BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir merupakan masalah yang besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia juga di Indonesia. (1) Penderita Diabetes Mellitus (DM) memiliki resiko yang cukup besar untuk mendapatkan penyakit ginjal. (2,3) Diperkirakan 7 kali lebih besar dari orang yang bukan DM. (4,5) Menurut data dari United State Renal Data System (USRDS) 2006 Diabetes Mellitus merupakan penyebab utama gagal ginjal tahap akhir di dunia Barat maupun di Asia. (1) Sebanyak 25-40% DM tipe 1 dan 5-10% DM tipe 2 akan menjadi penyakit ginjal tahap akhir melalui Nefropati Diabetik (ND). (6,7) Prevalensi ND di negara Barat sekitar 16%. Di Thailand ND dilaporkan sekitar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedangkan di Hongkong sekitar 13,1%. Di Indonesia prevalensi ND tahun 1983 hanya 8,3% dan tahun 1990 meningkat 2 kali lipat, bahkan tahun 2000 sudah menduduki urutan kedua sebagai penyebab terjadinya PGK setelah glomerulonefritis. (8) Seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup USRDS memperkirakan pada tahun 2030 lebih dari 2,2 juta individu akan mengalami PGK tahap akhir sehingga dibutuhkan identifikasi awal untuk memperlambat progresivitas penyakit ginjal terhadap pasien yang memiliki resiko untuk terjadinya PGK. (9)
Tes urin dapat membantu menegakkan diagnosa penyakit-penyakit pada manusia. Ini membuktikan bahwa urin merupakan suatu media tes yang ideal bagi para dokter, karena tes ini non invasive, dan hasil dari pemeriksaan dapat diperoleh beberapa menit. Proteinuria dan albuminuria merupakan faktor utama penentu terjadinya perburukan fungsi ginjal yang telah dibuktikan dengan beberapa penelitian. Remuzzi G menyatakan reabsorbsi protein oleh sel tubulus proksimal yang amat meningkat menimbulkan inflamasi interstisial dan reaksi fibrogenik yang menimbulkan jaringan ikat, sehingga kemampuan reabsorbsi menjadi berkurang. (10,11,12,13,14). Pemeriksaan tes protein urin dengan semi kuantitatif memberikan hasil positif bila ekskresi protein urin sudah sangat besar. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus, ditandai oleh adanya protein dengan berat molekul tinggi dalam urin. Menurut Carrie dan Myers hal ini dapat terjadi karena adanya kerusakan luas membrana basalis glomerulus yang mengakibatkan glomerulus tidak mampu melakukan filtrasi selektif berdasarkan ukuran, muatan listrik dan konfigurasi bentuk molekul protein. Dalam keadaan normal, sejumlah kecil albumin difiltrasi oleh glomerulus dan hampir seluruh albumin direabsorbsi oleh tubulus proksimal. Oleh karena itu kadar albumin urin sangat rendah dan tidak terdeteksi dengan test protein urin secara konvensional maupun secara dipstik (carik celup). (15,16,17,18)
Proteinuria memiliki peranan penting pada PGK karena berbagai alasan diantaranya dapat digunakan sebagai petanda kerusakan ginjal, clue terhadap tipe atau diagnosis dari PGK, faktor resiko untuk terjadinya hasil akhir sampingan sehingga proteinuria dapat digunakan untuk memprediksi kecepatan progresivitas PGK, peningkatan resiko penyakit jantung koroner, menilai efek modifikasi terhadap intervensi yang dilakukan, marker surrogate dan target terhadap terapi. (19,20) Pada banyak kasus proteinuria seperti Nefropati Diabetik maupun Nefropati Non Diabetik para klinisi tidak cukup puas dengan pemeriksaan proteinuria kwalitatif. Karena protein yang dikemihkan setiap saat sepanjang 24 jam tidak selalu sama bahkan bisa bervariasi sangat jauh. Mereka ingin lebih tahu jumlah total protein yang dikeluarkan selama 24 jam agar dapat mengetahui sejauh mana tingkat kerusakan ginjal yang terjadi. Sampai saat ini pemeriksaan Protein Urin 24 jam masih merupakan gold standard untuk mengetahui jumlah total protein yang diekskresikan. Sayangnya pemeriksaan Protein Urin 24 jam ini tidak menyenangkan buat pasien terutama pada pasien rawat jalan, karena harus menampung urinnya setiap kali berkemih dan tentunya menyulitkan bagi pasien-pasien yang bekerja seharian. Selain itu penampungan urin 24 jam sering terjadi kesalahan (error) karena inadequate ataupun kelebihan dalam pengumpulan urin. (11,21,22) Belakangan ini muncul laporan pemeriksaan Protein to Creatinine Ratio (PCR) yaitu membandingkan kadar protein urin dengan kreatinin
urin. Pemeriksaan PCR dilakukan pada sampel urin spot sehingga lebih mudah tingkat kepatuhan pasien dan kesalahan (error) sampel hampir tidak ada. Pemeriksaan PCR mulai banyak diuji para ahli pada berbagai penyakit yang menimbulkan proteinuria dengan harapan dapat menjadi pengganti pemeriksaan Protein Urin 24 jam. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui apakah ada korelasi antara PCR dengan Protein Urin 24 jam pada pasien Nefropati Diabetik. National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI) menyarankan pemeriksaan penunjang ratio protein terhadap kreatinin dengan urin pertama pada pagi hari atau urin sewaktu pada semua pasien PGK. (19,23) Roger A. Rodby,MD dkk dari George Washington University, Washington, DC tahun 1995 melakukan penelitian, bahwa pengukuran PCR dapat digunakan untuk memprediksi proteinuria pada pasien ND. (24) Ayman M. Wahbeh dkk dari University of Jordan tahun 2009 telah membuktikan adanya korelasi yang baik antara PCR dan ekskresi protein urin 24 jam pada pasien ND. (25) Derhaschnig dkk tahun 2002 melakukan penelitian terhadap pasien hipertensi, ditemukan PCR dengan sensitivitas 87.8%, spesifisitas 89.3%, positif prediktif value (PPV) 29.3% dan negatif prediktif value (NPV) 96.2%. (26)
1.2 Perumusan Masalah Sejauh mana korelasi antara Protein Creatinine Ratio (PCR) terhadap protein urin 24 jam pada pasien Nefropati Diabetik. 1.3 Hipotesa Penelitian Ada korelasi kuat antara nilai PCR terhadap protein urin 24 jam pada pasien Nefropati Diabetik. 1.4 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui seberapa kuat korelasi antara nilai PCR terhadap protein urin 24 jam pada pasien Nefropati Diabetik. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan mengetahui korelasi antara PCR terhadap protein urin 24 jam pada pasien Nefropati Diabetik, pemeriksaan PCR dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan protein urin 24 jam.
1.6 Kerangka Konsep Nefropati Diabetik PCR Urine Spot Protein Urine 24 Jam Hasil Hasil Korelasi