BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan. pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. akhir-akhir ini, dengan di dukung oleh semangat jiwa entrepeneur / wirausaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

BAB V PENUTUP. permasalahan pada skripsi ini, sebagai berikut: pihak franchisor selaku pemberi merk dagang dan franchisee selaku

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam 10 tahun terakhir ini bisnis franchise tengah menjadi model bisnis

STRATEGI UNTUK BERWARALABA

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan-lapangan pekerjaan baru, investasi-investasi yang dapat menjadi solusi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari peran para pengusaha (entrepreneur) baik besar, menengah maupun kecil.

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan-pembangunan berkesinambungan. Pembangunan-pembangunan

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi, BPFE, Yogyakarta, 2005, hlm Mas ud Machfoedz dan Mahmud Machfoedz, Kewirausahaan, Metode, Manajemen dan

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah dapat berkembang maka secara tidak langsung dapat

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tumbuh dan berkembangnya perusahan perusahan di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

I. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. lulusan sarjana tetap saja sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang baik secara pribadi maupun terhadap orang lain.

2016 MODEL KEMITRAAN BISNIS DONAT MADU CIHANJUANG

BAB I PENDAHULUAN. menyerahkan fee dari keuntungan yang diperoleh ke pemilik lisensi. Jenis

MEMBANGUN BISNIS MAKANAN MELALUI MEDIA ONLINE

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

Makalah Usaha Rumah Makan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tingkat perkembangan ekonomi dunia dewasa ini ditandai dengan

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS WARUNG MAKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Alternatif yang sering dilakukan adalah dengan membuat suatu bisnis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

BAB I PENDAHULUAN. Waralaba (franchise) merupakan suatu sistem bisnis yang telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

PELUANG BISNIS DALAM BISNIS WARALABA (FRANCHISE) Erwandy S1-SI-2L STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PROPOSAL FRANCHISE MACHO BARBER

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

PERLAKUAN AKUNTANSI FRANCHISE PADA CV.DAYA OPTIMASI MANDIRI NAMA : MULYATI INDRI LESTARI NPM : JURUSAN : AKUNTANSI

Peluang usaha waralaba bakso Malang Cak Eko

BAB I PENDAHULUAN. paling penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan yang tercermin dalam globalisasi pasar,

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, dinamis dan sangat prospektif dan penuh dengan persaingan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1. Perkembangan Jumlah Restoran di Kota Bogor Tahun Tahun Jumlah Pertumbuhan (%)

Franchise Disclosure Document UD. ELIM

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

KARAKTERISTIK YURIDIS PERJANJIAN WARALABA. Oleh: Selamat Widodo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWIRAUSAHAAN-I MENGENALI PELUANG DAN MEMILIH JENIS USAHA. Didin Hikmah, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

BABI. Seiring dengan globalisasi dan pasar bebas, dunia pemasaran secara

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai franchisee, dimana pihak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

Menekuni berbagai peluang bisnis di bidang makanan memang menjanjikan untung besar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENJALANKAN BISNIS. Ade Rismanto, ST.,MM.

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus menumbuhkan iklim investasi dan usaha yang dapat menunjang dan tumbuh kembangnya dunia usaha, sehingga dapat memperluas kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, meningkatkan devisa negara, mengurangi pengangguran, sehingga dapat meningkatkan keterlibatan kegiatan pembangunan sehingga kesejahteraan masyarakat dapat menjadi lebih baik. Pada saat ini sedang digalakkan dan ditumbuhkembangkan usaha mandiri kerakyatan, dimana masyarakat dididik dan dibina untuk dapat trampil dalam mengembangkan inovasi dan kreasi dibidang usaha. Jiwa entrepreneurship yang saat ini sedang diupayakan oleh pemerintah diharapkan dapat terus berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sektor ini telah terbukti kebal dan tahan terhadap terpaan dan badai krisis ekonomi ketika melanda Indonesia pada tahun 1997-1998. Semangat jiwa wirausaha (entrepreneurship) yang saat ini sedang digaungkan oleh pemerintah dan sedang tumbuh pesat seiring dengan euforia menjadi wirausaha yang berkembang dimana-mana, hal ini menunjukkan bahwa menjadi pengusaha atau wirausaha terbukti telah kebal terhadap 1

hantaman badai krisis ekonomi. Sektor ekonomi kerakyatan atau sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dapat tetap bertahan bahkan tumbuh walaupun krisis moneter telah melanda Indonesia beberapa tahun silam. Dengan mempunyai jiwa entrepreneurship, nantinya diharapkan akan menjadi pengusaha-pengusaha yang mandiri, yang tidak bergantung kepada orang lain, tetapi justru akan menciptakan peluang dan kesempatan kerja bagi orang lain. Seperti disampaikan pada alinea diatas bahwa kelompok usaha kecil (UKM) ini merupakan salah satu pelaku ekonomi yang terbukti dapat survive bahkan tidak sedikit yang justru semakin berkembang di tengah krisis multidimensial sejak tahun 1998. Bahkan banyak pengamat mengatakan bahwa Indonesia terhindar dari keterpurukan yang lebih dalam tidak lain berkat peranan pengusaha kecil ini yang lebih tahan (resistant) terhadap gempuran gelombang krisis. Mereka tidak rugi atau masih menikmati keuntungan di tengah kebangkrutan para pengusaha berskala besar. Dengan skala dan permodalan yang kecil, maka secara alami (by nature), Usaha Kecil dan Menengah (UKM) lebih fleksibel dalam mengantisipasi perubahan pasar. Disamping itu, pada umumnya jenis kegiatan para pengusaha kecil adalah berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat yang tetap harus hidup, contohnya, industri bahan kebutuhan pokok, pengolahan makanan dan minuman serta restoran. 2

Menjadi wirausaha membuat masyarakat menjadi mandiri dan dengan wirausaha akan membuka peluang untuk dirinya sendiri dan menarik keuntungan dari peluang yang diciptakannya sendiri. Selain itu juga akan berguna menciptakan peluang dan kesempatan kerja bagi pihak lain yang berada di sekitar wilayah dimana usaha tersebut didirikan dan dikembangkan. Banyak cara untuk menjadi wirausaha. Baik dengan mendirikan usaha sendiri atau membeli usaha orang lain yang telah terbukti berhasil dalam memberikan keuntungan secara ekonomi dan memberikan peluang kesempatan kerja bagi orang lain. Sebenarnya di Indonesia saat ini banyak masyarakat yang telah berupaya dan berusaha untuk membuka usaha sendiri, baik itu dalam bentuk warung makan, kios kelontong, bengkel, bimbel atau privat belajar, laundry, foto copy, ternak ayam, ternak bebek dan usaha lainnya. Namun biasanya masih bersifat sederhana, dalam arti belum dikemas dalam sebuah manajemen tata kelola ekonomi yang lebih modern, termasuk didalamnya pencatatan keluar masuknya arus kas. Tetapi ada beberapa usaha dari masyarakat yang dapat berkembang menjadi besar setelah yang bersangkutan mendapatkan pelatihan dan binaan dari pemerintah atau lembaga pelatihan yang diadakan oleh beberapa lembaga pendidikan profesional. Beberapa usaha inilah yang beberapa diantaranya menjelma menjadi usaha yang diwaralabakan. 3

Di lain pihak, beberapa masyarakat yang telah melihat keberhasilan sebuah usaha dimana usaha tersebut telah diwaralabakan, maka ia bisa saja memulai usaha dengan membeli waralaba yang bersangkutan, dalam arti ia menjadi pewaralaba (franchisee). Ia akan membeli merek usaha dari usaha yang telah terbukti sukses dan berkembang serta menghasilkan keuntungan yang telah nyata. Namun demikian, baik memilih mendirikan usaha sendiri atau membeli usaha yang telah ada, tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ketika mendirikan usaha sendiri, tentunya ia dapat dengan leluasa melakukan dan membuat aturan sendiri dalam menjalankan usahanya, sedangkan kekurangannya adalah usahanya belum teruji dan pasar belum tentu menerima sehingga peluang untuk mengalami kegagalan dan kerugian lebih besar. Sedangkan ketika memilih untuk membeli sebuah usaha yang telah diwaralabakan, adalah yang bersangkutan tidak memulai bisnisnya dari nol, karena sistem perdagangannya telah teruji dan si pewaralaba tinggal menjalankan usahanya, karena standarisasi produk, sistem pemasaran telah dibuat sebelumnya, sedangkan kekurangannya si pewaralaba tidak memiliki keleluasaan dalam menjalankan bisnisnya karena terikat dengan aturan-aturan yang telah ada sebelumnya dari pengwaralaba atau pemilik usaha yang bersangkutan.(franchisor). 4

Bisnis waralaba telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam terobosan pengembangan usaha. Mengingat usaha yang diwaralabakan adalah usaha-usaha yang telah teruji dan sukses dibidangnya (bidang makanan, pendidikan, kesehatan, peternakan dan lain-lain) sehingga dianggap dapat menjamin untuk mendatangkan keuntungan. Hal demikian yang kemudian menjadikan bisnis waralaba ini sangat digemari dan diminati masyarakat untuk ikut terjun di dalamnya. Masyarakat tidak perlu memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam sistem waralaba tersebut, sehingga seorang pewaralaba dapat menjalankan bisnisnya dengan baik. Dalam rangka meningkatkan pembinaan usaha waralaba di seluruh Indonesia maka perlu didorong pengusaha nasional terutama pengusaha kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai pemberi waralaba nasional yang handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya dalam rangka memasarkan produk dalam negeri. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yang menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan usaha dengan konsep waralaba di seluruh Indonesia, maka perlu mendorong pengusaha nasional terutama pengusaha kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai pemberi waaralaba nasional yang handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya dalam rangka memasarkan produk dalam negeri. 5

Waralaba bukanlah hal baru di Indonesia, tetapi legalitas yuridisnya baru dituangkan tahun 1997 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tertanggal 18 Juni 1997 tentan Waralaba, yang disusul dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tertanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Peraturan ini kemudian diubah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M- DAG/PER/8/2007 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Perkembangan waralaba yang cukup pesat dapat dilihat dari semakin banyaknya brand atau merek waralaba baru yang terus bermunculan. Namun tidak semua waralaba dapat berkembang dan bertahan dengan baik. Untuk dapat berkembang dan tumbuh perlu strategi untuk mencapainya. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang akhir-akhir ini, banyak pengusaha yang menjalankan usahanya dengan sistem waralaba. Barometer kuantitatif yang digunakan sebagai tolak ukur kesuksesan sebuah waralaba sangat tergantung pada ukuran bisnisnya, jumlah gerai atau cabangnya. Jika bermargin kecil atau memperoleh keuntungan yang relatif kecil maka diperlukan jumlah gerai yang semakin banyak untuk memperbesar keuntungan. Jadi jika sebuah waralaba akan dikatakan berhasil atau cukup sukses maka dapat dilihat waralaba tersebut bisa tumbuh, berkembang dan 6

tahan lama sehingga lebih banyak keuntungan yang dapat diperoleh atau dinikmati oleh pebisnisnya baik pewaralaba atau pengwaralaba bahkan masyarakat sekalipun. Bisnis waralaba, dapat dianggap sebagai paket bisnis, yang jika dipandang dari sudut pemerintah dan masyarakat maka waralaba dapat dipandang sebagai suatu hubungan kemitraan usaha. Hubungan kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan telah meraih kesuksesan dengan usahawan yang relatif masih baru atau lemah, dimana dalam hubungan usaha tersebut sama-sama bertujuan untuk meraih keuntungan, namun jika kita melihat dari sisi yuridis maka waralaba sebenarnya adalah sebuah kontrak atau perjanjian standart, yaitu perjanjian tentang pemberian lisensi. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa perjanjian waralaba ini merupakan perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerjasama memproduksi, merakit, menjual, memasarkan suatu produk jasa atau barang. Dimana seorang pewaralaba memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayananan jasa dengan menggunakan standar operasional yang telah ditetapkannya. Sedangkan pewaralaba dengan membayar sejumlah royalty, pewaralaba berhak untuk melakukan hal yang sama, namun tetap saja harus memperhatikan rambu-rambu atau ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan dan ditentukan oleh pengwaralaba. Tak dapat dipungkiri perkembangan dunia usaha dengan sistem waralaba dari tahun ke tahun memang terus menunjukan peningkatan, hal ini 7

juga dibuktikan oleh semakin banyaknya masyarakat yang berminat untuk terjun menjadi seorang entrepeneur yang sukses baik menciptakan usaha sendiri yang nantinya akan diwaralabakan atau melalui jalur singkat dengan membeli merek atau menjadi pewaralaba (pembeli waralaba). Namun untuk menjadi seorang pewaralaba atau terwaralaba yang sukses tidaklah mudah. Seorang pengwaralaba diperlukan banyak persiapan untuk dapat mewaralabakan produknya. Seorang pengwaralaba harus siap menjadi seorang mentor, pembimbing dan konsultan bisnis bagi pewaralaba (pembeli waralaba). Mewaralabakan usahanya berarti melakukan proses pentransferan usaha yang telah sukses dijalankan pengwaralaba yang selanjutnya akan diberikan dan diajarkan kepada pewaralaba, tentunya dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yang dituangkan dalam klausula perjanjian diantara kedua pihak. Hal demikian juga berlaku bagi pengwaralaba, untuk dapat sukses juga harus jeli melihat peluang terhadap usaha apa yang hendak dibelinya, jangan sampai ketika telah membeli sebuah usaha yang telah terbukti sukses, namun karena tidak memperhatikan beberapa faktor misalnya masalah lokasi usaha, penentuan harga, usaha tersebut tidak menghasilkan keuntungan seperti yang diharapkan. Sehingga betul-betul dibutuhkan kejelian dalam menentukan pilihan atas usaha yang akan dibelinya. Apakah benar-benar masih memberikan prospek usaha yang menguntungkan atau pasar sudah mengalami kejenuhan terhadap produk atau jasa yang akan dijual. 8

Pada dasarnya waralaba hadir sebagai sistem usaha yang mampu menciptakan seorang entrepreneur baru untuk mengikuti jejak kesuksesan yang dicapai Pengwaralaba. Bagi Pengwaralaba, sistem kerja sama ini dapat mempercepat pertumbuhan jaringan usahanya sehingga lebih cepat berkembang, mempercepat penetrasi pasar, meningkatkan omset atau penghasilan, meminimalisir resiko kerugian, serta menghemat biaya operasional. Seorang pengwaralaba yang sudah mempunyai banyak gerai atau cabang /outlet dalam waktu relatif singkat tentu bukan merupakan pekerjaan yang mudah, tetapi perlu kerja keras, kreativitas, inovasi, ketekunan, keuletan, kegigihan daya juang yang tanpa kenal lelah. Walaupun jika sudah berhasil, nampaknya mudah untuk mengikuti jejak pengwaralaba, namun tidak setiap orang dapat mengikuti suksesnya, walaupun mungkin beberapa orang akan berhasil mengikuti jejaknya bahkan melampauinya. Untuk menjadi seorang pengwaralaba yang handal, harus mempunyai konsep usaha yang jelas, fokus menjalankan usaha, mempersiapkan berbagai macam jurus bisnis dalam menghadapi kendala yang menghadang, serta terus memperbaiki kekurangan dalam rangka menghadirkan pelayanan dan peningkatan kualitas produk yang prima. Seorang pengwaralaba harus mampu membaca peluang, mempunyai produk yang berkualitas. Harus mempunyai kemauan usaha yang keras, ulet, gigih dan pantang menyerah, tangguh, disertai dengan kreativitas, inovasi dan jika perlu mampu 9

menciptakan diversifikasi produk sehingga semakin berkembang usaha yang diciptakan dan dikembangkannya. Namun perlu diingat juga, bahwa dituntut pula untuk dapat mempertahankan kualitas produk dan pelayanan apabila telah berhasil dalam memasarkan produknya. Dalam arti ketika produk yang dihasilkan berhasil diterima masyarakat, tetapi pengwaralaba tidak mampu mempertahankan kualitas produk yang bersangkutan, maka lama kelamaan kualitas produknya menurun yang akhirnya ditinggalkan konsumennya. Untuk menghindari hal demikian maka klausula untuk dapat menjaga kualitas produk harus dimasukkan pula ke dalam klausula perjanjian kontrak diantara kedua belah pihak. Dalam beberapa kejadian diatas akan terjadi selisih paham atau pelanggaran perjanjian kontrak antara pengwaralaba (pemberi waralaba) dengan pewaralaba (pembeli waralaba). Contoh lain pewaralaba membeli bahan baku dari pihak lain yang seharusnya menurut aturan kontrak yang disepakati harus membeli atau mengambil bahan baku dari pewaralaba. Untuk menghindari peristiwa diatas, maka dipandang perlu adanya kepastian yang berkaitan dengan legalitas dan bonafiditas usaha pengwaralaba dalam rangka untuk menciptakan transparansi informasi usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pewaralaba. Berkaitan dengan bentuk usaha dengan sistem waralaba yang sebenarnya adalah sebuah hubungan yang diikat dengan sebuah perjanjian, juga dapat dilihat dari pengertian waralaba itu sendiri yang tercantum dalam 10

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, disebutkan bahwa definisi waralaba adalah hak khusus yang dimiliki perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Hal ini tentunya dapat dipahami, bahwa waralaba ini terdiri dari unsurunsur sebagai berikut : 1 1. Waralaba adalah kegiatan bisnis yang didasarkan perjanjian/perikatan antara pengwaralaba dengan pewaralaba 2. Hubungan bisnis antara pengwaralaba (pemberi waralaba) dengan pewaralaba (penerima waralaba) bersifat kemitraan usaha sehingga kedudukannya setara. Penerima waralaba bukanlah cabang perusahaan dari pemberi waralaba (pengwaralaba) melainkan perusahaan terpisah yang juga memiliki kemandirian dalam berusaha. 3. Pengwaralaba (pemberi waralaba) memberikan izin (lisensi) kepada penerima waralaba (pewaralaba) untuk menggunakan atau memanfaatkan HAKI milik pengwaralaba 4. Perjanjian waralaba, meskipun mengandung perjanjian lisensi HAKI, juga mengandung perjanjian tentang penggunaan sistem bisnis milik 1 Iswi Hariyani dan Serfianto, 2011, Membangun Gurita Bisnis Franchise, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm. 40-41 11

pengwaralaba yang meliputi sistem manajemen, keuangan dan pemasaran.penerima waralaba harus menggunakan sistem bisnis tersebut agar kegiatan usahanya benar-benar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengwaralaba. 5. Pemberi waralaba (pengwaralaba) berkewajiban memberikan dukungan teknis, manajemen,keuangan dan promosi / pemasaran agar dapat membantu kelancaran usaha outlet yang dikelola penerima waralaba (pewaralaba) 6. Pengwaralaba (pemberi waralaba) menetapkan besarnya biaya (fee) yang harus dibayar oleh penerima waralaba (pewaralaba) Bentuk kesepakatan kerjasama ini dituangkan dalam bentuk perjanjian secara tertulis yang memuat beberapa klausula baku dan tambahan yang telah dibicarakan sebelumnya antara kedua belah pihak. Klausula baku ini meliputi sistem operasional, cara penyajian dan penyediaan stok bahan baku atau barang yang harus disediakan oleh pihak pengwaralaba. Namun karena dalam perjanjian ini telah berisi klausula baku dan klausula tambahan, sedangkan klausula baku bersifat baku maka perjanjian ini kurang memberikan kesempatan kepada pewaralaba untuk mengajukan keberatan-keberatan terhadap salah satu atau beberapa klausula dalam perjanjian waralaba tersebut. Sehingga dalam kenyataannya, sering terjadi penyimpangan penyimpangan atau pelanggaran-pelanggaran terhadap perjanjian yang telah 12

dibuat kedua belah pihak. Artinya salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang telah menjadi komitmen bersama. Sehingga pelanggaran ini menimbulkan kerugian di satu pihak, bisa pihak pengwaralaba ataupun di pihak pewaralaba. Jika hal ini terjadi, seharusnya pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan untuk segera dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya. Beberapa pelanggaran yang sering terjadi, pengwaralaba tidak melakukan pembinaan management kepada pihak pewaralaba, pihak pewaralaba tidak membayar fee, pihak pewaralaba tidak melakukan pelayanan sesuai standar dari pengwaralaba, pewaralaba tidak mengambil bahan baku dari pihak pengwaralaba, pihak pewaralaba membuka cabang atau agen tanpa pemberitahuan dan tanpa memberikan royalty kepada pihak pengwaralaba dan bentuk pelanggaran lainnya. Perjanjian waralaba yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku ini, dibuat pengwaralaba dan diberlakukan terhadap semua calon pewaralaba tanpa terkecuali. Dalam hal ini, calon pewaralaba hanya dapat memilih menerima atau menolak perjanjian tersebut tanpa ikut menentukan isinya. Pengwaralaba mempunyai peluang diuntungkan, dimana pengwaralaba dapat menentukan syarat yang cukup memberatkan pewaralaba untuk dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian dari pengwaralaba. Jika hal ini yang terjadi, maka kedudukan para pihak di dalam perjanjian menjadi tidak seimbang, dimana pengwaralaba mempunyai kedudukan yang lebih 13

kuat dalam menentukan isi dari perjanjian yang dibuatnya. Maka disini akan terjadi perjanjian yang telah disepakati bersama mengalami cacat hukum karena tidak terpenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian, asas kekebasan berkontrak dan asas itikad baik diantara para pihak yang melakukan kesepakatan dalam perjanjian tersebut. Dari uraian diatas maka penulis sangat tertarik untuk meneliti kebenaran apakah perjanjian dalam waralaba tersebut klausulanya sudah berbentuk klausula baku, sehingga sangat merugikan salah satu pihak dalam hal ini pembeli waralaba. Penelitian ini akan mengambil judul Perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian waralaba (Studi Kasus Waralaba Extraqilo Laundry) 1.2 Permasalahan Penelitian Dalam perjanjian waralaba, pembeli waralaba (pewaralaba), seperti yang telah diuraikan diatas, dalam posisi yang lemah, karena pemberi waralaba (pengwaralaba) dapat membuat klausula yang mementingkan kepentingannya. Dalam penelitian ini, ada tiga permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut: a. Bagaimana bentuk perjanjian dalam perjanjian waralaba di Extraqilo Laundry Kiloan? b. Bagaimana perlindungan hukum para pihak dalam perjanjian waralaba di Extraqilo Laundry Kiloan? 14

c. Bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi antara pemberi waralaba (pengwaralaba) dengan pembeli waralaba (pewaralaba) dalam perjanjian waralaba di Extraqilo Laundry Kiloan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian ini meliputi : a. Untuk menganalisis bentuk perjanjian dalam perjanjian waralaba di Extraqilo Laundry Kiloan. b. Untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian waralaba di Extraqilo Laundry Kiloan. c. Untuk mengkaji bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi antara pemberi waralaba (pengwaralaba) dengan pembeli waralaba (pewaralaba) dalam perjanjian waralaba di Exrraqilo Laundry Kiloan. 1.3.2 Manfaat Penelitian a. Bagi Pelaku Usaha Waralaba Dapat memberikan informasi mengenai acuan perjanjian waralaba. Dapat dipahami pula bentuk perlindungan hukum bagi pemberi waralaba (pengwaralaba) dan pembeli waralaba (pewaralaba) serta memberikan solusi dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan perjanjian 15

waralaba laundry khususnya dan perjanjian waralaba pada umumnya. b. Secara Akademis Diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan ilmu hukum yang dalam hukum perjanjian waralaba khususnya laundry dan perjanjian waralaba pada umumnya. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini mengacu pada Pedoman Format Penulisan yang dikeluarkan oleh Universitas Internasional Batam. Tesis ini terdiri dari 5 (lima) Bab dimana masing-masing bab ada keterkaitannya antara satu dengan lainnya. Adapun gambaran yang jelas mengenai tesis ini akan diuraikan dalam sistematika sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Bab I ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, pokok permasalahan penelitian yang muncul yang selanjutnya akan diteliti. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori Dalam bab ini, dalam tinjauan pustakanya penulis akan memaparkan tentang pengertian waralaba, perjanjian waralaba, perjanjian baku, kedudukan para pihak dalam perjanjian waralaba dan penyelesaian 16

sengketa dalam perjanjian waralaba, sedangkan dalam landasan teorinya penulis akan memaparkan tentang asas-asas dalam hukum perjanjian dan asas proporsionalitas. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini akan diuraikan mengenai rancangan penelitian, objek penelitian, teknik pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab IV ini pada hasil penelitian penulis akan memaparkan secara sekilas tentang CV. Mama Bros Servicindo, Extraqilo Laundry Kiloan, beserta outlet dan jumlah terwaralabanya, dan waralaba dari Extraqilo Laundry Kiloan termasuk di dalamnya berkaitan dengan proses perjanjian waralabanya, hubungan hukum antara pengwaralaba dengan pewaralaba dalam perjanjian waralaba extraqilo laundry kiloan, kedudukan para pihak serta perlindungan hukum bagi para pihak dan penyelesaian masalahnya apabila terjadi perselisihan dalam perjanjian waralaba di Extraqilo Laundry Kiloan. Dalam pembahasannya, penulis akan menguraikan tentang analisis hukum dari proses perjanjian bisnis dalam waralaba extraqilo laundry kiloan, hubungan hukum diantara kedua pihak, perlindungan hukumnya berdasarkan asas-asas dalam hukum perjanjian termasuk asas proporsionalitas. 17

Bab V Kesimpulan, Keterbatasan dan Rekomendasi Dalam bab ini akan memuat kesimpulan, keterbatasan dan rekomendasi yang berhubungan dengan perjanjian waralaba, kedudukan para pihak dan perlindungan hukumnya dalam pelaksanaan perjanjian waralaba di extraqilo laundry kiloan. Kesimpulan yang dibuat ini merupakan kristalisasi dari hasil penelitian dan pembahasan. Selain itu juga berisi keterbatasan dan rekomendasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. 18