Nasehat Nan Penuh Kenangan NASEHAT NAN PENUH KENANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
Ikutilah Sunnah dan Jauhilah Bid'ah

Indahnya Mengikuti Sunnah

Engkau Bersama Orang Yang Kau Cintai

Surat Untuk Kaum Muslimin

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

Menghidupkan Sunnah Nabi yang Kian Terasing

Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal

Bukti Cinta Kepada Nabi

Menghidupkan Sunnah Nabi yang Kian Terasing. Menghidupkan Sunnah Nabi yang Kian Terasing

3 Wasiat Agung Rasulullah

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

Cahaya di Wajah Orang-Orang Yang Memahami Ilmu Agama

Berani Berdusta Atas Nama Nabi? Anda Memesan Sendiri Tempat di Neraka

Orang bertakwa paling mulia di sisi Allah

Khutbah Jumat: Hakikat Takwa Kepada Allah

Istiqomah. Khutbah Pertama:

Menerima dan Mengamalkan Kebenaran

Keistimewaan Hari Jumat

Ternyata Hari Jum at itu Istimewa

Tiga Yang Diridhai Allah dan Tiga Yang Dia Benci

CARA SELAMAT DARI FITNAH 1

Tauhid Yang Pertama dan Utama

Seribu Satu Sebab Kematian Manusia

Khotbah yang Menggelisahkan

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

WAKTU TERJADINYA PERISTIWA ISRAA DAN MI RAJ

Kekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab

Memperhatikan dan Menasihati Pemuda Untuk Shalat

Allah Itu Maha Indah dan Mencintai Keindahan

Berhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama

Takwa dan Keutamaannya

Khutbah Jumat Manfaatkan Nikmat Kehidupan

Menggapai Kejayaan Islam

Khutbah Jumat: Peringatan dari Bahaya Godaan Harta

Memaksimalkan Waktu-Waktu Mustajab Untuk Berdoa

Memperbaiki Kesalahan dalam Bulan Ramadhan

Bismillahirrahmanirrahim

E٤٢ J٣٣ W F : :

DIANTARA AMALAN UNTUK MEMAKMURKAN RAMADHAN

Adab dan Keutamaan Hari Jumat

Mengimani Kehendak Allah

: inisial.co.cc : :

Keutamaan Orang Yang Berilmu dan Mengajarkannya

Umrah dan Haji Sebagai Penebus Dosa

Ulama berselisih pendapat tentang hukum berdoa bagi kaum muslimin ketika khotbah kedua.

Jadilah Orang Yang Dekat Dengan Alquran

Memahami Takdir Secara Adil

Sifat Allah Al-Hayiyyu, Yang Maha Pemalu

Bahaya Berteman Dengan Ahlul Bid ah BAHAYA BERTEMAN DENGAN AHLUL BID AH

Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah

Penulis : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc Dipublikasikan ulang dari

???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Keutamaan Bulan Dzulhijjah

MERAYAKAN MALAM ISRA DAN MI RAJ

Petunjuk Nabi Dalam Menyebarkan Berita

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Kewajiban Seorang Muslim Terhadap Alquran

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya

Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa

Al-Matiin, Yang Maha Kokoh

Sifat-Sifat Ibadah Yang Benar

Macam-Macam Dosa dan Maksiat

???????????????????????????????????????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

HADITS-HADITS PENDEK

Tegakkan Shalat Dengan Berjamaah

Umur Untuk Amal Shaleh

Menjual Rokok HUKUM SEORANG PEDAGANG YANG TIDAK MENGHISAP ROKOK NAMUN MENJUAL ROKOK DAN CERUTU DALAM DAGANGANNYA.

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

AWAS!!! JANGAN SEPELEKAN PERKARA DALAM AGAMA ISLAM Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed

Kewajiban Pemerintah dan Rakyat

Syariat Adalah Amanah

Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah

Nasehat Bagi Orang Yang Melalaikan Shalat

Meraih Sifat Qona ah (Merasa Kecukupan)

Perjalanan Meraih Ridha Ar-Rahman

Suap Mengundang Laknat

[

: :

Membaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at

Perdamaian Itu Lebih Baik

Tanda-Tanda Cinta Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam

Berkawan dengan Orang Shalih

Renungan Pergantian Tahun

Disebarluaskan melalui: website: TIDAK untuk tujuan KOMERSIL

Motivasi Untuk Bertaubat

Tidak Mungkin Beriman Kecuali dengan Izin Allah

Ketika Untaian Kalamullah Sekedar Jadi Hiasan KETIKA UNTAIAN KALAMULLAH SEKEDAR JADI HIASAN

Menjadi Hakim Zhalim ????????????:

Tafsir Surat Al-Kautsar

Dan kemarahan itu sering menimbulkan perkara-perkara negatif, berupa perkataan maupun perbuatan yang haram.

Shalat Berjamaah Tidak di Rumah

??????????????????????????????????????????????? :????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Memahami Radikalisme Secara Utuh

ISTRI-ISTRI PENGHUNI SURGA

Yang kafir. Yang dimaksud orang-orang kafir di sini adalah Yahudi dan Nashara sebagaimana yang disebutkan oleh Qatadah, As-Suddi, dan yang lainnya.

Mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah

Banyak Belum Tentu di Atas Kebenaran

Sunah Yang Hilang di Bulan Dzulhijjah

Transkripsi:

NASEHAT NAN PENUH KENANGAN Ditulis oleh: Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari Al-Imam Abu Dawud meriwayatkan dari shahabat yang mulia Al- Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu, bahwa ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menasihatkan kepada kami dengan satu nasihat yang menggetarkan hati-hati kami dan air mata pun berlinang karenanya. Maka ketika itu kami mengatakan: Duhai Rasulullah, nasihat ini seperti nasihat orang yang mau mengucapkan selamat tinggal, karena itu berilah wasiat kepada kami. Beliau pun bersabda: Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, untuk mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian itu seorang budak. Dan barangsiapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Karena itu wajib atas kalian untuk berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang erat-erat sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hati kalian dari perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru (bid ah) itu sesat. (HR. Abu Dawud no. 3991, At-Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Majah no. 42) Penjelasan Hadits Al-Hafidz Abu Nu aim berkata: Hadits ini jayyid (bagus), termasuk hadits yang shahih dari periwayatan orang-orang Syam. Beliau juga mengatakan: Al-Bukhari dan Muslim meninggalkan hadits ini (yakni tidak memuat dalam kitab shahih mereka) bukan karena mengingkarinya. Al-Hakim menyatakan, Al-Bukhari dan Muslim meninggalkan penyebutan hadits ini disebabkan anggapan yang keliru dari keduanya bahwa tidak ada seorang rawi pun yang

meriwayatkan dari Khalid bin Ma dan kecuali Ats-Tsaur bin Yazid, padahal sebenarnya ada perawi lain yang meriwayatkan dari Khalid seperti Buhair bin Sa d, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi dan selain keduanya. Namun pernyataan Al-Hakim ini dijawab oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab: Sebenarnya hal ini tidaklah seperti persangkaan Al-Hakim. Adapun Al-Bukhari dan Muslim tidak mengambil hadits ini karena hadits ini tidak memenuhi syarat mereka berdua di dalam kitab shahihnya, di mana Al-Bukhari dan Muslim sama sekali tidak mengeluarkan dalam shahihnya riwayat dari Abdurrahman bin Amr As-Sulami dan dari Hujr Al-Kala i. Dan juga dua orang rawi yang disebut ini tidaklah terkenal (masyhur) dalam keilmuan dan periwayatan hadits. Adapun Abdurrahman As-Sulami, salah seorang perawi dalam hadits ini, maka ia masturul hal (keadaannya tidak diketahui), walaupun telah meriwayatkan darinya jama ah (sekelompok orang) namun tidak ada seorang alim yang mu tabar (teranggap dan diakui keilmuannya) yang men-tsiqah-kannya (menganggapnya terpercaya). Ibnul Qaththan Al-Fasi men-dha ifkan (melemahkan) hadits ini karena hal tersebut. Demikian pula dengan Hujr bin Hujr Al-Kala i, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Khalid bin Ma dan dan tidak ada seorang alim yang mu tabar yang men-tsiqah-kannya, sehingga ia dinyatakan majhulul ain (rawi yang tidak dikenal). Ibnul Qaththan berkata: Orang ini tidak dikenal. Namun sebagaimana kata Al-Imam Al-Hakim di atas, hadits ini diriwayatkan juga dari selain mereka berdua dan disebutkan jalan-jalannya yang saling menguatkan satu dengan lainnya oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab dalam kitabnya Jami ul Ulum, maka hadits ini hasan. Penghasanan hadits ini dinyatakan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al- Wadi i t, walaupun ada sebagian ulama yang menshahihkannya, sehingga mereka bersepakat bahwa hadits ini bisa dijadikan sebagai hujjah (dalil atau argumen), kecuali Ibnul Qaththan Al-Fasi yang men-dha if-kan hadits ini. (As-Sunnah, Ibnu Abi Ashim, no. 27, Ash- Shahihul Musnad, 2/71, Jami ul Ulum wal Hikam, 2/110, Mizanul I tidal, 2/207, Tahdzibut Tahdzib, 2/188, 6/215) Kandungan Hadits Allah Subhanahu wa Ta ala memerintahkan kepada Nabi-Nya:

Berilah nasehat kepada mereka dan katakanlah kepada mereka ucapan yang bisa dipahami, mengena dan menancap di jiwa-jiwa mereka. (An-Nisa`: 63) Nabi shalallahu alaihi wa sallam memiliki sifat selalu memberikan bimbingan kepada jalan yang lurus terhadap siapa saja dari kalangan umatnya, sehingga ketika para shahabatnya meminta agar beliau memberikan nasehat maka beliau pun memenuhinya diiringi dengan hikmah. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ketika menyampaikan nasehat senantiasa memilih kata-kata yang tepat, lafadz yang indah, mengena di hati dan menancap dengan dalam. Beliau tidak menyampaikan nasehat dengan kalimat yang panjang lagi bertele-tele, namun cukup dengan kalimat yang ringkas namun mencakup dan dimengerti. Karena itulah beliau dikenal oleh para shahabatnya sebagai orang yang memiliki jawami ul kalim (perkataan yang ringkas namun padat). Sebagaimana sabda beliau shalallahu alaihi wa sallam: Aku diutus dengan jawami ul kalim. (HR. Al-Bukhari no. 2977 dan Muslim no. 523) Ammar bin Yasir radhiyallahu anhu pernah menyampaikan khutbah dengan ringkas dan dipenuhi dengan kata-kata yang tepat, ibarat yang indah dan menancap di hati. Seusai khutbah, ada seseorang yang menegurnya. Maka Ammar pun menanggapi dengan jawaban yang tepat: Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan ringkasnya khutbahnya merupakan tanda kefaqihannya. Karena itu panjangkanlah shalat dan ringkaskanlah khutbah. Sesungguhnya di antara penyampaian dan ucapan, ada yang membuat orang tersihir. (HR. Muslim no. 869) Nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ketika itu sangatlah menancap di hati para shahabatnya hingga hati mereka bergetar dan air mata mereka pun berlinang karenanya. Inilah sifat kaum mukminin tatkala mendengar nasehat dari Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-nya: Hanyalah yang dikatakan orang-orang beriman itu adalah mereka yang ketika disebut nama Allah bergetar hati-hati mereka. (Al-Anfal: 2) Dan apabila mereka mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul, engkau akan melihat mereka berlinangan air mata karena apa yang mereka ketahui dari kebenaran. (Al-Ma`idah:

83) Demikianlah nasehat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, yang seolah-olah beliau akan pergi meninggalkan mereka dengan memberikan nasehat perpisahan. Sebagaimana yang telah diketahui, orang yang akan pergi jauh tidak akan meninggalkan sesuatu yang penting kecuali disampaikan dan dipesankannya. (Tuhfatul Ahwadzi, 7/366, Aunul Ma bud, 12/234) Setelah mendengar nasehat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, para shahabat pun khawatir mereka tidak akan bertemu lagi dengan Rasulullah setelahnya, sehingga untuk menyempurnakan nasehat yang ada, mereka meminta wasiat beliau seraya berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasehat orang yang akan berpisah, karena itu berilah wasiat kepada kami. Beliau pun memberikan wasiat, di antaranya: Wasiat untuk Takwa kepada Allah Ahlul ilmi mengatakan bahwa takwa merupakan pokok kebaikan dan inti dari segala perkara. Seluruh seruan kepada pintu kebaikan maupun larangan kepada kejelekan terkumpul dalam kalimat takwa ini. Takwa ini pula merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta ala kepada orang-orang terdahulu maupun yang belakangan, sebagaimana dalam firman-nya: Sungguh Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberikan Al Kitab sebelummu dan juga kepada kalian agar bertakwa kepada Allah. (An-Nisa`: 131) Kita diperintah oleh Allah Subhanahu wa Ta ala untuk berbekal dengannya sebagaimana firman-nya: Berbekallah kalian, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. (Al-Baqarah: 197) Oleh karena itu terkumpul dalam takwa ini kebaikan dunia dan akhirat. Wasiat untuk Mendengar dan Taat Yang dimaksud dengan mendengar dan taat oleh beliau shalallahu alaihi wa sallam di sini adalah kepada para pemimpin kaum muslimin, karena taat kepada mereka akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Di mana dengan menaati mereka akan baiklah kehidupan orang-orang yang dipimpin (rakyat) dan menjadi amanlah negeri, di samping juga dapat membantu menegakkan agama mereka.

Hal ini merupakan kewajiban agama karena Allah telah berfirman: Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasulullah dan kepada pemimpin di antara kalian. (An-Nisa`: 59) Kewajiban mendengar dan taat ini tetap berlaku bahkan ketika yang menjadi pemimpin itu seorang budak sekalipun. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah berpesan: Tetaplah kalian mendengar dan taat, sekalipun yang memimpin kalian itu seorang budak Habasyah (Ethiopia) yang rambutnya seperti kismis. (HR. Al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu no. 7142 dan Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu anhu no. 648) Al-Imam Ibnu Daqiqil Ied t menyatakan bahwa sebagian ulama berkata: Seorang budak tidak bisa menjadi pemimpin, akan tetapi penyebutan pemimpin dari kalangan budak dalam hadits ini hanyalah sekedar permisalan walaupun tidak mungkin terjadi, sama halnya dengan sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam: Siapa yang membangun masjid untuk Allah walaupun besarnya hanya seperti sarang burung maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di jannah (surga). Dan telah diketahui bahwa ukuran sarang burung tidak mungkin dapat digunakan oleh manusia sebagai masjid, akan tetapi di sini hanya didatangkan sebagai permisalan. Dimungkinkan pula di sini Nabi shalallahu alaihi wa sallam ingin mengabarkan rusaknya perkara apabila diserahkan urusan kepada selain ahlinya, sampai akhirnya kepemimpinan diserahkan kepada seorang budak (yang dia bukan ahlinya). Sehingga andaikan permisalan yang disebutkan itu terjadi, tetaplah kalian mendengar dan taat (dalam rangka menolak kemudharatan yang lebih besar walaupun) terpaksa menempuh kemudharatan yang lebih ringan di antara dua kemudharatan yang ada, dengan bersabar atas kepemimpinan seseorang yang sebenarnya tidak boleh menjadi pemimpin. Yang mana apabila membangkang kepadanya akan mengantarkan kepada fitnah yang besar. (Syarhul Arba in An-Nawawiyyah, hal. 75) Tentunya ketaatan kepada pemimpin itu jika dia muslim dan sebatas dalam perkara yang ma ruf (kebaikan), tanpa melanggar hak Allah Subhanahu wa Ta ala, karena Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Ketaatan itu hanyalah dalam perkara kebaikan. (HR.

Al-Bukhari no. 4340 dan Muslim no. 1840) Wasiat untuk Berpegang Teguh dengan As Sunnah Nabi shalallahu alaihi wa sallam, mengatakan: Siapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Karena itu wajib atas kalian untuk berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigit/pegang erat-erat sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Ini merupakan salah satu tanda di antara tanda-tanda kenabian beliau shalallahu alaihi wa sallam, di mana beliau mengabarkan kepada para shahabatnya tentang perkara yang akan datang sepeninggalnya, yakni akan terjadi perselisihan yang banyak di kalangan umat beliau. Hal ini sesuai dengan pengabaran beliau bahwasanya umat ini akan berpecah belah menjadi lebih dari 70 golongan, semuanya masuk an-naar (neraka) kecuali satu yang selamat yaitu mereka yang berpegang dengan apa yang dipegangi oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya. (Shahih Sunan At-Tirmidzi, no. 2129) Karena itulah, sebagai bahtera penyelamat dari gelombang perselisihan dan perpecahan ini adalah berpegang teguh dengan Sunnah beliau dan para Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Saking kuatnya keharusan berpegang tersebut hingga diibaratkan seperti menggigit dengan geraham (Jami ul Ulum, 2/126). Ditambahkan oleh Syaikhul Islam bahwa dikhususkannya penyebutan geraham dalam hadits ini karena gigitan gigi geraham ini sangat kokoh. (Majmu Fatawa, 22/225) Kata Al-Imam As-Sindi t: Hal ini menunjukkan keharusan untuk bersabar terhadap kepayahan yang menimpanya di jalan Allah, sebagaimana yang harus dihadapi orang yang sakit terhadap derita yang menimpanya dari sakitnya. (Syarah Ibnu Majah, Al-Imam As- Sindi) Adapun sunnah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam ini adalah jalan hidup beliau yang lurus dan jelas. (Syarhul Arba in, hal. 75) Selain mengikuti Sunnah beliau, diperintahkan pula setelahnya untuk memegangi sunnah Al- Khulafa` Ar-Rasyidin dan mereka yang dimaksud di sini adalah Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali g, kata Ibnu Daqiqil Ied. Para khalifah ini disifatkan dengan Ar-Rasyidin karena mereka

mengetahui, mengenali kebenaran dan memutuskan dengannya. Mereka adalah Al- Mahdiyyin karena Allah telah memberi petunjuk mereka kepada kebenaran dan tidak menyesatkan mereka dari kebenaran tersebut. (Syarhul Arba in, hal. 75, Jami ul Ulum, 1/127) Nabi shalallahu alaihi wa sallam menggandengkan Sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin dengan Sunnah beliau karena para khalifah ini tatkala menetapkan sunnah bisa jadi mengikuti Sunnah Nabi itu sendiri, dan bisa pula mereka mengikuti apa yang mereka pahami dari Sunnah Nabi secara global dan rinci, yang mana perkara tersebut tersembunyi bagi yang lainnya. (Al-I tisham, 1/118) Al-Imam Asy-Syaukani t dalam Al-Fathur Rabbani mengatakan: Sunnah adalah jalan yang ditempuh, sehingga seakan-akan Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Tempuhlah jalanku dan jalan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Jalan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin di sini sama dengan jalan Rasulullah karena mereka merupakan orang yang paling bersemangat dalam berpegang dengan Sunnah beliau dan mengamalkannya dalam segala perkara. Bagaimanapun keadaannya, mereka sangatlah berhati-hati dan menjaga diri agar tidak sampai jatuh ke dalam perkara yang menyelisihi Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, sekalipun dalam perkara yang terbilang kecil, terlebih lagi dalam perkara yang besar. Beliau kemudian melanjutkan: Faidah minimal dari hadits ini adalah ra`yu (pendapat) yang bersumber dari mereka adalah lebih utama dari pendapat orang selain mereka, sekalipun ternyata setelah ditinjau kembali hal itu merupakan Sunnah Rasulullah, dan juga lebih baik daripada tidak ada dalil. (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 7/367) Wasiat untuk Berhati-hati dari Bid ah Ucapan Nabi shalallahu alaihi wa sallam: Hati-hati kalian dari perkara-perkara baru, merupakan peringatan kepada umat beliau dari perkara baru yang diada-adakan lalu disandarkan kepada agama sementara perkara tersebut tidak ada asalnya sama sekali di dalam syariat ini. Dan beliau tekankan lagi peringatan beliau ini dengan sabdanya: karena setiap bid ah itu sesat. Adapun ucapan para ulama yang menganggap baik sebagian bid ah maka kembalinya hal

Hadits ini merupakan pokok yang agung untuk menetapkan kebenaran manhaj salaf.