BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit, didasarkan atas bukti-bukti fosil, sejarah dan linguistik yang ada

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) adalah

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit telah menjadi tanaman komersial karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linolenat. Minyak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sekilas Sejarah Pabrik Minyak Sawit dan Perkebunan Kelapa Sawit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kelapa Sawit Sebagai Tanaman Penghasil Minyak Sawit. pangan maupun non-pangan dalam negeri.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA...

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hutan Brazil dibanding dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di kebun raya Bogor. Tanaman kelapa sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II. Tinjauan Pustaka

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS

ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan tropis yang

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

TINJAUAN PUSTAKA. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid). kasar kemudian dialirkan kedalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertama menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika,sedangkan pendapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kolonial belanda pada tahun 1848, tepatnya di kebun raya bogor (s Lands

BAB II LANDASAN TEORI. minyak inti kelapa sawit (palm karnel oil) dan bungkil inti kelapa sawit (palm karnel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

KARYA ILMIAH PRIYASIN HARDIAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PENGARUH SUHU PADA CRUDE OIL TANK (COT) TERHADAP KADAR AIR DARI MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN. IV KEBUN ADOLINA KARYA ILMIAH

MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

4 Pembahasan Degumming

ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Minyak Kelapa Sawit

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

PERSETUJUAN. : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Disetujui di Medan,Mei 2014

! " # $ % % & # ' # " # ( % $ i

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

Bab IV Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. tahun 1848, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda.

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

TUGAS AKHIR EVALINA KRISTIANI HUTAHAEAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit ( E. guineensis Jacq) diusahakan secara komersil di Afrika, Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara

PEMBAHASAN (A) (B) (C) (D) Gambar 13. TBS Yang Tidak Sehat (A) Buah Mentah dan Abnormal, (B) Buah Sakit, (C) Buah Batu dan (D) Buah Matang Normal

PRARANCANGAN PABRIK ASAM LEMAK DARI MINYAK KELAPA SAWIT KAPASITAS TON/TAHUN

Ekstraksi Biji Karet

BAB I PENDAHULUAN I-1

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit Kelapa sawit, didasarkan atas bukti-bukti fosil, sejarah dan linguistik yang ada diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, kelapa sawit (yang pada saat lalu dibiarkan tumbuh liar di hutan-hutan) sejak awal telah dikenal sebagai tanaman pangan yang penting. Oleh penduduk setempat kelapa sawit telah diproses secara amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit. Di luar benua Afrika, kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai tanaman komoditas (penghasil produk dagangan). Sejak revolusi industri bersaing keras di Eropa. Saat itu di Eropa bermunculan Industri atau pabrik (antara lain industri sabun dan margarin) yang membutuhkan bahan mentah/baku untuk operasionalnya. Minyak sawit dan minyak inti sawit yang muncul kemudian adalah dua produk yang antara lain dibutuhkan untuk bahan mentah /baku tersebut. Jadilah minyak (dan minyak inti sawit) dibutuhkan oleh pasar Eropa (Tim Penulis PS, 1992). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama species Guinensis berasal dari Guinea yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22 0 C - 32 0 C. Daerah penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah daerah Jawa Barat (Lebak dan Tangerang), Lampung, Riau, 4

5 Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Negara penghasil kelapa sawit selain Indonesia adalah Malaysia, Amerika Tengah dan Nigeria. (Ketaren,1986) 2.2. Varietas Kelapa Sawit sawit,yaitu : Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa 1. Dura a. Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm b. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung c. Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50% d. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah e. Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina 2. Pisifera a. Ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir tidak ada b. Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura c. Daging biji sangat tipis d. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dipakai sebagai pohon induk jantan 3. Tenera a. Hasil persilangan dura dan pisifera b. Tempurung tipis (0,5-4 mm) c. Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung d. Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah)

6 e. Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil 4. Marco carya Tempurung tebal sekitar (5 mm), sedang daging buahnya tipis sekali 5. Diwikka-wakka Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Dwikka-wakka dapat dibedakan menjadi Diwikka-wakkadura, Diwikka-wakka psifera dan Diwikka-wakka tenera. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22 24%, sehingga tidak heran jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera. (Mangoensoekarjo, 2003) 2.3. Minyak Kelapa Sawit Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan kegunaan dan peranan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harga sebab sangat menentukan harga dan komoditas. (Tim Penulis, 2000) 2.3.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit Seperti minyak sawit yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan

7 yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan linoleat (11%). Tabel 2.1. Komposisi beberapa asam lemak dalam tiga jenis minyak nabati Asam Jumlah Atom Minyak Sawit Minyak Minyak Lemak C (%) Inti Sawit (%) Kelapa (%) Asam lemak jenuh Oktanoat 8-2-4 8 Dekanoat 10-3-7 7 Laurat 12 1 41-55 48 Miristat 14 1-2 14-19 17 Palmitat 16 32-47 6-10 9 Stearat 18 4-10 1-4 2 Asam lemak tidak jenuh Oleat 18 38-50 10-20 6 Linoleat 18 5-14 1-5 3 Linolenat 18 1 1-5 - Sumber : Majalah Sasaran No.4 Th.I, 1986 Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk cair. Kandungan minor minyak sawit berjumlah kurang lebih 1%, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, dan fosfolipida. Dua unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan unsur yang lain karena kedua unsur itu diketahui meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur dalam suatu jenis minyak menyebabkan minyak relatif tidak mudah tengik. Dalam CPO, kadar sterol berkisar

8 antara 360-620 ppm, sedangkan kadar kolesterol yang terkandung hanya sekitar 10 ppm atau sebesar 0,001% dari CPO. (Tim Penulis, 2000) Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dari minyak dari jenis tenera kurang lebih 500-700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. (Ketaren, 1986). Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak berbeda trigliseridanya, hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut minyak jika berbentuk cair dan lemak jika bentuknya padatan. Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak. CH 2 - OH R1 COOH CH 2 COOR 1 CH OH + R 2 COOH CH COOR 2 + 3H 2 O CH 2 - OH R 3 COOH CH COOR 3 Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air Gambar 2.1. Reaksi Trigliserida Minyak/Lemak Asam asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama. Sifat trigliserida akan tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini bergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak yang memiliki rantai pendek

9 memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan. Asam-asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibadingkan dengan asam-asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai serupa. Minyak jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut. CH 2 COOR 1 CH 2 OH CH COOR 2 + H 2 O CH COOR 2 + R 1 COOH CH2 COOR 3 CH 2 COOR 3 Trigliserida Air Digliserida FFA Gambar 2.2.Reaksi Hidrolisis Minyak/Lemak Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak yang berbeda. Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebagian besar terikat dalam ester. Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C 1 C 8 berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari C 8 akan berbentuk padat. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak

10 jenuh dengan atom karbon lebih dari C 8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A. (Pahan, I. 2012) 2.3.2. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphisme, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point, shot melting point; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api. Tabel 2.2. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Bobot Jenis pada suhu 0,900 0,900-0,913 kamar Indeks bias D 40 0 C 1,4565-1,4585 1,495-1,415 Bilangan Iod 48-56 14-20 Bilangan Penyabunan 196-205 244-254 Warna minyak ditentukan adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda.

11 2.3.3. Standar Mutu Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standart mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. Tabel 2.3. Standar mutu SPB (Special Price Bleach) Kandungan SPB Ordinary Asam Lemak Bebas (%) 1-2 3-5 Kadar Air (%) 0,1 0,1 Kotoran (%) 0,002 0,01 Besi ppm 10 10 Tembaga ppm 0,5 0,5 Bilangan iod 53±1,5 45-56 Karoten ppm 500 500-700 Tokoferol ppm 800 400-600 Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam

12 lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. (Ketaren, 1986) Standar mutu pabrik harus lebih baik daripada standar mutu perdagangan Internasional karena makin baik mutu yang dihasilkan pabrik akan memberi kemungkinan lebih baik pula sesampainya ditempat tujuan negara pengimpor. (Setyamidjaja, 2000) 2.3.4. Keunggulan Minyak Sawit Dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak sawit cukup menanjak. Di antara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, minyak bunga matahari, lobak, zaitun, dan kelapa hibrida munculnya minyak sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati yang lain. Keberadaannya mampu mendesak pemasaran minyak kedelai. Melihat kemampuannya dalam merebut pasaran dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusus yang menjadi keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati yang lain. Keunggulan penting yang dimiliki minyak sawit adalah :

13 1. Produktivitas minyak per ha lebih tinggi yaitu 3,14 ton, dibandingkan kedelai 0,34 ton, lobak 0,51 ton, bunga matahari 0,53 ton dan kelapa 0,57 ton. 2. Sosok tanamannya cukup tangguh, terutama jika terjadi perubahan musim bila dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lain yang umumnya berupa tanaman semusim. 3. Keluwesan dan keluasan dalam keragaman kegunaan baik bidang pangan maupun non pangan. Selain dalam keragaman kegunaan, di antara minyak nabati sifat interchangable-nya cukup menonjol. Sifat unggul yang dimiliki minyak sawit saat ini mampu menjamin daya saing minyak sawit, baik dalam harga, kelanggengan, pangadaan, dan keanekaragaman penggunaannya. (Tim Penulis, 2000) 2.4. Pengolahan Kelapa Sawit Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil samping. 2.4.1. Stasiun Utama Tandan buah segar (TBS) diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti (kernel) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya.

14 2.4.1.1.Stasiun Penerimaan Buah a. Jembatan Timbang Penimbangan dilakukan 2 kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar. Selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih TBS yang masuk ke pabrik. b. Loading ramp TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuang (dump) langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 45 0. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Loading ramp dilengkapi pintu-pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolis sehingga memudahkan dalam pengisian TBS ke dalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan 2,50 2,75 ton TBS (lori kecil) dan 4,50 ton TBS (lori besar). 2.4.1.2. Stasiun rebusan Tandan Buah Segar (TBS) Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Sterilizer yang banyak digunakan umumnya yaitu bejana tekan horizontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25 27 ton) TBS. Proses perebusan, TBS dipanaskan

15 dengan uap pada temperatur sekitar 135 0 C dan tekanan 2,0 2,8 kg/cm 2. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal. Tujuan perebusan a. Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA) b. Memudahkan pemipilan c. Penyempurnaan dalam pengolahan d. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit 2.4.1.3. Stasiun pemipilan (stripper) TBS yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing.

16 2.4.1.4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser) Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pengadukan/pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah di bagian dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang di bagian atas dari alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm. Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian sekecil-kecilnya. Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa bubur. Pada pabrik kelapa sawit umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dillution) sehingga massa bubur buah yang di kempa tidak terlalu rapat. Jika massa bubur buah terlalu rapat maka akan dihasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang akan mempersulit proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10 15% dari berat TBS yang diolah dengan temperatur air sekitar 90 0 C. Proses pengempaan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air, dan 8% zat padat. 2.4.1.5.Stasiun pemurnian a.tujuan Pemurnian Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran baik yang berupa padatan, lumpur (sludge), air. Tujuan dari

17 pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampung minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank dipanaskan hingga mencapai temperatur 95 100 0 C. Menaikkan temperatur minyak kasar sangat penting yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan. Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap (continous settling tank/clarifier tank). Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya akan dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Pengolahan sludge umumnya menggunakan alat yang disebut decanter yang menghasilkan 3 fase, yaitu light phase, heavy phase, dan solid. Light phase merupakan fase cairan dengan kandungan minyak yang cukup tinggi. Oleh karena itu, fase ini harus segera dikembalikan ke COT dan siap untuk diproses kembali. Heavy phase merupakan fase cairan dengan sedikit kandungan minyak sehingga fase ini dikirim ke bak fat pit untuk kemudian diteruskan ke kolam limbah. Akumulasi dari Heavy phase yang tertampung pada fat pit juga menghasilkan minyak. Minyak ini dikirim ke COT untuk diproses kembali. Solid merupakan padatan dengan kadar minyak maksimum 3,5% dari berat sampel. Solid yang dihasilkan ini selanjutnya diaplikasikan ke kebun sebagai pupuk.

18 b.proses pemurnian MKS yaitu: Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak kasar di PKS, 1. Metode pengendapan (settling) pemisahan minyak dan air karena terjadi pengendapan bagian yang lebih berat. Minyak berada dilapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil 2. Metode pemusingan (centrifuge) yaitu pemisahan dengan cara memusingkan minyak kasar sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar lebih jauh akibat adanya gaya sentrifugal 3. Metode pemisahan biologis yaitu pemecahan molekul-molekul minyak sebagai akibat dari proses fermentasi (Pahan, 2012). 2.5. Peranan DOBI dalam Penentuan Harga Minyak Sawit Minyak kelapa sawit mengandung zat warna, seperti karoten dan turunannya yang memberikan warna merah-kuning pada minyak. Warna tersebut kurang disukai konsumen. Terlebih lagi, hal ini dikarenakan reaksi pada temperatur tinggi dapat mengubah karoten menjadi senyawa yang berwarna kecokelat-cokelatan dan larut dalam minyak sehingga semakin sukar untuk dipucatkan (kemampuan untuk dipucatkan semakin berkurang). Penurunan daya pemucatan ini disebut DOBI (Deterioration Bleachability of Index). Dalam industri hilir, pemucatan minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan proses absorpsi dan dengan reaksi kimia. Proses absorpsi dilakukan dengan menggunakan bahan bleaching clay (floridin dan kaolin), bleaching carbon, serta activated carbon. Pemucatan dengan reaksi kimia dapat dilakukan dengan

19 oksidasi menggunakan peroksida, dikromat, dan klorin. Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi yang terjadi sejak panen lalu dilajutkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan pemompaan ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan pada proses pengolahan lanjutan di industri hilir. Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan. Tabel 2.4. Nilai DOBI dari minyak sawit selama diolah No Stasiun Pengolahan Nilai DOBI 1 Oil gutter 3,47 3,65 2 Settling tank 3,02 3,36 3 Oil tank 2,88 2,98 4 Vacuum dryer 2,54 2,78 5 Sludge separator 2,34 2,48 6 Fat pit 1,58 1,97 7 Minyak produksi 2,92 2,98 Sistem pengolahan yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah dan daya saing yang rendah. Semakin lama minyak diproses, nilai DOBI-nya akan menurun. Recycle minyak harus diminimalkan dan dilarang karena akan menurunkan nilai DOBI. Hal yang harus dilakukan yaitu menurunkan losses sehingga tidak akan banyak minyak kotor (parit) yang tersedia untuk di recycle. (Pahan, 2012) DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) merupakan indeks derajat kepucatan minyak sawit. Rendahnya efisiensi pengolahan dan tehnologi terjadi akibat sistem tehnologi dan perangkat mesin menggunakan acuan sistem tehnologi lama, akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada pengolahan perontokan atau proses pemisahan secara mekanis antara antara sawit dan tandannya. DOBI yang tinggi akan membuat lebih baik harga jual CPO dipasaran domestik dan Internasional. Di samping itu pula menunjukkan proses pengolahan dari kebun-pabrik-rafineri berlangsung dengan

20 baik. Adanya sinergi ini menunjukkan kualitas tim kerja terjaga dengan baik. Semuanya bermuara pada nilai jual perusahaan sebagai perusahaan mengedepankan kualitas standar internasional. Tabel 2.5. Hubungan DOBI dengan kualitas DOBI Kualitas < 1,68 Buruk 1,78 2,30 Kurang baik 2,30 2,92 Cukup baik 2,92 3,23 Baik (http://sawit-indonesia.com/index.php/inovasi/80-dobi-salah-satu-parameter-) 2.5.1. Deterio Indeks Pemutihan (DOBI) dan Hubungannya dengan Kualitas CPO Komoditas Crude Palm Oil (CPO) telah menjadi komoditas primadona domestik dan ekspor Indonesia yang mengalami peningkatan kualitas dari tahun ke tahun, baik dari segi mutu free fatty acid (FFA), moisture dan impurities (M dan I). DOBI adalah bagian yang banyak dilupakan padahal parameter kualitas yang sama. Selain dari FFA, M dan I sendiri tidak cukup untuk mewakili kualitas CPO. Memasukkan DOBI dalam analisa memberikan sebuah indikasi baik bagi proses pengolahan CPO dari estate ke akhir pengolahan (mill) ke refinery. DOBI adalah perbandingan numerik dari spektrofotometri penyerapan larutan zat dalam pelarut pada 446 nm dengan 269 nm. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Dr. P.A.T. Swoboda dari Palm Oil Research Institute of Malaysia (sekarang menjadi Malaysian Palm Oil Board). Metodenya adalah melarutkan palm oil ke dalam heksana dan kemudian ditentukan penyerapannya dengan menggunakan spektrofotometer.

21 Tabel 2.6. PORIM (Palm Oil Riset Institute Of Malaysia) tentang hubungan DOBI dengan kualitas DOBI Kualitas < 1,68 Minyak sawit endapan atau equivalennya 1,76 2,30 Kurang 2,36 2,92 Cukup 2,99 3,24 Baik >3,24 Terbaik DOBI itu sendiri merupakan angka perbandingan angka serapan absorben terhadap asam lemak bebas, apabila dihubungkan dengan aspek kualitas berdasarkan DOBI, ada 5 kelas minyak sawit mentah (CPO) dengan angka DOBI < 1,68, termasuk ke dalam CPO yang memiliki kualitas yang buruk. Sementara itu CPO dengan angka DOBI antara 1,78-2,30 memiliki mutu yang kurang baik. CPO dengan angka DOBI 2,30 2,92, mengindikasikan bahwa CPO ini memiliki mutu yang cukup baik. Angka DOBI 2,93 3,23 memperlihatkan indikasi CPO dengan mutu baik. Angka DOBI diatas 3,24 berarti CPO memiliki kualitas yang sangat baik. Kebanyakan negara tujuan ekspor menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima harus memiliki angka DOBI lebih besar atau sama dengan 2,8. Angka DOBI minimal 2,8 yang diminta oleh pedagang CPO dunia, diambil dari ketentuan dalam Codex Allimentariurs Commision. Pada kenyataannya sampai saat ini, CPO Indonesia rata-rata memiliki angka DOBI dibawah 2,8. Nilai ini dianggap yang kurang baik. Beberapa

22 pakar minyak sawit menyatakan bahwa rendahnya angka DOBI terjadi akibat rendahnya efisiensi proses dan tehnologi minyak sawit mentah (CPO). Dibandingkan dengan Malaysia kualitas minyak mentah sawit Indonesia telah tertinggal jauh. Rendahnya efisiensi pengolahan dan tehnologi terjadi akibat sistem teknologi dan perangkat mesin dalam pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih menggunakan acuan sistem tehnologi lama. Akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada proses perontokan atau proses pemisahan secara mekanis antara sawit dan tandannya. (http://www.deptan.go.id/buletin/infomutu/mei 04.pdf) 2.5.2. Penyebab penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) yang rendah Adapun penyebab-penyebab DOBI yang rendah antara lain adalah : a. Tingginya persentase buah berwarna hitam (kurang matang) dan terlalu matang b. Tertundanya proses pengolahan, terutama pada saat musim hujan dan efeknya tertundanya pengangkutan buah sawit ke pabrik, sehingga menyakibatkan restan di kebun c. Kontaminasi CPO dengan kondensat rebusan d. Kontaminasi CPO dengan oksidasi di oil sludge e. Waktu perebusan buah yang panjang dan suhu tinggi f. Pemanasan CPO lebih (>55 0 C) di storage tank dengan waktu yang panjang Sebab-sebab lain yang berhubungan dengan kasus diatas adalah tertundanya proses sementara akibat machinery breakdown yang berpengaruh tertundanya proses pengolahan (buah restan). Tingginya temperatur Crude Oil pada Stasiun Klarifikasi.

23 Tandan buah yang berwarna hitam mempunyai DOBI yang sangat rendah. Tandan buah dengan kematangan yang tinggi mempunyai minyak dengan DOBI yang sangat tinggi. Minyak yang diambil dari buah hitam mempunyai DOBI < 1,5, sedangkan tandan buah dengan kematangan yang tinggi mempunyai DOBI >3,5. (http://sawit indonesia.com/index. Php/ inovasi/ 80-dobi-salah-satu-parameter-kualitas crude-palmoil) 2.5.3. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memastikan CPO mempunyai kualitas tinggi 1. Mengawasi sistem panen dan transportasi Panen perlu mendapat pengawasan yang efektif karena perlakuan yang kurang baik dapat menyebabkan luka pada daging buah dan pembusukan buah. Hal ini akan menurunkan kualitas produk minyak sawit yang dikenal dengan penurunan nilai DOBI. 2. Menghindari pemakaian uap kering pada perebusan buah Uap kering mempunyai temperatur lebih tinggi dibandingkan uap jenuh pada tekanan yang sama. Pemakaian uap kering akan menyebabkan proses oksidasi pada asam lemak tidak jenuh atau senyawa yang terkandung dalam minyak dan membentuk polimer yang sangat sulit diserap pada proses pemucatan. 3. Menghindari pemakaian uap langsung pada stasiun pemurnian Produksi uap yang rendah sering menimbulkan gangguan pemanasan dalam proses pengolahan. Produksi uap yang rendah mendorong operator untuk memanaskan cairan minyak dengan uap panas kering secara terbuka. Perlu

24 diperhatikan bahwa oksidasi sangat mudah terjadi pada stasiun pemurnian karena di dalam cairan tersedia logam pro-oksidan. 4. Menghindarkan pemanasan yang berlebihan di unit pengolahan Kegagalan penurunan kadar air pada minyak dengan alat vacuum dryer sering diatasi dengan menaikkan temperatur pada oil tank yang dapat menyebabkan penurunan DOBI. Hal ini perlu dihindari agar kualitas minyak dapat dipertahankan. 5. Mengendalikan penimbunan Pemanasan minyak pada tangki timbun PKS yang jaraknya jauh dari pelabuhan biasanya dilakukan pada temperature tinggi dengan memperhitungkan bahwa minyak tersebut tiba di tangki pelabuhan pada temperature di atas titik cair. Kualitas minyak dalam penimbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan kondisi tangki timbun. (Pahan, 2012) 2.6. Spektrofotometri UV-Visible Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm 780 nm. Spektrum pada daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak dari suatu zat tidak khas, tetapi sangat cocok untuk penetapan kuantitatif. Alat spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar monokromator (tempat sel untuk zat yang diperiksa), detektor (penguat arus), dan alat ukur atau pencatat. Spektrofotometer dapat bekerja secara otomatik ataupun tidak, mempunyai sistem sinar

25 tunggal maupun ganda. Sel serap yang digunakan untuk pengukuran pada daerah ultraviolet dibuat dari silica, sedang untuk pengukuran pada daerah sinar tampak dibuat dari kaca. Sel serap dengan tebal 1 cm banyak digunakan. Sel serap yang yang akan digunakan untuk larutan uji dan larutan blangko harus mempunyai transmitan yang sama jika masing-masing berisi pelarut. Harga transmitan yang tidak sama harus dilakukan koreksi seperlunya. Kebersihan sel serap harus mendapat perhatian secara khusus. Sel dicuci dengan cairan pembersih, dibilas dengan air kemudian pelarut organik yang mudah menguap agar cepat kering. Larutan uji tidak boleh di dalam sel lebih lama daripada yang diperlukan untuk pengukuran. Sel jangan dipegang pada permukaan yang dilewati sinar. Penyimpangan dari ketentuan dapat disebabkan oleh adanya variasi alat atau akibat adanya perubahan fisika kimia. Spektrofotometer secara teratur harus dikalibrasi baik terhadap skala panjang gelombang, maupun terhadap skala fotometer. Identifikasi zat secara spektrofotometri pada daerah ultraviolet pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan spektrum serapan larutan zat dalam pelarut, untuk menetapkan letak serapan maksimum atau minimum. Spektrum serapan dari zat yang diperiksa kadang-kadang perlu dibandingkan dengan pembanding kimia yang sesuai. Dalam hal ini pembanding kimia tersebut dikerjakan dengan cara yang sama dan diukur dengan kondisi yang sama dengan zat yang diperiksa. Pada daerah ultraviolet identifikasi dapat pula dilakukan dengan menghitung harga perbandingan serapan pada 2 maksimum. Dengan cara ini dapat dihindari kesalahan yang disebabkan pengaruh alat dan tidak diperlukan larutan pembanding. Penetapan kadar dapat dilakukan dengan membandingkan serapan larutan zat terhadap larutan zat pembanding kimia yang

26 disiapkan dengan cara yang sama. Dalam hal ini pengukuran serapan mula-mula dilakukan terhadap larutan pembanding kemudian terhadap larutan zat yang diperiksa. (Panitia Farmakope Indonesia, 1979). Panjang gelombang dari cahaya tampak yaitu radiasinya dapat dilihat berkisar antara 400 nm (sinar violet) dan 750 nm (sinar merah). Panjang gelombang diantaranya memberikan warna biru, hijau, kuning, oranye, dan warna -warna lain. Radiasi UV tak terlihat oleh mata, tetapi dapat menyebabkan luka bakar (misalnya luka bakar karena matahari); panjang gelombangnya dari 100 nm-400 nm. Spektrum UV atau cahaya tampak, panjang gelombang dibuat diagram dengan absorpsi, yaitu logaritma dari perbandingan antara intensitas radiasi sinar yang masuk sampel (I 0 ) dengan radiasi sinar yang keluar (I). A = log I₀ I Apabila harga intensitas suatu cahaya yang keluar dari sampel (I) lebih kecil dibandingkan dengan yang masuk (I 0 ) berarti foton yang diabsorpsi oleh sampel memiliki harga I yang makin kecil, semakin banyak yang diabsorpsi, maka harga serapannya (absorban) besar. Tabel 2.7. Gelombang yang diserap dan warna yang dipantulkan Gelombang yang diserap Warna yang dipantulkan (yang terlihat) 400 (violet) Hijau kuning 450 (biru) Oranye 510 (hijau) Purple 590 (oranye) Biru 640 (merah) Hijau biru 730 (purple) Hijau

27 Radiasi UV dan cahaya tampak tidak mempengaruhi bentuk getaran dari ikatan kovalen. Elektron-elektronnya akan mengabsorpsi foton dan akan pindah dari orbital molekul yang sudah penuh ke orbital molekul dengan energi lebih tinggi yang belum terisi. Panjang gelombang dari radiasi UV dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh suatu senyawa tergantung dari berapa banyak energi yang diperlukan untuk memindahkan elektron dalam senyawa tersebut. Molekul-molekul yang semua elektronnya memerlukan energi yang tinggi untuk berpindah hanya mengabsorpsi radiasi gelombang yang pendek. Jumlah konjugasi yang cukup biasanya memiliki senyawa yang berwarna, yaitu senyawa yang mengabsorpsi gelombang cahaya tampak dan memantulkan sisa gelombang dari cahaya tampak tersebut pada mata kita. (Fessenden, 2010) Hubungan antara absorpsi radiasi dan panjang lintasan melewati medium yang menyerap mula-mula dirumuskan oleh Bouger (1729), meski kadang-kadang dikaitkan kepada Lambert (1768). Suatu medium pengabsorpsi yang homogen seperti suatu larutan kimia terbagi dalam lapisan-lapisan yang sama tebalnya. Suatu berkas radiasi monokromatik (yakni radiasi dengan panjang gelombang tunggal) diarahkan menembus medium itu, ternyata bahwa tiap lapisan menyerap fraksi radiasi yang sama besar. Penemuan Bouger dapat dirumuskan secara matematis dimana P 0 adalah daya radiasi masuk dan P daya yang keluar dari suatu lapisan medium sebesar b satuan dddd dddd = k 1P

28 kk₁dddd = dpp PP dan mengintegralkan di antara P 0 dan P serta 0 dan b: PP - dddd PPPP PP =k bb 1 dddd 0 -(ln P ln P 0 ) = k 1 b ln P 0 ln P = k 1 b Tanda minus menandakan bahwa daya itu berkurang karena pengabsorpsian. Berkurangnya daya radiasi per ketebalan satuan dari medium yang menyerap adalah berbanding lurus dengan daya radiasi itu. Biasanya persamaan ditulis dengan logaritma basis 10, dengan mudah mengubah tetapan ini: llllll PPoo PP =k 1b Pernyataan verbal persamaan ini adalah daya radiasi yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan pertambahan secara aritmatik tebalnya medium pengabsorpsi. Lambang P O dan P direkomendasikan untuk daya radiasi masuk dan diteruskan. Bentuk log (P/P O ) disebut absorbans dan diberi lambang A. Istilah lain yang digunakan secara sinonim dengan absorbans yang mungkin dijumpai dalam

29 literatur adalah ekstingsi (ekstinction), rapatan optic (optical density), dan absorbansi (absorbancy). (Underwood, 1998)