TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kawasan Hutan Batang Toru Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur, secara geografis terletak antara 98 53-99 26 Bujur Timur dan 02 03-01 27 Lintang Utara. Hutan alami (primer) di Batang Toru yang tersisa saat ini diperhitungkan seluas 136.284 hadan berada di Blok Barat seluas 81.344 ha dan di Blok Timur seluas 54.940 ha. Secara administratif berada di 3 Kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Kondisi Umum Kabupaten Tapanuli Utara Tapanuli Utara dalam Angka (2012), secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada koordinat 1º20'00" - 2º41'00" Lintang Utara (LU) dan 98 05"- 99 16" Bujur Timur (BT).Secara administratif Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan dengan lima kabupaten tetangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut : Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengahdan Kabupaten Humbang Hasundutan, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten TapanuliSelatan. Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting Adiankoting dalam Angka (2012), secara geografis kecamatan Adiankoting terletak pada koordinat 98 o 50 21,37 BT 01 o 58 40,02 Lintang Utara. Kecamatan Adiankoting terletak 400-1.300 mdpl dengan luas kecamatan
502, 90 Km 2. Secara administratif kecamatan Adiankoting berbatasan dengan empat kecamatan tentangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut : Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung. Sebelah Utara berbatasan dengan Kacamatan Parmonangan Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu Kecamatan Adiankoting terdiri atas 16 desa/kelurahan yaitu Pagaran Lambung I, II, III, IV, Sibalanga, Pagaran Pisang, Adiankoting, Dolok Nauli, Banuaji I, II, IV, Pansur Batu, Pardomuan Nauli, Siantar Naipospos, Pansur Batu I dan II. Luas lahan untuk hutan kemenyan adalah 2.088 ha dengan produksi kemenyan 524,07 ton/tahun. Pengertian dan Fungsi Agroforestri Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis jenis palm, bambu, dan sebagainya) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksiinteraksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan ( Hairiah dkk, 2003). Fungsi agroforestri terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi antara lain: (a) Kaitannya dengan aspek tenurial, agroforestri memiliki potensi di masa kini dan masa yang akan datang sebagai solusi dalam memecahkan konflik menyangkut lahan negara yang dikuasai oleh para petani penggarap; (b) identitas kultural masyarakat, pemahaman akan nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas
produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal dalam rangka keberhasilan pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestri modern yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat; (c) Kaitannya dengan kelembagaan lokal, dengan praktik agroforestri lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sanksi, nilai, dan kepercayaan (unsur-unsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan suatu komunitas; (d) Kaitannya dalam pelestarian pengetahuan tradisional, salah satu ciri dari agroforestri tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi (polyculture). Sebagian dari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan alam guna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan baku pengobatan. Meskipun hampir di seluruh kecamatan di Indonesia sudah tersedia Puskesmas atau Puskesmas Pembantu (Pusban), tetapi masyarakat masih banyak yang memanfaatkan lingkungannya sebagai tabib bilamana mereka sakit (Widianto dkk. 2003). Fungsi agroforestri ditinjau dari aspek biofisik dan lingkungan pada skala bentang lahan (skala meso) adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian lahan antara lain: (a) Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah; (b) Mempertahankan fungsi hidrologi kawasan; (c) Mempertahankan cadangan karbon; (d) Mengurangi emisi gas rumah kaca; dan (e) mempertahankan keanekaragaman hayati (Lahjie, 2001).
Klasifikasi Sistem Agroforestri Berbagai tipe agroforestri telah banyak diinventarisir dan dikembangkan dengan bentuk yang beragam tergantung kondisi wilayah, lokasi dan tujuan agroforestri itu sendiri. Namun demikian, keragaman agroforestri tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat dasar utama (Sardjono dkk., 2003), yaitu: (1) Berdasarkan strukturnya (Structural Basis) yang berarti penggolongan dilihat dari komposisi komponen-komponen penyusunnya (tanaman pertanian, hutan, pakan, dan/atau ternak). Agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural Systems) Sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non kayu).tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). b. Silvopastura (Silvopastural Systems) Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture). Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus) c. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural Systems) Merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Contoh: berbagai bentuk kebun pekarangan (home-gardens), kebun hutan (forest-gardens), ataupun kebun desa (village-forest-gardens), seperti
sistem Parak di Maninjau (Sumatera Barat) atau Lembo dan Tembawang di Kalimantan. (2) Berdasarkan sistem produksi, agroforestri dibedakan menjadi : a. Agroforestri berbasis hutan adalah bentuk agroforestri yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan dan/atau belukar untuk aktivitas pertanian. b. Agroforestri berbasis pada pertanian yaitu produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan/atau sustainabilitas. c. Agroforestri berbasis pada keluarga adalah agroforestri yang dikembangkan di areal pekarangan rumah (homestead agroforestry). (3) Berdasarkan masa perkembangannya, agroforestri dapat dibedakan menjadi : a. Agroforestri tradisional/klasik yaitu tiap sistem pertanian, dimana pohonpohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem (agroecosystem). b. Agroforestri modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Struktur dan Komposisi Agroforestri Struktur agroforestri terbagi dua bagian yaitu horizontal dan vertikal. Struktur horizontal ditinjau dari bidang datar pada lahan yang diusahakan untuk agroforestri dan memiliki berbagaimacam bentuk. Struktur vertikal dilihat dari struktur kombinasi komponen penyusun agroforestri berdasarkan bidang samping atau penampang melintang. Yang terlihat bukan hanya kemerataan distribusi
masing-masing jenis. Keseluruhan dari penyebaran horizontal juga dapat dikombinasikan dengan penyebaran merata dengan beberapa strata dimana komponen kehutanan dan pertanian tersebar pada sebidang lahan dengan strata yang sistematis. Kondisi ini umumnya dijumpai pada bentuk-bentuk agroforestri yang modern dan berskala komersial. Sedangkan strata tidak merata dimana komponen kehutanan dan pertanian tersusun dalam strata yang tidak beraturann pada sebidang lahan. Struktur tidak merata lebih banyak dijumpai pada agroforestri tradisional yang lebih polikultur. Struktur ini sangat berkaitan dengan diversitas atau aspek kelimpahan jenis dan kemerataannya (Sardjono, 2003). Secara umum, kelompok utama yang menyusun model agroforestri yaitu tanaman, tanah, cara pengelolaan dan produksi. Pendugaan produksi secara agronomis umumnya hanya mempertimbangkan proses-proses yang terjadi dibagian atas tanah saja sementara proses lainnya yang terjadi didalam tanah sering diabaikan.oleh karena proses yang terlibat didalam tanah sistem agroforestri sangat kompleks maka setiap komponen penyusun disederhanakan dengan cara membuat asumsi sebagai hipotesis. Pada prinsipnya semua tanaman itu sama dapat tumbuh dan memiliki batang, daun, akar dan sebagainya tetapi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk pertumbuhan tanaman memerlukan air, unsur hara, dan cahaya yang berbeda ditinjau dari segi jumlah, jenis dann waktu memerlukannya (Widianto, 2003). Agroforestri Berbasis Kemenyan Salah satu solusi untuk mengurangi tekanan terhadap hutan dan mengatasi masalah kebutuhan lahan pertanian adalah dengan menerapkan sistem agroforestri. Agroforestri merupakan sistem pemanfaatan lahan secara optimal
berasaskan kelestarian lingkungan dengan mengusahakan atau mengkombinasikan tanaman kehutanan dan pertanian (perkebunan, ternak) sehingga dapat meningkatkan perekonomian petani di pedesaan (Gautama, 2007). Salah satu jenis tanaman yang terdapat pada hutan rakyat adalah kemenyan dengan daerah pengembangannya adalah di Tapanuli Utara khususnya di Adiankoting. Pengembangan hutan rakyat kemenyan di Adiankoting merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut, karena keberadaan hutan rakyat mempunyai arti penting bagi peningkatan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Selain itu hutan rakyat mempunyai arti penting dalam upaya menjaga tata air, pemanfaatan lahan kering dan terlantar. Tanaman kemenyan merupakan jenis tanaman yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan menjadi ciri khas masyarakat Adiankoting. Pengembangan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai upaya merehabilitasi lahan ditingkat lokal dan mencegah perubahan iklim ditingkat global. Peluang ini memiliki skor tertinggi karena pengembangan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai upaya dalam meningkatkan produktivitas lahan-lahan tidur ataupun lahan-lahan terlantar. Dalam kondisi tertentu dapat juga dijadikan sebagai upaya dalam merehabilitasi lahan-lahan kritis. Arah tujuan yang ingin dicapai tentunya adalah perbaikan kualitas lingkungan yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Sama sepert kegiatankegiatan kehutanan lainnya, untuk tingkat global pengembangan hutan kemenyan sejalan dengan upaya dunia internasional dalam meminimalisasi perubahan iklim (Simanullang, 2013).
Pengembangan hutan rakyat dengan komoditi tertentu dapat memperbaiki mutu lingkungan disamping meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan iklim mikro yang baik, memperbaiki struktur tanah, dan mengendalikan erosi.hal tersebut menjadikan hutan rakyat merupakan salah satu teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif (Purwanto, dkk. 2004). Deskripsi Tanaman Kemenyan Kingdom : Plantae Superdivision : Spermatophyta Division Class Ordo Family Genus Species : Angiospermae : Dikotil : Styracales : Styracaceae : Styrax : Styrax sumatrana dan Styrax benzoin Di Indonesia terdapat tujuh jenis atau varietas kemenyan (Styrax sp.) yang menghasilkan getah akan tetapi hanya dua jenis yang lebih umum dikenal dan diusahakan di Sumatera Utara, yaitu Styrax sumatrana J.J.SM yang disebut dengan kemenyan toba dan Styrax benzoin DRYAND yang disebut dengan kemenyan (haminjon) durame. Dari kedua jenis ini tersebut, jenis yang pertama lebih dominan karena memiliki kualitas getah yang lebih baik dan bernilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang terakhir (Sasmuko, 2003). Ciri khas kemenyan toba (Styrax sumatrana) adalah kandungan atau kadar asam sinamatnya cukup tinggi. Jelas bahwa jenis ini dapat menghasilkan getah kualitas pertama dengan ciri-ciri memiliki aroma yang lebih wangi,
berwarna putih dan tidak lengket.sedangkan ciri khas jenis kemenyan durame (Styrax benzoin) bahwa jenis ini dapat menghasilkan getah kemenyan seperti tahir yang memiliki kualitas getah lebih rendah dengan ciri-ciri berwarna hitam kecoklatan dan agak lengket (Jayusman, 2014). Kegunaan Kemenyan Penggunaan kemenyan untuk industri dalam negeri sampai saat ini masih terbatas, relatif kecil dan belum banyak diketahui serta diteliti kegunaannya, kecuali dibakar sebagai bahan dupa dalam penyelenggaraan upacara-upacara keagamaan dan dipakai pada upacara adat atau sesajian serta ramuan rokok. Penggunaan kemenyan dari segi pemakaiannya sebagai bahan kimia yaitu antara lain: 1. Pada bidang farmasi (obat-obatan) Penggunaan kemenyan sebagai obat-obatan telah lama dipergunakan. Hal inidibuktikan dari berbagai literatur kimia, yaitu: - Antiseptik - Obat mata bagi penyakit kataraks - Expectorant (melegakan pernafasan) 2. Pada obat-obatan pertanian 3. Pada parfum 4. Pada Kosmetik 5. Pabrik rokok dan pabrik porselin 6. Kegiatan religius/upacara agama (dupa) 7. Varnis (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1983)