Analisis Pola Hujan dan Musim di Jawa Timur Sebagai Langkah Awal Untuk Antisipasi Bencana Kekeringan

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Beton Porous Untuk Resapan Air Injeksi Dalam Pengendalian Genangan Perkampungan Padat

Executive Summary. Pemberdayaan Permukiman Sebagai Kontributor Pengendali Banjir Akibat Perubahan Pola Musim (Climate and Landscape Change)

menyebabkan kekeringan di musim kemarau,

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung

DAMPAK PERUBAHAN KARAKTERISTIK HUJAN TERHADAP FENOMENA BANJIR DI AMBON

SAATNYA BERBALIK HALUAN DALAM PARADIGMA PENGENDALIAN BANJIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon)

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv DAFTAR ISI...

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Lingkup Kegiatan Penelitian Komponen Lingkungan Kerangka Alur Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

PENGARUH PERUBAHAN AREAL KEDAP AIR TERHADAP AIR PERMUKAAN. Achmad Rusdiansyah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang hidup bersama sama dalam suatu ruang yang terbatas agar

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN

*Corresponding author : ABSTRACT

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

KAJIAN SISTEM DRAINASE KOTA BIMA NUSA TENGGARA BARAT

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

Studi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

Tahun Penelitian 2005

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

APLIKASI SIG UNTUK EVALUASI SISTEM JARINGAN DRAINASE SUB DAS GAJAHWONG KABUPATEN BANTUL

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP. Oleh : M YUNUS NRP :

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

ABSTRAK Faris Afif.O,

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan penelitian akan dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut: Identifikasi permasalahan

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam

BAB 1 PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

AIR HUJAN SEBAGAI ALTERNATIF PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR MINUM DI KECAMATAN RANUYOSO KABUPATEN LUMAJANG

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA

HALAMAN PENGESAHAN...

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Unjuk Kerja Resapan Air Hujan

BAB III METODE PENELITIAN

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

STUDI PEDOMAN POLA OPERASI EMBUNG KULAK SECANG UNTUK KEBUTUHAN AIR IRIGASI DESA JATIGREGES KECAMATAN PACE KABUPATEN NGANJUK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Abstrak. Kata Kunci: Debit Maksimum, Aliran Permukaan, Perumahan Banteng Abstract

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal APLIKASI ISSN X

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE SEGOROMADU 2 GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, yang sebagian besar

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

Transkripsi:

Jurnal APLIKASI Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 Analisis Pola Hujan dan Musim di Jawa Timur Sebagai Langkah Awal Untuk Antisipasi Bencana Kekeringan Didik Harijanto, Kuntjoro, Saptarita, S. Kamilia Aziz Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS, Surabaya Email: didihari2@yahoo.com, kuntjoro_rivers@yahoo.co.id Abstract Analysis of a rain and season pattern becomes very important to avoid water supply deficit at the region with limited water resources. This study aims to quantify the rain and season pattern of region, East Java. The result shows, average rainfall precipitation is 1,4 mm/minutes at the 0 to 5 minutes of rain, 1,6 mm/minutes at the 5 to 10 minutes of rain, 1,5 mm/minutes at 10 to 20 minutes of rain, 0,13 mm/minutes at the 20 to 57 minutes of rain, and 0,12 mm/minutes at the 57 to 81 minutes of rain. Moreover, pattern of the season shows that the beginning of dry season is in March, the peak of dry season is in June, the first rainfall is in the middle of September, and the peak of rain season in January. Keywords: pattern-rain, pattern-season, disasters, drought. Abstrak Keselarasan pola hujan dan musim dengan penggunaan air oleh masyarakat adalah sangat penting untuk mencegah terjadinya bencana kekeringan pada suatu daerah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola hujan dan musim di Jawa Timur. Hasil analisa pola hujan menunjukkan bahwa di lokasi yang terpilih curah hujan rerata pada 5 menit pertama adalah 1,4 mm/menit, pada 5 menit kedua adalah 1,6 mm/menit, pada 10 menit setelahnya adalah 1,5 mm/menit, pada 37 menit setelahnya lagi adalah 0,13 mm/menit, dan terakhir pada 24 menit kemudian adalah 0,12 mm/menit. Sedangkan pola musimnya adalah; permulaan musim kemarau adalah bulan Maret, puncak musim kemarau adalah bulan Juni, mulai terjadi hujan adalah pertengahan bulan September, puncak musim hujan adalah bulan Januari. Kata kunci: pola hujan, pola musim, bencana kekeringan. 1. Pendahuluan Isu utama yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia akhir akhir ini adalah bencana kekeringan yang terjadi umumnya di daerah pegunungan yang belum terjangkau sarana air bersih seperti: Pacitan, Lumajang, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, dan lain-lain, seperti yang terlihat pada gambar 1. Pola hujan adalah pola distribusi tinggi curah hujan yang terjadi selama dua puluh empat jam (satu hari) (Kuntjoro, 1997). Dinyatakan dalam grafik pola hujan, yang didapat dari penakar hujan otomatis ( automatic rainfall recorder), sampai saat ini pola hujan hanya digunakan untuk menentukan besarnya run off yang dihitung dari kapasitas infiltrasi lahan, yang berguna untuk menentukan prosentase besaran banjir dari tinggi curah hujan (Todd, 1980). Dalam penelitian ini bersama dengan memperhitungkan pola musim akan digunakan untuk menentukan pola penggunaan air dalam tingkat durasi harian (Kuntjoro, 2002). Pola musim adalah pola distribusi tinggi curah hujan harian dalam satu tahun (Kuntjoro, 2006; Linsly, 1996). Pola musim dinyatakan dalam angka-angka atau grafik, yang didapat dari penakar Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 95

Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 hujan manual atau penakar hujan otomatis. Dengan pola musim dapat ditentukan jadwal operasional reservoir, sebagai bentuk tatakala pemanfaatan air selama satu siklus musim untuk daerah rawan kekeringan. Gambar 1. Mengambil air di sungai yang kering di daerah Bojonegoro Masalah dalam penelitian ini bisa dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk pola hujan? 2. Bagaimana model peta pola hujan yang bisa ditindaklanjuti sebagai antisipasi bencana kekeringan? Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan pola hujan Jawa Timur untuk daerah-daerah dengan isu terancam bencana kekeringan. Secara garis besar penelitian tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a) Meneliti pola hujan harian untuk mendapatkan gambaran kondisi sebaran distribusi tinggi curah hujan harian. b) Meneliti kondisi topografi medan. c) Menentukan/membentuk model sarana pemanfaatan curah hujan yang paling sesuai dengan pola hujan serta kondisi topografi yang ada. Jurnal APLIKASI Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memprediksi kondisi musim tahun yang akan datang, menentukan jadwal mulainya kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan air, menentukan model sarana pemanfaatan curah hujan yang paling sesuai dengan pola hujan serta kondisi topografi yang ada dan sebagai langkah awal antisipasi ancaman bencana kekeringan. 2. Metodologi Sesuai dengan tujuan utama penelitian ini adalah untuk membentuk model sarana pemanfaatan curah hujan yang paling sesuai dengan pola hujan serta kondisi topografi yang ada maka diperlukan metode pengumpulan data dan metode analisis yang memadai. Gambar 2 memberikan gambaran diagram alir penelitian secara menyeluruh metode penyelesaian penelitian ini. 2.1. Pola Hujan dan Pola Musim Pola hujan adalah pola distribusi tinggi curah hujan yang terjadi selama dua puluh empat jam (satu hari). Dinyatakan dalam grafik pola hujan, yang didapat dari penakar hujan otomatis ( automatic rainfall recorder). Sampai saat ini pola hujan hanya digunakan untuk menentukan besarnya run off yang dihitung dari kapasitas infiltrasi lahan, yang berguna untuk menentukan prosentasi besaran banjir dari tinggi curah hujan. Dalam penelitian ini bersama dengan memperhitungkan pola musim akan digunakan untuk menentukan pola penggunaan air dalam tingkat durasi harian. Halaman 96 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini

Jurnal APLIKASI Pola musim adalah pola distribusi tinggi curah hujan harian dalam satu tahun. Dinyatakan dalam angka-angka atau grafik, yang didapat dari penakar hujan manual atau yang otomatis. Dengan Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 pola musim bisa ditentukan jadwal operasional reservoir, sebagai bentuk tata kala pemanfaatan air selama satu siklus musim untuk daerah rawan kekeringan. Mulai Pengambilan Data Tinggi dan Pola Curah Hujan Peta Topografi Data Demografi Penelitian Terdahulu Uji Frekuensi Analisis Pola * Pola Hujan * Tinggi Curah *Pola Musim Skala 1: 25.000 Hasil Pengukuran 1 : 100 Sebaran Penduduk Tidak Cukup? Ya Analisis Pola Hujan Analisis Pola Musim Analisis Topografi bentuk model sarana yang paling sesuai dengan pola hujan dan pola musim serta kondisi topografi Peta Model Tidak sesuai? Ya Selesai Gambar 2. Bagan alir penelitian Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 97

Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 2.2. Penelitian Lapangan Langkah awal penelitian lapangan adalah penentuan lokasi. Lokasi penelitian dipilih berdasarkan kriteria kriteria tertentu diantaranya: Rawan terjadi permasalahan permasalahan kekeringan, tingkat kesulitan sampling dan biaya. Penelitian lapangan terdiri dari: Pengukuran Pola Hujan ( ARFR) dan Pengukuran Topografi Medan (Surveying). 2.3. Penelitian Laboratorium Penelitian laboratorium adalah analisis pola hujan dan topografi medan. Secara skematis ditunjukkan pada gambar 3. Analisis Pola Hujan Analisis Pola Hujan ditujukan untuk mengidentifikasikan sebaran/distribusi curah hujan dalam satu hari, dengan data seri minimum sepuluh tahun data. Analisis Pola Musim Analisis pola musim dilakukan untuk mendapatkan perilaku pergeseran musim/iklim yang dianalisis dari data seri minimum sepuluh tahun data musim. Analisis Data Ukur (Topografi) Analsisi data ukur adalah untuk mendapatkan kecocokan dan mendetailkan peta topografi dari data sekunder dengan hasil pengukuran. 2.4. Analisis Data Pada langkah ini akan dilakukan analisis data secara keseluruhan sesuai dengan prinsip dasar pola hujan, dengan menggunakan Formula Horton (Todd, 1980; Linsly, 1996). Jurnal APLIKASI 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Tinggi dan pola curah hujan setempat Tinggi curah hujan mengacu curah hujan hasil pengukuran. Cuplikan curah hujan yang tercatat di beberapa kabupaten seperti yang terlihat pada gambar 4 untuk stasiun Ngimbang Gresik, gambar 5 untuk stasiun Kerti Kabupaten Madiun dan gambar 6 untuk stasiun Cawak Kabupaten Bojonegoro. 3.2. Analisis pola hujan Analisis pola hujan merupakan analisis dari data hujan dari hasil pengukuran dengan alat manual dipolakan berdasarkan pola yang terukur dengan alat automatik. Untuk keperluan pemanfaatan air hujan seoptimum mungkin yang berpedoman pada tinggi curah hujan harian dan pola hujan dengan mempertimbangkan tinggi kapasitas infiltrasi lahan di lokasi penelitian (Kuntjoro, 2004; Kuntjoro, 2007). Berikut ini diberikan contoh grafik hasil pengukuran pola curah hujan menggunakan Automatic Rain Fall Recorder (ARFR). Pola curah hujan didekati dengan pola hasil pengukuran curah hujan dengan automatic rain fall recorder seperti yang terdapat pada Gambar 7. Kemudian dengan pendekatan ini pola hujan akan terlihat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 8. Tabel 1. Pola Hujan Automatic rainfall recorder Hujan (mm) 7 8 15 5 3 Waktu (mnt) 5 5 10 38 24 Halaman 98 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini

Jurnal APLIKASI Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 3.3. Topografi Cawak adalah nama desa di Kabupaten Bojonegoro. Di sana ada sumber air dan bendung untuk mengairi daerah irigasi disebut Daerah Irigasi Cawak. Topografi daerah ini, yang termasuk dalam Daerah Irigasi Cawak juga perkampungan-perkampungan di dalamnya merupakan daerah dengan topografi yang datar. Dari peta topografi terlihat kemiringan lahan rata-rata antara 0,50 0,75 meter per 1000 meter. PENELITIAN LAPANGAN Data sekunder: Data Primer (ERFR) Data Primer Pengukuran : Theodolith, Total Station Tinggi Curah Hujan, Pola Musim dan Topografi Pola Hujan Data Ukur PENELITIAN LABORATORIUM Analisis Pola Musim Analisis Analsis Distribusi Curah Hujan Harian Analsisi Analisis Deatail Detail Topografi Topografi Karakter Pergesran Musim Karakter Perubahan Pola Hujan Kesesuaian Peta Model Penanganan ANALISIS DATA DAN SINGKRONISASI HASIL ANALISIS PETA MODEL PENANGANAN Gambar 3. Penelitian lapangan, penelitian laboratorium dan analisis data 70 R (mm) 2005 60 50 R (m) 40 30 20 10 0 Gambar 4. Pola curah hujan di Stasiun Ngimbang Kabupaten Gresik Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 99

Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 Jurnal APLIKASI 70 60 50 Curah Hujan Kerti Madiun R (mm) 2005 R (m) 40 30 20 10 0 Gambar 5. Pola curah hujan di Stasiun Kerti Kabupaten Madiun R (m) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Curah Hujan Cawak Bojonegoro R (mm) 2010 Gambar 6. Pola curah hujan di Stasiun Cawak Kabupaten Bojonegoro Gambar 7. Pola curah hujan (ARFR) Halaman 100 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini

Jurnal APLIKASI Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 R Rerata (mm) 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Pola Curah Hujan Rerata 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 Waktu (menit) Gambar 8. Hasil analisis pola curah hujan rerata 3.4. Kapasitas Infiltrasi Lahan Untuk selanjutnya pola hujan dan pola musim hasil analisis diterapkan pada lokasi yang terpilih, dalam hal ini dipilih stasiun penakar hujan di Cawak Kabupaten Bojonegoro. Pola hujan dan pola musim untuk daerah yang terpilih tidak berbeda jauh dengan kondisi pola hujan dan pola musim Jawa Timur pada umumnya, namun mempunyai karakter pola musim yang agak tersebar di sepanjang tahun. Hal ini bisa dilihat 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Penurunan(cm) Waktu T (jam) dengan lebih teliti sebaran hujan pada gambar 9. Seperti yang dijelaskan pada sub bab 3.3. daerah ini mempunyai topografi yang relatif datar dengan kondisi kapasitas infiltrasi yang relatif tinggi, seperti yang terlihat pada tabel 2 dan gambar 9. Dengan demikian ancaman bahaya kekeringan untuk daerah ini lebih disebabkan oleh kapasitas infiltrasi yang relatif tinggi dan jangkauan terhadap sumber air yang jauh. Kapasitas Infiltrasi f (cm/jam) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100105110115120125130135140145150 Waktu (menit) Gambar 9. Kapasitas infiltrasi lahan Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 101

Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 3.5. Rencana Tindakan Antisipasi Bencana Kekeringan (Penentuan Model Sarana Antisipasi Bencana Kekeringan) Dengan mengingat topografi lahan yang sangat datar, sangat tidak memungkinkan dibangun waduk atau embung berskala besar. Maka untuk daerah Cawak diperlukan waduk-waduk harian atau embung berkapasitas skala rukun tetangga atau tandon-tandon berkapasitas skala rumah tangga. Tandon-tandon ini bisa dikelola secara komunal untuk mengantisipasi bahaya kekeringan selama satu siklus musim. Kapasitas sarana ini perlu direncanakan lebih detail dengan mempertimbangkan sebaran penduduk, pola hujan, pola musim dan kondisi topografi. Waktu (menit) Tabel 2. Kapasitas Infiltrasi Lahan Penurunan (cm) Waktu T (jam) Kapasitas Infiltrasi f (cm/jam) 5,00 5,80 0,08 69,60 6,00 6,10 0,10 61,00 7,00 6,80 0,12 58,30 8,00 7,20 0,13 54,00 23,00 9,30 0,38 24,30 60,00 10,40 1,00 10,40 145,00 11,20 2,42 4,60 4. Simpulan Berdasarkan hasil analisa, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pola hujan pada lokasi terpilih tinggi curah hujan rerata pada 5 menit pertama adalah 1,4 mm/menit, 1,6 mm/menit pada 5 menit setelahnya, 1,5 mm/menit pada 10 menit setelahnya dan 0,13 mm/menit pada 37 menit setelahnya, yang terakhir 0,12 mm/menit pada 24 menit, setelah itu hujan reda. Jurnal APLIKASI 2. Dari data peristiwa hujan yang terjadi untuk seluruh Jawa Timur secara umum adalah sebagai berikut: o Mulai terjadi musim kemarau pada bulan Maret. o Puncak musim kemarau bulan Juni. o Mulai terjadi hujan pada pertengahan bulan September. o Puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari. Pola musim merupakan peristiwa hujan untuk lokasi terpilih di stasiun penakar hujan Cawak Kabupaten Bojonegoro didapat kondisi pola musim yang tidak jauh berbeda dengan kondisi kabupaten lain di Jawa Timur. 3. Topografi lahan relatif datar dengan kemiringan rata-rata antara 0,50 0,75 meter per 1000 meter. 4. Pemanfaatan hujan untuk antisipasi kekeringan diperlukan waduk-waduk harian atau embung berkapasitas skala rukun tetangga atau tandon-tandon berkapasitas skala rumah tangga. Tandon-tandon ini bisa dikelola secara komunal untuk mengantisipasi bahaya kekeringan selama satu siklus musim. Daftar Pustaka Todd, Davit Keith, ( 1980), Groundwater Hydrology, John Wiley & Sons, New York. Kuntjoro, (1997), Tinggi dan Pola Hujan Terhadap Kapasitas Infiltrasi Lahan, Lemlit ITS. Kuntjoro, (2002), Kapasitas Infiltrasi Lahan Dengan Adanya Perubahan Pengunaan Lahan, Lemlit ITS. Halaman 102 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini

Jurnal APLIKASI Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 Kuntjoro, (2004), Rekayasa Beton Porous Untuk Resapan Air, Grant TPSDP, FTSP ITS Kuntjoro, (2006), Waktu Yang Diijinkan Untuk Menggenang pada Suatu Lahan (Permitable Retarding Duration of Land (PRD)), LPPM ITS. Kuntjoro, (2007), Peningkatan Kapasitas Drainase Mokro Dengan Infiltrasi Injeksi, Hibah Bersaing Perguruan Tinggi DP2M, LPPM ITS. Linsly, (1996), Hidrologi Untuk Insinyur, Penerbit Erlangga. Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 103

Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 Jurnal APLIKASI Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman 104 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini