BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB II CITRA DIGITAL

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

Model Citra (bag. 2)

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

Batra Yudha Pratama

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

ANALISA PERBANDINGAN KINERJA DETEKSI TEPI METODE SOBEL DAN METODE CANNY PADA CITRA LUKISAN ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dihadapi dengan standar median filter. Perbedaan mendasar antara dua filter ini

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

Pengolahan citra. Materi 3

Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI. Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE GAUSSIAN SMOOTHING UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA MEDIS YANG BLUR

IMPLEMENTASI METODE CANNY DAN SOBEL UNTUK MENDETEKSI TEPI CITRA

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI Closed Circuit Television (CCTV)

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra atau image adalah representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam koordinat cartesian x-y, dan setiap koordinat merepresentasikan satu sinyal terkecil dari objek (Kulkarni, 2001). Fungsi citra adalah model matematika yang sering digunakan untuk menganalisis dimana semua fungsi analisis digunakan untuk mempertimbangkan citra sebagai fungsi dengan 2 variabel. Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau oleh sensor. mengutarakan pengertian tentang citra yaitu: 1. Gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin. 2. Gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuat dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik atau elektronik. Pada umumnya gambar digunakan bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak langsung direkam pada film. Sedangkan penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. 2.1.1 Citra Analog Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar-x, foto yang tercetak dikertas foto, lukisan, pemandangan, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset dan lain-lain sebagainya yang terdiri

dari sinyal-sinyal frekuensi elektromagnetis yang belum dibedakan sehingga pada umumnya tidak dapat ditentukan ukurannya (Munir, 2004).

2.1.2 Citra Digital Citra digital merupakan citra yang dapat diolah komputer. Yang disimpan dalam komputer hanyalah angka-angka yang menunjukkan besar intensitas pada masingmasing piksel. Karena berbentuk data numerik, maka citra digital dapat diolah dengan komputer. Piksel merupakan elemen citra yang memiliki nilai yang menunjukan intensitas warna.ada banyak cara untuk menyimpan citra digital di dalam memori. Dari cara penyimpanan inilah, maka citra digital terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: a. Citra biner Citra biner memiliki 2 jenis warna, yaitu hitam dan putih. Jadi dibutuhkan 1 bit di memori untuk menyimpan kedua warna tersebut. b. Citra grayscale Citra grayscale, merupakan citra yang nilai piksel-nya merepresentasikan derajat keabuan atau intensitas warna putih. Nilai intensitas paling rendah adalah merepresentasikan warna hitam dan nilai intensitas paling tinggi merepresentasikan warna putih. Banyaknya warna pada jenis citra grayscale bergantung pada jumlah bit yang disediakan oleh memori untuk menampung. Citra 2 bit mewakili 4 warna, citra 3 bit mewakili 8 warna, dan seterusnya sampai 8 bit. c. Citra warna Citra berwarna, merupakan citra yang nilai piksel-nya merepresentasikan warna tertentu. Sebuah citra digital dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (piksel = picture element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu. Oleh sebab itu, sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut : ff(0,0) ff(0,1) ff(0, MM 1) ff(1,0) ff(1, MM 1) f(x,y)=....(2.1) ff(nn 1,0) ff(nn 1,1) ff(nn 1, MM 1)

Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat dituliskan sebagai fungsi f (x,y), dimana harga x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan f (x,y) adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel di titik tersebut (Sutoyo, et al. 2009). 2.2 Format File Citra Sebuah format file citra harus dapat menyatukan kualitas citra, ukuran file dan kompabilitas dengan berbagai aplikasi. Format file citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Format- format ini digunakan untuk menyimpan citra dalam sebuah file. Setiap format memiliki karakteristik masing- masing. Ini adalah contoh format umum, yaitu : Bitmap (.bmp), tagged image format (.tif,.tiff), Portable Network Graphics (.png), JPEG (.jpg), dll (Putra, 2010). Ada dua jenis format file citra yang sering digunakan dalam pengolahan citra, yaitu citra bitmap dan citra vektor (Sutoyo et al, 2009). Pada citra bitmap ini sering disebut juga citra raster. Citra bitmap ini menyimpan data kode citra secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per pixel). Citra bitmap ini dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan yang lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek lebih sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Tetapi apabila tampilan diperbesar maka tampilan di monitor akan tampak pecah- pecah. Contoh format file citra antara lain adalah BMP, GIFF, TIF, WPG, IMG, dll. Sedangkan pada format file citra vektor merupakan citra vektor yang dihasilkan dari perhitungan matematis dan tidak terdapat pixel, yaitu data yang tersimpan dalam bentuk vektor posisi, dimana yang tersimpan hanya informasi vektor posisi dengan bentuk sebuah fungsi. Pada citra vektor, mengubah warna lebih sulit dilakukan, tetapi membentuk objek dengan cara mengubah nilai lebih mudah. Oleh karena itu, bila citra diperbesar atau diperkecil, kualitas citra relatif tetap baik dan tidak berubah. Citra vektor biasanya dibuat menggunakan aplikasi- aplikasi citra vektor seperti aplikasi Paint, CorelDRAW, Adobe Illustrator, Autocad, dll. 2.3 Model Warna

Warna secara utuh bergantung pada sifat pantulan (reflectance) suatu objek. Warna yang dilihat merupakan yang dipantulkan, sedangkan yang lainnya diserap. Sehingga sumber sinar perlu diperhitungkan, begitu pula sifat alami sistem visual manusia ketika menangkap suatu warna. Model warna merupakan cara standar untuk menspesifikasikan suatu warna tertentu, dengan mendefinisikan suatu sistem koordinat 3D, dan suatu ruang bagian yang mengandung semua warna yang dapat dibentuk ke dalam suatu model tertentu. Suatu warna yang dapat dispesifikasikan menggunakan suatu model akan berhubungan ke suatu titik tunggal dalam suatu ruang bagian yang didefinisikannya. Masing-masing warna diarahkan ke salah satu standart hardware tertentu (RGB, CMY, YIQ), atau aplikasi pengolahan citra (HSI). 2.3.1. Model warna RGB Suatu citra dalam model RGB terdiri dari tiga bidang citra yang saling lepas, masing - masing terdiri dari warna mrah, hijau, dan biru. Suatu warna dispesifikasikan sebagai campuran sejumlah komponen warna utama. Kuning diproduksi dengan mencampurkan merah, hijau; warna cyan dengan mencampurkan hijau dan biru; warna magenta dari kombinasi merah dan biru. Monitor komputer dan televisi memakai RGB. Sorotan electron menghasilkan sinyal merah, hijau, biru yang dikombinasikan untuk menghasilkan berbagai warna yang dilihat pada layar (Munir, 2004). Gambar 2.1 berikut menunjukkan Kombinasi warna RGB. Gambar 2.1 Kombinasi Warna RGB (Munir, 2004)

Gambar 2.2 Contoh Citra Warna 2.4 Citra Grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya, artinya nilai dari Red = Green = Blue. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan intensitas warna. Citra yang ditampilkan dari citra jenis ini terdiri atas warna abu-abu, bervariasi pada warna hitam pada bagian yang intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat. Citra grayscale berbeda dengan citra hitamputih, dimana pada konteks komputer, citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu hitam dan putih saja. Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna diantaranya sangat banyak. Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sample piksel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masingmasing R, G dan B menjadi citra grayscale dengan nilai X, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G dan B sehingga dapat dituliskan sebagaimana pada persamaan 2.2.. (2.2)

Gambar 2.3 Contoh Citra Grayscale 2.5 Pengolahan Citra Pengolahan citra digital digunakan untuk melakukan interpretasi terhadap citra digital. Beberapa teknik yang digunakan dalam pengolahan citra adalah filtering, enhancement, deteksi tepi, segmentasi, klasifikasi, kompresi, rekonstruksi citra dan lain lain. Beberapa alasan yang mendukung kegunaan deteksi tepi dalam aplikasi kehidupan sehari-hari adalah : o Manusia memiliki kecenderungan dalam mengenal suatu obyek atau kecenderungan kumpulan obyek dengan melihat tepi dari citra. o Adanya teori (yang dapat dijadikan sebagai alasan psikologis), yaitu bahwa sistem penglihatan manusia (Human Visual System/ HVS) menunjukkan beberapa urutan dari deteksi tepi terlebih dahulu sebelum pengenalan warna atau intensitas citra (Mc. Cabe, 2002). 2.5.1. Jenis jenis pengolahan citra 1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement). Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi perbaikan citra: a.perbaikan kontras gelap/terang b. perbaikan tepian objek (edge enhancement) c. penajaman (sharpening)

d. pembrian warna semu (pseudocoloring) e. penapisan derau (noise filtering) 2. Pemugaran citra (image restoration). Operasi ini bertujuan menghilangkan/ meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra: a. penghilangan kesamaran (deblurring). b. penghilangan derau (noise) 3. Pemampatan citra (image compression). Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG. 4. Segmentasi citra (image segmentation). Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola. 5. Pengorakan citra (image analysis) Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciriciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh-contoh operasi pengorakan citra: a. Pendeteksian tepi objek (edge detection) b. Ekstraksi batas (boundary) c. Representasi daerah (region) 6. Rekonstruksi citra (image reconstruction) Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh (Basuki, 2005).

2.6 Deteksi Tepi Tepi citra (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang tiba-tiba (besar) dalam jarak yang singkat. Sedangkan deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra. Deteksi tepi (Edge detection) adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi (edges) yang membatasi dua wilayah citra homogen yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda (Sutoyo,2009). Deteksi tepi pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah: 1. Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra. 2. Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra. 3. Serta untuk mengubah citra 2D menjadi bentuk kurva. Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Gambar 2.4 berikut ini menggambarkan bagaimana tepi suatu citra diperoleh. Gambar 2.4 Proses Deteksi Tepi Citra (Sutoyo et al, 2009). Kemudian pada Gambar 2.5, menjelaskan ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital Gambar 2.5.Model Tepi Satu Citra (Putra, 2010).

Dari gambar 2.5, dijelaskan ketiganya adalah sebagai berikut : 1. Tepi curam, tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90. 2. Tepi landai, disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan. 3. Tepi yang mengandung derau (noise). Terdapat beberapa jenis deteksi tepi antara lain: 1. Operator gradien: Sobel, Prewitt, Isotropik, Schotastic. 2. Operator kompas: Kompas, Kirsch, Robinson. 3. Operator Laplacian. 4. Operator Canny 2.7 Operator Canny Operator Canny adalah operator deteksi tepi yang dikemukakan oleh John Canny pada tahun 1986 dan terkenal sebagai operator deteksi tepi yang optimal. Algoritma ini memberikan tingkat kesalahan yang rendah, melokalisasi titik-titik tepi (jarak pikselpiksel tepi yang ditemukan deteksi dan tepi yang sesungguhnya sangat pendek), dan hanya memberikan satu tanggapan untuk satu tepi (Canny, 1986). Canny merupakan deteksi tepi tradisional yang sering digunakan. Deteksi tepi canny memberikan hasil proses dengan waktu yang sangat cepat tanpa mengurangi hasil tepi (Rupalatha, 2013) Terdapat enam langkah yang dilakukan untuk mengimplementasikan deteksi tepi Canny. Keenam langkah tersebut dijabarkan berikut ini : Langkah 1 Dilakukan penipisan terhadap citra dengan tujuan untuk menghilangkan derau. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan filter Gaussian dengan matriks sederhana. Matriks yang digunakan berukuran jauh lebih kecil daripada ukuran citra. Contoh ditunjukkan pada matriks dengan θθ (theta) = 1,4 dibawah.

Langkah 2 Setelah penghalusan gambar terhadap derau dilakukan, dilakukan proses untuk mendapatkan kekuatan tepi (edge strength). Hal ini dilakukan dengan menggunakan operator Gaussian. Salah satu operatornya adalah operator sobel ditunjukkan pada rumus dibawah : -1 0 1 1 2 1 Gx -2 0 2 Gy 0 0 0-1 0 1-1 -2-1 Langkah 3 Langkah ketiga berupa penghitungan arah tepi. Rumus yang digunakan untuk keperluan ini : θθ = tttttt 1 (GGGG, GGGG)...(2.3) Keterangan: θθ(theta) = Arah sudut GGGG = Nilai kernel x GGGG = Nilai kernel y Langkah 4 Setelah arah tepi diperoleh, perlu menghubungkan antara arah tepi dengan sebuah arah yang dapat dilacak dari citra. Sebagai contoh, terdapat susunan piksel berukuran 5 x 5 Dengan melihat piksel a tampak bahwa a hanya memiliki 4 arah berupa 0 derajat, 45 derajat, 90 derajat, dan 135 derajat.

Selanjutnya, arah tepi yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam salah satu kategori dari keempat arah tadi berdasarkan area yang tertera pada Gambar 2.6. Pada gambar 2.6 berikut menunjukkan aturan konversi yang berlaku : Gambar 2.6. Area Konversi arah tepi Semua arah tepi yang berkisar antara 0 dan 22,5 serta 157,5 dan 180 derajat (warna biru) diubah menjadi 0 derajat. Semua arah tepi yang berkisar antara 22,5 dan 67,5 derajat (warna kuning) diubah menjadi 45 derajat. Semua arah tepi yang berkisar antara 67,5 dan 112,5 derajat (warna merah) diubah menjadi 90 derajat. Semua arah tepi yang berkisar antara 112,5 dan 157,5 derajat (warna hijau) diubah menjadi 135 derajat. Langkah 5 Setelah arah tepi diperoleh, penghilangan non-maksimum dilaksanakan. Penghilangan non-maksimum dilakukan di sepanjang tepi pada arah tepi dan menghilangkan pikselpiksel (piksel diatur menjadi 0) yang tidak dianggap sebagai tepi. Dengan cara seperti itu, diperoleh tepi yang tipis. Langkah 6

Langkah keenam berupa proses yang disebut hysteresis. Proses ini menghilangkan garis-garis yang seperti terputus-putus pada tepi objek. Caranya adalah dengan menggunakan dua ambang T1 dan T2. Lalu, semua piksel citra yang bernilai lebih besar daripada T1 dianggap sebagai piksel tepi. Selanjutnya, semua piksel yang terhubung dengan piksel tersebut dan memiliki nilai lebih besar dari T2 juga dianggap sebagai piksel tepi. Gambar 2.7 Contoh Citra deteksi Canny 2.8 Operator Isotropik Metode atau operator Isotropik merupakan operator yang menggunakan pembobotan piksel-piksel yang lebih dekat dengan titik pusat kernel dengan nilai 2 (1.41421). Sehingga nilai pembobotan tersebut berada diantara pembobotan operator Sobel dan Prewitt, yaitu 2 > 1.41421 > 1. 1 0 1 1 2 1 Gx = 2 0 2 Gy = 0 0 0..(2.4) 1 0 1 1 2 1 Kekuatan tepinya dilakukan dengan akar dari penjumlahan kuadrat hasil penelusuran secara horisontal (Gx) dengan hasil penelusuran secara vertikal (Gy), sehingga dapat dituliskan bahwa: G = GG xx 2 + GG yy 2...(2.5) Keterangan: G = Nilai Gradien G x = Nilai kernel x G y = Nilai kernel y

Untuk isotropik jika asal jarak kedua titik sejajar atau berdekatan, filter isotropik dapat menyebabkan garis sejajar menjadi buram sehingga tepian menjadi satu garis tunggal (jan-mark, 2003). Namun filter isotropik dapat merespon tepi dengan baik jika menggunakan circular mask dan normalized constant dengan menggunakan profil Gaussian (Liu, 2007). Gambar 2.8 Contoh Citra deteksi isotropic 2.9 Transformasi power Law Power law mempunyai bentuk kurva yang serupa dengan transformasi log. Hanya saja dengan transformasi power law dapat mempunyai variasi kurva yang lebih banyak. Menurut (Hui, 2010) perbaikan citra dengan metode ini akan meningkatkan detail tepi citra sehingga bermanfaat untuk perbaikan citra di bidang kedokteran. Hasikin (2012) menunjukkan bahwa untuk mendapatkan perbaikan citra dapat dilakukan dengan operasi transformasi power law dengan keuntungan yaitu membutuhkan waktu minimum untuk pemrosesannya. Berikut gambar kurva transformasi citra: Gambar 2.9 kurva transformasi citra Transformasi Power Law ada dua yaitu nth power dan nth root power. Transformasi nth power didefinisikan dengan: G = c. F γ..(2.6)

1 Transformasi nth root power didefinisikan dengan: G = c. F γ..(2.7) Keterangan: G = citra hasil: F = citra asal: c = konstanta positif: ϒ = Nilai gamma Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan transformasi power law n tth root power. Transformasi nth root power baik digunakan karna dapat meningkatkan kecerahan dari citra grayschale (González-Carabarín L, 2009). Berikut adalah contoh gambar transformasi yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Gambar 2.10 Contoh Citra transformasi n tth root power. 2.10 Jarak Euclidean (Euclidean Distance) Metode Euclidean membandingkan jarak minimum image pengujian (testing), dengan database image pelatihan (training). Jarak euclidean dari dua vektor x dan y dihitung dengan persamaan 2.8 dibawah : d(x, y) = nn ii=1 (xx ii yy ii ) 2..(2.8) Keterangan: D (x, y) = Nilai jarak Euclidean; xx ii = Nilai image training (pelatihan); yy ii = Nilai image pengujian; n = jumlah data pelatihan. Semakin kecil nilai d(x, y) maka semakin mirip kedua vektor yang dicocokkan/dibandingkan. Sebaliknya semakin besar nilai d(x, y) maka semakin berbeda kedua vektor yang dicocokkan (Budi Santosa, 2007). Euclidean Distance memiliki akurasi yang tinggi sehingga sangat cocok digunakan sebagai metode kemiripan gambar (Latifa Greche, 2017).

2.11 Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) Mean Square Error (MSE) adalah nilai error kuadrat rata-rata antara citra asli dengan citra manipulasi. MSE dinyatakan sebagai mean square error yang didefinisikan sebagai :...(2.9) Keterangan: x dan y = koordinat dari gambar M dan N = dimensi dari gambar SS xxxx = stego-image CC xxxx = cover-image. CC 2 mmmmmm memiliki nilai maksimum dalam gambar, sebagai contoh :....(2.10) Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) adalah perbandingan antara nilai maksimum dari sinyal yang diukur dengan besarnya derau yang berpengaruh pada sinyal tersebut. PSNR biasanya diukur dalam satuan decibel (db). Nilai PSNR yang lebih tinggi menyiratkan kemiripan yang lebih erat antara hasil rekonstruksi dan gambar asli. PSNR didefinisikan sebagai :....(2.11)

2.12 Penelitian yang Relevan Berikut ini beberapa penelitian yang berhubungan dengan implementasi deteksi tepi citra dengan Canny dan Isotropik dengan transformasi power law: Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan TAHUN JUDUL PENELITI HASIL PENELITIAN 2011 Segmentasi citra daun tembakau berbasis Deteksi tepi menggunakan algoritma canny 2011 Ekstraksi Bentuk Janin Pada Citra Hasil Usg 3 Dimensi Menggunakan Deteksi Tepi Canny Mazid Kamal Penggunaan metode canny pada deteksi tepi daun tembakau merupakan langkah tepat, karena pendeteksi tepi Abdiansah ini sangat optimum dan menghasilkan pixel tepi minimum yang mendekati tepi sesungguhnya. Fiturnya dapat dikenali berdasarkan ukuran, bentuk dan tekstur maka hasilnya dapat dijadikan dasar klasifikasi untuk dibuat aplikasi dalam menentukan grade daun tembakau. Metode deteksi tepi Canny dapat diimplementasikan untuk mengekstraksi bentuk janin. Untuk mendapatkan ekstraksi bentuk janin yang baik, maka nilai ambang atas dan ambang bawah double tresholding dalam metode deteksi tepi Canny adalah 80 dan 20.

2012 Deteksi tepi kanker organ reproduksi wanita menggunakan operartor prewitt 2013 Deteksi tepi menggunakan operator isotropik dengan pengolahan awal Menggunakan pengaturan intensitas 2013 Deteksi tepi citra bidang kedokteran Dalam kawasan alihragam power law Murinto, dkk Deteksi tepi menggunakan operator Prewitt dapat menghasilkan titik-titik tepi yang cukup tebal (jelas) sehingga dapat mempermudah dalam mendeteksi kanker organ reproduksi wanita. Dari hasil pengujian program dengan menggunakan 24 sampel citra kanker organ reproduksi wanita didapat per sentase kebenarannya adalah 85 %. Sulistono Keberadaan derau dengan jumlah besar akan menurunkan kualitas citra sehingga citra tidak dapat dikenali, karena operator Isotropik akan mendeteksi semua titik yang mempunyai perbedaan gradien, termasuk derau, kemudian akan dibandingkan dengan hasil deteksi tepi tanpa derau. dengan high pass spatial filter terhadap citra dengan speckle noise. Kusban Penggunaan tambahan operator power law meningkatkan intensitas citra sehingga saat operasi deteksi tepi dijalankan akan memberikan tingkat kecerahan

dalam garis batas antar objek. Dengan nilai konstanta c=1 dan nilai gamma=0.53, operator Canny memiliki nilai SNR=12.66428571 db dan t=1.369285714