BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB I. Pendahuluan. Allah berfirman dalam Alquran tentang keharaman riba,

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan Unit Simpan

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi Jasa Keuangan Syari'ah (KJKS) atau yang biasa juga disebut

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik untuk disimak, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al- Baqarah : 275).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menerapkan prionsip syariah semakin berkembang pesat. Pelopor

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TANAH PERHUTANI DI DESA KENDALREJO KECAMATAN TEGALDLIMO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama waktu itu telah berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting menentukan keberhasilan bisnis ini (Suratman, 2012). Seperti penelitian Mustakim (2013) yang menunjukan bahwa krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu. Namun prinsip-prinsip pertukaran barang dan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. tetapi jika dilihat kondisi UMKM di Indonesia, dapat dikatakan bahwa UMKM kurang

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang merupakan jasa keuangan syariah yang

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan permodalan tidak mudah diperoleh. 1. Mudharabah BMT Bina Umat Sejahtera Semarang (Universitas Negeri Semarang, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. pelanggan agar tidak berpindah ke perusahaan lain (Susanto, 2008:59). nyata dari sektor perbankan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2009).

PERANAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KECAMATAN CAWAS

BAB I PENDAHULUAN. umum dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Agama islam tidak hanya meliputi

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Pemerintah mengeluarkan UU No.7 Tahun disebut Bank Syariah, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP DASAR HUKUM DAN PROSEDUR PINJAM PAKAI BARANG BUKTI PENCURIAN DI POLSEK KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Strategi pemasaran merupakan salah satu awal dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juga aspek ekonomi. Dalam aspek ekonomi Islam melarang adanya praktek. menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

BAB I PENDAHULUAN. maka berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Negara tersebut. Bank merupakan

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah, Baitul Maal wat Tamwil sangat dibutuhkan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadikan manusia dengan berbagai naluri, di antaranya naluri hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Ekonosia, 2003, h Heri Sudarsono, Bank dan lembaga keuangan Syariah, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insane, Jakarta, 2001, hlm. Vii

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari perkembangan perbankan di negara yang bersangkutan sebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. PERSEPSI DAN SIKAP PESANTREN TERHADAP BANK SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN BMT KUBE KARANGANYAR TERHADAP KEPUASAN NASABAH

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara atau yang lebih dikenal dengan sebutan MEA (MasyarakatE konomi

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan nonbank yang berbentuk koperasi berbasis syariah. BMT

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. Rajagrafindo Persada, 2009, hlm.9. http/ pada 1 November 2014, 09.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks negara berembang, sistim perekonomian negara sering kali

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profit merupakan sesuatu yang sangat vital bagi semua unit usaha (perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

BAB I PENDAHULUAN. lalu di Indonesia dengan konsep perbankan, baik yang berbentuk konvensional

BAB I PENDAHULUAN. 1 Subandi, Ekonomi Koperasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), 14

BAB I PENDAHULUAN. pula kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan pendanaan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari ah, Depok : Rajagrafindo Persada, 2014, h. 24

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syari ah. Peran

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah sebagai salah satu bagian dari industri perbankan

BAB I PENDAHULUAN. lintas pembayaran, menyimpan, dan meminjam dana. disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun Selama kurun waktu 20

BAB I PENDAHULUAN. H. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm.33.

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. melalui paket-paket kebijakan untuk mendorong kehidupan sektor usaha

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran yang berorientasi pada pelanggan tersebut, membuat perusahaan harus. mencapai kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2002:53).

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Hasan, memperkirakan bahwa pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. yang kita ketahui sistem perekonomian negara-negara di dunia. Tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini setiap Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) serta

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB IV ANALISIS DATA. Berdasarkan uraian pada BAB II tentang landasan teori mengenai preferensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah non bank yang banyak ditemui di masyarakat. BMT dalam

sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan. Koperasi di Indonesia berlandaskan pancasila dan undang-undang dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. banyak pihak yang meyakini bahwa usaha kecil menengah (UKM) mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu bait almaal

BAB I PENDAHULUAN. Sistem ekonomi Islam menghendaki terjadinya transaksi-transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal muamalah, selain hubungan sesama manusia yang bersifat keduniaan juga

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 5

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bukan hanya dalam permasalahan ibadah ubūdiyah saja

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi dengan meningkatnya perkembangan Lembaga Keuangan Jasa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) hadir di tengah masyarakat sebagai jawaban atas sebuah kegelisahan, di mana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) meskipun telah diakui menjadi pilar penyangga perekonomian bangsa, namun seringkali dihadapkan pada masalah keterbatasan modal. (Marsuki, 2006, hal. 108) suntikan dana dibutuhkan UMKM untuk keberlangsungan usahanya, yang diharapkan dapat diperoleh melalui kredit atau pembiayaan dari lembaga keuangan. Namun berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang dilakukan secara berkala oleh Bank Indonesia, diketahui bahwa akses kredit ke bank relatif sulit. Tercatat faktor-faktor penyebab sulitnya akses kredit ke bank antara lain adalah persyaratan kredit yang terlalu rumit, masih tingginya tingkat suku bunga kredit, masalah ketersediaan jaminan atau agunan dan kebijakan bank. (Survei Kegiatan Dunia Usaha, www.bi.go.id) Kebanyakan usaha mikro dan kecil memang dianggap tidak bankable pada saat pengajuan permohonan kredit atau pembiayaan kepada perbankan. Untuk itulah BMT mengambil peran dalam menjawab solusi tersebut. BMT memiliki ciri unik yang membedakannya dengan lembaga keuangan lainnya, yaitu dengan mengedepankan nilai-nilai Islami di dalam kegiatan operasionalnya, serta memiliki 2 fungsi yang berbeda, yakni sebagai Baitul Maal yang mengumpulkan dan menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah, serta sebagai Baitul Tamwil yang melakukan kegiatan usaha berskala mikro. Menurut Sudarsono (2004, hal. 97-98), BMT berperan untuk menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah, melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil, melepaskan ketergantungan masyarakat pada rentenir dan menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah di dalam al-qur an, yaitu seruan untuk meninggalkan riba, mendirikan zakat dan menjaga keadilan ekonomi masyarakat 1

( 4 ( 2 Semangat yang terkandung dalam peran BMT di atas adalah sebagaimana yang tertuang di dalam firman Allah swt.:!$# βî)!$# (#θà)?$#uρ Èβ uρô ãèø9$#uρ ÉΟøOM}$# n?tã (#θçρuρ$yès? Ÿωuρ 3 uθø) G9$#uρ Îh É9ø9$# n?tã (#θçρuρ$yès?uρ É>$s)Ïèø9$# ß ƒï x dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya. (QS. al-maaidah:2) Agar konsisten dengan peran tersebut, terdapat beberapa komitmen yang harus dijaga, yaitu: (Sudarsono hal. 98, 2004) 1. Menjaga nilai-nilai syariah dalam operasionalnya 2. Memperhatikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pembinaan dan pendanaan usaha kecil 3. Meningkatkan profesionalitas sumber daya manusia dari waktu ke waktu 4. Ikut terlibat dalam memelihara kesinambungan usaha masyarakat. Terdapat beberapa hal yang membuat BMT menjadi suatu lembaga keuangan yang berbeda dengan lembaga keuangan yang ada pada umumnya, yaitu: Adanya 2 fungsi yang berbeda di dalam satu tubuh, yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi Bersifat fleksibel, dapat disesuaikan dengan kondisi di dalam masyarakat, hal ini disebabkan karena BMT tidak berada di bawah naungan BI, sehingga tidak tunduk di bawah aturan-aturan perbankan yang ketat Staf dan karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan proaktif, tidak menunggu tetapi menjemput pelanggan atau anggota dan nasabah (Sidik Prawiranegara, Prospekkah BMT Berbadan Hukum Koperasi?, dalam Madjid & Rasyid hal. 201, 2000)

3 Merupakan lembaga keuangan mikro yang Islami, sehingga segala kegiatannya dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Pertumbuhan BMT sejak awal terbentuknya gagasan pendiriannya hingga saat ini menunjukkan perkembangan fantastis. Dimulai pada pertengahan dekade 1990, terdapat kurang lebih 300 unit yang berdiri pada saat itu (Hamid, 2006), kemudian sempat berkembang menjadi sekitar 8.000 unit pada akhir masa orde baru, yang selanjutnya bertumbangan hingga menjadi 3.037 unit pada tahun 2005. (Setiawan, 2007) Di mana, hanya sepertiganya saja yang aktif, dengan aset di atas 200 juta rupiah, dua pertiga lainnya beraset sekitar 100 juta dengan tingkat kesehatan yang tidak baik. (Kompas, 3 Desember 2005) Kendatipun demikian, pertumbuhan BMT di tanah air masih terus digalakkan. ICMI misalnya, sebagai sebuah organisasi yang memprakarsai berdirinya BMT sejak awal, berniat untuk menambah jumlah BMT di tanah air dengan total 10.000 unit. (Hamid, 2006), juga Bank Muamalat Indonesia berniat untuk merealisasikan target 10.000 BMT pada tahun 2010 (Republika, 2 April 2007) Keadaan di atas bertolak belakang dengan komentar berbagai pihak tentang BMT. Sudewo (2005) misalnya, mengakui bahwa di kala lembagalembaga micro finance lainnya didukung oleh Non Government Organization (NGO) dengan konsep, sistem dan training sosialisasi serta persiapan sumberdaya manusia yang semakin baik, BMT justru didukung oleh lembaga lokal yang cenderung setengah hati. Akibatnya perkembangan BMT diserahkan kepada keramahan alam, di mana pada saat sebuah BMT dapat berkembang dengan aset di atas 20 miliar rupiah, BMT lain justru masih tersendat pada aset di bawah 100 juta rupiah. Segara (2008) mempertanyakan akuntabilitas keuangan BMT-BMT yang ada. Besarnya ghirah dan dana masyarakat pada BMT akan berujung kekecewaan manakala aspek akuntabilitas terabaikan. Besarnya jumlah BMT yang berkembang di tanah air tidak diikuti oleh pengembangan secara profesional. Banyak praktik BMT yang jauh dari nilai-nilai syariat. Masih di dalam tulisannya, Segara juga memaparkan pernyataan Ahmad Sumiyanto, selaku Sekjen

4 Perhimpunan BMT, bahwa keluarnya BMT dari koridor syariah disebabkan BMT hanya bermodalkan semangat tanpa diikuti persiapan yang baik, terutama pada sisi sumberdaya manusianya. Kondisi tersebut diakui oleh Mu allim (2004), yang mengatakan bahwa ambivalensi antara konsep syariah pengelolaan BMT dan operasionalisasi di lapangan, serta banyaknya kasus pembiayaan macet adalah kendala yang seringkali dihadapi oleh BMT. Adanya ambivalensi tersebut adalah akibat dari pemikiran masyarakat dewasa ini memang masih belum dilepaskan dari sistem bunga yang berasal dari praktik keuangan konvensional yang telah sekian lama ditanamkan di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. (Hendri, 2006) Allah swt. berfirman: tβθßϑn=ôètƒ Ÿω t Ï%!$# u!#uθ δr& ôìî7 Ks? Ÿωuρ $yγ èî7?$sù Ì øβf{$# z ÏiΒ 7πyèƒÎ Ÿ 4 n?tã y7 oψù=yèy_ ΟèO Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (QS. Al-Jaatsiyah:18) Ayat di atas bermakna tentang pentingnya masyarakat muslim memiliki pengetahuan yang memadai, sehingga dapat menghindarkan diri dari jalan yang mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui, termasuk juga di dalamnya adalah sistem riba yang telah berkembang sedemikian rupa, sehingga mempengaruhi pola pikir masyarakat. Allah swt. berfirman: t ÏΖÏΒ σ Β ΟçFΖä. βî) (##θt/ìh 9$# z ÏΒ u Å+t/ $tβ (#ρâ sœuρ!$# (#θà)?$# (#θãζtβ#u š Ï%!$# $yγ ƒr' tƒ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah:278) Ambivalensi tersebut dapat mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja BMT di wilayahnya. Meskipun satu sama lainnya

5 memiliki manajemen yang berbeda-beda namun reputasi yang kurang baik dari BMT-BMT lainnya dapat berimbas pula pada ketidakpercayaan masyarakat menggunakan jasa BMT. (Lihat Zaenal, 2001) Ketidakpercayaan ini akan berimbas tidak baik bagi langkah-langkah pemasaran BMT. Sebenarnya telah ada usaha untuk melakukan penelitian-penelitian dengan tujuan untuk dapat menjadikan BMT berkembang dengan lebih terarah. Penelitian Mu allim (2004) memfokuskan pada sumberdaya insani BMT. Penelitian Hendri (2006) dengan hipotesis bahwa atribut syariah adalah atribut dominan yang mempengaruhi masyarakat menggunakan jasa BMT ternyata mendapatkan temuan bahwa atribut proses-lah yang dominan. Sementara itu penelitian Yunus (2004) menyimpulkan bahwa faktor pendidikan dan pengetahuan masyarakat memiliki pengaruh signifikan terhadap minat menggunakan lembaga keuangan syariah, dalam hal ini bank syariah. Perbedaan hasil di dalam penelitian-penelitian tentang lembaga keuangan syariah pada umumnya, atau BMT pada khususnya dapat menjadikan gambaran yang tidak jelas mengenai arah yang tepat untuk pengembangan BMT, khususnya di bidang pemasaran. Sementara itu, berkaitan dengan reputasi, sasaran pemasaran yang jelas mendesak untuk segera dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1.2.1 Perumusan Masalah Rasulullah saw. bersabda: Allah swt. Mewajibkan kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu. (HR Muslim) Hafiduddin dan Tanjung (2003) mengartikan makna kata ihsan sebagai sebuah perbuatan untuk melakukan sesuatu secara maksimal dan optimal. Dipaparkan bahwa seorang muslim hendaklah tidak melakukan sesuatu tanpa adanya perencanaan, pemikiran dan penelitian, kecuali untuk sesuatu yang sifatnya darurat. Hal ini seyogianya juga berlaku di dalam semangat untuk membangun BMT sebagai lembaga yang mampu menopang perekonomian rakyat kecil.

6 Namun yang terjadi adalah sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang, di mana terjadi pertumbuhan kuantitas BMT secara besar-besaran yang belum diimbangi dengan adanya suatu langkah penelitian dan pemikiran untuk mencari sebuah solusi akan berbagai macam kendala yang menyebabkan adanya reputasi yang kurang baik di mata masyarakat. Kalaupun langkah itu ada maka realisasinya belum terlihat secara nyata. Berkenaan dengan uraian tersebut maka permasalahan di dalam penelitian ini adalah bahwa manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap pengembangan BMT belum dapat mengetahui faktor penjelas utama preferensi menjadi nasabah BMT, sementara itu faktor penjelas tersebut perlu diketahui untuk dapat menjembatani kepentingan antara masyarakat dan BMT. Adapun faktor penjelas utama yang dimaksud di dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai suatu faktor yang dapat menjelaskan sifat utama dari sekumpulan obyek yang diteliti, yaitu preferensi masyarakat untuk menjadi nasabah BMT. 1.2.2 Pertanyaan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah di atas maka pertanyaan-pertanyaan yang timbul pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor apakah yang menjadi penjelas utama preferensi menjadi nasabah BMT yang terbentuk dari variabel-variabel pengetahuan, religiusitas, proses, produk, harga, sumberdaya insani, lokasi, pelayanan, reputasi, rekomendasi dan lembaga keuangan lainnya? 2. Bagaimanakah implementasi dari faktor penjelas utama tersebut bagi strategi pengembangan BMT berkaitan dengan permasalahan yang ada? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah disusun di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mencari tahu faktor penjelas preferensi untuk menjadi nasabah BMT yang terbentuk dari variabel-variabel pengetahuan, religiusitas, pertimbangan

7 agama, proses, produk, harga, sumberdaya insani, lokasi, pelayanan, reputasi, rekomendasi dan lembaga keuangan lainnya 2. Memaparkan bentuk implementasi faktor penjelas utama bagi strategi pengembangan BMT berkaitan dengan permasalahan yang ada. 1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut: a. Bagi BMT: Mendapatkan masukan tentang hal-hal yang terkait hubungan BMT dengan masyarakat, khususnya dalam bidang pemasaran sehingga dapat merencanakan strategi pemasaran yang tepat dan terarah. b. Bagi Masyarakat: Hasil penelitian dari tesis ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemilihan lembaga keuangan yang baik untuk pembiayaan, khususnya antara BMT dan lembaga keuangan lainnya. c. Bagi Perkembangan Perekonomian Syariah di Tanah Air: Menjadi tolok ukur sejauh mana keberhasilan BMT menopang kemajuan perekonomian umat, yang diharapkan dapat menguatkan kembali ghirah untuk ber-mu amalah sesuai dengan tuntunan syariah Bahan masukan untuk sosialisasi ekonomi syariah di Indonesia, khususnya untuk lebih memahami masyarakat yang belum tertarik dengan lembaga keuangan syariah. 1.5 Pembatasan Masalah Responden adalah para pengusaha mikro dan kecil yang menjadi nasabah BMT Al Kariim, BMT Usaha Mulya dan BMT Daarul Qur an dan seluruhnya beragama Islam. 1.6 Kerangka Pemikiran Untuk menunjang penelitian ini terdapat beberapa variabel yang dijadikan tolok ukur. Adapun variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan responden

8 menjadi nasabah BMT adalah variabel pengetahuan, religiusitas, proses, produk, harga, sumberdaya insani, lokasi, pelayanan, reputasi, rekomendasi dan lembaga keuangan lainnya. Variabel-variabel tersebut dimasukkan ke dalam penelitian ini berdasarkan teori yang dikemukakan Kotler (1989) tentang bauran pemasaran. Di mana bauran pemasaran terdiri dari produk, harga, lokasi dan promosi. Baik produk, harga maupun lokasi merupakan variabel-variabel di dalam penelitian ini, sementara itu promosi terbagi ke dalam variabel reputasi BMT dan rekomendasi. Subagja (2005) mengungkapkan bahwa keberagaman produk dan imbang hasil yang menguntungkan adalah salah satu pertimbangan penting bagi masyarakat untuk menjadi nasabah bank syariah. Demikian pula dengan faktor lokasi, yaitu kantor cabang dan ATM yang tersebar. Di dalam penelitian Hendri (2006), dua dari tiga BMT yang menjadi obyek penelitiannya berada dekat dengan pasar tradisional, sehingga mudah dijangkau, selain juga didukung oleh staf marketing yang melakukan pelayanan jemput bola. Reputasi yang baik telah membuat timbulnya jaminan mutu yang akan mempengaruhi kepercayaan. Kepercayaan tersebut akan menjadikan masyarakat tidak ragu untuk menitipkan dananya dalam bentuk tabungan pada BMT dan yakin akan kejujuran BMT dalam memberikan pembiayaan. Dalam kaitannya dengan kepercayaan, Subagja (2005) mengungkapkan bahwa salah satu faktor paling penting yang dapat menjadikan masyarakat tertarik menjadi nasabah bank syariah adalah keyakinan bahwa simpanan di bank aman dan sehubungan dengan reputasi adalah bahwa bank dikenal sebagai bank yang profesional. Rekomendasi, atau yang disebutkan dengan istilah komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth communication) merupakan pertimbangan penting bagi seorang calon konsumen dalam memilih produk. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006, hal. 67) menyebutkan bahwa memahami dan mengontrol komunikasi dari mulut ke mulut menjadi begitu penting untuk perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan. Sementara itu, Engel, Blackwell dan Miniard (1994, hal. 145) menyebutkan bahwa keluarga merupakan unsur penting dalam pengambilan keputusan.

9 Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006, hal. 25-27) menyatakan bahwa selain 4 unsur pada bauran pemasaran sebagaimana yang telah dikemukakan Kotler (1989), juga terdapat 3 unsur lainnya, yaitu manusia, tampilan fisik dan proses, di mana tampilan fisik tidak dimasukkan ke dalam variabel penelitian, sementara unsur manusia terbagi menjadi variabel sumberdaya insani dan pelayanan. Mu allim (2004) menyatakan bahwa selama ini perkembangan BMT tidak selalu bagus, bahkan ada yang kemudian tumbang, gagal, rugi dan kemudian mati, tidak berjalan lagi. Penyebabnya antara lain adalah kurangnya persiapan sumberdaya insani, baik dari sisi pengetahuan atau keterampilan dalam mengelola BMT. Dalam kesempatan yang lain, ia meneliti tentang profesionalisme sumberdaya insani yang mengelola BMT (Mu allim dan Abidin, 2005), dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa penting bagi pengelola BMT untuk mampu menjelaskan konsep perbankan syariah dengan cara yang menarik bagi calon nasabah. Hal ini menunjukkan pentingnya sumberdaya insani yang profesional dalam hubungannya dengan pelayanan BMT terhadap nasabahnya. Sejalan dengan penelitian tersebut, Subagja (2005) menyatakan bahwa masyarakat menganggap penting karyawan bank syariah yang gesit dan ramah dalam melayani nasabah. Yang termasuk ke dalam variabel pelayanan adalah pelayanan yang memuaskan dan berkualitas. Laporan Tim Trainer Pelatihan Manajemen Pengolahan BMT yang merupakan hasil kerjasama MSI-UII, Puktel Telkom Divre IV dan BMT Safinah di Yogyakarta dalam Mu allim (2004) menyebutkan bahwa hal terpenting yang dilihat oleh nasabah BMT, baik muslim maupun nonmuslim, adalah pelayanan. Berdasarkan hasil penelitian Hendri (2006), dari beberapa variabel yang diteliti, variabel proses menjadi faktor dominan yang mempengaruhi masyarakat menggunakan jasa BMT. Selain variabel-variabel tersebut di atas, penulis juga mengambil beberapa variabel berdasarkan teori yang dikemukakan Engel, Blackwell dan Miniard (1994, hal. 143-146), yaitu pengetahuan dan religiusitas responden, yang merupakan bagian dari salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan

10 konsumen, yaitu perbedaan individu. Di mana variabel religiusitas responden adalah merupakan terapan dari nilai yang dianut seorang konsumen. Penelitian BI-Undip (2000) mengungkapkan bahwa kurang pesatnya perkembangan bank syariah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada saat itu adalah karena pengetahuan masyarakat yang masih kurang terhadap sistem dan produk perbankan syariah. Namun demikian, sebenarnya masyarakat menunjukkan respon positif dan ingin menjadi nasabah manakala diberikan pengetahuan singkat tentang bank syariah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yunus (2004) bahwa faktor pendidikan dan pengetahuan masyarakat memiliki pengaruh signifikan terhadap minat menggunakan bank syariah dan bahwa sebagian besar penolakan masyarakat terhadap bank syariah adalah akibat ketidaktahuan mereka tentang bank syariah. BMT didirikan atas dasar semangat untuk melakukan kegiatan-kegiatan muamalah yang berlandaskan syari at Islam, di antaranya adalah menghindari transaksi-transaksi ribawi. Untuk itulah besar kemungkinan pertimbangan agama menjadi suatu alasan penting masyarakat ingin menjadi nasabah BMT. Di dalam penelitiannya, Yunus (2004) mengungkapkan bahwa sikap masyarakat terhadap fatwa MUI tentang haramnya bunga bank memiliki pengaruh signifikan terhadap minat untuk menggunakan bank syariah. Hal ini didukung oleh Subagja (2005) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari beberapa faktor yang sangat kuat mempengaruhi masyarakat menjatuhkan pilihan terhadap bank syariah, pertimbangan bahwa dana nasabah untuk bisnis halal dan bahwa suasana bank Islami menjadi pertimbangan penting, meskipun hasil penelitian Wahyuningsih (2005) mengungkapkan bahwa faktor keimanan atau keyakinan mempunyai pengaruh yang tidak begitu besar terhadap keinginan masyarakat menjadi nasabah bank syariah. Sementara itu, variabel lembaga keuangan lainnya dimasukkan di dalam penelitian ini berdasarkan studi literatur tentang BMT, di mana salah satu tujuan didirikannya BMT adalah untuk memerangi ketergantungan masyarakat terhadap rentenir, selain juga untuk meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil berdasarkan prinsip syariah (Mu allim, 2004), yang berarti bebas bunga bank. Juga ditemukan di dalam studi literatur bahwa pengembangan BMT seringkali

11 tersendat oleh berbagai hal, seperti masalah permodalan dan reputasi (Mu allim, 2004, Zaenal, 2002), yang mengakibatkan kurang populernya BMT dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya (lihat Sudewo, 2004). Dan bahwa persepsi masyarakat terhadap BMT sebagai lembaga keuangan mikro pada umumnya belum dapat terlepaskan dari perbandingan dengan lembaga keuangan lainnya, khususnya lembaga keuangan konvensional (Suhardin dalam Mu allim, 2004) Hasil penelitian Imani (1999) menyebutkan bahwa lebih banyak nasabah yang menempatkan BMT sebagai pelengkap daripada sebagai pengganti. Penjelasan lebih lanjut tentang variabel-variabel ini terpapar di dalam Bab 2 di mana teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini dibahas lebih lanjut. Lebih jelasnya kerangka teori tersebut dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini:

12 Gambar 1.1 Kerangka Teori Pengetahuan Religiusitas Proses Produk Harga Sumberdaya Insani Lokasi Preferensi Menjadi Nasabah BMT Pelayanan Reputasi BMT Rekomendasi Lembaga Keuangan Lainnya 1.7 Hipotesis Berdasarkan teori yang dikemukakan Engel, Blackwell dan Miniard (1994), serta hasil penelitian BI-Undip (2000) dan Yunus (2004) bahwa pengetahuan memiliki peranan penting untuk mempengaruhi minat masyarakat menggunakan jasa lembaga keuangan syariah, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

13 H0 = Faktor penjelas utama preferensi menjadi nasabah BMT adalah faktor yang di dalamnya terkandung variabel pengetahuan H1 = Faktor penjelas utama preferensi menjadi nasabah BMT adalah faktor yang di dalamnya tidak terkandung variabel pengetahuan 1.8 Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan data primer dengan responden yang merupakan pengusaha mikro dan kecil yang berada di lokasi sekitar 3 BMT yang berlokasi di Jakarta dan masuk dalam kategori sehat, yaitu BMT Al Kariim, BMT Usaha Mulya dan BMT Daarul Qur an. Selanjutnya data akan diolah dengan menggunakan model penelitian analisis faktor untuk dapat menemukan faktor-faktor penjelas preferensi untuk menjadi nasabah BMT yang berurut dari faktor yang paling dominan hingga yang paling kecil mempengaruhi preferensi tersebut. Analisis yang akan dilakukan adalah yang berkaitan dengan faktor yang paling dominan, atau disebut juga dengan faktor penjelas utama. 1.9 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada tesis ini dari bab ke bab adalah sebagai berikut: Bab 1 : Pendahuluan Terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah yang merupakan penegasan fokus masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 : Tinjauan Literatur Berisi tentang telaah literatur, referensi, jurnal dan artikel yang berkaitan dengan topik penelitian dan hasil penelitian sebelumnya, serta kesimpulan dari telaah literatur yang telah dilakukan yang dapat dipakai sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk penelitian ini. Bab 3: Metodologi Penelitian dan Data Terdiri dari metode penelitian disertai dengan tahapan penelitian dan data penelitian yang akan dilakukan.

14 Bab 4: Pembahasan Merupakan uraian hasil penelitian dengan mengacu pada tahap-tahap penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Bab 5: Kesimpulan dan Saran Terdiri dari kesimpulan yang merupakan jawaban pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian, saran berdasarkan kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya mengenai hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki atau disarankan untuk dilakukan perbaikan dalam penelitian selanjutnya.