BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Adanya reformasi pada tahun 1998, mengakibatkan terjadinya perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 LATARBELAKANG. adanya era reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan peningkatan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. pertanggunggjawaban. Salah satu tujuan dari laporan pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.otonomi

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun awal pelaksanaan otonomi daerah merupakan masamasa. yang berat dan penuh tantangan bagi sebagian besar daerah dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. lama mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004) dan UU No. 25 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004). Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan mengenai pembagian dan pembentukan daerah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersifat otonom dan menerapkan asas desentralisasi. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri baik dari sektor keuangan maupun dari sektor nonkeuangan. Dalam Khusaini (2006), asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut UU No. 22 tahun 1999 mencakup paling tidak 4 hal yaitu: 1. Memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Keleluasaan otonomi artinya mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan pemerintahan termasuk penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. 1

2 2. Otonomi yang nyata, artinya daerah punya keleluasaan untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada, dibutuhkan, tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah. 3. Otonomi yang bertanggung jawab, berarti sebagai konsekuensi logis dari pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam pemberian pelayanan kepada publik dan peningkatan kesejahteraan bagi rakyat di daerahnya. 4. Otonomi untuk daerah provinsi diberikan secara terbatas yaitu (a) kewenangan lintas kabupaten/kota; (b) kewenangan yang belum dilaksanakan oleh kabupaten/kota; (c) kewenangan lainnya menurut PP No.25 tahun 2000. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah menyusun anggaran yang kemudian dijadikan pedoman dalam menjalankan berbagai aktivitasnya. Anggaran dalam Pemerintah Daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintahan Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar dkk, 2008). APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (Darise, 2008). Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam organisasi sektor publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program. Dengan sumber daya yang terbatas, Pemerintah Daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat

3 dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum (Kawedar dkk, 2008). Selama ini, Pemerintah Daerah lebih banyak menggunakan pendapatan daerah untuk keperluan belanja operasi daripada belanja modal. Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Menurut World Bank, good governance merupakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, dan menjalankan disiplin anggaran. Pengalokasian dana investasi merupakan suatu aktivitas pendanaan, dimana pendapatan yang diperoleh Pemerintah Daerah digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan yang manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Salah satu bentuk pengalokasian dana investasi dalam sistem pemerintahan adalah belanja modal. Pada tanggal 2 April 2013, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menemukan adanya penyimpangan dalam realisasi belanja modal untuk fasilitas umum. Menurut Ketua BPK Hadi Poernomo, terdapat penyimpangan ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 817,47 miliar dari 1.453 kasus. Secara umum kasus penyimpangan ketentuan perundangundangan belanja modal untuk fasilitas umum, antara lain terjadi karena kelalaian rekanan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai perjanjian dalam kontrak.

4 Selain itu, BPK juga menemukan adanya ketidakcermatan konsultan pengawas, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan panitia pengadaan barang dalam melaksanakan tugasnya. Serta kelemahan pengawasan dan pengendalian dari pejabat/pimpinan entitas, pemeriksaan belanja modal untuk fasilitas umum tersebut merupakan kompilasi dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Belanja modal untuk fasilitas umum di antaranya digunakan untuk pengadaan gedung dan bangunan, jalan, jembatan, irigasi, dan jaringan. Temuan terkait belanja modal untuk fasilitas umum terjadi berulang dari tahun ke tahun. Jadi dalam hal ini kemanfaatan belanja modal tidak digunakan seperti yang ada pada konsep multi-term expenditure framework (MTEF). Konsep multi-term expenditure framework (MTEF) menyatakan bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang (Abdullah dan Halim, 2006). Hal ini berarti bila suatu daerah berencana untuk menganggarkan belanja modal pada anggaran belanjanya pemerintah tersebut juga harus punya komitmen untuk menyediakan dana untuk pemeliharaan dan rehabilitasi atas aset tetap yang diperolehnya dari belanja modal tersebut. Dan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belanja modal diantaranya adalah Dana Perimbangan, Kepadatan Penduduk, Pendapatan Per Kapita, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), PAD, PDRB.

5 Dengan demikian dapat disebutkan bahwa minat penulis meneliti pengaruh kepadatan penduduk, dana perimbangan, bea balik nama kendaraan bermotor terhadap keputusan belanja modal didasarkan pada : Pertama, kebijakan perihal otonomi daerah ternyata turut pula memicu tiaptiap daerah untuk secara kompetitif mencari sumber-sumber kebutuhan finansial yang berkaitan dengan belanja modal. Hal itu untuk membantu pemerintah dalam mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik. Kedua, belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Dana Perimbangan, Kepadatan Penduduk, Pendapatan Per Kapita, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), PAD, PDRB merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap belanja modal. Ketiga, Jika dilihat dari beberapa peneliti terdahulu banyak yang tidak dapat memperlihatkan lebih rinci variabel yang paling berpengaruh dari belanja modal pada wilayah provinsi. Karena tidak meneliti variabel yang terdapat dalam faktorfaktor yang mempengaruhi belanja modal. Oleh karena itu peneliti berminat untuk meneliti beberapa variabel yang mempengaruhi belanja modal pada wilayah provinsi. Sehubungan dengan uraian diatas, maka judul penelitian ini adalah Pengaruh Kepadatan Penduduk, Dana Perimbangan, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Terhadap Keputusan Belanja Modal di Provinsi Indonesia.

6 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pada latar belakang yang telah disampaikan, maka rumusan masalah penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Kepadatan Penduduk berpengaruh terhadap Keputusan Belanja Modal? 2. Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Keputusan Belanja Modal? 3. Apakah Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berpengaruh terhadap Keputusan Belanja Modal? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di muka, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap Keputusan Belanja Modal. b. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Dana Perimbangan terhadap Keputusan Belanja Modal. c. Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap Keputusan Belanja Modal. 2. Manfaat penelitian Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dan dapat digunakan oleh pihak pihak sebagai berikut: a. Penulis

7 Bagi penulis merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program starta I untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi,serta Penulis akan lebih mengerti dan mengetahui masalah yang dibatasi serta dapat membandingkan teori dari berbagai sumber dengan praktek secara nyata mengenai cara menganalisis Belanja Modal. b. Pemerintah daerah Memberikan opini bagi Pemerintah Indonesia khususnya untuk wilayah provinsi dalam mengelola arus kas masuk dan arus kas keluar terkait dengan sumber pendanaan Belanja Modal secara lebih optimal dan pemberdayaan pajak tersebut dengan efektif, efesien,dan transparan. c. Pembaca Pihak lainnya yang ingin memperdalam ilmu dan melakukan penelitian lebih lanjut dalam permasalahan yang sama dapat menjadikan referensi atau untuk tujuan lain sesuai dengan kebutuhan masing masing.