BAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Definisi Prilaku Seksual Pranikah Prilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual pranikah merupakan prilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut agama dan kepercayaan masing masing. Semantara Luthfie (dalam Amrillah dkk, 2001) mengungkapkan bahwa prilaku seksual pranikah adalah prilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Simanjuntak (dalam prastawa & Lailatushifah, 2009) menyatakan bahwa prilaku seksual pranikah adalah segala macam tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman sampai dengan bersenggama yang dilakukan dengan adanya dorongan hasrat seksual yang dilakukan sebelum ada ikatan pernikahan yang sah Berdasarkan definisi definisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa prilaku seksual pranikah adalah segala prilaku yang didorong oleh hasrat seksual seperti bergandengantangan, berciuman, bercumbu dan bersenggama yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum dan agama.

2 2. Bentuk Bentuk Prilaku Seksual Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) mengatakan bahwa bentuk prilaku seksual pranikah mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun bentuk bentuk prilaku seksual tersebut adalah. a. Touching Berpegangan tangan, berpelukan. b. Kissing Berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim. c. Petting Menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin. d. Sexual Intercourse Hubungan kelamin atau senggama Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk dari prilaku seksual menurut Duvall, E.M & Miller, B.C (1985) yaitu touching, kissing, petting dan sexual intercouse 3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Prilaku Seksual Pranikah Remaja Pratiwi (2004) mengatakan bahwa prilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor faktor tersebut adalah : 1. Biologis Yaitu, perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal yang dapat menimbulkan prilaku seksual.

3 2. Pengaruh Orangtua kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dalam masalah seksual, dapat memperkuat munculnya penyimpangan prilaku seksual. 3. Pengaruh teman sebaya Pengaruh teman sebaya membuat remaja mempunyai kecenderungan untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada. 4. Akademik Remaja yang prestasi dan aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan prilaku seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah. 5. Pemahaman Pemahaman kehidupan sosial akan membuat remaja mampu untuk mengambil keputusan yang akan memberikan pemahaman prilaku seksual dikalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan nilai nilai yang dianutnya akan menampilkan prilaku seksual yang sehat. 6. Pengalaman Seksual Semakin banyak remaja mendengar, melihat dan mengalami hubungan seksual maka semakin kuat stimulasi yang mendorong munculnya prilaku seksual tersebut, misalnya melihat gambar gambar porno diinternet ataupun mendengar obrolan dari teman mengenai pengalaman seksual.

4 7. Pengalaman dan Penghayatan Nilai Nilai Keagamaan Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari prilaku yang produktif. 8. Faktor Kepribadian Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri dan tanggung jawab akan membuat remaja mampu mengambil dan membuat keputusan. 9. Pengetahuan mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami prilaku seksual serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi prilaku seksual pada remaja menurut Pratiwi (2004) yaitu biologis, pengaruh teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik, pemahaman, pengalaman seksual, pengalaman dan penghayatan nilai nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. B. Asertivitas 1. Definisi Asertivitas Menurut Bar-on (dalam golmen, 2000) asertivitas merupakan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, gagasan, keyakinan secara terbuka dan

5 mempertahankan kebenaran tanpa berprilaku agresif. Selanjutnya Lazarus (Rakos, 1991) mendefenisikan asertivitas sebagai kemampuan mengatakan tidak, kemampuan untuk meminta sesuatu, kemampuan mengekspresikan perasaan positif dan negatif, kemampuan untuk memulai, menyambung dan mengakhiri percakapan umum. Myers dan Myers (2002) mengatakan asertivitas adalah salah satu gaya komunikasi dimana individu dapat mempertahankan hak dan mengekspresikan perasaan, pikiran dan kebutuhan secara langsung, jujur dan bersikap terus terang. Asertivitas merupakan kemampuan mengungkapkan diri sendiri, meyakini opini dan perasaan dan mempertahankan haknya. Hal ini tidak sama dengan agresifitas. Individu dapat menjadi asertif tanpa menjadi kuat dan kasar. Sebaliknya asertif mempertimbangkan pengungkapan dengan jelas apa yang diharapkan dan meminta dengan tegas hak haknya (Williams, 2001). Selain itu Jakubowski-Spector (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menyatakan asertivitas merupakan suatu unit prilaku verbal dan non verbal yang kompleks dimana seseorang menggunakannya untuk mengkomunikasikan hak, perasaan, kebutuhan, pendapat dan harapannya secara jujur dan terbuka kepada orang lain dengan cara yang sesuai secara social dan adaptif dan tidak dimanipulasi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, gagasan, keyakinan, serta kemampuan mengatakan tidak, mengungkapkan opini, perasaan dan mempertahankan haknya secara jujur, terbuka dan tegas baik secara verbal maupun non verbal tanpa adanya manipulasi.

6 2. Komponen Komponen Asertifitas Menurut Eisler Miller & Pinkton (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) ada beberapa komponen dari asertivitas, antara lain : 1. Compliance Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan adalah keberanian seseorang untuk mengatakan tidak pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan kenginginannya. 2. Duration of Reply Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menemukan bahwa orang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) dari pada orang yang tingkat asertifnya rendah. 3. Loudness Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Eisler dkk dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980).

7 4. Request for New Behavior Meminta munculnya prilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai yang kita inginkan. 5. Affect Afek berarti emosi, ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton ataupun respon emosional. 6. Latency of Response Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda. 7. Nonverbal behavior Serber (dalam Martin R.A & Poland E.Y, 1980) menyatakan bahwa komponen nonverbal dari asertivitas antara lain : a. Kontak Mata Secara umum jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga akan meningkatkan efektifitas pesan.

8 b. Ekspresi Muka Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan yang disampaikan, misalnya pesan kemarahan akan disampaikan secara langsung tanpa senyuman ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah senang. c. Jarak Fisik Sebaiknya berdiri atau tunduk dengan jarak yang sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapat mengganggu orang lain dan terlihat seperti menentang, sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita. d. Sikap Badan Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat malas malasan akan membuat orang lain menilai mundur atau melarikan diri dari masalah. e. Isyarat Tubuh Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menembah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita katakan, misalnya dengan mengarahkan tangan keluar. Sementara yang lain dapat mengurangi seperti menggaruk leher dan menggosok gosok mata Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh komponen asertivitas menurut Menurut Eisler Miller & Pinkton (dalam Martin

9 R.A & Poland E.Y, 1980) yaitu compliance, duration of replay, loudness, request for new behavior, affect, latency of response dan non verbar behavior. 3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Asertifitas a. Jenis Kelamin bromberger dan matthews (dalam Arrindell, 1997) mengatakan laki laki lebih asertif dibandingkan perempuan. Laki laki cenderung mengambil peran dominan dan tegas, sedangkan perempuan lebih pasif dan memiliki ketergantungan dengan orang lain. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Fukuyama dan Green Field (1985) bahwa laki laki lebih asertif dibandingkan perempuan. Shaevitz (dalam Arrindell, 1997) mengatakan bahwa ada dua penyebab perempuan lebih tidak asertif dibandingkan laki laki, yaitu perempuan sulit untuk mengatakan tidak dan sulit untuk meminta tolong. b. Kebudayaan Rakos (1991) mengemukakan bahwa konsep asertifitas berkaitan dengan kebudayaan dimana seseorang tumbuh dan berkembang. Dapat dikatakan bahwa pada suatu budaya suatu prilaku dipandang asertif dan sesuai dengan budaya setempat. Akan tetapi hal yang sama tidak dapat ditolerir oleh masyarakat dengan latar belakang budaya lain. c. Pola Asuh Menurut Daud (2004) komunikasi orang tua dan anak dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk mengungkapkan pikiran dan

10 perasaannya. Berbedanya pola asuh yang diberikan orang tua dapat mengakibatkan berbedanya tingkat asertifitas anak. d. Pendidikan Rodriques (2001) mengatakan bahwa lingkungan dan tingkat pendidikan memberikan andil terhadap terbentuknya prilaku asertif. Hal ini terjadi karena pendidikan bertujuan untuk menghasilkan individu yang mudah menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan, lebih mampu untuk mengungkapkan pendapatnya memiliki rasa tanggung jawab lebih berorientasi kemasa depan dan lain lain. e. Usia Baer (1976) menyatakan karena self assertiveness berkembang sepanjang kehidupan seseorang, maka faktor usia diasumsikan juga berpengaruh terhadap perkembangan asertifitas seseorang. f. Kepribadian Allport (Suryabrata, 1998) menyatakan kepribadian sebagai organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi asertifitas diantaranya yaitu jenis kelamin, kebudayaan, usia, pola asuh, pendidikan dan kepribadian.

11 C. Remaja 1. Defenisi Remaja Istilah adolscence atau remaja berasal dari kata latin yaitu adolescence yang berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks dkk, 1999). Piget (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa istilah adolscence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial dan fisik. Santrock (2003), mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial. Menurut papalia (2004) remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif dan perubahan sosial. Menurut monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu remaja awal (antara usia 12 tahun sampai 15 tahun), remaja tengah (antara usia 15 tahun sampai 18 tahun) dan remaja akhir (antara usia 18 tahun sampai 21 tahun). Sementara batasan usia remaja menurut WHO antara usia 12 tahun sampai 24 tahun. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah periode perkembangan dari anak anak ke dewasa awal yang mencakup perubahan baik secara fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang berlangsung antara 12 tahun sampai 21 tahun.

12 2. Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999), tugas perkembangan remaja meliputi: a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karir ekonomi g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku-mengembangkan ideologi. 3. Ciri Ciri Masa Remaja Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu : a. Remaja awal (12-15 tahun) Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongandorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan

13 mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. b. Remaja madya (15-18 tahun) Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya. c. Remaja akhir (18-21 tahun) Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : 1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. 4. Perkembangan Seksualitas Pada Remaja Menurut imran (2000) masa remaja diawali oleh masa pubertas yaitu masa terjadinya perubahan perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk

14 tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ organ seksual). Perubahan ini ditandai dengan haid atau menarche pada wanita dan mimpi basah atau polutio pada laki laki (Hurlock, 1999). Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, dipengaruhi oleh berfungsinya hormon hormon seksual (testosteron untuk laki laki) dan progesteron & estrogen untuk wanita). Hormon hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja (Imran, 2000). Hal ini didukung oleh pendapat monks (1999), dimana pertumbuhan kelenjar seks seseorang telah sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada fase ini biasanya lebih diarahkan pada prilaku seksual dibandingkan pertumbuhan kelenjar seks itu sendiri. Pada kehidupan sosial remaja, perkembangan organ reproduksi mempunyai pengaruh dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Kematangan organ reproduksi tersebut mendorong individu melakukan hubungan sosial, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebayanya (peer-group). Pergaulan bebas yang tak terkendali secara normatif dan etika-moral antar remaja yang berlainan jenis akan berakibat adanya hubungan seksual diluar nikah (sex pre-marital) (Dariyo, 2004).

15 D. Pengaruh Asertivitas Dengan Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Perempuan Masa remaja merupakan periode transisi antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Masa remaja ini dimulai pada saat anak mulai matang secara seksual dan berakhir saat ia mencapai usia dewasa secara hukum ( Hurlock, 1980). Banyaknya permasalahan yang terjadi pada masa remaja menjadikan para ahli dalam bidang psikologi perkembangan menyebutnya sebagai masa krisis (Iskandarsyah, 2006). Menurut Rosyidah (2006) ada dua permasalahan utama yang mendominasi kehidupan remaja yang berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhannya, yaitu masalah dari sisi individualnya dan dari sisi seksualnya. Dari sisi individunya remaja mengalami krisis identitas atau mereka sedang bingung dalam mencari jati dirinya, sehingga tidak heran remaja senang mencoba sesuatu yang baru. Umumnya juga remaja mulai menarik diri dari nilai yang didapatnya dari lingkungan sekitarnya (keluarga) dan beralih kepada nilai nilai teman sekelompoknya. Sedangankan dari sisi seksualitas remaja sedang mengalami perkembangan baik dari sisi biologis, fisik, maupun mental. Dari sisi biologis, remaja sedang mengalami perkembangan kemampuan reproduksi yang dari sisi fisiknya terlihat dengan adanya pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder, hal ini juga memicu perkembangan mental yaitu meningkatnya libidonya atau hasrat seksual, yang mana remaja tersebut akan mudah sekali tertarik dengan lawan jenisnya.

16 Selain itu juga pada masa remaja sedang mengalami pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi seksual. Pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh hormonhormon seksual yang telah berfungsi yaitu testosteron pada laki-laki, dan progesteron serta estrogen pada perempuan. Hormon-hormon ini jugalah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual (BKKBN, 1997). Monks (1999) juga menjelaskan bahwa perubahan hormonal pada masa remaja mempengaruhi munculnya perilaku seksual. Perilaku seksual yang dilakukan oleh para remaja kita saat ini sudah sampai pada batas yang sangat mengkhawatirkan. Peningkatan yang terjadi tidak hanya dalam hal angka kejadiannya, melainkan juga pada kualitas penyimpangannya. Berbagai analisa dilakukan, mengapa perilaku seksual remaja yang menyimpang tersebut semakin hari semakin meningkat. Salah satu pendapat yang kemudian cukup mengemuka adalah bahwa hal tersebut terjadi karena beberapa hal antara lain kurangnya informasi yang dimiliki oleh remaja tentang kesehatan reproduksi ataupun perilaku seksual yang benar, lemahnya kualitas keimanan dan ketakwaan remaja, bangunan kepribadian yang rapuh, hubungan dan komunikasi dengan orang tua/pendidik yang kurang lancar serta harmonis, gaya hidup yang hedonis, individualis dan materialis yang marak di masyarakat, hingga peran negara sebagai pihak penerap sistem di masyarakat yang justru memungkinkan hal-hal yang mendukung terjadinya free sex terjadi (seperti maraknya pornografi-aksi, semakin banyaknya lokalisasi ataupun tempat-tempat mesum yang legal, dsb) (Rosyidah, 2006).

17 Selain itu juga Remaja cenderung lebih mengikuti kata-kata teman sebayanya daripada kata-kata orangtua dan norma agama, sehingga kontrol dirinya menjadi berkurang. Apa yang dikatakan oleh teman-temannya langsung diikuti walaupun belum tentu benar. Penyebab kurangnya kontrol diri pada remaja antara lain: kurang percaya diri, keagamaan yang kurang terinternalisasi, rendahnya kemampuan dalam mengambil keputusan. Serta kurangnya ketrampilan berkomunikasi (misalnya: kesulitan menolak ajakan teman) dan tidak bisa bersikap tegas ataupun asertif (BKKBN, 1997). Kebanyakan orang khususnya para remaja enggan bersikap asertif karena dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan untuk mempertahankan kelangsungan hubungan juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati (Learn to say no, 2009). Hal ini sering terjadi pada remaja perempuan, yang mana remaja perempuan sering tidak tahu bagaimana mengatakan tidak kepada pacarnya jika dia diajak melakukan sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bisa bersikap tegas dalam melakukan prilaku seksual. Sehingga banyak remaja khususnya perempuan terjerumus kehal hal negatif (BKKBN, 1997). K.A Martin; P.Schwartz & Rutter (dalam Matlin, 2004) menyatakan bahwa pada remaja putri sering dilaporkan bahwa mereka merasa dipaksa oleh pacar mereka. Dan pada kenyataannya mereka sering menyebutkan bahwa alasan utama mereka menyetujui untuk malakukan hubungan intim adalah karena mereka takut pacar mereka akan meninggalkan mereka. Psikolog Rima Olivia (dalam Olivia,

18 2005) juga menambahkan bahwa terjadinya hubungan seksual pranikah karena remaja perempuan tidak merasa memiliki kekuatan, cemas memikirkan pendapat orang lain, berupaya menyenangkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri, penghargaan diri rendah dan mengkritik diri sendiri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulakan bahwa ketidakmampuan untuk bersikap asertif sering berperan terhadap terjadinya hubungan seks yang sebetulnya tidak diinginkan (Utamadi, 2002). E. Hipotesa Adapun hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh negatif asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah dimana semakin tinggi asertivitas pada remaja perempuan maka semakin rendah prilaku seksual pranikah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik dari segi emosi, tubuh,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, BAB II LANDASAN TEORI II.A. Keharmonisan Keluarga II.A.1. Definisi Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa (2000) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi

BAB II LANDASAN TEORI. serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Kecerdasan Emosi Bar-On (dalam Goleman, 2000) mengatakan kecerdasan emosi sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & Feist, 2006), remaja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd Pertumbuhan : Perubahan fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berjalan normal pada anak yang sehat dalam perjalanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun sampai 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007, hlm. 20). Pada masa remaja, individu banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Remaja adalah masa di mana individu mengalami perkembangan semua aspek dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Peralihan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual Pranikah. jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam macam mulai dari perasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual Pranikah. jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam macam mulai dari perasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2011) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dari skripsi ini akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat/signifikansi penelitian.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku Seksual Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Remaja 1.1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock (2003), istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sebagai manusia ada fase perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa perkembangan

Lebih terperinci

PENGARUH ASERTIVITAS TERHADAP PRILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PEREMPUAN SKRIPSI IRMA PRATIWI HIDAYAH

PENGARUH ASERTIVITAS TERHADAP PRILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PEREMPUAN SKRIPSI IRMA PRATIWI HIDAYAH PENGARUH ASERTIVITAS TERHADAP PRILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PEREMPUAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh IRMA PRATIWI HIDAYAH 061301022 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku remaja. Dimana konsep-konsep ini akan membantu dalam menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku remaja. Dimana konsep-konsep ini akan membantu dalam menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai konsep dari pola asuh orangtua dan perilaku remaja. Dimana konsep-konsep ini akan membantu dalam menjelaskan mengenai hubungan pola asuh orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17- Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pacaran tidak bisa lepas dari dunia remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asertifitas 2.1.1 Pengertian Asertif Manusia dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar istilah perilaku, perilaku adalah semua respon baik itu tanggapan, jawaban, maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ -organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik dan psikologi. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, masa ini juga disebut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh memperihatinkan, berbagai survey mengindikasikan bahwa praktik seks pranikah di kalangan remaja semakin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. HARGA DIRI (Self Esteem) 2.1.1. Pengertian Harga Diri Harga diri adalah salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu (Ghufron, 2010). Setiap orang menginginkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia (Desmita, 2012). Di negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari kata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam perkembangan kehidupan individu. Masa remaja adalah masa peralihan dari anakanak ke dewasa. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU ASERTIF 1. Pengertian Perilaku Asertif Kata asertif berasal dari bahasa Inggris assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, pasti dalam mengekspresikan dirinya atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang berusia antara 12 21 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian 12 15 tahun adalah masa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian pengambilan keputusan Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih alternatif-alternatif bagaimana cara bertindak dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. remaja merupakan harapan, penerus masa depan bangsa dan negara.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. remaja merupakan harapan, penerus masa depan bangsa dan negara. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Seksual Pranikah Hubungan seksual pranikah pada remaja merupakan kenyataan sosial yang dihadapi masyarakat, kondisi ini memprihatinkan karena hubungan seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja A. 1. Pengertian Remaja Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Menurut World Health Organization (WHO) (2014) remaja atau dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak yang berarti mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan mempelajari pola tingkah laku serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa-masa seseorang akan menemukan hal-hal baru yang menarik. Dimana pada masa-masa ini seseorang akan mulai mempelajari dunia kedewasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA

BAB II TINJAUAN PUSATAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. Media Pornografi 1. Definisi Media Pornografi Media pornografi merupakan konsep komunikasi antar pribadi, medium penyimpanan dan medium informasi yang mengandung unsur pornografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

Tanggal : Pendidikan : Usia : Tinggal dengan Ortu : Jenis Kelamin : Mempunyai Pacar : Ya / Tidak * PETUNJUK PENGISIAN SKALA

Tanggal : Pendidikan : Usia : Tinggal dengan Ortu : Jenis Kelamin : Mempunyai Pacar : Ya / Tidak * PETUNJUK PENGISIAN SKALA Tanggal : Pendidikan : Usia : Tinggal dengan Ortu : Jenis Kelamin : Mempunyai Pacar : Ya / Tidak * Mengikuti Pendidian Seksualitas : Ya / Tidak * *) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Bacalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Dan waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2014

Lebih terperinci