BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Karakteristik responden Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 usia minumum yaitu 127 bulan dan maximum yaitu 161 bulan. Jumlah responden terbanyak pada usia 145 bulan sejumlah 11 responden (14,1%). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur sangat mempengaruhi perilaku seseorang sehingga bisa mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang (Mubarak (2011). Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmojo, 2007). Dilihat dari karakteristik jenis kelamin responden menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah laki-laki yaitu 48 responden (61,5%) dan responden perempuan lebih sedikit yaitu 30 (38,5%). Dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan mengenai pengetahuan dan status gizi. Tetapi, dari hasil penelitian yang saya lakukan terdapat 1 (1,38 %) anak laki-laki yang status gizinya masuk pada kategori lebih (gemuk), hal ini sesuai yang dijelaskan menurut WHO (2006) yaitu berdasarkan pola makan, anak 44
45 perempuan lebih cenderung menyukai makanan cemilan dari pada makanan pokok yang bergizi, sehingga anak laki-laki lebih cepat pertumbuhannya dari anak perempuan. Karakteristik ketiga yaitu membawa bekal makanan, hampir sebagian besar anak tidak membawa bekal makanan (84,6 %) dan hanya sebesar 15,4% yang membawa bekal makanan ke sekolah. Makanan bekal juga dapat menjadi tambahan makan pagi anak. Makanan tambahan ini dibutuhkan sebab kebutuhan gizi anak semakin meningkat sedangkan kemampuan saluran cerna untuk mengkonsumsi masih terbatas, sehingga diperlukan bekal makanan (Muhilal, 2006). Selain itu, maraknya penggunaan zat kimia berbahaya dalam makanan jajanan, seperti pewarna, penyedap rasa, hingga pengawet perlu diwaspadai. Salah satu cara agar anak terhindar dari makanan jajanan yang tidak sehat adalah membekali anak dengan bekal makanan yang sehat. Kesibukan orang tua (terutama ibu) yang jenis pekerjaan ibu bermacam-macam seperti PNS, guru, wiraswasta, karyawan swasta dan lain sebagainya, hal tersebut dapat membatasi mereka dalam menyiapkan dan menyajikan sarapan untuk keluarga. Menurut (Notoatmojo, 2007) kebiasaan membawa bekal makanan merupakan salah satu faktor pemudah yang mendorong terwujudnya pemilihan makanan jajanan yang baik. Ketika anak sudah membawa bekal makanan ke sekolah, maka anak cenderung mengonsumsi bekal makanan yang dibawa dari rumah. Oleh karena itu, bekal sekolah
46 dapat menghindarkan anak dari kebiasaan membeli jajan yang sekaligus menghindarkan anak dari bahaya jajanan yang tidak sehat dan tidak aman (Handayani, 2007). Hasil penelitian (Ariandani, 2011) mengenai faktor yang berhubungan dengan pemilihan makanan jajanan pada anak sekolah dasar yaitu membawa bekal. 2. Pengetahuan dan Status Gizi Hasil penelitian kuisioner jajanan sehat dari 78 responden di SD N 80 Ngoresan Surakarta. Jumlah nilai di kategorikan dengan nilai baik mendapatkan nilai 76-100, nilai cukup yaitu 56-75, sedangkan nilai kurang adalah 55. Dari hasil penelitian yang didapat yaitu hasil terbanyak yaitu responden mendapatkan nilai baik sejumlah 31 responden (39,7%), yang mendapatkan nilai cukup ada 28 responden (35,9 %), sedangkan yang mendapatkan nilai kurang sejumlah 19 (24,4 %). Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat pengetahuan siswa merupakan sesuatu yang diketahui oleh siswa (Budiman, 2014). Pengetahuan merupakan salah satu aspek psikis yang dapat menjadi motivasi atau faktor pendorong seseorang melakukan suatu perilaku. Pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan gizi, jajan, dan makanan jajanan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal (Notoatmojo, 2007).
47 Masih kurangnya pengetahuan anak tentang gizi dan makanan jajanan dapat disebabkan oleh kurangnya sumber internal atau pengalaman yang diperoleh dari berbagai sumber misalnya media massa, media elektronik, buku, maupun dari sumber eksternal yaitu yang berasal dari orang lain, misalnya pendidikan gizi yang dapat menambah pengetahuan anak (Pudjiadi, 2005). Hasil penelitian mengenai status gizi pada anak di SD N 80 Ngoresan Surakarta dari 78 responden penilaian status gizi menggunakan aplikasi WHO antrho plus yang dikategorikan sebagai status gizi gemuk, normal, kurus dan sangat kurus. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu kategori status gizi kurus merupakan kejadian terbanyak yaitu sejumlah 47 responden (60,3 %) dan siswa yang masuk dalam kategori normal ada 30 responden (38,5 %), yang masuk dalam kategori status gizi gemuk yaitu hanya 1 responden (1,3 %). Tidak ada siswa yang masuk dalam kategori status gizi sangat kurus. Kategori status gizi kurus merupakan kategori terbanyak, hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan gizi yang diberikan oleh orang tua maupun guru, sehingga anak tidak bisa memilih makanan yang sehat dan mengandung gizi untuk menunjang status gizi mereka. Pola asupan makanan dan pengaturan makanan sangatlah penting untuk dilakukan karena akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik (berat badan dan tinggi badan). Oleh karena itu, kebiasaan makan yang baik perlu ditanamkan sejak
48 dini (Metrano, 2007). Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kembali program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang bekerjasama dengan puskesmas dan perguruan tinggi. Begitu pentingnya makanan bagi anak sehingga orang tua harus senantiasa memperhatikan dan menyediakan makanan yang bergizi. Pertumbuhan fisik sering digunakan sebagai indikator status gizi anak. Kekurangan protein akan menghambat pertumbuhan tinggi badan sehingga akan menjadikan anak pendek (Kemas, 2012). Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kurus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya membuat stamina anak cepat menurun bila tidak ditunjang dengan asupan gizi yang cukup dan berkualitas (Khomsan, 2003). Jenis makanan jajanan yang baik dan sehat adalah mengandung zat gizi lengkap yaitu sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Sunardi, 2007). Makanan jajanan memegang peranan penting dalam memberikan kontribusi tambahan untuk kecukupan gizi (Sihadi, 2004). B. Analisis Bivariat Berdasarkan hasil penelitian dari 78 responden menunjukkan bahwa 31 responden (39,7%) mendapatkan nilai baik yang memiliki status gizi normal sebanyak 29 responden (37,2%) hal ini menunjukkan bahwa anak yang berpengetahuan baik dapat berpengaruh terhadap status gizi baik
49 juga, tetapi masih ada 2 responden yang memiliki status gizi kurang, berdasarkan hasil tersebut hal ini disebabkan karena kebiasaan jajan anak yang buruk dan tingkat sosial ekonomi rendah. Meskipun mereka berpengetahuan baik tetapi mereka tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan untuk memilih jajanan yang sehat. Hal ini didukung pada penelitian Hapsari, dkk (2011) yaitu anak-anak sekolah dasar merupakan salah satu kelompok yang rawan mengalami gizi kurang diantara penyebabnya yaitu tingkat ekonomi yang rendah dan asupan makanan yang kurang seimbang serta anak tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan yang sudah dimiliki. Terdapat 28 responden (35,9%) yang nilainya cukup memiliki status gizi kurus yaitu sebanyak 27 responden (34,6%), hal ini dapat dikatakan bahwa untuk dapat memiliki status gizi normal harus memiliki pengetahuan yang baik tidak hanya cukup saja. Pengetahuan yang baik diharapkan mempengaruhi konsumsi makanan yang baik sehingga dapat menuju status gizi yang baik juga. Kurang cukupnya pengetahuan tentang gizi dan kesalahan dalam memilih makanan jajanan akan berpengaruh terhadap status gizi seperti kurus dan obesitas (Solihin, 2005). Dari hasil wawancara pada beberapa anak menunjukkan bahwa anak sering jajan di luar lingkungan sekolah karena di jajanan diluar lingkungan sekolah lebih banyak macamnya dibanding di kantin sekolah. Meskipun jajanan diluar lingkungan sekolah tersebut tidak semuanya aman untuk dikonsumsi. Pengetahuan anak dapat mempengaruhi pola jajan anak disekolah. Selanjutnya ada 19 responden (24,4%) yang mendapatkan nilai kurang yang
50 memiliki status gizi kurus ada 18 responden (23,1%) dan 1 (1,3%) responden yang masuk pada kategori status gizi gemuk, hal ini dapat disumpulkan bahwa anak yang memiliki pengetahuan kurang sangat mempengaruhi pada status gizi pada anak. Kebiasaan jajan yang buruk dan kurangnya pengawasan orang tua dapat menjadi faktor penyebabnya. Oleh karena itu penting sekali pengetahuan yang harus dimilki oleh anak dalam melakukan pemenuhan kebutuhan gizi. ( Munthofiah, 2007). Perhitungan yang dilakukan terhadap 78 responden dengan dengan uji somers d didapatkan nilai taraf signifikansi/asymp.sig (p) sebesar 0,000. Nilai p yang tersebut lebih kecil dari α yaitu 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat Hubungan antara Pengetahuan Jajanan Sehat dengan Status Gizi Anak di SD N 80 Ngoresan Surakarta. Hasil analisis data yang telah diuraikan diatas menunjukan bahwa hipotesis diterima yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan jajanan sehat dengan status gizi pada anak di SD N 80 Ngoresan Surakarta. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuni dengan judul hubungan antara kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan dengan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan berhubungan dengan kebiasaan jajan. Tidak biasa sarapan dapat meningkatkan risiko biasa jajan. Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi. Biasa jajan meningkatkan risiko terjadinya status gizi lebih. Hal ini dapat dikaitkan bahwa kebiasaan jajan anak yang
51 buruk dapat mempengaruhi status gizi anak. Dukungan orang tua sangat penting untuk memberikan pendidikan gizi pada anak dengan membiasakan anak untuk tidak jajan sembarangan (Yuni, 2013) Penelitian yang dilakukan oleh Indah yang berjudul status gizi berdasarkan pola makan anak sekolah dasar di Kecamatan Rajeg Tangerang Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan dan pembinaan gizi tentang pentingnya sarapan dan membawa bekal makanan, sanitasi dan makanan jajanan yang sehat berhubungan dengan status gizi anak. Dari penelitian tersebut dapat dikaitkan bahwa peran orang tua sangat penting dalam memperhatikan pola jajan anaknya yaitu dengan cara membiasakan anak sarapan pagi dan menyiapkan bekal makanan agar anak dapat mengurangi jajan di sekolah (Indah, 2014). Berikut judul penelitian yang dilakukan oleh Hilda hubungan pengetahuan memilih makanan jajanan dan kebiasaan jajan dengan status gizi anak hasil menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan memilih makanan jajanan dan kebiasaan jajan dengan status gizi anak. Penelitian tersebut dapat dikaitkan bahwa anak yang memiliki pengetahuan baik dapat mengetahui tentang makanan yang aman dikonsumsi dan menghindari kebiasaan jajan yang buruk. Karena jika anak memiliki pengetahuan yang baik maka kebiasaan jajan anak juga baik dan hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi anak (Hilda, 2013).
52 C. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain : 1. Peneliti tidak dapat mengetahui secara langsung jenis bekal makanan yang dibawa dari rumah, karena bisa saja bekal makanan dari rumah tersebut bukan merupakan makanan yang sehat. 2. Peneliti tidak dapat mengemati secara langsung pola jajan anak di kantin maupun dilingkungan sekolah, karena keterbatasan waktu perijinan.