1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk kumpulan/sindroma gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak pada perut bagian atas yang menetap disertai dengan keluhan seperti cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, rasa penuh pada perut saat makan, mual dan muntah (Djojoningrat, 2001). Pengertian dispepsia secara singkat dikemukakan oleh Almatsier (2004), dispepsia menunjukkan rasa nyeri tidak menyenangkan pada perut bagian atas. Dikarenakan banyaknya gejala yang dihasilkan maka dispepsia dikelompokkan berdasarkan penyebabnya. Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dikatakan dispepsia organik apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya kelainan struktur karena adanya ulkus peptikum, karsinoma lambung, maupun kholelithiasis. Dan dikatakan dispepsia fungsional apabila penyebabnya tidak diketahui dan biasanya disebabkan oleh pola konsumsi atau tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Cuomo et al., 2001). Oleh sebab itu dispepsia perlu diperhatikan mengingat tidak sedikit orang di sekitar kita mengalami keluhan dispepsia.
2 Menurut Depkes RI (2003), dispepsia berada pada peringkat 10 dengan proporsi 1,5% untuk kategori 10 penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Pada Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (2013), dispepsia menempati urutan ke 6 dari 10 besar peringkat pola penyakit rawat jalan di rumah sakit Yogyakarta pada tahun 2012. Laporan rawat jalan di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta menjelaskan bahwa pasien yang datang dengan keluhan dispepsia mencapai 40% kasus per tahun (Dwijayanti et al., 2008). Berdasarkan data tersebut, umur dan jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dispepsia. Keluhan dispepsia fungsional banyak didapatkan pada umur yang lebih muda. Dispepsia fungsional merupakan masalah yang sering timbul pada remaja putri. Menurut Harahap (2009), kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan dibandingkan laki - laki dengan perbandingan insiden 2:1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja umur 14-17 tahun, remaja putri lebih banyak menderita dispepsia fungsional yaitu 27% dibandingkan dengan remaja laki - laki hanya 16% (Reshetnikov, 2007). Dijelaskan juga pada hasil penelitian besarnya angka kejadian sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri dikarenakan pola makannya yang sebagian tidak teratur. Kebiasaan makan yang tidak teratur dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti kurang memperhatikan makanan yang dikonsumsi, baik pola maupun jenis makanannya. Didukung oleh penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan oleh Reshetnikov (2007), jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia fungsional. Dan berdasarkan dengan penelitian Ervianti (2008),
3 tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia fungsional, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia adalah ketidakteraturan makan. Selain itu, jenis makanan seperti makanan yang mengandung asam ataupun dengan kadar lemak yang tinggi juga menjadi salah satu pencetus sindroma dispepsia fungsional. Pola konsumsi makanan tinggi lemak yang berlebihan tidak dianjurkan pada penderita dispepsia fungsional dikarenakan lemak dapat mengiritasi atau merangsang sekresi asam lambung. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Feinle et al., menunjukkan bahwa selama distensi lambung, lemak adalah pemicu terbesar munculnya gejala dispepsia fungsional seperti mual, kembung, nyeri dan perasaan penuh di lambung apalagi pada pasien dispepsia fungsional infuse lipid duodenal memperburuk hipersensitif distensi lambung (Feinle et al., 2002). Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta dikarenakan menurut Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2011, Kota Yogyakarta sendiri memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya sehingga hasil yang didapatkan lebih bisa digeneralisasikan. Didukung dengan kejadian dispepsia menempati peringkat ke 6 dari 10 besar kasus rawat jalan di Rumah Sakit Yogyakarta serta angka keluhan kasus dispepsia di RSUP dr.sardjito Yogyakarta yang mencapai 40% kasus per tahun dijadikan pertimbangan pentingnya penelitian ini dilakukan (Dinkes DIY, 2013).
4 Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah di atas umur 45 tahun. Menurut data yang dilansir WHO pada tahun 2007, dispepsia menjadi penyakit yang menempati urutan ketujuh tertinggi di Yogyakarta dengan proporsi sebesar 5,81% dan sekitar 5,78% di Jakarta. Sedangkan menurut Krause M (2002), keluhan dispepsia banyak didapatkan pada umur yang lebih muda. Pada penelitian yang dilakukan Annisa (2009), pada remaja putri di SMA Plus Al-Azhar Medan didapat angka kejadian sindroma dispepsia sebesar 64,4%. Oleh sebab itu, diadakan penelitian dengan judul Hubungan antara Ketidakteraturan Makan dan Pola Konsumsi Makanan Tinggi Lemak dengan Kejadian Sindroma Dispepsia Fungsional pada Remaja Putri di SMA Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta? 2. Apakah ada hubungan antara pola konsumsi makanan tinggi lemak dengan kejadian sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta?
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara ketidakteraturan makan dan pola konsumsi makanan tinggi lemak dengan kejadian sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a) Mengetahui ketidakteraturan makan pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta b) Mengetahui pola konsumsi makanan tinggi lemak pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta c) Mengetahui kejadian sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta d) Mengetahui hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta e) Mengetahui hubungan antara pola konsumsi makanan tinggi lemak dengan kejadian sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri di SMA Kota Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Bidang pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi untuk penyelenggaraan penelitian lainnya dengan metode yang baik dan benar.
6 2. Bidang pelayanan masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar untuk masyarakat tentang ketidakteraturan makan, konsumsi makanan tinggi lemak dan sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri. 3. Bidang penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang sindroma dispepsia fungsional dan pengembangannya untuk penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian 1. Diet and functional gastrointestinal disorders: a population based case control study (Talley et al., 2005). Metode penelitian adalah case control. Hasil penelitian menunjukkan kelompok kasus dan kontrol mengkonsumsi dalam jumlah yang sama makanan yang mengandung gandum, laktosa, minuman berkafein, minuman dengan pemanis fruktosa. Kelompok kasus dilaporkan lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan rendah karbohidrat. Perbedaan penelitian ini adalah rancangan penelitian serta subyek yang diteliti. 2. Hubungan pola konsumsi dengan kekambuhan pada penderita sindrom dispepsia fungsional di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Aryati, Norma Budi 2007). Metode penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan rancangan potong lintang / cross sectional. Hasil
7 penelitian menunjukkan ada hubungan antara pola konsumsi makanan yang menimbulkan asam lambung dengan kekambuhan sindroma dispepsia. Perbedaan penelitian ini variabel penelitian serta subyek yang diteliti. 3. Faktor risiko dispepsia pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) (Susanti, 2011). Hasil yang didapat dari penelitian ini sindroma dispepsia dipengaruhi oleh ketidakteraturan makan, tingkat kecukupan vitamin A dan C, kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi obat - obatan (antasida), tingkat stress, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis dan ulkus peptikum). Perbedaan penelitian ini adalah rancangan penelitian serta variabel yang diteliti.