2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah arterial yang abnormal. Berdasarkan etiologi, hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer dan sekunder (Lewis et al 2000 dalam Winarto et al, 2011). Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII (JNC-VII) (2003) hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita hipertensi yang di ketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases) diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%, dan akan mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% dan untuk wilayah Aceh sebesar 9,8%. Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik. Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII (2003) didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3% (laki-laki 6.0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%). Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke (Depkes, 2013). Hipertensi membuka peluang 12 kali lebih besar bagi penderitanya untuk menderita stroke. Menurut Black (2005) dalam Marlina (2008) Stroke adalah kerusakan fungsi saraf akibat kelainan vaskular yang berlangsung lebih dari 24 jam atau kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah 1 1
2 kebagian otak sehingga mengakibatkan penghentian suplai darah ke otak, kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi. Menurut Syamsudin (2009) dalam Sonatha (2012), setiap tahunnya stroke menyerang sekitar 15 juta orang di seluruh dunia. Soyono (2005) dalam Sonatha (2012) mengatakan di Asia khususnya Indonesia insiden dan prevalensi stroke belum diketahui secara pasti. Diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke setiap tahunnya, sekitar 2.5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan hampir setiap hari, atau minimal rata-rata 3 hari sekali ada seorang penduduk Indonesia, baik tua maupun muda meninggal dunia karena serangan stroke. Berdasarkan data tersebut diperlukan upaya untuk menurunkan insiden kejadian stroke. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke yaitu memodifikasi faktor resiko dengan menangani hipertensi, menggunakan obat antiplatelet, antikoagulan dan endarterektomi karotis (Lionel, 2008 dalam Agoes et al 2013). Selain itu pencegahan stroke dapat dilakukan dengan mengontrol stress, olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum alkohol, diet garam dan diet lemak. Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa tindakan pencegahan stroke tidak semudah yang dibayangkan. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk mencegah stroke terutama faktor pengetahuan. Baik pengetahuan dari penderita, keluarga, tenaga kesehatan, obat-obatan maupun pelayanan kesehatan (Fadilah, 2007 dalam Agoes et al, 2013). Menurut Notoatmodjo (2010) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek, sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran, dan indera penglihatan. Namun, pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan perilaku pasien dalam mencegah terjadinya stroke. 2
3 Sikap secara umum dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon secara positif dan negatif terhadap orang, objek, dan situasi tertentu. Dengan kata lain sikap merupakan kecenderungan berpikir, berpersepsi dan bertindak. Sikap memiliki karakteristik seperti mempunyai daya pendorong, relatif lebih menetap dibanding emosi dan pikiran (Sonatha, 2012). Berdasarkan konsep tersebut, faktor pengetahuan dan sikap tentang hipertensi mempunyai hubungan dengan pencegahan stroke. Hasil penelitian Roza (2009) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap pencegahan stroke berulang (p = 0,007), dan adanya hubungan sikap keluarga terhadap pencegahan stroke berulang (p = 0,005). Penelitian Sonatha (2012) juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga dalam pemberian perawatan pasien pasca stroke (p = 0,027; α = 0.05). Berdasarkan penelitian Agoes et al (2013) menunjukkan ada hubungan korelasi tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan perilaku pencegahan stroke dengan p = 0,002. Penelitian Pardosi (2011) juga menunjukkan adanya hubungan pengetahuan pasien penderita hipertensi dengan upaya mencegah kejadian stroke dengan p = 0,021 (<0.05). Berdasarkan penelitian Andarwati (2007), menunjukkan ada hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan stroke pada pasien hipertensi dengan p = 0.043 (<0.05). Pernyataan tidak sesuai dengan penelitian Fadhila (2010), yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap tentang faktor risiko penyakit serebrovaskular terhadap kejadian stroke iskemik (p > 0.05). Menurut data dari Puskesmas Bintang Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal 10 Maret 2014, pasien yang menderita hipertensi pada tahun 2013 sebanyak 1022 orang, dan data terakhir pada bulan Februari tahun 2014 didapatkan sebanyak 83 orang pasien hipertensi yang belum terserang stroke.
4 Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 11 Maret 2014, penulis mewawancarai penderita hipertensi sebanyak 10 orang dengan 10 pertanyaan. sebanyak 6 penderita hipertensi mengatakan tidak mengetahui hipertensi dapat mengakibatkan stroke, kemudian 5 pasien mengatakan mempunyai kebiasaan merokok dan mengkonsumsi makanan yang berlemak, sedangkan 8 penderita hipertensi tidak melakukan upaya pencegahan stroke. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurangnya pengetahuan dan sikap yang kurang menjadi masalah mendasar dalam pencegahan stroke di Lingkungan Kerja Puskesmas Bintang Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah. Pernyataan tersebut didukung oleh Agoes et al (2013) mengatakan bahwa perilaku kesehatan tidak terjadi secara sendirinya dimana untuk mewujudkannya dibutuhkan beberapa faktor yaitu pengetahuan dan sikap (faktor predisposisi). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap pasien hipertensi dengan Kabupaten Aceh Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap pasien hipertensi dengan Kabupaten Aceh Tengah tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pasien hipetensi dengan Kabupaten Aceh Tengah tahun 2014.
5 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi tentang pencegahan stroke pada pasien hipertensi. b. Mengetahui sikap pasien hipertensi dalam pencegahan stroke. c. Mengetahui pencegahan stroke pada pasien hipertensi D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pasien Memberikan informasi pada penderita tentang pentingnya pemahaman hipertensi yang dapat berlanjut pada kejadian stroke sehingga menimbulkan motivasi yang positif dalam melakukan pencegahan stroke. 2. Bagi institusi puskesmas Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait pencegahan stroke dan dapat menurunkan angka kejadian stroke dengan memberi informasi seperti penyuluhan kepada masyarakat Kecamatan Bintang. 3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap tentang pencegahan stroke pada pasien hipertensi.