BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB V PENUTUP A. Ikhtisar

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Falasifa, Vol. 7 Nomor 1 Maret

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kompilasi Hukum Islam, CV. Nuansa Aulia, 2013, hlm. 2. 2

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

P U T U S A N. Nomor 0268/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya seseorang pun dapat menemukan kedamaian pikiran. Orang yang tidak kawin bagaikan seekor burung tanpa sarang. Perkawinan merupakan perlindungan bagi seseorang yang merasa seolah-olah hilang dibelantara kehidupan, orang dapat menemukan pasangan hidup yang akan berbagi dalam kesenangan dan penderitaan. Perkawinan merupakan aktivitas sepasang laki-laki dan perempuan yang terkait pada suatu tujuan bersama yang hendak dicapai. Menurut Bachtiar (2004), Definisi Perkawinan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi. Terruwe (dalam Yuwana dan Maramis, 2003) menyatakan bahwa perkawinan merupakan suatu persatuan. Persatuan itu diciptakan oleh cinta dan dukungan yang diberikan oleh seorang pria pada isterinya, dan wanita pada suaminya. 1

2 Menurut Kartono (1992), Pengertian perkawinan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna perkawinan berbeda-beda, tetapi praktek-prakteknya perkawinan dihampir semua kebudayaan cenderung sama perkawinan menunujukkan pada suatu peristiwa saat sepasang calon suami-isteri dipertemukan secara formal dihadapan ketua agama, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan upacara dan ritual-ritual tertentu. 1 Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dalam Pasal 1 memuat pengertian tentang perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.Sudah menjadi kodrat bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan. Sedangkan Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqun ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat, pencatatan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatat nikah 1 Pengertian Perkawinan Menurut Para Ahli (On-line), Tersedia di:http:// sarjanaku.com/2013/01/pengertian-perkawinan-makalah-masalah.html, (11 Februari 2016).

3 sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 22 Tahun 1946 Jo Undang-Undang no 32 Tahun 1954. 2 Pemikiran tentang islam telah dijelaskan oleh banyak ulama. M. Atho Mudzhar telah memperkenalkan jenis-jenis produk pemikiran hukum islam. Menurutnya, terdapat empat jenis produk pemikiran hukum islam yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum islam, yaitu kitab fikih, keputusan pengadilan agama, peraturan perundangundangan di negeri muslim, dan fatwa ulama. Tiap-tiap produk pemikiran hukum islam itu mempunyai ciri khasnya sendiri. Rancangan Undang-Undang Hukum perkawinan sebagai salah satu produk pemikiran tentang hukum islam, isi Pasal-Pasalnya dipandang krusial oleh banyak kalangan. 3 Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagian dan kekal, untuk itu suami-isteri perlu saling membantu, melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan material dan spiritual. Namun perkawinan tidak selamanya dapat berjalan sesuai yang diharapkan, terkadang harus putus ditengah jalan apakah sebab perceraian itu karena talak, cerai gugat, fasid nikah, fasakh nikah, atau pembatalan sebuah perkawinan. Berbicara mengenai Pembatalan perkawinan, pembatalan perkawinan itu sendiri adalah pembatalan hubungan suami isteri sesudah dilangsungkan akad nikah. Oleh karena itu, akan dikaji mengenai langkah-langkah pembatalan setelah perkawinan selesai dilangsungkan, dan diketahui adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi menurut (Pasal 22 undang-undang perkawinan), yaitu perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, salah satu pihak memalsukan identitas dirinya identitas palsu misalnya tentang status, 2 Undag-Undang Kompilasi Hukum Islam Tentang Hukum Perkawinan Pasal 2-5 3 Jaih Mubarok, Pembaharuan Hukum Perkawinan Di Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h.25-26.

4 usia, dan agama (Pasal 27), suami atau isteri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak lainnya (Pasal 24), dan dalam Pasal 25 undangundang perkawinan disebutkan, permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau tempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau isteri, dan pembatalan perkawinan tidak dapat dilakukan sewaktuwaktu akan tetapi harus diajukan dalam waktu tertentu, apabila pembatalan perkawinan diajukan oleh salah satu pihak suami atau isteri, (misalnya karena salah satu pihak memalsukan identitasnya atau karena perkawinan terjadi karena adanya ancaman atau paksaan), pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah perkawinan terjadi, jika waktu enam bulan telah lewat, maka hak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur (Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Akan tetapi untuk pembatalan perkawinan dengan alasan salah satu pihak menikah lagi tanpa sepengetahuan pihak lain tidak ada batas waktu kadaluarsa pengajuan. Sedangkan Didalam fikih sebenarnya dikenal dua istilah yang berbeda kendati hukumnya sama yaitu nikah al-fasid dan nikah albatil. Al-jaziry menyatakan bahwa nikah fasid adalah nikah yang tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat-syaratnya, sedangkan nikah al-batil adalah apabila tidak terpenuhinya rukun. Hukum nikah al-fasid dan al-batil adalah sama-sama tidak sah. Dalam terminologi undangundang perkawinan nikah al-fasid dan al-batil dapat digunakan untuk pembatalan perkawinan, jika dianalisis diaturnya masalah pembatalan perkawinan dalam undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum islam, merupakan sebuah upaya efektif untuk menghindarkan terjadinya perkawinan yang terlarang karena melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan oleh agama dan undang-undang.

5 Adanya kesan pembatalan perkawinan ini terjadi karena tidak berfungsinya pengawasan baik dari pihak keluarga atau pejabat berwenang sehingga perkawinan itu terlanjur terlaksana kendati setelah itu ditemukan pelanggaran terhadap undang-undang perkawinan atau hukum munakahat. Jika ini terjadi maka Pengadilan Agama dapat membatalkan perkawinan tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. Adapaun pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, suami atau isteri, pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan, dan pejabat pengadilan (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974), sedangkan dalam (Pasal 73) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah, para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari suami atau isteri, suami atau isteri, pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undangundang, dan para pihak yang berkepentingan dan mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan sebagai mana tersebut dalam Pasal (67). Namun kenyataannya dalam praktek yang terjadi, tidak semua permohonan pembatalan perkawinan di kabulkan oleh hakim, namun ada juga gugatan pembatalan perkawinan di pengadilan agama yang diajukan oleh pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan atau pun oleh suami atau isteri itu sendiri ditolak oleh hakim, alasan hakim menolak pembatalan perkawinan itu sendiri adalah karena hakim menganggap penggugat tidak mampu memenuhi syarat-syarat atau salah satu syarat-syarat mengenai permohonan pembatalan perkawinan itu sendiri berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Dimana syarat-syarat pembatalan perkawinan itu sendiri

6 sudah diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum islam yang harus terpenuhi. Namun, apakah setiap putusan hakim itu selalu tepat dan sudah sesuai dengan undang-undang dan kompilasi hukum islam dalam hal memutus perkara pembatalan perkawinan, hal inilah yang menarik untuk dipelajari dan di teliti mengenai putusan hakim dalam hal memutus perkara gugatan pembatalan perkawinan. Dan Berbicara tentang pembatalan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, maka dalam skripsi ini penulis mencoba melihat praktek Penolakan pembatalan perkawinan pada pengadilan agama Jakarta Selatan dengan nomor pokok perkara 2487/Pdt.G/2014/PAJS. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam penelitian ini akan dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut. 1. Apakah yang menjadi alasan dan pertimbangan Hakim menolak pembatalan perkawinan dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan nomor pokok perkara 2487/Pdt.G/2014/PAJS.? 2. Apakah putusan Hakim tersebut sudah sesuai dengan undangundang nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk dapat mengetahui dan mempelajari proses penyelesaian terhadap putusan penolakan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 2. Untuk dapat mengetahui Implikasi Hukum yang digunakan Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam penolakan pembatalan perkawinan.

7 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penyusun dan bagi pihak lainnya. Adapun manfaat Penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis, yaitu penulis berharap skripsi ini dapat memberi gambaran, ilmu pengetahuan, serta masukan terhadap perkembangan hukum di Indonesia pada masyarakat mengenai pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama. 2. Manfaat Praktis, melalui penelitian ini penulis berharap dapat memberikan sumbangan tambahan ilmu mengenai pembatalan perkawinan. E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Metode penelitian yang diterapkan dalam setiap Ilmu harus disesuaikan dengan pengetahuan yang menjadi induknya. Metode penelitian Ilmu Hukum berbeda dengan metode penelitian Ilmu lain. Metode penelitian Hukum memiliki ciri khas tertentu yang merupakan identitasnya. Penelitian tentang putusan penolakan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan nomor 2487/Pdt.G/PAJS. menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan menurut Kompilasi Hukum Islam merupakan suatu penelitian yuridis. Sebagai suatu penelitian yuridis, maka penelitian ini berbasis pada analisis norma hukum, hukum dalam arti law as it is written in the books (dalam peraturan perundang-undangan). Pemahaman yang mendalam mengenai norma-norma serta peraturan undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

8 2. Tipe dan Sifat Penelitian Dalam dunia penelitian, termasuk penelitian hukum dikenal berbagai jenis atau macam dan tipe penelitian. Pembedaan jenis ini didasarkan dari sudut mana kita memandang atau meninjaunya. Penentuan jenis atau macam penelitian dipandang penting karena ada kaitan erat antara jenis penelitian itu dengan sistematika dan metode serta analisis data yang harus dilakukan untuk setiap penelitian. Penelitian Hukum Normatif: Nama lain dari penelitian hukum normatif ini adalah penelitian hukum doktriner, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturanperaturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Disebut sebagai penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Dimana dalam penelitian pada umumnya untuk menentukan jenis dari suatu penelitian itu dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder. 4 Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya. 5 4 Pojok Hukum, Tipologi Penelitian Hukum (On-line), Tersedia di: http://pojokhukum. blogspot.co.id/2008/03/tipologi-penelitian-hukum.html (11Februari 2016) 5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), h.46.

9 Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya. Jadi penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Pelaksanaan penelitian hukum normatif secara garis besar akan ditujukan pada: Penelitian terhadap asas-asas hokum Seperti misalnya penelitian terhadap hukum positif yang tertulis atau penelitian terhadap kaidah-kaidah hukum yang hidup di dalam masyarakat. 3. Data dan Sumber Data Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data kepustakaan digolongkan dalam dua bahan hukum, yaitu bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum primer meliputi produk lembaga legislative. Dalam hal ini, bahan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Bahan-bahan hukum primer lainnya adalah Keputusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan nomor 2487/Pdt.G/PAJS). Sedangkan bahan hukum sekunder meiputi bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum.

10 4. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan Studi kepustakaan dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, maupun mengakses data dari Internet dan juga melalui website putusan.mahkamahagung.go.id. Penelitian pustaka, yakni penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data dengan cara menelaah buku-buku, dan data yang didapatkan dari tulisan di berbagai media yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi ini. Teknik pengumpulan data diatas digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi dan diharapkan informasi yang diperoleh saling melengkapi. 5. Analisis Data Seluruh data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder kemudian akan di analisis dan diolah dengan metode kualitatif untuk menghasilkan kesimpulan. Kemudian disajikan secara deskriptif guna memberikan pemahaman yang lebih jelas dan terarah dari hasil penelitian. 6. Cara Penarikan Kesimpulan metode menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya umum. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis pengertian atau konsep-konsep umum. 6 F. Kerangka Konsepsional Pembatalan berasal dari kata batal, yaitu menganggap tidak sah, menganggap tidak pernah ada (Kamus Umum Bahasa Indonesia; Badudu-Zain). Jadi pembatalan perkawinan berarti menganggap 2015). 6 Buku Pedoman Penyusunan Skripsi (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti,

11 perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah, atau dianggap tidak pernah ada. Pembatalan pernikahan adalah mekanisme yang dijamin hukum. Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Permohonan pembatalan dapat diajukan isteri atau suami. Pembatalan perkawinan adalah usaha untuk tidak dilanjutkannya hubungan perkawinan setelah sebelumnya perkawinan itu terjadi. Dalam memutus permohonan pembatalan perkawinan, pengadilan harus selalu memperhatikan ketentuan agama mempelai. Jika menurut agamanya perkawinan itu sah maka pengadilan tidak bisa membatalkan perkawinan. Dalam Pasal 22 Undang-Undang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan. Namun bila rukunnya yang tidak terpenuhi berarti pernikahannya yang tidak sah. Perkawinan dapat dibatalkan berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Pasal 22, 24, 26 dan 27 serta berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 70 dan 71. Dalam hukum islam suatu pernikahan dianggap sah jika dalam suatu akad nikah tersebut sudah terpenuhi syarat serta rukunnya. Jika suatu perkawinan kurang salah satu syarat maupun rukunnya maka akad nikah tersebut dianggap tidak sah. Jika yang tidak terpenuhi hanya salah satu rukunnya, akad tersebut adalah batal. Adapun jika yang tidak terpenuhi adalah salah satu dari syaratnya maka akad nikah tersebut dianggap fasid. Pada Pasal 74 ayat 1 kompilasi hukum Islam menentukan bahwa pembatalan perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan dan permohonan pembatalan perkawinan itu diajukan oleh para pihak yang mengajukan pada Pengadilan daerah yang

12 hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan atau di tempat tinggal kedua suami isteri. G. Sistematika Penulisan Sitematika penulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yang mencakup 5 (lima) BAB yang disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian Pendahuluan Skripsi: Bagian pendahuluan skripsi ini terdiri dari judul, persetujuan, pengesahan, motto, dan persembahan, kata pengantar, daftar isi dan abstrak. 2. Bagian Isi Skripsi: BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini terdiri dari sub bab, yang dimulai dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Konsepsional, dan sistematika penulisan. BAB II URAIAN UMUN TENTANG LANDASAN TEORI PERKAWINAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM. Bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang diharapkan mampu menjembatani atau mempermudah dalam memperoleh hasil penelitian terhadap pokok permasalahan yang berkaitan dengan pembatalan perkawinan yang meliputi: pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, rukun dan syarat sahnya perkawinan, asas perkawinan, Salah sangka mengenai diri suami atau isteri pada waktu berlangsungnya perkawinan, dan pembatalan perkawinan berdasarkan

13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, serta syarat-syarat dan alasan batalnya perkawinan, serta tata cara pembatalan perkawinan. BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang deskripsi putusan pengadilan Agama Jakarta Selatan, mengenai uraian kasus dan hasil putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor : 2487/Pdt.G/2014/PAJS BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran umum penelitian dan pembahasan tentang penolakan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Nomor Pokok Perkara 2487/Pdt.G/2014/PAJS. Mengenai pertimbangan Hakim dalam memutus perkara penolakan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tersebut apakah sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan diperoleh dari hasil analisa terhadap penelitian dan pembahasan pada bab ke 4 (empat). 3. Bagian Akhir Skripsi Ini: Bagian akhir skripsi terdiri dari daftar pustaka, daftar riwayat hidup penulis, dan lampiran-lampiran.