dan TPA Bantargebang yang diperbaharui setiap tahunnya. Pada bulan Desember 2001 terjadi kerusuhan di lokasi TPA Bantargebang yang mengakibatkan rusaknya berbagai fasilitas penunjang operasional TPA. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengelolaan sampah di TPA tersebut diserahkan kepada pihak ketiga selaku operator, yaitu PT. Patriot Bangkit Bekasi (PBB) sampai dengan bulan Mei 2007. Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 884 Tahun 2007 terhitung mulai 4 Juni 2007 pengelolaan TPA Bantargebang dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta dengan sistem sanitary landfill sampai dengan adanya penetapan pemenang lelang pengelolaan (TPA) Bantargebang. 4.6 Aset Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang Aset yang ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang dan dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa tanah dan bangunan serta perlengkapan untuk mendukung operasional TPA, dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Aset TPA Bantargebang NO. JENIS BANGUNAN LUAS 1 Luas Lahan 108 Ha 2 Luas Lahan Efektif 82 Ha 3 Kantor 350 m2 4 Parkir Kantor 500 m2 5 Bangunan Mess Phl 700 m2 6 Bengkel 432 m2 7 Parkir Alat Berat 1.000 m2 8 Pos Jaga 60 m2 9 Jembatan Timbang 300 m2 10 Pagar Pegamanan 7.573 m2 11 Jalan Operasional (6 x 9.000) m2 12 Jalan Operasional (4 x 1.020) m2 13 Saluran Drainase 13.602 m2 14 IPAS I 17.680 m2 15 IPAS II 10.998 m2 16 IPAS III 12.500 m2 17 IPAS IV 12.000 m2 Sumber : Dinas Kebersihan, 2007 Kondisi bangunan kantor pengelola TPA sudah tidak representatif sebagai tempat untuk melakukan aktivitas manajemen dan administrasi karena kurangnya perawatan. Demikian halnya dengan kondisi jembatan timbang yang seringkali rusak dan memerlukan kalibrasi untuk menjamin keakuratan data sampah yang masuk ke TPA Bantargebang. Permasalahan air lindi (leachate) yang merupakan hasil dari proses penimbunan sampah, terutama sampah organik, belum mampu ditanggulangi sepenuhnya oleh empat instalasi pengolahan air sampah (IPAS) yang ada di TPA Bantargebang. Kondisi ini diperburuk dengan proses pembongkaran sampah pada zona-zona aktif yang tidak sesuai prosedur serta kurang terawatnya drainase/saluran air lindi. Untuk mendukung pengelolaan sampah di TPA Bantargebang banyak terdapat alat-alat berat yang sebagian besar dimiliki dan dioperasikan oleh pihak ketiga yang melakukan kerjasama pengelolaan sampah dengan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. Adapun perlengkapan pendukung operasional TPA Bantargebang yang dimikili oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Sarana Pendukung TPA Bantargebang Landfilling sampah Tanah penutup, pengumpulan dan transportasi tanah Penutup Lainnya Bulldozer Kelas 21 ton 7 unit Landfill Compactor Kelas 21 ton 2 unit Bulldozer Kelas 21 ton 1 unit Tracktor (Backhoe) Dump truck Pengeruk Kapasitas beban 0,6 m³ 2 unit 8 unit Kendaraan penyiram Mobil tangki 4 ton 1 unit Truck pickup untuk transportasi di area Mobil penumpang untuk transportasi di area Sumber : Dinas Kebersihan, 2007 4.7 Pengelolaan sampah di TPA Bantargebang 3 unit 1 unit Sejak awal pengoperasiannya pada tahun 1989 pengelolaan sampah di TPA Bantargebang menggunakan teknologi sanitary landfill dengan prosedur operasional sebagai berikut : a. Penimbangan b. Pembongkaran sampah c. Penyebaran sampah d. Pemadatan sampah e. Penutupan sampah (daily cover, intermediate cover, final cover) f. Pengolahan air sampah (IPAS) g. Pemasangan ventilasi gas h. Penghijauan i. Pengendalian dampak lingkungan j. Penyemprotan lalat (pest control) k. Pemeliharaan dan perawatan (kantor/gedung, pos dan jembatan timbang, jalan operasional, drainase/saluran, penerangan jalan umum, dan pagar). Masih terdapat beberapa kelemahan dalam operasional TPA, di antaranya adalah : a. Keakuratan alat ukur pada jembatan timbang perlu dikalibrasi ulang.

b. Dalam proses pembongkaran, penyebaran dan pemadatan sampah tidak bebas (steril) dari pemulung yang pada saat bersamaan memilah sampahsampah. c. Masih terdapat lapak-lapak pemulung yang berbatasan langsung dengan TPA tanpa adanya pagar pembatas. d. Pembongkaran sampah rata-rata memerlukan waktu 4 menit untuk 1 truck. e. Penutupan sampah dengan tanah setiap hari (daily soil cover) belum dilakukan. Pengoperasian TPA Bantargebang ditinjau dari aspek sosial dan aspek teknis selama periode tahun 1989 sampai dengan akhir tahun 2007 dapat di lihat pada Tabel 4.9. SOSIAL Pemulung Premanisme Dukungan masyarakat sekitar TPA TEKNIS Konstruksi Pembuangan Peralatan dan Pemadatan Tabel 4.9 Pengoperasian TPA Bantargebang (Aspek Sosial & Teknis) T A H U N 1989 1996 1996 Awal 2007 Awal 2007 Akhir 2007 Berjumlah ± 2.500 orang dan tunduk pada tata tertib Tidak ada Tinggi Berjumlah ± 4.000 orang Tidak dapat ditertibkan Merajalela, banyak barang hilang, operasional tergantung preman & pemulung Hampir tidak ada, masyarakat terprovokasi oleh pihak tertentu puncak kejatuhan nama baik Dinas Kebersihan, kerusuhan 7-9 Des. 2001 T A H U N Berjumlah ± 6.000 orang dan tunduk pada tata tertib Dibasmi secara bertahap, ketertiban TPA terpelihara Secara bertahap dijalin hubungan silaturahmi dengan masyarakat, koordinasi pengamanan; PAM Swakarsa, polisi & TNI setempat 1989 1996 1996 Awal 2007 Mei 2007 Akhir 2007 Standard Sanitary Landfill Dibuang dalam zona telah dikonstruksi Berjalan sesuai rencana Standard Sanitary Landfill Banyak sampah di luar zona Tidak terkontrol Standard Sanitary Landfill Dibuang didalam zona & dan sampah diluar dipindahkan kedalam zona Secara berangsur kembali pada standard Cover soil Mingguan (weekly) Tidak beraturan Terprogram secara bertahap Leachate Diolah dalam IPAS Banyak yang liar (diluar IPAS) Diolah dalam IPAS Kebakaran Terkontrol Kebakaran liar (1999) Terkontrol Bau Minimal Menyebar, radius 5 7 Km dari TPA Minimal Gas methan Ventilasi sesuai Ventilasi hilang diambil Program pemulung Ventilasi sesuai program Sumber : Laporan Akhir Pemantauan TPA Bantargebang, 2008

TPA Bantargebang pada awalnya diproyeksikan utnuk menampung sampah dari belahan timur Jakarta dengan kapasitas tampung 19.000.000 m³. dengan volume pembuangan sebesar 14.000 m³ (3.000 ton) per hari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PPSML-UI dan Unisma pada Tahun 2002, diperkirakan bahwa pembuangan sampah ke TPA Bantargebang masih dapat dilakukan dengan ketinggian sampah sesuai Master Plan JICA 1987 (25 meter) sampai dengan akhir tahun 2006. Namun bila dilakukan pemanfaatan ruang diantara sel-sel penimbunan, termasuk di atas permukaan jalan antar sel, maka pembuangan sampah ke TPA Bantargebang dengan dengan ketinggian 25 meter masih dapat dilakukan sampai tahun 2011. Dengan posisi TPA Bantargebang sebagai satu-satu TPA bagi seluruh sampah dari wilayah DKI Jakarta, maka volume sampah yang masuk ke TPA pada tahun 2007 adalah sebesar 27.654 m³ atau 6.914 ton per hari. Kondisi ini akan berdampak pada semakin pendeknya umur pemanfaatan TPA. 4.8 Ikhtisar Berdasarkan hasil analisis yang didapat pada saat ini adalah : 1. Ditinjau dari lingkungan fisik, dalam pengelolaan TPA Bantargebang, Kabupaten Bekasi Jawa Barat belum sepenuhnya menerapkan teknologi pengolahan sampah seperti yang telah ditetapkan dalam rencana awal pembangunan dengan menggunakan teknologi sanitary landfill. 2. Masih rendahnya peran serta masyarakat dalam kepedulian membuang sampah dan belum melakukan pemilahan dan pengurangan volume sampah di sumbernya dan tidak menggunakan sistem 3 R (reduce, reuse dan recycle). 3. Masih belum optimalnya pemeliharaan dan monitoring yang dilakukan oleh pengelola unit TPA yang ada di Bantargebang dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta terhadap lingkungan serta prasarana di sekitar TPA.

V. EVALUASI KINERJA PENGELOLAAN TPA BANTARGEBANG, BEKASI 5.1. Evaluasi kinerja Ada beberapa indikator kinerja yang perlu mendapatkan evaluasi terkait dengan beberapa aspek antara lain : 5.1.1. Aspek Institusi / kelembagaan TPA a. Struktur organisasi dan tata laksana kerja Struktur organisasi yang ada saat ini di unit TPA Bantargebang belum cukup dapat menangani operasional sehari-hari, namun apabila unit yang ada di TPA Bantargebang ingin lebih meningkatkan kualitas pelayanan, maka organisasi ini perlu ditinjau kembali terutama menyangkut tugas`dan kewenangan koordinasi wilayah di tiap-tiap zone yang ada sebagai ujung tombak belum maksimal di lapangan. Oleh karena itu perlu ditinjau kembali Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi tentang Struktur Organisasi dan Tata laksana Unit Pengelola TPA Bantargebang, perlu ada kejelasan dan kewenangan koordinasi wilayah di tiap-tiap zone, dan penambahan unit-unit pada seksi-seksi teknis. b. Bidang sumberdaya manusia Berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, jumlah personil yang ada di lapangan haruslah cukup memadai sesuai dengan lingkup kerjanya. Kriteria personalia minimal harus cukup memadai untuk pelayanan setiap 100 penduduk dilayani 2 orang petugas, dalam pelaksanaannya jumlah penduduk yang terlayani hanya mencapai 35 % dari jumlah penduduk yang ada di DKI dan di Kabupaten Bekasi. Oleh karena itu perlu adanya penambahan personil karena sampai saat ini hanya terlayani 35 % sehingga masih kekurangan pelayanan hampir 65 % dan perlu adanya kebijakan dari pemerintah daerah dalam penambahan personil untuk pelayanan di lapangan. 5.1.2. Aspek Teknis Bidang Persampahan

a. Tingkat Pelayanan yang diberikan dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta maupun Pemerintah Kabupaten Bekasi apabila dilihat dari skala kepentingan sebagian sudah terlayani, seperti pada permukiman dengan kepadatan lebih dari 50 jiwa/ha. Namun untuk tingkat pelayanan berdasarkan perhitungan dan data yang ada terlihat bahwa tingkat pelayanan berdasarkan jumlah produksi sampah sehingga masih belum memadai baru mencapai sekitar 40 %. Hal ini tentunya belum mencapai target yang dicanangkan oleh pemerintah pusat sebesatr 75 % - 80 %. b. Pengumpulan Pengumpulan sampah pada saat ini masih belum dipilah-pilah antara sampah anorganik dan sampah organik sehingga masih dimanfaatkan oleh pemulung untuk diambil lagi dan diolah sendiri sehingga banyak tercecer yang menimbulkan bau yang tidak enak, oleh karena itu perlu adanya pemilahan yang dilakukan oleh petugas dari DKI Jakarta dalam hal ini unit yang ada di TPA Bantargebang. Oleh karena itu tingkat pelayanan berdasarkan produksi sampah yang dihasilkan masih mencapai 40 %, sedangkan target yang dicanangkan oleh pemerintah pusat sebesar 75% - 80 % oleh karena itu perlu lebih ditingkatkan dalam tingkat pelayananannya, adanya keterlibatan pemulung dalam pemilihan sampah anorganik maupun sampah organik dan diperlukan kerjasama antar pemerintah daerah dengan pemulung dalam pengelolaan persampahan di TPA Bantargebang, Bekasi. 5.1.3. Aspek pembiayaan Pendanaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pengelolaan TPA Bantargebang, terutama dari sudut pandang pengelola yang beranggapan bahwa makin banyak sampah yang masuk ke TPA maka akan semakin besar pula dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Untuk tahun 2007 Dinas Kebersihan menggunakan data sampah yang masuk ke TPA Bantargebang sebesar 5.497 ton per hari atau sekitar 79,5% dari total produksi sampah kota. Namun pembiayaan yang ada saat ini untuk pengelolaan sampah Bantargebang hanya kurang dari 10 % dari APBD sehingga diperlukan

keterlibatan dari pihak swasta dalam mendukung pengelolaan sampah yang berkelanjutan. 5.1.4.Aspek pengangkutan sampah ke TPA Pengangkutan sampah yang saat ini sebesar 1.114 kali per hari (Dinas Kebersihan, 2008). Keakuratan data ritasi akan menentukan berapa sebenarnya biaya yang harus dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk transportasi (biaya BBM). Jauhnya lokasi TPA dengan lalu lintas yang cukup padat mengakibatkan pegangkutan sampah dari sumber atau lokasi-lokasi penampungan sementara menuju TPA menjadi tidak efisien sehingga tiap kendaraan hanya mampu mengangkut tidak lebih dari dua kali dalam sehari. Melihat kondisi kemampuan bongkar muatan sampah ini (1 truck membutuhkan waktu 4 menit). Bila saat ini hanya 3 zona yang dioperasikan (aktif), maka dalam satu jam hanya dapat membongkar 45 truck. Untuk membongkar sampah per hari yang mencapai 1.114 truck/trip dibutuhkan waktu sekitar 24 jam tanpa henti. Penumpukan kendaraan pada 3 lokasi pembuangan (zona aktif) berdampak pada panjang dan lamanya antrian kendaraan untuk dapat dilayani pembokaran sampahnya.oleh karena itu diperlukan penambahan truk untuk bongkar sampah di lokasi yang memakan waktu, dan perlu adanya penerapan manajemen aset dalam pengelolaan fasilitas publik yang dimiliki pemerintah daerah seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang. 5.1.5. Timbulan sampah Berdasarkan data dari dinas kebersihan DKI Jakarta pada Tahun 2009, jumlah timbulan sampah yang bersumber dari sektor Permukiman, perkantoran, industri, sekolah, pasar dan rumah sakit sangat meningkat, kondisi ini tidak sebanding dengan sarana prasarana yang ada di DKI maupun di Kabupaten Bekasi untuk pengangkutan sampah di dua daerah tersebut. Untuk wilayah Jakarta sampah yang dapat terangkut sekitar 26.962 m3 atau setara dengan 97,50 % sedangkan sisanya 692 m3 atau setara 2,50 % tidak terangkut. Melihat kondisi tersebut Pemerintah Daerah harus menyediakan alternatif lahan tambahan selain TPA Bantargebang yang selama ini digunakan untuk pembuangan sampah di ke dua pemerintah daerah dan perlu kerjasama dengan daerah lain seperti Kabupaten

Tangerang yang selama ini telah ada perjanjian kerjasama dalam pemanfaatan lahan dalam pengolahan sampah (TPST) untuk dapat ditindaklanjuti.