BAB I PENDAHULUAN. emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja, terutama bagi mereka yang terlibat langsung di dalamnya. Oleh karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kecamatan dari Kabupaten Jepara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik dari segi emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1999). Hal senada juga diungkapkan oleh Sternberg (dalam Rezha, 2009) bahwa pada masa remaja, manusia mulai mengalami masa terjadinya perubahan perubahan pada fisik, kognitif dan perubahan seksual, khususnya pada remaja perempuan. Perubahan secara seksual yang terjadi diantaranya timbul proses perkembangan dan kematangan organ reproduksi. Kematangan organ reproduksi tersebut mendorong remaja melakukan hubungan sosial baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Dalam melakukan hubungan sosial dengan lawan jenis, remaja berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebayanya (peer-group) (Dariyo, 2004). Interaksi antara teman sebaya pada remaja yang berlainan jenis mendorong remaja untuk melakukan pergaulan yang tidak terkendali dalam hal ini pergaulan bebas. Pergaulan bebas pada remaja terjadi karena adanya tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual. Dorongan hasrat seksual tersebut menyebabkan terjadinya prilaku seksual diluar nikah (Dariyo, 2004). Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita

diluar perkawinan yang sah. Hal senada juga diungkapkan oleh Yuwono (2002) bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja adalah perilaku karena adanya dorongan seksual yang dilakukan oleh lawan jenis dan belum resmi terikat dalam perkawinan. Sarwono (2003) menambahkan bahwa prilaku seksual pranikah tidak hanya belum diterima oleh masyarakat, tetapi juga dapat menimbulkan masalah lain, seperti kehamilan di luar nikah. Terjadinya kehamilan diluar nikah tidak saja menimbulkan masalah sosial, tetapi juga masalah kesehatan bagi yang bersangkutan, terutama bila yang mengalaminya adalah remaja perempuan yang masih muda. Penelitian PKBI di Yogyakarta selama tahun 2001 yang menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut fakta HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi tiap tahun, dimana 15% diantaranya dilakukan oleh remaja belum menikah (Yuwono dalam Amrillah dkk, 2001). Kepala BKKBN pusat Sugiri Syarif juga mengatakan bahwa sebanyak 52% remaja di kota medan pernah melakukan prilaku seksual pranikah, ia juga menyatakan bahwa rata rata usia remaja yang pernah melakukan hubungan seksual diluar nikah antara 13 sampai 18 tahun. Penelitian tentang seksualitas remaja pada beberapa kota di Indonesia pun memperlihatkan kondisi yang sangat memprihatinkan, Sarwono (1991) dalam population raport 1985 menunjukkan bahwa 1-25% remaja Indonesia telah melakukan hubungan seks pranikah. Laporan dari jurnal ESCAP pada tahun 1992 menunjukkan bahwa di Indonesia satu dari lima perempuan yang statusnya menikah dan berusia 20-24 tahun melahirkan anak pertama yang merupakan buah

dari hubungan seksual sebelum menikah (Saifuddin dan Hidayana dalam Taufik dan Nur Rachmah, 2005). Survei terhadap perilaku seksual remaja di Jakarta yang diadakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI) menunjukkan bahwa 2,8% pelajar SMA wanita dan 7% dari pelajar SMA pria melaporkan adanya gejala-gejala penyakit menular seksual (Utomo dkk dalam Taufik dan Nur Rachmah, 2005). Sebuah penelitian di Malang dan Manado, serta sebuah penelitian di Bali menunjukkan bahwa 26% dan 29% anak muda berusia 20 sampai 24 tahun telah aktif seksual (dalam Taufik dan Nur Rachmah 2005). Hasil penelitian di Bali yang dilakukan oleh Soetjipto dan Faturochman (dalam, Taufik dan Nur Rachmah 2005) menunjukkan bahwa persentase remaja laki-laki dan perempuan di desa dan kota yang telah melakukan hubungan seks sebelum menikah masing-masing adalah 23,6% dan 33,5%. Sementara di Semarang, penelitian terhadap 1086 responden pelajar SMP-SMU ditemukan data 4,1% remaja putra dan 5,1% remaja putri pernah melakukan hubungan seks. Pada tahun yang sama Tjitarra mensurvei 205 remaja yang hamil tanpa dikehendaki. Survei yang dilakukan Tjitarra juga memaparkan bahwa mayoritas dari mereka berpendidikan SMA ke atas, 23% di antaranya berusia 15-20 tahun, dan 77% berusia 20-25 tahun (Satoto dalam Taufik dan Nur Rachmah 2005). Berdasarkan fakta diatas tidak hanya masalah kesehatan namun secara psikologis prilaku seksual sebelum menikah juga membawa pelakunya mengalami perubahan perubahan. Study Billy dkk (dalam Faturochman, 1992) yang menunjukkan bahwa para pelaku seksual pranikah mengalami penurunan aspirasi. Lebih lanjut lagi penurunan aspirasi ini menyebabkan menurunnya motivasi utuk

belajar. Sehingga tidak mengherankan bahwa banyak diantara remaja yang telah melakukan prilaku seksual pranikah mengalami penurunan prestasi akademik dan masalah psikologis lainnya Fenomena yang terjadi saat ini adalah prilaku seksual pranikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi dari fakta ini menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan (Kosmopolitan, dalam Mayasari & Hadjam, 2000). Perilaku seksual pranikah pada remaja yang berpacaran merupakan manifestasi dorongan seksual yang diwujudkan mulai dari melirik kearah bagian sensual pasangan sampai bersenggama yang dilakukan oleh remaja yang sedang berpacaran (Mayasari & Hadjam, 2000). Bentuk bentuk dari prilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan yaitu dating, kissing, necking, petting dan coitus. Dan bardasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hampir 10% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah (Yuwono, dalam Amrillah dkk, 2001). Syani (2003, dalam Seminar, Lokakarya dan Rapat Tahunan BKSPTN) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pria dan wanita dalam menunjukkan prilaku seksual pranikah. Kaum pria cenderung lebih independen dan interaktif dalam posisi meminta dan menekan (memaksa). Sedangkan pihak wanita sendiri memberikan reaksi seks dalam posisi terikat (dependen) dan tak mampu menolak tuntutan seks. Sehingga tanpa disadari terjadi eksploitasi atau pemaksaan terhadap perilaku seks dimana prilaku seks didasarkan atas paksaan. Hal ini sejalan dengan

penelitian Triratnawati (dalam Hanifa, 2009) yang menunjukkan bahwa remaja laki-laki memang cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka, gigih, terang-terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Akibatnya, banyak remaja perempuan mendapatkan pengalaman pertama hubungan seksual pranikah dari pacarnya, seperti yang didapat dari penelitian sebelumnya (Khisbiyah: 1997, Iskandar:1998, Utomo:1999 dalam dalam Hanifa 2009). Perilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai jender yang dipercayainya sebagai lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif, berinisiatif, berani, sedangkan perempuan harus pasif, penunggu, dan pemalu. Jika perempuan tidak menyesuaikan diri dengan nilai itu maka ia akan dianggap murahan. Begitu pula sebaliknya, apabila laki-laki tidak menyesuaikan dengan nilai tersebut, maka ia akan dicap kurang jantan (Saifuddin & Hidayana, dalam Hanifa 2009). Psikolog Rima Olivia (dalam Olivia, 2005) juga menambahkan bahwa terjadinya hubungan seksual pranikah karena remaja perempuan tidak merasa memiliki kekuatan, cemas memikirkan pendapat orang lain, berupaya menyenangkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri, penghargaan diri rendah dan mengkritik diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kontrol diri yang dimiliki oleh remaja perempuan sehingga mengakibatkannya terjerumus kehal-hal negatif. Kemampuan mengontrol diri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk bentuk prilaku melalui pertimbangan kognitif, sehingga dapat membawa kearah

konsekuensi positif. Kemampuan remaja dalam mengontrol diri sangat terkait erat dengan kepribadian (Lazarus dalam mayasari & Hadjam, 2000). Nunally dan Hawari (dalam Marini. L, 2005) menambahkan bahwa salah satu penyebab para remaja terjerumus pada seks bebas adalah kepribadian yang lemah. Adapun ciri kepribadian yang lemah tersebut antara lain, daya tahan terhadap tekanan dan tegangan rendah, harga diri yang rendah, kurang bisa mengekspresikan diri, menerima umpan balik, menyampaikan kritik, menghargai hak dan kewajiban, kurang bisa mengendalikan emosi dan agresif serta tidak dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik. Ciri dari kepribadian yang lemah ini berhubungan erat dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap asertif. Asertif dari kata assertive yang berarti tegas dalam pernyataan, pasti dalam mengekspresikan dirinya dan pendapatnya (Sumintardja, 1995), selain itu juga Chaplin (dalam Prabowo, 2001) menyatakan bahwa assertiveness adalah kondisi individual yang tidak pasif atau takut pada situasi tertentu Townend (dalam Prabowo, 2001) menggambarkan bahwa orang yang mempunyai sikap dan prilaku pasif cenderung kurang percaya diri, meletakkan dirinya di bawah orang lain, memberikan gambaran negatif tentang dirinya, cenderung mengundang orang orang untuk berprilaku agresif terhadap dirinya dan sulit mengatakan tidak tanpa harus merasa bersalah atau menuntut sesuatu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian mengenai hubungan prilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa, yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara prilaku asertif dengan kepercayaan diri. Dimana individu yang memiliki

prilaku asertif yang tinggi cenderng memiliki tingkat kepercayaan diri yang cenderung tinggi juga (Muhammad dalam Rosita, 2003). Alberti & Emons (1995) menambahkan bahwa seseorang yang asertif merasa bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan bermacammacam orang secara terbuka, langsung dan tepat, memiliki orientasi yang aktif terhadap kehidupan, bertindak dalam cara yang dihargainya dalam situasi menekan dan menghasilkan tingkah laku interpersonal yang efektif. Selain itu Kusmayadi (2007) juga menambahkan bahwa asertivitas bukan hanya berarti seseorang dapat bebas berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya. Namun di dalam asertivitas juga terkandung berbagai pertimbangan positif mengenai baik buruknya suatu sikap dan perilaku yang akan dimunculkan. Perilaku asertif bukan bawaan ataupun muncul secara kebetulan pada tahap perkembangan individu, namun merupakan pola pola yang dipelajari sebagai reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya (Rathus & Nevis, dalam Widjaja dan Wulan 1998). Selain itu juga asertivitas akan berkembang sejalan dengan usia seseorang. Semakin dewasa maka kemampuan asertif akan semakin matang (Kusmayadi, 2007). Kemampuan asertif juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, seperti yang diungkapkan oleh Bromberger dan matthews (dalam Arrindell, 1997) bahwa laki laki lebih asertif dibandingkan perempuan, laki laki cenderung mengambil peran dominan dan tegas, sedangkan perempuan lebih pasif dan memiliki ketergantungan dengan orang lain, Shaevitz (dalam Arrindell, 1997) mengatakan bahwa ada dua penyebab perempuan lebih tidak asertif dibandingkan laki laki,

yaitu perempuan sulit untuk mengatakan tidak dan sulit untuk meminta tolong. Seperti yang terjadi pada remaja putri sering melaporkan bahwa mereka merasa dipaksa oleh pacar mereka. Kenyataannya mereka sering menyebutkan bahwa alasan utama mereka menyetujui untuk malakukan hubungan intim adalah karena mereka takut pacar mereka akan meninggalkan mereka (K.A Martin; P.Schwartz & Rutter dalam Matlin, 2004). Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosita mengenai hubungan antara prilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa, dimana dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa laki-laki lebih asertif dibandingkan dengan perempuan. Banyak studi yang telah dilakukan oleh universitas dan lembaga penelitian di negara maju sehubungan dengan peer pressure dan kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, napza, serta penelitian mengenai hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa semua itu berkaitan dengan ketidakmampuan remaja yang bersangkutan untuk bersikap asertif. Utamadi (2002) juga menambahkan bahwa ketidakmampuan untuk bersikap asertif sering berperan terhadap terjadinya hubungan seks yang sebetulnya tidak diinginkan. Seperti yang sering terjadi dan beberapa kali dibahas dalam forum (rubrik) curhat yang membahas prilaku seksual pada remaja bahwa seorang remaja melakukan hubungan seks karena tidak berani menolak keinginan pacarnya, takut diputusin, atau takut pacarnya malah berhubungan seks dengan orang lain. Hal ini tentu sangat disayangkan, apalagi apabila hubungan seks tadi berdampak lebih jauh seperti terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki dan penularan penyakit menular seksual (PMS) (Utamadi, 2002).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya prilaku seksual pranikah pada remaja khususnya pada remaja perempuan dikarenakan remaja tersebut tidak mampu untuk menolak sesuatu yang tidak diinginkannya, dimana mereka melakukan prilaku seksual pranikah tersebut atas dasar paksaan pacar mereka, hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bersikap asertif. Sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk melihat seberapa besarkah pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan. B. Rumusan Masalah Penelitian ini ingin melihat seberapa besar pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempan? B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan. C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Perkembangan terutama mengenai pengaruh asertivitas dengan prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan. b. Manfaat Praktis. Bagi orang tua dan pengajar : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan bahan masukan untuk memberikan pengetahuan pengetahuan mengenai seks dan dampaknya pada remaja dan juga mengajarkan asertivitas pada remaja perempuan. Sehingga mampu berperan aktif dalam membina dan mengendalikan serta mengarahkan ke hal hal positif dan juga mampu meningkatkan asertivitas khususnya pada remaja perempuan sehingga terhindar dari prilaku seksual pranikah. Bagi remaja : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan sehingga dapat menjaga tingkahlaku, sikap maupun kepribadiannya dan terhindar dari hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai agama khususnya dalam hal melakukan hubungan seksual serta mampu meningkatkan asertivitas khususnya pada remaja perempuan. D. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun atas 5 (lima) bab, dengan tujuan agar mempunyai suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui dan

memahami hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten, yaitu: BAB I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori mengenai prilaku seksual pranikah dan asertivitas. Bab ini juga mengemukakan hipotesa masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan. BAB III: Metode Penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variable, defenisi operasional variable, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.