BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Univariat. 1. Karakteristik responden. Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sebelum berangkat melakukan aktivitas sehari-hari (Utter dkk, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. jangka pendek maupun jangka panjang (Februhartanty dan Iswaranti, 2004).

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. peranan penting untuk menghasilkan generasi yang berkualitas yaitu sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan. intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

BAB 5 HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

LEMBAR PERSETUJUAN...

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. makan. Selain itu anak sekolah umumnya tidak pernah lepas dari makanan jajanan, karena anak

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

ISSN Vol 2, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. sekolah 6-12 tahun. Anak sekolah mempunyai karakter mudah terpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PERBEDAN PENGETAHUAN SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI PENYULUHAN GIZI MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT DI SD NEGERI KARANGASEM III SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ABSTRACT ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. masa atau usia antara anak-anak dan dewasa. Perubahan fisik pada masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kasihan II Bantul sekitar km 2, yang meliputi Desa Ngestiharjo

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan investasi bangsa yang sangat penting, karena

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN KESEIMBANGAN ASUPAN GIZI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KONDISI FISIK ANAK SD DI KECAMATAN KOTANOPAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB IV HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN. n =

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

KEBIASAAN MENGONSUMSI JAJAN TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH PENGGUNA KATERING DAN NON-KATERING

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia (SDM) memiliki peranan penting. bangsa, membutuhkan SDM berkualitas tinggi (Sibuea, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan zat gizi untuk hidup, tumbuh, berkembang, Energi dibutuhkan oleh setiap orang untuk mempertahankan hidup,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terus tumbuh dan berkembang. Proses pertumbuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta

BAB I PENDAHULUAN. (Mahardikawati & Roosita 2008). Menurut Kartasapoetra 2002 (dalam. Riwu 2011), aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya jajan menjadi bagian dari keseharian hampir semua

Makanan Sehat Bergizi Seimbang Untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB 5 HASIL PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN. A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama :... Sekolah/Kelas :... Jenis Kelamin : L / P Umur :... Pekerjaan Orang tua :...

BAB 1 PENDAHULUAN. kembangnya dapat berlangsung secara optimal. Generasi penerus yang sehat

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Karakteristik responden Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 usia minumum yaitu 127 bulan dan maximum yaitu 161 bulan. Jumlah responden terbanyak pada usia 145 bulan sejumlah 11 responden (14,1%). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur sangat mempengaruhi perilaku seseorang sehingga bisa mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang (Mubarak (2011). Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmojo, 2007). Dilihat dari karakteristik jenis kelamin responden menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah laki-laki yaitu 48 responden (61,5%) dan responden perempuan lebih sedikit yaitu 30 (38,5%). Dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan mengenai pengetahuan dan status gizi. Tetapi, dari hasil penelitian yang saya lakukan terdapat 1 (1,38 %) anak laki-laki yang status gizinya masuk pada kategori lebih (gemuk), hal ini sesuai yang dijelaskan menurut WHO (2006) yaitu berdasarkan pola makan, anak 44

45 perempuan lebih cenderung menyukai makanan cemilan dari pada makanan pokok yang bergizi, sehingga anak laki-laki lebih cepat pertumbuhannya dari anak perempuan. Karakteristik ketiga yaitu membawa bekal makanan, hampir sebagian besar anak tidak membawa bekal makanan (84,6 %) dan hanya sebesar 15,4% yang membawa bekal makanan ke sekolah. Makanan bekal juga dapat menjadi tambahan makan pagi anak. Makanan tambahan ini dibutuhkan sebab kebutuhan gizi anak semakin meningkat sedangkan kemampuan saluran cerna untuk mengkonsumsi masih terbatas, sehingga diperlukan bekal makanan (Muhilal, 2006). Selain itu, maraknya penggunaan zat kimia berbahaya dalam makanan jajanan, seperti pewarna, penyedap rasa, hingga pengawet perlu diwaspadai. Salah satu cara agar anak terhindar dari makanan jajanan yang tidak sehat adalah membekali anak dengan bekal makanan yang sehat. Kesibukan orang tua (terutama ibu) yang jenis pekerjaan ibu bermacam-macam seperti PNS, guru, wiraswasta, karyawan swasta dan lain sebagainya, hal tersebut dapat membatasi mereka dalam menyiapkan dan menyajikan sarapan untuk keluarga. Menurut (Notoatmojo, 2007) kebiasaan membawa bekal makanan merupakan salah satu faktor pemudah yang mendorong terwujudnya pemilihan makanan jajanan yang baik. Ketika anak sudah membawa bekal makanan ke sekolah, maka anak cenderung mengonsumsi bekal makanan yang dibawa dari rumah. Oleh karena itu, bekal sekolah

46 dapat menghindarkan anak dari kebiasaan membeli jajan yang sekaligus menghindarkan anak dari bahaya jajanan yang tidak sehat dan tidak aman (Handayani, 2007). Hasil penelitian (Ariandani, 2011) mengenai faktor yang berhubungan dengan pemilihan makanan jajanan pada anak sekolah dasar yaitu membawa bekal. 2. Pengetahuan dan Status Gizi Hasil penelitian kuisioner jajanan sehat dari 78 responden di SD N 80 Ngoresan Surakarta. Jumlah nilai di kategorikan dengan nilai baik mendapatkan nilai 76-100, nilai cukup yaitu 56-75, sedangkan nilai kurang adalah 55. Dari hasil penelitian yang didapat yaitu hasil terbanyak yaitu responden mendapatkan nilai baik sejumlah 31 responden (39,7%), yang mendapatkan nilai cukup ada 28 responden (35,9 %), sedangkan yang mendapatkan nilai kurang sejumlah 19 (24,4 %). Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat pengetahuan siswa merupakan sesuatu yang diketahui oleh siswa (Budiman, 2014). Pengetahuan merupakan salah satu aspek psikis yang dapat menjadi motivasi atau faktor pendorong seseorang melakukan suatu perilaku. Pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan gizi, jajan, dan makanan jajanan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal (Notoatmojo, 2007).

47 Masih kurangnya pengetahuan anak tentang gizi dan makanan jajanan dapat disebabkan oleh kurangnya sumber internal atau pengalaman yang diperoleh dari berbagai sumber misalnya media massa, media elektronik, buku, maupun dari sumber eksternal yaitu yang berasal dari orang lain, misalnya pendidikan gizi yang dapat menambah pengetahuan anak (Pudjiadi, 2005). Hasil penelitian mengenai status gizi pada anak di SD N 80 Ngoresan Surakarta dari 78 responden penilaian status gizi menggunakan aplikasi WHO antrho plus yang dikategorikan sebagai status gizi gemuk, normal, kurus dan sangat kurus. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu kategori status gizi kurus merupakan kejadian terbanyak yaitu sejumlah 47 responden (60,3 %) dan siswa yang masuk dalam kategori normal ada 30 responden (38,5 %), yang masuk dalam kategori status gizi gemuk yaitu hanya 1 responden (1,3 %). Tidak ada siswa yang masuk dalam kategori status gizi sangat kurus. Kategori status gizi kurus merupakan kategori terbanyak, hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan gizi yang diberikan oleh orang tua maupun guru, sehingga anak tidak bisa memilih makanan yang sehat dan mengandung gizi untuk menunjang status gizi mereka. Pola asupan makanan dan pengaturan makanan sangatlah penting untuk dilakukan karena akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik (berat badan dan tinggi badan). Oleh karena itu, kebiasaan makan yang baik perlu ditanamkan sejak

48 dini (Metrano, 2007). Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kembali program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang bekerjasama dengan puskesmas dan perguruan tinggi. Begitu pentingnya makanan bagi anak sehingga orang tua harus senantiasa memperhatikan dan menyediakan makanan yang bergizi. Pertumbuhan fisik sering digunakan sebagai indikator status gizi anak. Kekurangan protein akan menghambat pertumbuhan tinggi badan sehingga akan menjadikan anak pendek (Kemas, 2012). Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kurus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya membuat stamina anak cepat menurun bila tidak ditunjang dengan asupan gizi yang cukup dan berkualitas (Khomsan, 2003). Jenis makanan jajanan yang baik dan sehat adalah mengandung zat gizi lengkap yaitu sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Sunardi, 2007). Makanan jajanan memegang peranan penting dalam memberikan kontribusi tambahan untuk kecukupan gizi (Sihadi, 2004). B. Analisis Bivariat Berdasarkan hasil penelitian dari 78 responden menunjukkan bahwa 31 responden (39,7%) mendapatkan nilai baik yang memiliki status gizi normal sebanyak 29 responden (37,2%) hal ini menunjukkan bahwa anak yang berpengetahuan baik dapat berpengaruh terhadap status gizi baik

49 juga, tetapi masih ada 2 responden yang memiliki status gizi kurang, berdasarkan hasil tersebut hal ini disebabkan karena kebiasaan jajan anak yang buruk dan tingkat sosial ekonomi rendah. Meskipun mereka berpengetahuan baik tetapi mereka tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan untuk memilih jajanan yang sehat. Hal ini didukung pada penelitian Hapsari, dkk (2011) yaitu anak-anak sekolah dasar merupakan salah satu kelompok yang rawan mengalami gizi kurang diantara penyebabnya yaitu tingkat ekonomi yang rendah dan asupan makanan yang kurang seimbang serta anak tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan yang sudah dimiliki. Terdapat 28 responden (35,9%) yang nilainya cukup memiliki status gizi kurus yaitu sebanyak 27 responden (34,6%), hal ini dapat dikatakan bahwa untuk dapat memiliki status gizi normal harus memiliki pengetahuan yang baik tidak hanya cukup saja. Pengetahuan yang baik diharapkan mempengaruhi konsumsi makanan yang baik sehingga dapat menuju status gizi yang baik juga. Kurang cukupnya pengetahuan tentang gizi dan kesalahan dalam memilih makanan jajanan akan berpengaruh terhadap status gizi seperti kurus dan obesitas (Solihin, 2005). Dari hasil wawancara pada beberapa anak menunjukkan bahwa anak sering jajan di luar lingkungan sekolah karena di jajanan diluar lingkungan sekolah lebih banyak macamnya dibanding di kantin sekolah. Meskipun jajanan diluar lingkungan sekolah tersebut tidak semuanya aman untuk dikonsumsi. Pengetahuan anak dapat mempengaruhi pola jajan anak disekolah. Selanjutnya ada 19 responden (24,4%) yang mendapatkan nilai kurang yang

50 memiliki status gizi kurus ada 18 responden (23,1%) dan 1 (1,3%) responden yang masuk pada kategori status gizi gemuk, hal ini dapat disumpulkan bahwa anak yang memiliki pengetahuan kurang sangat mempengaruhi pada status gizi pada anak. Kebiasaan jajan yang buruk dan kurangnya pengawasan orang tua dapat menjadi faktor penyebabnya. Oleh karena itu penting sekali pengetahuan yang harus dimilki oleh anak dalam melakukan pemenuhan kebutuhan gizi. ( Munthofiah, 2007). Perhitungan yang dilakukan terhadap 78 responden dengan dengan uji somers d didapatkan nilai taraf signifikansi/asymp.sig (p) sebesar 0,000. Nilai p yang tersebut lebih kecil dari α yaitu 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat Hubungan antara Pengetahuan Jajanan Sehat dengan Status Gizi Anak di SD N 80 Ngoresan Surakarta. Hasil analisis data yang telah diuraikan diatas menunjukan bahwa hipotesis diterima yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan jajanan sehat dengan status gizi pada anak di SD N 80 Ngoresan Surakarta. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuni dengan judul hubungan antara kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan dengan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan berhubungan dengan kebiasaan jajan. Tidak biasa sarapan dapat meningkatkan risiko biasa jajan. Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi. Biasa jajan meningkatkan risiko terjadinya status gizi lebih. Hal ini dapat dikaitkan bahwa kebiasaan jajan anak yang

51 buruk dapat mempengaruhi status gizi anak. Dukungan orang tua sangat penting untuk memberikan pendidikan gizi pada anak dengan membiasakan anak untuk tidak jajan sembarangan (Yuni, 2013) Penelitian yang dilakukan oleh Indah yang berjudul status gizi berdasarkan pola makan anak sekolah dasar di Kecamatan Rajeg Tangerang Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan dan pembinaan gizi tentang pentingnya sarapan dan membawa bekal makanan, sanitasi dan makanan jajanan yang sehat berhubungan dengan status gizi anak. Dari penelitian tersebut dapat dikaitkan bahwa peran orang tua sangat penting dalam memperhatikan pola jajan anaknya yaitu dengan cara membiasakan anak sarapan pagi dan menyiapkan bekal makanan agar anak dapat mengurangi jajan di sekolah (Indah, 2014). Berikut judul penelitian yang dilakukan oleh Hilda hubungan pengetahuan memilih makanan jajanan dan kebiasaan jajan dengan status gizi anak hasil menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan memilih makanan jajanan dan kebiasaan jajan dengan status gizi anak. Penelitian tersebut dapat dikaitkan bahwa anak yang memiliki pengetahuan baik dapat mengetahui tentang makanan yang aman dikonsumsi dan menghindari kebiasaan jajan yang buruk. Karena jika anak memiliki pengetahuan yang baik maka kebiasaan jajan anak juga baik dan hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi anak (Hilda, 2013).

52 C. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain : 1. Peneliti tidak dapat mengetahui secara langsung jenis bekal makanan yang dibawa dari rumah, karena bisa saja bekal makanan dari rumah tersebut bukan merupakan makanan yang sehat. 2. Peneliti tidak dapat mengemati secara langsung pola jajan anak di kantin maupun dilingkungan sekolah, karena keterbatasan waktu perijinan.