BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dalam menggambarkan kehidupan baik kehidupan dari diri pengarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

berbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian sastra, seorang peneliti harus memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra ialah seni pertunjukan dalam kata-kata dan memiliki kekuatan untuk

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia sastra, selain tema, plot, amanat, latar, ataupun gaya bahasa, penokohan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Sumardjo (Mursini 2010:17) yang mengemukakan bahwa sastra adalah

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kehidupan manusia. Dengan

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

Oleh: Tri Wahyuningsih Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

kemanusiaan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai kebudayaan dan meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata kunci: unsur intrinsik, nilai religius, bahan pembelajaran sastra.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

Kemampuan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 11 Kota Jambi dalam Mengidentifikasi Tema Amanat, dan Latar Cerita Rakyat. Oleh: Desi Nurmawati A1B109078

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu karya budaya yang melekat di hati masyarakat adalah sastra. Sastra, sejak dahulu telah ada hampir di seluruh daerah di Indonesia dalam berbagai bentuk dan versi. Sastra tersebut ada yang berwujud lisan dan tulis. Sastra lisan disebarkan dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun-temurun. Sastra lisan tersebut dikenal dengan sebutan sastra lama. Pada awalnya, sastra lama yang berbentuk lisan menggunakan bahasa daerah tempat sastra itu lahir. Akibat menerima pengaruh dari kebudayaan lain, muncullah sastra dalam bentuk tulis. Bahasa yang digunakan adalah bahasa nasional sehingga disebut sastra modern. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ratna, (2010: 12) bahwa Khazanah sastra Indonesia terdiri atas dua macam, yaitu: sastra lama dan sastra modern. Sastra lama disebut juga sastra nusantara, tersebar di seluruh Indonesia, menggunakan bahasa-bahasa daerah. Sastra modern atau sastra nasional, juga tersebar di seluruh Indonesia, tetapi menggunakan bahasa Indonesia. Secara historis sastra lama mulai sejak berakhirnya masa prasejarah, sejak manusia mengenal kebudayaan, dengan hasil konkret berupa pepatah, dongeng, dan tradisi lisan lain, yang kemudian dilanjutkan dengan kebudayaan Hindu dan Islam, hingga awal abad ke-20. Sastra modern mulai sejak awal abad ke-20, sejak terbitnya Azab dan Sengsara (Merari Siregar) dan kumpulan puisi Tanah Air (M. Yamin) hingga sekarang.

2 Sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat tempat sastra itu lahir. Sastra lahir, tumbuh, dan beredar dalam masyarakat, sehingga sastra tersebut menjadi milik masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Semi, (1989: 58) bahwa Antara masyarakat, kebudayaan, dan sastra merupakan suatu jalinan yang kuat yang satu dengan yang lainnya saling memberi pengaruh, saling membutuhkan, dan saling tentu-menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam masyarakat lama, setiap anggota masyarakat melakukan kegiatan bersama-sama dan untuk kepentingan bersama pula. Bagi masyarakat lama, sastra merupakan ekspresi dan perwujudan budaya yang mencerminkan sistem sosial, ide, dan nilainilai yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, bagi masyaraka, sastra merupakan salah satu hasil budaya milik bersama. Salah satu bentuk karya sastra lama Indonesia adalah prosa klasik. Prosa klasik yang tertua dan dikenal luas oleh masyarakat Indonesia adalah cerita rakyat. Sebagaimana dikemukakan oleh Yuwono (2007: 27) bahwa Prosa klasik yang tertua di Indonesia ditemukan dalam bentuk cerita rakyat. Cerita rakyat yang dalam bahasa umum disebut juga dongeng, adalah salah satu jenis kesusastraan rakyat yang disampaikan dari mulut ke mulut. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa cerita rakyat merupakan bentuk prosa klasik tertua di Indonesia. Cerita rakyat diceritakan dari mulut ke mulut. Penceritaan tersebut berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun-temurun. Karena itulah, nama pengarang cerita rakyat tersebut tidak dikenal orang bahkan oleh masyarakat pemilik cerita rakyat sendiri.

3 Oleh masyarakat pemiliknya, cerita rakyat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan dan mewariskan nilai-nilai dan ajaran-ajaran moral yang berhubungan dengan perilaku dan budaya kepada masyarakat. Rusyana (1997: 9) mengemukakan bahwa Sastra lisan, termasuk cerita rakyat merupakan warisan budaya nasional dan masih mempunyai nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, antara lain dalam hubungan dengan pembinaan apresiasi sastra. Satra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana pemahaman gagasan dan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Bahkan, sastra lisan telah berabadabad berperan sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti yang berdasarkan lisan akan lebih mudah digauli karena adanya unsur yang dikenal dalam masyarakat. Pokok pikiran yang terkandung dalam pengertian tersebut adalah sebagai berikut. Cerita rakyat merupakan warisan budaya yang mengandung nilai-nilai atau ajaran-ajaran moral yang dapat dikembangkan untuk dimanfaatkan bagi kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tersebut memegang peranan yang sangat berharga dalam kehidupan baik masa kini atau pun yang akan datang. Sastra berperan pula sebagai wahana pewarisan tatanilai yang berkembang dalam masyarakat, seperti; sopan santun, norma-norma, kepercayaan, adat kebiasaan, dan lain-lain. Selain itu, sastra lisan dijadikan sebagai alat komunikasi antara penciptanya dan masyarakat. Karya sastra, termasuk cerita-cerita rakyat mengandung ajaran moral. Nurgiyantoro (2010: 321) mengatakan bahwa Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa sebagai karya sastra

4 cerita rakyat mengandung nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut merupakan pandangan pengarang tentang baik atau buruk yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan. Nilai-nilai moral itulah yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Ratna (2009: 124) mengatakan bahwa Karya sastra memiliki fungsi yang menentukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, fungsi karya sastra sangat dominan. Sastra bukan hanya memiliki fungsi estetis, juga fungsi etis yang meliputi: pendidikan, kepercayaan, norma-norma, adat-istiadat, dan lainlain. Dalam masyarakat sekarang pun, fungsi sastra (cerita rakyat) memegang peranan yang sangat menentukan. Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh Semi (1989: 56) yang mengatakan bahwa Sebagaimana juga dengan karya seni yang lain, sastra mempunyai fungsi sosial dan fungsi estetika. Fungsi sosial sastra adalah keterlibatan sastra dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, etik, kepercayaan, dan lain-lain. Fungsi estetika sastra adalah penampilan karya sastra yang dapat memberi kenikmatan dan rasa keindahan bagi pembacanya. Berdasarkan uraian tersebut, sastra bagi masyarakat memiliki fungsi etis dan estetis. Dengan kata lain, sastra memiliki fungsi sosial dan estetis. Fungsi etis atau sosial sastra berkaitan dengan keterlibatan sastra dalam berbagai bidang kehidupan, seperti: kepercayaan, norma-norma, adat-istiadat, ekonomi, politik, dan lain-lain. Adapun Fungsi estetis sastra berkaitan dengan sastra itu sendiri sebagai karya seni. Sebagai karya seni, sastra menampilan keindahan yang dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan bagi pembacanya. Dengan demikian, sastra tidak hanya memberikan manfaat bagi pembaca juga mengandung unsur keindahan.

5 Dalam hubungannya dengan pembelajaran sastra, Rusyana (1982: 6-8) mengemukakan bahwa Tujuan pengajaran sastra adalah untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan sastra. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran sastra bertujuan untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan sastra. Pengalaman sastra mencakup pengalaman dalam berapresiasi dan berekspresi. Pengalaman bersastra diperoleh siswa melalui berbagai kegiatan seperti: membaca, mendengarkan, atau menulis. Adapun pengetahuan sastra mencakup: sejarah, teori, dan kritik sastra. Tujuan memperoleh pengetahuan sastra tersebut dikembangkan dari pengalaman bersastra yang telah diperolehnya. Banyak manfaat yang diperoleh peserta didik dari pembelajaran sastra. Rahmanto (1993: 15) mengatakan bahwa Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat. Selanjutnya, Rahmanto (1993: 16) mengatakan bahwa Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membentuk ketrampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Guru sastra harus memiliki bekal awal yang memadai. Guru sastra dituntut memiliki kemampuan profesional, baik sebagai pribadi, pendidik, atau pun masyarakat. Rusyana (1982: 9-12) mengemukakan bahwa... guru pengajar sastra dituntut pula oleh hal-hal yang berhubungan dengan bidang studinya. Untuk menjadi guru sastra yang baik, beberapa tuntutan harus pula dipenuhi. Oleh

6 karena itu, secara khusus ia mengemukakan beberapa hal yang harus dimiliki guru atau pengajar sastra berhubungan dengan bidang studinya. Pertama, seorang guru sastra harus mempunyai semangat yang berhubungan dengan pengajarannya. Kedua, guru sastra harus mempunyai apresiasi yang baik terhadap sastra. Ketiga, guru sastra harus bisa memberikan pengaruh yang tepat terhadap kelasnya pada waktu ia melaksanakan pengajaran. Keempat, guru sastra harus mempunyai keahlian menilai hasil sastra atau melakukan kritik sastra. Guru sastra harus mampu memilih dan menyajikan bahan ajar sastra sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Ketepatan memilih bahan ajar akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru harus mampu pula menyajikan bahan ajar dengan menarik sehingga peserta didik dapat terlibat secara optimal. Rahmanto (1993: 27) mengatakan bahwa Tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita ingin memilih bahan pengajaran sastra, yaitu: pertama dari sudut bahasa, kedua dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa. Indramayu memiliki beragam budaya. Salah satu hasil budaya adalah cerita rakyat. Cerita-cerita rakyat Indramayu berbentuk lisan dan menggunakan bahasa lama. Sebagai akibatnya, cerita-cerita rakyat Indramayu sulit dipahami. Oleh karena itu, cerita-cerita rakyat Indramayu kurang dikenal oleh masyarakat sendiri apalagi masyarakat daerah lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rusyana (2000: 2) bahwa Karena menggunakan bahasa daerah, sastra daerah sulit dikenal dan dipahami oleh masyarakat di luar komunitas daerah itu, termasuk oleh masyarakat daerahnya sendiri.

7 Sebagai sastra daerah, cerita-cerita rakyat Indramayu memiliki kemungkinan mengandung nilai-nilai moral yang hampir sama dengan sastra Indonesia pada umumnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rusyana (1997: 6) bahwa Dalam sastra-sastra daerah terkandung muatan nilai-nilai moral. Dalam sastra-sastra daerah, dalam wujud ekspresi estetik itu tersaji pula nilai-nilai etik. Dari percobaan terhadap cerita rakyat, berupa mite, legenda, dan dongeng, kita dapat mengapresiasi nilai-nilai moral yang terpadu secara halus di dalamnya. Begitu pula dalam hikayat, syair, pantun serta jenis sastra lama lainnya serta selanjutnya dalam novel, cerita pendek, drama, dan puisi modern. Nilai-nilai moral itu terungkap. Cerita-cerita rakyat Indramayu terdiri atas beragam bentuk dan isi. Bentuk cerita-cerita rakyat Indramayu ada yang berupa mitos, legenda, dan dongeng. Cerita-cerita rakyat Indramayu berisi cerita tentang hal-hal yang wajar, luar biasa, istimewa, dan tidak masuk akal. Cerita-cerita rakyat Indramayu pun mempunyai fungsi dan manfaat yang tidak berbeda dengan cerita-cerita rakyat daerah lain. Di samping itu, cerita-cerita rakyat Indramayu mengandung nilai-nilai budaya dan moral yang bermanfaat bagi pembacanya. Sebagai karya sastra lama, cerita-cerita rakyat Indramayu berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan. Sebagai media pendidikan, cerita-cerita rakyat Indramayu dijadikan sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat. Cerita-cerita rakyat Indramayu berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai: budaya, moral, adat-istiadat, kepercayaan, norma-norma, sopan santun, dan lainlain. Sebagai media hiburan, cerita-cerita rakyat Indramayu mengandung unsurunsur keindahan. Dengan keindahan tersebut, cerita-cerita rakyat Indramayu mampu menyuguhkan kenikmatan dan kepuasan bagi pembaca.

8 Cerita-cerita rakyat Indramayu memiliki kemungkinan dipertimbangkan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi. Hal tersebut sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama Bahasa Indonesia (BSNP, 2006: 1). Terdapat tiga butir yang memberikan kewenangan kepada guru, sekolah, dan daerah untuk menentukan bahan ajar dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan bagi peserta didik. Ketiga butir tersebut yaitu sebagai berikut. 1) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didik. 2) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia. 3) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Kenyataannya, cerita-cerita rakyat Indramayu kurang dikenal dan diminati oleh masyarakatnya sendiri. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal berikut ini. Pertama, cerita-cerita rakyat yang sudah dalam bentuk naskah ditulis dalam aksara Jawa kuno yang sulit dipahami masyarakat. Kedua, kaderisasi alamiah tampaknya terputus karena generasi tua sibuk dengan urusan pekerjaan sehari-hari. Ketiga, belum ada cerita-cerita rakyat Indramayu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan menjadi buku bacaan umum. Keempat, pemerintah Indramayu belum melakukan upaya serius untuk melestarikan cerita-cerita rakyat Indramayu. Akibatnya, banyak masyarakat Indramayu yang tidak mengenal cerita-cerita rakyat daerahnya apalagi masyarakat daerah lain.

9 Ada beberapa kendala dalam menjadikan cerita-cerita rakyat Indramayu sebagai bahan ajar kepada peserta didik. Pertama, naskah cerita-cerita rakyat yang sudah ada ditulis dalam aksara Jawa kuno. Dalam kenyatannya, sangat sedikit peserta didik yang memahami aksara-aksara tersebut. Kedua, karena bahasa yang digunakan adalah Jawa kuno, cerita-cerita rakyat tersebut tidak menarik minat peserta didik. Ketiga, langkanya buku-buku cerita terjemahan dari naskah-naskah asli untuk dijadikan bahan bacaan. Keempat, guru-guru Bahasa Indonesia kurang berminat memilih cerita-cerita rakyat untuk dijadikan sebagai bahan ajar. Kelima, pengajaran bahasa dan sastra di sekolah-sekolah hanya mengarah pada usaha menunjang kemampuan peserta didik untuk dapat lulus Ujian Nasional (UN). Berdasarkan uraian tersebut, penulis berpendapat bahwa salah satu upaya pelestarian yang harus segera dilakukan adalah penulisan, penerjemahan, dan penerbitan cerita-cerita rakyat Indramayu menjadi buku bacaan umum. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan dapat menyuguhkan kepada masyarakat tentang cerita-cerita rakyat Indramayu yang merupakan ekspresi budaya. Upaya penulisan memang sudah dilakukan Pemerintah Daerah Indramayu pada tahun 1977 dengan hasil buku Sejarah Indramayu yang di dalamnya memuat beberapa folklor Indramayu. Namun, buku tersebut belum dipublikasikan untuk umum dan hanya tersimpan di perpustakaan daerah Indramayu. Ada pun upaya penerbitan menjadi buku bacaan untuk umum tampaknya belum dilakukan. Selain upaya tersebut, upaya-upaya positif untuk melestarikan cerita-cerita rakyat Indramayu banyak macamnya. Upaya tersebut misalnya: diadakan pergelaran kesenian daerah dengan lakon cerita-cerita rakyat, lomba mendongeng,

10 menerjemahkan cerita-cerita rakyat, diskusi atau seminar, dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung upaya pelestarian cerita-cerita rakyat Indramayu. Upaya melalui jalur pendidikan formal dapat dilakukan dengan cara menjadikan ceritacerita rakyat Indramayu sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Mengingat kedudukan dan perannya yang cukup penting, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian terhadap cerita-cerita rakyat Indramayu. Penelitian tersebut penulis anggap sebagai upaya pelestarikan cerita-cerita rakyat Indramayu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian ini penulis beri judul Nilai-Nilai Budaya dan Moral Cerita- Cerita Rakyat Indramayu (Studi Deskriptif-Analitis terhadap Cerita-Cerita Rakyat Indramayu sebagai Bahan Ajar Apresiasi Prosa Fiksi di Sekolah Menengah Pertama). 1.2 Fokus Penelitian Permasalahan penelitian harus benar-benar jelas dan tepat. Agar penelitian lebih fokus, permasalahan penelitian perlu dibatasi. Fokus penelitian ini dibatasi pada kajian struktur intrinsik, nilai-nilai budaya, dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat Indramayu. Selanjutnya, hasil kajian tersebut penulis hubungkan dengan kemungkinan cerita-cerita rakyat Indramayu dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi di Sekolah Menengah Pertama.

11 Dalam penelitian ini penulis merekam sejumlah cerita rakyat Indramayu dari beberapa informan di berbagai tempat di Indramayu. Rekaman tersebut dalam bahasa sesuai dengan bahasa yang digunakan para penutur. Bahasa yang digunakan para penutur adalah bahasa Jawa dialek Indramayu. Oleh karena itu, rekaman tersebut penulis transkripsikan sesuai dengan bahasa yang digunakan para penutur. Transkrip cerita-cerita rakyat tersebut penulis terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Cerita-cerita rakyat Indramayu terjemahan inilah yang penulis analisis. Akan tetapi, tidak semua cerita rakyat yang diterjemahkan penulis analisis. Cerita-cerita rakyat yang penulis analisis adalah sebagai berikut. Pertama, cerita-cerita rakyat yang masih dikenal dekat di hati sebagian masyarakat Indramayu. Kedua, cerita-cerita rakyat tersebut dianggap memiliki kekuatan tertentu oleh sebagian masyarakat Indramayu. Ketiga, cerita-cerita rakyat tersebut masih dianggap suci, benar-benar terjadi, dan diakui sebagai milik sebagian masyarakat Indramayu. 1.3 Asumsi Penelitian Asumsi-asumsi yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Cerita-cerita rakyat Indramayu dibangun atas struktur intrinsik dan ekstrinsik. 2) Cerita-cerita rakyat Indramayu merupakan refleksi nilai-nilai budaya masyarakat. 3) Cerita-cerita rakyat Indramayu merupakan refleksi nilai-nilai moral masyarakat. 4) Cerita-cerita rakyat Indramayu memiliki kemungkinan dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi di Sekolah Menengah Pertama.

12 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan fokus penelitian tersebut, permasalahan pokok penelitian ini adalah cerita-cerita rakyat Indramayu terbangun atas struktur intrinsik dan mengandung nilai-nilai budaya dan moral yang merupakan refleksi budaya masyarakat Indramayu. Selain itu, cerita-cerita rakyat Indramayu memiliki kemungkinan dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi di Sekolah Menengah Pertama. Masalah pokok penelitian tersebut penulis jabarkan menjadi beberapa rumusan masalah berikut ini. 1) Bagaimanakah bangun struktur intrinsik yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat Indramayu? 2) Nilai-nilai budaya apakah yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat Indramayu? 3) Nilai-nilai moral apakah yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat Indramayu? 4) Apakah cerita-cerita rakyat Indramayu memiliki kemungkinan dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi di Sekolah Menengah Pertama? 1.5 Tujuan Penelitian Bertolak dari rumusan-rumusan masalah tersebut, secara umum penelitian ini dilakukan dengan tujuan penulis ingin beroleh gambaran tentang cerita-cerita rakyat Indramayu memiliki kemungkinan dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi di Sekolah Menengah Pertama. Tujuan umum tersebut

13 penulis jabarkan menjadi beberapa tujuan berikut ini, yaitu penulis ingin memperoleh gambaran tentang: 1) bangun struktur intrinsik cerita-cerita rakyat Indramayu, 2) nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat Indramayu, 3) nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat Indramayu, dan 4) kemungkinan cerita-cerita rakyat Indramayu dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi di Sekolah Menengah Pertama. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sastra. Adapun secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi guru-guru Bahasa Indonesia, sekolah, masyarakat, dan Pemerintah Daerah Indramayu. Manfaat penelitian tersebut selanjutnya penulis jabarkan sebagai berikut. 1) Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sastra. Penelitian tentang sastra daerah dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan informasi mengenai berbagai aspek kebudayaan dan kehidupan masyarakat pemilik sastra tersebut. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam melakukan penelitian dengan kajian yang sama.

14 2) Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah hasil penelitian dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan untuk kepentingan praktis. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut adalah: guru, sekolah, masyarakat, dan pemerintah daerah. Uraian manfaat praktis tersebut adalah sebagai berikut. a) Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan inspirasi bagi guru-guru Bahasa Indonesia dalam memilih bahan ajar apresiasi prosa fiksi untuk diimplementasikan dalam pembelajaran. Cerita-cerita rakyat Indramayu yang terdapat di daerah tempat guru mengajar dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi. Dengan demikian, guru memiliki kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya dengan tidak meninggalkan kepentingan Nasional. b) Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan pihak sekolah. Sekolah dapat menyusun bahan dan sumber belajar kebahasan dan kesastraan sesuai dengan kondisi sekolah, keadaan peserta didik, dan sumber belajar yang tersedia. Sekolah dapat memasukkan cerita-cerita rakyat Indramayu dalam rumusan program penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Cerita-cerita rakyat Indramayu dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai bahan ajar apresiasi prosa fiksi.

15 c) Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam menumbuhkan pemahaman tentang cerita-cerita rakyat daerahnya. Hal tersebut mengingat cerita-cerita rakyat mengandung nilai-nilai budaya dan moral yang sangat berharga dan bernilai bagi masyarakat. Nilai-nilai budaya dan moral tersebut refleksi kehidupan masyarakat. Cerita-cerita rakyat Indramayu merupakan perwujudan alam pikiran, pandangan hidup, ekspresi keinginan, dan cita-cita bersama masyarakat. Karena itu, cerita-cerita rakyat dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka. Dengan demikian, masyarakat akan memiliki tanggungjawab untuk memelihara dan melestarikan cerita-cerita rakyat sebagai kekayaan budaya daerah dan khazanah kebudayaan Nasional. d) Bagi Pemerintah Daerah Manfaat hasil penelitian bagi pemerintah daerah antara lain adalah dapat membantu upaya pelestarian kebudayaan daerah dan pembinaan kepribadian masyarakat. Cerita-cerita rakyat Indramayu merupakan kekayaan budaya masyarakat Indramayu. Setiap wilayah di Indramayu mempunyai cerita rakyat tersendiri. Setiap cerita rakyat mempunyai nilai-nilai budaya dan moral yang beragam. Cerita-cerita rakyat yang tersebar di wilayah Indramayu adalah milik masyarakat dan merupakan kekayaan kebudayaan daerah yang harus dilestarikan. Selain dapat mengetahui hasil-hasil kebudayaan daerahnya sendiri, masyarakat dapat mengambil hikmah tentang nilai-nilai budaya dan moral tersebut. Penerapan nilai-nilai budaya dan moral dalam kehidupan sehari-hari akan membantu pembentukan watak, akhlak, dan kepribadian masyarakat.

16 1.7 Definisi Operasional Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian perlu diberi batasan atau definisi yang jelas. Hal tersebut dimaksudkan selain agar tidak menimbulkan salah penafsiran, juga merupakan acuan penulis dalam melakukan deskripsi dan analisis data. Berikut ini definisi beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. 1) Struktur Intrinsik Struktur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra secara otonom atau mandiri. Unsur-unsur pembangun tersebut merupakan elemenelemen fiksional yang membangun sebuah cerita fiksi. Dengan demikian, struktur intrinsik adalah struktur yang melekat pada prosa fiksi yang dapat dianalisis. Priyatni (2010: 109) mengatakan bahwa Struktur intrinsik sastra umumnya terdiri atas; tokoh dan penokohan, alur (plot), latar (setting), suasana (mood dan atmosphere), sudut pandang (point of view) tema, amanat, dan gaya bahasa. 2) Nilai-Nilai Budaya Nilai-nilai budaya adalah konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi tingkah laku manusia. Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dari adatistiadat. Hal itu disebabkan nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting. Nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah, petunjuk, dan orientasi kehidupan masyarakat.

17 3) Nilai-Nilai Moral Nilai moral adalah pengertian tentang pandangan nilai-nilai yang baik dan buruk yang diterima umum dan berlaku pada sekelompok masyarakat mengenai perbuatan, sikap, hak, kewajiban, dan sebagainya yang sesuai dengan pandangan hidup manusia dan kebudayaannya. Nilai moral berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan yang bersifat universal. Nilai moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, norma, tutur kata, dan sopan santun pergaulan. Nilai moral merupakan ajaran moral tertentu yang dapat diambil dan ditafsirkan pembaca melalui cerita. Akan tetapi, ajaran moral tersebut sifatnya relatif, artinya suatu yang dianggap baik atau buruk oleh masyarakat tertentu belum tentu dianggap baik atau buruk oleh masyarakat lain. 4) Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah kisahan atau kesusastraan rakyat yang berbentuk lisan yang berupa kepercayaan masyarakat seperti mitos, legenda, dan dongeng. Cerita rakyat adalah cerita yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang disampaikan dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Yuwono (2007: 27) menjelaskan bahwa cerita rakyat yang dalam bahasa umum disebut juga dongeng, adalah salah satu jenis kesusastraan rakyat yang disampaikan dari mulut ke mulut. 5) Deskriptif Analitis Deskriptif analitis adalah proses menggambarkan, memaparkan, dan mendeskripsikan secara jelas dan terperinci suatu bidang kajian dengan cara

18 menganalisis atau menguraikan secara objektif. Tujuan proses deskriptif analitis adalah untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat tentang objek. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, deskripsi analitis adalah proses menggambarkan, menguraikan, dan mendeskripsikan struktur intrinsik yang membangun sebuah cerita untuk memperoleh makna menyeluruh yang terdapat dalam cerita-cerita rakyat Indramayu. 6) Bahan Ajar Bahan ajar adalah materi pokok yang akan dipelajari peserta didik dalam pembelajaran. Bahan ajar digunakan oleh guru dan peserta didik sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bahan ajar merupakan salah satu komponen inti yang harus ada dalam setiap kegiatan pembelajaran. Bahan ajar inilah yang perlu dikembangkan oleh guru pada saat menyusun perencanaan pembelajaran (RPP). Dalam memilih bahan ajar kebahasaan dan kesastraan, guru memiliki kemadirian dan keleluasaan asalkan bahan ajar yang dipilih tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan tingkat kemampuan peserta didik. Hal tersebut dimaksudkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, dan kebutuhannya.